Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman

B. Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman

dan Rico de Coro

Pada bab ini penelitian menitikberatkan pada pengungkapan makna simb olisasi dalam cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”. Karya seni yang mempergunakan media bahasa mempunyai

sistem dan konvensi sendiri yang membentuk makna, ialah sistem semiotik yang memerlukan pemaknaan. Pada bab ini merupakan analisis mengenai simbol yang memerlukan interpretasi mengenai makna yang terkandung, dengan teori semiotik dan dilanjutkan dengan pesan yang terkandung.

Analisis semiotik dalam bab ini mengkaji mengenai simbolisasi kehidupan yang banyak muncul dalam kumpulan cerpen „Filosofi Kopi‟. Masalah kisah cinta sebagai sebuah tranformasi juga pencarian jati diri manusia dalam menjalani kehidupan ini. kumpulan cerpen ini menjadi sebuah karya sastra yang penuh makna tentang kehidupan yang terkadang manusia memandang dari segi permukaan saja, memunculkan simbol kopi, sikat gigi, kecoa bahkan tentang penamaan Herman. Berikut analisis semiotik dalam kumpulan cerpen „Filosofi Kopi ‟.

commit to user

1. Simbolisasi dalam cerpen Filosofi Kopi

a. Ikon

Cerpen Filosofi Kopi menggambarkan suatu kondisi kemanusiaan yang memprihatinkan. Karena manusia yang selalu mengejar kebahagiaan sempurna dalam kehidupannya. Bahkan selalu menghalalkan segala cara untuk mendapat kebahagiaan sempurna yang dimaksud. Namun keinginan manusia untuk memperoleh kebahagian sempurna adalah suatu keinginan yang kodrati, sesuatu yang terbit dari kodrat bahkan hakekat manusia itu sendiri. Suatu kenyataan hidup yang tampak jelas dalam cerpen ini.

Tokoh-tokoh yang ada dalam cerpen Filosofi Kopi seperti tokoh „Ben‟, „Jody‟, „Pak Seno‟ dan masih banyak tokoh yang lain mempunyai

beberapa karakter yang berbeda- beda. Tokoh „Ben‟ adalah ikon dari keegoisan manusia yang menginginkan kesempurnaan dalam kehidupannya.

... Aku sudah keliling dunia dan mencoba semua kopi terenak, tapi belum ada yang rasanya seperti ini. Akhirnya aku bisa berkata bahwa ada ramuan kopi yang rasanya SEMPURNA. (Dee, 2009:12)

Tokoh „Ben‟ awalnya adalah seorang yang sederhana dan membuat kopi dengan tulus dengan cinta kasih. Namun pada saat seseorang

menawarkan tantangan untuk mendapatkan uang 50 juta maka karakter tokoh „Ben‟ menjadi ambisius dan juga harga diri dari seorang barista juga

dipertaruhkan. Belakangan aku tahu maksudnya. Tak ada lagi bincang-bincang

malam hari seperti yang biasa kami lakukan. Ketika kedai sudah tutup, Ben tetap tak beranjak dari dalam bar. Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu

commit to user

banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. Sahabatku bermutasi dari dokter Frankenstein. The Mad Barista. (Dee, 2009:10-11)

Seseorang yang menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya pastilah akan terus-menerus menuntut kepuasan. Kegelisahan manusia yang pantang berhenti yang nampak dalam aktivitas yang terus-menerus, hanyalah pernyataan dari keinginan dasar tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia yang tidak bahagia, ingin bahagia, dan yang bahagia ingin lebih bahagia. Suatu keinginan seperti ini jelaslah bukan keinginan kebetulan manusia, tetapi haruslah berakar dalam hakekat manusia itu sendiri.

Seseorang yang menginginkan kebahagian yang sempurna itu pun tidak dapat dihindari. Semua manusia pastilah menginginkanya. Namun dari sinilah juga diajarkan bagaimana untuk mengendalikannya agar tidak terjerumus dalam sikap yang serakah.

Tampak dari kutipan di atas adalah kemurnian dari karakter seorang tokoh „Ben‟ yang awalnya kecintaan pada sebuah kopi yang tulus dan

hanya ingin membuat seseorang yang meminumnya juga akan bahagia namun berubah menjadi seorang yang penuh ambisius ingin menciptakan sebuah kopi yang sempurna di dunia.

Dalam hal ini nantinya akan bertolak belakang dengan tokoh „Pak Seno‟ yang dijumpai tokoh „Ben‟ setelah dia menciptakan ramuan kopi yang sempurna. Tokoh „Pak Seno‟ ini juga menjadi ikon dari seseorang

yang mempunyai kesederhaan dalam hidupnya. Hidup itu seperti inilah adanya dan tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Habis Bapak punya buanyaaak... sekali. Kalau memang mau dijual biasanya langsung satu bakul. Kalau dibikin minuman begini,

commit to user

cuma-cuma juga ndak apa-apa. Tapi orang-orang yang ke mari biasanya tetap saja mau bayar. Ada yang kasih 150 perak, 100, 200... ya, berapa sajalah. (Dee, 2009:21)

Dari karakter tokoh „Pak Seno‟ dapat dilihat dari kesederhanaannya dalam menjalani hidup. Tokoh „Pak Seno‟ tidak pernah mengejar materi,

profit atau berapa keuntungan dari dia berjualan kopi. Tokoh „Pak Seno‟ hanya ingin membuat para pengunjung senang dan bahagia apabila

meneguk secangkir kopi buatannya. Terlihat dari tokoh „Pak Seno‟ yang menjalani hidupnya dengan bijak dan apa adanya.

Kebajikan itu sendiri merupakan suatu jalan, dan bukan suatu tujuan. Kebajikan juga membiasakan manusia dengan moral yang baik karena membimbing manusia dengan lebih mudah dan tidak ragu-ragu ke arah tujuan akhirnya. Maka dari itu kebajikan adalah suatu jalan yang perlu ke arah kebahagian sempurna. Lewat tokoh „Pak Seno‟ inilah mengajarkan

untuk bersikap bijak di dalam memaknai hidup ini. Dari sikap bijak inilah yang menjadi jalan agar dapat menuju sebuah kebahagian yang sempurna di dalam memaknai hidup ini.

b. Indeks

Setelah membaca cerpen Filosofi Kopi, akan dipahami masalah dalam cerpen ini adalah masalah pemaknaan dalam sebuah kehidupan. Judul cerpen Filosofi Kopi yang mempunyai makna bagaimana memaknai kehidupan ini lewat gambaran sebuah kopi yang pada kenyataannya rasa kopi itu pahit.

commit to user

Masalah dari cerpen ini adalah pemaknaan dari kesempurnaan hidup dan kesederhanaan hidup. Hal ini menimbulkan masalah mengenai perbedaan penilaian terhadap kopi juga. Kopi yang dijadikan sebagai barang dagangan untuk meraup keuntungan, dan kopi sebagai wujud prestise atau gengsi. Namun, ketika datang seseorang yang menantangnya untuk dibuatkan kopi dengan rasa yang sempurna harga dirinya merasa ditantang. Sampai akhirnya berusaha keras setiap malam membuat ramuan baru selama berminggu-minggu dan akhirnya berhasil membuat kopi dengan rasa yang sempurna.

Obsesi dari seorang ini dipertentangkan dengan kesederhanaan hidup seseorang pula. Kenyataan tentang kesederhanaan hidup itu pada akhirnya menyadarkan seseorang juga terhadap obsesinya. Bahwa kesempurnaan itu hanya sesaat dan tidak dapat tergantikan dengan kesederhanaan seseorang.

Cerpen Filosofi Kopi ini menggambarkan tentang kesempurnaan hidup juga kesederhanaan. Kopi yang awalnya dianggap sebagai sebuah hobi dan kecintaan untuk memberikan kebahagiaan kepada pengunjung, tetapi karena ambisi dan harga diri seseorang kopi menjadi sebuah barang taruhan untuk mendapatkan keuntungan dan juga harga diri yang tinggi. Di sisi lain muncul seseorang yang sederhana dalam membuat kopi. Kopi tersebut digambarkan sebagai jamu atau obat untuk menyegarkan pikiran.

Ben lanjut bercerita. Ia ditantang pria itu untuk membuat kopi dengan rasa sesempurna mungkin. „Kopi yang apabila diminum

akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna.‟ Pria itu menjelaskan dengan

ekspresi kagum yang mendalam, kemungkinan besar sedang

commit to user

membayangkan dirinya sendiri. Dan, gongnya ia menawarkan imbalan sebesar 50 juta. (Dee, 2009:10)

Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa sebuah kopi digambarkan sebagai barang dagangan yang dapat meraup keuntungan bagi

tokoh „Ben‟. Terlihat permasalahan yang berawal dari sini, tampak jelas bahwa seseorang hanya mementingkan harga dirinya untuk dapat disanjung banyak orang juga mengejar sebuah materi. Dari sini lah juga tampak nilai- nilai hidup manusia yang digambarkan dari pertentangan antara keinginan atau obsesi akan kesempurnaan dengan kesederhanaan. Kesadaran manusia itu juga perlu agar manusia dapat realistis dalam meyikapi sebuah kehidupan. Materi itu pula yang menjadi tolak ukur martabat atau harga diri seseorang, hal tersebut mengindikasikan awal dari permasalahan ini adalah materialistis sehingga seseorang itu menjadi angkuh dan mengganggap kesempurnaan itu ada padahal dalam kenyataannya kesempurnaan itu hanyalah palsu. Hal ini pula yang menunjukkan adanya hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada menunjukkan kesadaran manusia agar dapat bersikap realistis, dengan sepeti itu manusia tidak akan mengejar kesempurnaan hingga mempengaruhi materi.

c. Simbol

Berdasarkan pada judul cerpen yaitu Filosofi Kopi, menurut interpretasi peneliti mengandung makna nilai-nilai kehidupan. Hal ini dapat digambarkan dari kopi Ben‟s Perfecto yang dibuat oleh tokoh „Ben‟ juga

commit to user

kopi tiwus yang dibuat oleh tokoh „Pak Seno‟, sebuah kesempurnaan hidup dan kesederhanaan hidup.

Ben‟s perfecto adalah kopi buatan tokoh „Ben‟, dari sini disimbolkan sebagai kesempurnaan hidup. Jika seseorang meminum kopi

Ben‟s Perfecto, seseorang tersebut akan menganggap orang yang sempurna di hidup ini. Hingga keberadaan Ben‟s Perfecto menarik banyak

pengunjung dan meraub keuntungan yang lebih. ... Aku sudah keliling dunia dan mencoba semua kopi terenak, tapi

belum ada yang rasanya seperti ini. Akhirnya aku bisa berkata bahwa ada ramuan kopi yang rasanya SEMPURNA. (Dee, 2009:12) Demikian pula dengan hari-hari selanjutnya. Sejak diciptakannya Ben‟s Perfecto, keuntungan kami meningkat, bahkan berlipat ganda.” (Dee, 2009:14)

Ku tipan tersebut menggambarkan ben‟s perfecto begitu disukai oleh banyak orang. Ben‟s perfecto ini adalah simbol dari tokoh „Ben‟ yang

menciptakan ramuan kopi yang begitu sempurna, maka dari itu kopi ramuannya yang paling enak ini diberi nama Ben‟s Perfecto.

Namun hal ini dipertentangkan karena keberadaan kopi tiwus, yang disimbolkan sebagai kesederhanaan hidup. Dari kopi tiwus inilah menyadarkan bahwa hidup ini begini adanya tak dapat disembunyikan atau ditutupi agar memperoleh kesempurnaan. Sukses atau tidaknya seseorang tidak dapat diukur dari sebuah materi yang sekian banyak di dapat.

Banyak sekali orang yang doyan dengan kopi tiwus ini. Bapak sendiri ndak ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... hahaha! Macem- macem! Padahal kata Bapak sih biasa-biasa saja rasanya. Barangkali memang kopinya yang ajaib. Bapak ndak pernah ngutak- ngutik, tapi berbuah terus. Kalau „tiwus‟ itu nama almarhumah anak gadis Bapak. Waktu kecil dulu, tiap dia lihat

commit to user

bunga kop i di sini, dia suka ngomong „tiwus-tiwus‟ gitu. (Dee, 2009:22) Pak Seno titip salam. Dia juga titip pesan, kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan. Dan di sanalah kehebatan kopi tiwus... memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur, dan berpikir... (Dee, 2009:28)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa kesempurnaan hanyalah sebuah kepalsuan semata. Kopi tiwus disimbolkan sebagai tokoh „Pak Seno‟ yang sederhana dalam memaknai hidup ini. Lewat kopi tiwus ini

pula dapat disimbolkan bahwa seseorang itu harus bersikap sabar, tenang dalam menghadapi permasahan hidup agar tidak hanya mengejar materi sesaat sehingga mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan itu akan hilang dengan sendirinya karena beginilah hidup ini, tak ada sesuatu yang sempurna di dalam hidup ini. Demikian pula yang disimbolkan Ben‟s Perfecto dengan kopi tiwus, Ben‟s perfecto yang dibuat atas kerja keras tokoh „Ben‟, sedangkan kopi tiwus yang dibuat oleh tokoh „Pak Seno‟. Pada akhirnya kopi ben‟s perfecto dikalahkan oleh kopi tiwus karena

kesederhanaan itulah yang dapat membuat manusia itu menjadi seimbang dalam kehidupannya bukan semata-mata hanya mengejar kesempurnaan dalam kehidupan ini, demikianlah yang digambarkan dalam cerpen Filosofi Kopi ini.

commit to user

2. Simbolisasi dalam cerpen Sikat Gigi

a. Ikon

Cerpen “Sikat Gigi” ini bercerita mengenai kisah cinta insani dua manusia. Kisah cinta seorang manusia, tetapi cinta yang buta. Seseorang di

dalam kisah ini memilih untuk menutup mata dan hatinya agar dapat mencintai lagi, padahal pada kenyataannya malah membuat sakit hati dan semakin ingin menutup mata agar sakit itu tidak terasa nyata. Kisah

seorang tokoh bernama „Egi‟ yang mencintai seseorang, tetapi seseorang itu tidak mencintai tokoh „Egi‟. Sebaliknya tokoh „Egi‟ dicintai oleh seorang pria bernama „Tio‟, namun cinta tokoh „Tio‟ malah bertepuk sebelah tangan, karena tokoh „Egi‟ lebih ingin mencintai pria yang sama sekali tidak mencintainya.

T okoh sentral dalam cerpen ini adalah tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟. Tokoh utama ini adalah sebagai ikon manusia yang terlalu mendamba cinta hingga melupakan tentang arti yang sebenarnya mengenai cinta.

Tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟ adalah seorang yang rasional dengan apa yang dilihat di sekitarnya, keduanya adalah seorang yang sama-sama

mendambakan sebuah cinta sejati. Namun pada kenyataannya kebutaan sejati itulah yang terjadi.

Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung. Demikianlah fakta sederhana yang kami ketahui bersama. Kemalangan itu diperparah lagi karena keinginanku yang logis untuk memilikinya bukanlah cinta bagi Egi, sementara cintanya Egi yang masokis juga alien bagiku. (Dee, 2009:62)

Tampak dari ku tipan di atas menjelaskan mengenai tokoh „Egi‟ yang selalu menunggu bahwa cinta akan merubah segalanya dan juga pria

commit to user

yang dia cintainya. Sementara berkebalikan dengan cinta tokoh „Tio‟ yang begitu mencintai tokoh „Egi‟. Tokoh „Egi‟ yang tidak mau melihat k enyataan tentang cintanya, maka dari itu tokoh „Egi‟ memilih untuk menjadi seorang yang tidak pernah mengerti dan merasakan arti sebuah cinta.

Dia ingin datang. Biar itu cuma dalam hati. Dan dia akan menjemput saya, pada kesempatan pertama yang dia punya. Saya bisa merasakan kalau dia selalu memikirkan saya. (Dee, 2009:61) Aku balik menggeleng. „Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tuna netra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri. Dan kesedihan kamu pelihara seperti orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.‟(Dee, 2009:62)

Pandangan manusia mengenai arti sebuah cinta terkadang sempit. Melalui tokoh „Egi‟ cinta dipandang sebagai sebuah perasaan yang hanya

bisa dimiliki sendiri tanpa harus orang lain memiliki itulah cinta di mata tokoh „Egi‟. Berbeda dengan cinta dari segi tokoh „Tio‟ yang

menyimpukan bahwa cinta itu tulus dan apa adanya, bukan sekedar hanya dengan logika dan rasio tapi karena cinta itu adalah perasaan yang luar biasa tanpa seorang pun tahu bagaimana mendeskripsikannya.

... Karena saya sudah mengalaminya. Kebutaan itu. Saya tahu sekarang, saya mencintai kamu bukan hanya dengan logika dan rasio. Bukan sekedar kamu memenuhi standar ideal saya. Tapi... karena saya juga mencintai kamu di luar akal. Satu tahun saya menemukan cukup banyak alternatif yang masuk akal, tapi saya memang tidak ingin yang lain. Hanya kamu. Apa adanya. Termasuk alam lamunan yang tidak pernah melibatkan saya. (Dee, 2009:63-64)

Tokoh „Tio‟ menjelaskan kepada tokoh „Egi‟ bahwa tokoh „Tio‟ juga men galami hal sama dengan tokoh „Egi‟ bahwa merasakan cinta secara sepihak bahkan boleh dibilang cinta buta. Tokoh „Tio‟ yang

commit to user

mencintai tokoh „Egi‟ apa adanya, bahkan sekalipun tidak pernah ada dalam pikiran tokoh „Egi‟.

Penjelasan mengenai kebutaan cinta sampai cinta sejati mewarnai cerita cerpen ini. maka dari itu tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟ menjadi ikon sebagai seseorang yang mengalami sebuah transformasi dalam hidup mengenai cinta. Cinta yang dapat merubah segalanya menjadi berbeda dan juga belajar untuk mengungkapkan perasaan yang benar-benar nyata.

b. Indeks

Judul cerpen ini adalah „Sikat Gigi‟ yaitu sebagai indeks yang menyiratkan bahwa terdapat peristiwa yang berkaitan dengan sikat gigi. Judul tersebut mengisyaratkan persoalan yang muncul akibat dari penamaan judul dari sikat gigi tersebut, yang dapat memicu munculnya masalah-masalah dalam hidup.

Terlihat dari judul tersebut mempunyai makna bahwa seseorang yang ingin membersihkan sisa atau kenangan masa lalu dalam hidupnya. Kenangan itu mungkin begitu menyakitkan hati sehingga membiarkan itu menempel di hati dan menjadi sebuah kebutaan sejati.

Masalah dalam cerpen ini adalah pandangan dari tokoh „Egi‟ dan juga tokoh „Tio‟ mengenai transformasi cinta. Tokoh „Egi‟ diceritakan

seorang yang mencintai pria, namun pria tersebut tidak pernah menganggapnya ada bahkan memikirkannya. Tokoh „Egi‟ begitu sulit untuk melupakan pria itu, sehingga membiarkan rasa sakitnya berada di hatinya. Maka dari itu tokoh „Egi‟ memilih untuk melakukan rutinitasnya

commit to user

setiap hari yaitu dengan menyikat gigi, karena dengan menyikat gigi tokoh „Egi‟ dengan sekejab akan melupakan rasa sakit itu dari pikirannya. Berbeda halnya dengan tokoh „Tio‟ yang mencintai tokoh „Egi‟, namun

pada kenyataannya tokoh „Egi‟ mencintai pria lain yang masih diharapkannya akan kembali.

Cerpen sikat gigi menampilkan gambaran seseorang yang ingin menghilangkan kenangan masa lalunya dari pikirannya, namun pada kenyataannya seseorang itu malah membiarkan kenangannya tinggal dalam pikiran dan hatinya sehingga yang terjadi adalah kebutaan sejati dari seseorang itu.

Waktu saya menyikat gigi, saya tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat. Dunia saya mendadak sempit... cuma gigi, busa, dan sikat. Tidak ada ruang untuk yang lain. Hitungan menit, Tio, tapi berarti banyak. (Dee, 2009:59)

Kutipan di atas jelas sekali menunjukkan bahwa dengan seseorang yang ingin menghilangkan kenangan masa lalunya dengan setiap hari menyikat gigi, karena dengan itulah semua beban pikiran yang ada di dalam benak seketika akan hilang begitu saja. Kebutaan sejati mengenai cinta juga menjadi masalah dalam cerpen ini, bahwa seseorang yang tidak ingin melihat kenyataan bahwa cintanya itu adalah sebuah kesalahan yang menyakitkan hati. Hal ini menunjukkan adanya hubungan tanda dalam tipologi indeks.

c. Simbol

Berdasarkan pada judul cerpen yaitu “Sikat Gigi” menurut interpretasi peneliti mengandung makna membersihkan dari kenangan-

commit to user

kenangan masa lalu. Sikat gigi sendiri adalah alat untuk membersihkan plak-plak dan sisa makanan yang menempel di dalam gigi. Maka dari itu sikat gigi ini menyimbolkan bahwa seseorang itu ingin membersihkan kenangan masa lalunya.

Tokoh „Egi‟ adalah seseorang yang senang menyikat gigi, karena dengan menyikat gigi akan menghilangkan pikiran tokoh „Egi‟ tentang pria

yang dicintainya. Dengan menyikat gigi pula hilangnya masalah dari pikiran tokoh „Egi. Hingga tokoh „Tio‟ menghadiahkan sebuah sikat gigi

untuk tokoh „Egi‟. Tokoh „Tio‟ yang mencintai tokoh „Egi‟ ini menghadiahkan sebuah sikat gigi agar tokoh „Tio‟ dapat membantu tokoh „Egi‟ melupakan hingga menghilangkan kenangan masa lalu tentang pria yang dicintai tokoh „Egi‟.

‟Saya tidak pernah mengerti dunia dalam lamunan kamu,‟ kata-kata itu akhirnya meluncur keluar, „pengharapan yang kamu punya, dan

kekuatan macam apa yang sanggup menahan kamu begitu lama di sana. Tapi kalau memang sikat gigi itu tiket yang bisa membawa kamu pulang, saya ingin kamu semakin lama menyikat gigi, semakin asyik, sampai moga-moga lupa berhenti. Karena berarti kamu lebih lama lagi di sini, di dunia yang saya mengeti. Satu- satuny a tempat saya eksis buat kamu.‟ (Dee, 2009:60-61)

Sikat gigi digambarkan sebagai tiket untuk melupakan masa lalu dari tokoh „Egi‟, dengan sikat gigi pula tokoh „Egi‟ dapat membiarkan

masalahnya sekejab hilang dari kenyataan yang terjadi. Maka dari itu dia membiarkan untuk mejadi seorang yang buta agar tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya melalui rutinitas menyikat gigi. Hingga akhirnya dia menemukan seseorang yang tepat untuk tidak mesti menyikat gigi atau lari dari kenyataan yang terjadi, yaitu tokoh „Tio‟. Dari tokoh „Tio‟ sendiri adalah seorang yang nyata mencintai tokoh „Egi‟ apa adanya

commit to user

tanpa harus tokoh „Egi‟ menutup mata lagi dan menyikat gigi lagi untuk dapat menghilangkan kenangan masa lalunya.

‟Saya sendiri sudah banyak berpikir, murni dengan sel-sel otak seperti yang selalu kamu anjurkan, menerjemahkan apa yang kamu

anggap absurditas. Dan kesimpulannya...‟ ia berkata mengeja, genggaman tanganya terasa hangat, „alam hati saya tidak mungkin dimengerti siapa-siapa. Tapi ke mana pun saya pergi, kamu tetap orang yang paling nyata, paling berarti. Saya tidak mesti menyikat gigi untuk bisa pulan g. Kamulah tiket sekali jalan.‟ (Dee, 2009:64- 65)

Kutipan tersebut menggambarkan peristiwa pada kenyataannya cinta rasionallah yang dipilih tokoh „Egi‟ untuk melanjutkan kehidupan ini kembali. Cinta tokoh „Tio‟ lah yang dapat dimengerti oleh tokoh „Egi‟ tanpa harus tokoh „Egi‟ menutup matanya atau bahkan menyikat gigi untuk berlari dari kenangan masa lalunya. Cinta tokoh „Tio‟ lah yang tulus dan apa adanya, tanpa syarat apa- apa yang benar harus dipilih tokoh „Egi‟ untuk menjalani kehidupan seumur hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikat gigi yang menjadi simbol dari kebersihan, kebersihan dari seseorang untuk membersihkan kenangan-kenangan masa lalu yang kelam dan membuat seseorang itu menjadi sakit jika kenangan itu tidak segera dibersihkan dengan cepat. Menyikat gigi juga dapat digambarkan agar seseorang dapat bertutur kata dengan baik juga selalu berhati-hati saat berucap. Maka dari itu alasan dari seseorang itu begitu menyukai menyikat gigi selain agar seseorang itu dapat bertutur kata baik juga ingin segera cepat menghilangkan kenangan masa lalunya dengan pria yang dicintainya

dalam cerpen “Sikat Gigi”

commit to user

d. Simbolisasi dalam cerpen Mencari Herman

1. Ikon

Cerpen „Mencari Herman‟ bercerita masalah kehidupan seorang gadis yang mencari seseorang bernama Herman. Gadis ini bernama

Hera, kehidupan Hera awalnya begitu indah tanpa ada pergolakan yang berarti dalam hidupnya yang selalu taat pada orang tua, negara, dan agama. Sampai suatu hari saat teman-teman abangnya membicara seorang artis yang bernama Herman Felany inilah kehidupan Hera berubah. Hera tiba-tiba dengan polosnya berujar belum pernah mempunyai teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan, kecuali tokoh „aku‟ yang menyuruh Hera untuk mencari teman-teman di sekolahnya. Masalah pencarian nama Herman inilah yang menjadi sumber dari masalah-masalah baru yang muncul dalam kehidupan Hera.

Tokoh sentral dalam cerpen ini adalah Hera, yang dalam kehidupan nyata merupakan gadis yang awalnya masih polos juga sempurna, namun karena terjadi pergolakan dalam hidupnya dia berubah menjadi seorang manusia biasa. Tokoh utama ini sebagai ikon gadis remaja yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Seperti diketahui oleh masyarakat, bahwa semua manusia mempunyai cita-cita

yang ingin diwujudkan dalam hidupnya. Seperti tokoh „Hera‟ yang mencari-cari nama Herman yang sejati tanpa ada campuran „to‟ ataupun

„syah‟. Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di

teras rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang

commit to user

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya: pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Pencarian sebuah nama Herman itulah yang dipersoalkan tokoh utama dan menjadi masalah baginya karena baru pertama kali pula dia belum pernah menemukan seseorang bernama Herman, menjabat tangannya pun juga belum pernah. Akibatnya pencarian nama Herman pun yang menjadi pergolakan dari hidupnya. Hera yang berpamitan pergi ke Jakarta untuk bersekolah menjadi seorang dokter anak menjadi manusia biasa yang sering gonta-ganti pasangan sampai dia hamil di luar nikah dan menggugurkan kandungannya ke dukun. Seperti terlihat dari kutipan berikut.

Beberapa tahun kemudian anak pertamaku lahir. Baru saja kukhayalkan kunjungan kami ke Dokter Hera yang cakap, tiba- tiba kudengar kabar Hera drop out. Ternya si anak sempurna itu sudah berubah jadi manusia biasa. Katanya, Hera terkenal suka gonta-ganti pasangan. Satu kali, ia kena batunya. Hera hamil di luar nikah. Ironisnya, pengetahuannya sebagai calon dokter gagal menuntunnya untuk berbuat masuk akal. Karena takut diamuk, Hera ke dukun. Perutnya digilas dan digerus. Tak ada janin yang keluar, hanya darah dan kerusakan permanen di rahim. Hera sakit keras lalu terpaksa pulang. (Dee, 2009:33)

Pergolakan hidup Hera tidak sampai di sini saja, dia kemudian menjadi seorang pramugari cantik dan berhubungan dengan seorang pilot yang sudah mempunyai istri juga anak. Nama pilot itu Bajuri bukan Herman. Hubungan antara Bajuri dengan Hera tak berakhir indah malah berakhir dengan kata perceraian. Namun suatu hari saat tokoh „aku‟ menemui Hera, Hera mengungkapkan bahwa sebenarnya yang dia

commit to user

cint ai hanyalah tokoh „aku‟, pencarian nama Herman hanyalah alasan semata untuk bertemu dengan tokoh „aku‟ yaitu teman si abang.

Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata: Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi abang seperti buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37)

Peristiwa ini menunjukkan bahwa cinta yang terpendam bertahun-tahun bertransformasi menjadi sebuah obsesi. Pencarian nama Herman hanyalah alat, yang sebenarnya obsesi cinta untuk tokoh „aku‟.

Cinta bertepuk sebelah tangan inilah yang menyebabkan kekecewaan yang mendalam bagi Hera, hingga berakhir ditangan seorang pencari bakat. Hera merupakan ikon dari seorang manusia yang mencari cinta sejatinya melalui pencarian dari nama Herman, namun pencariannya itu berakhir dengan kekecewaan hingga berakhir tragis.

2. Indeks

Judul cerpen „Mencari Herman‟ sebagai indeks menyiratkan bahwa terdapat peristiwa yang berkaitan dengan nama Herman. Judul tersebut mengisyaratkan persoalan yang muncul akibat dari nama Herman, yang memicu munculnya masalah-masalah dalam hidup. Awal dari pencarian nama Herman inilah segala persoalan muncul di kehidupan Hera.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami

commit to user

bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya: Pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Dari kutipan tersebut peristiwa awal dari permasalahan yang akan dialami tokoh „Hera‟. Nama Herman yang disebut-sebut menjadi

pemicu permasalahan yang terjadi. Disebutkan bahwa Herman Felany adalah seseoran g yang telah mengilhami dari tokoh „aku‟ beserta kakak Hera untuk menumbuhkan kumis.

Herman Felany adalah seorang artis yang menjadi idola di kalangan remaja di era tahun 80an, kumis yang tebal merupakan karakter sekaligus yang menginspirasi remaja pada era tahun 80an tersebut. Tidak heran kenapa banyak para remaja yang di era 80an banyak yang menginspirasi sosok Herman Felany, bahkan tokoh „aku‟

beserta teman-temannya. Dari sosok Herman Felany ini pula yang menginspirasi tokoh „Hera‟ untuk mencari seseorang yang bernama Herman saja, tanpa ada tambahan „to‟ ataupun „syah‟. Awal dari

pergolakan hidup tokoh „Hera‟ menjadi seorang manusia biasa. Hera yang sebenarnya memendam cintanya kepada tokoh „aku‟ selama bertahun-tahun, cintanya yang terpendem itulah kemudian berubah menjadi sebuah obsesi untuk mencari seseorang bernama Herman. Herman hanyalah sebagai alat agar Hera dapat terus menerus menemui tokoh „aku‟. Namun pada kenyataannya tokoh „aku‟ telah mendapatkan kehidupannya yang baru dan sudah mempunyai anak, cinta Hera bertepuk sebelah tangan membuatnya semakin putus asa dan kecewa tentang keadaan yang telah terjadi. Kekecewaan Hera yang

commit to user

berakhir ironis ditangan seseorang pencari bakat bernama Herman Suherman.

Sahabatku bahkan sempat menunjukkan kartu nama yang menjadi petunjuk lenyapnya Hera. Saat kubaca nama yang tertera di sana, seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian, yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. Demi mendengar sepotong nama disebut: Herman. Kubayangkan wajah cantik itu berseri. Herman Suherman . (Dee, 2009:38)

Demikianlah yang terjadi Hera yang menginginkan berkenalan dengan seseorang bernama Herman, tetapi nama Herman sendiri

hanyalah sebagai alat untuk dapat bertemu dengan tokoh „aku‟. Hingga sampai akhirnya dipuncak kekecewaannya, dia bertemu dengan seorang

Herman kuadrat yang justru malah membunuhnya bukan malah melengkapi hidupnya. Sesuatu yang berlebihan inilah yang tidak baik untuk dijalani, maka dari itu manusia ditakdirkan untuk memilih salah satu yang lebih baik, agar dapat menjadi manusia yang bijak dalam menjalani hidup ini, karena hidup adalah sebuah pilihan walaupun terkadang pilihan itu menyakitkan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada dalam cerpen „Mencari Herman‟ menunjukkan sikap berlebihan dari seorang manusia, manusia yang terkadang tidak dapat bersikap bijak untuk memilih segala sesuatunya, yang merasa tidak cukup untuk mengambil satu saja.

commit to user

3. Simbol

Berdasarkan judul cerpen yaitu „Mencari Herman‟ menurut interpretasi peneliti mengandung makna sebuah pencarian cinta sejati melalui nama Herman. Tokoh utama dari cerita ini adalah seorang gadis yang mencari seseorang bernama Herman. Maka dari itu Herman di sini digambarkan sebagai simbol dari pencarian tokoh „Hera‟.

Awal dari pencarian Hera dilakukan karena dia mendengar teman-teman abangnya sedang membicarakan seseorang bernama Herman Felany. Herman Felany adalah salah satu aktor Indonesia yang menjadi idola para remaja di era 80-an. Melalui nama Herman ini dengan begitu polos tokoh „Hera‟ terinspirasi untuk mencari seseorang yang bernama Herman, karena pada saat pencarian Herman untuk pertama kalinya tokoh „Hera‟ masih berusia tiga belas tahun.

Melalui gambaran sosok Herman Felany pada masa itu sebagai simbol manusia sempurna yang selalu menjadi idaman para wanita untuk mencari pria seperti dia, dan tokoh „Hera‟ menjadi simbol

sebagai wanita yang menginginkan mencari pria seperti Herman Felany. Tokoh „aku‟ yang dipandang sebagai teman kakaknya Hera sebagai simbol dari pria yang menyerupai Herman Felany yang diidamkan oleh tokoh „Hera‟ dalam cerpen „Mencari Herman.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya; film yang baru kami tonton; kumisnya yang mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak

commit to user

mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya: Pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009: 32) Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata: Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi Abang seperti buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Herman Felany adalah seorang yang menjadi idola kaum muda di masa itu. Terbukti bahwa para pria berlomba untuk menumbuhkan kumis seperti aktor idolanya, karena pada masa itu sosok Herman Felany mempunyai ciri khas berkumis. Hal ini pula yang menjadi inspirasi dari Hera untuk bertemu atau sekedar berkenalan dengan sosok bernama Herman, karena menurut pandangan Hera yang pada waktu itu masih berumur tiga belas tahun, sosok Herman pastilah mempunyai daya tarik tersendiri sehingga kakak dan teman-teman kakaknya mengidolakannya. Namun, pada kenyataannya yang Hera cari adalah teman kakaknya itu, karena dia yang selalu peduli pada Hera.

e. Simbolisasi dalam cerpen Rico de Coro

1. Ikon

Cerpen „Rico de Coro‟ menggambarkan suatu kisah cinta yang berbeda, sebuah bentuk cinta yang bertransformasi, bukan hanya dua sejoli yang saling kasmaran, sebuah cinta dalam arti meluas dan sebuah cinta yang absurd. Namun cinta yang diceritakan dalam cerpen ini berbeda, karena seekor coro (kecoa) yang memiliki rasa cinta juga,

commit to user

uniknya bukan mencintai sebangsa kecoa, melainkan mencintai gadis remaja yang tinggal di rumah tempat kecoa itu menumpang.

Tokoh yang ada dalam cerpen Rico de Coro adalah Rico, Hunter, Sarah, Oom Haryanto dan Tante Haryanto, dan masih banyak lagi tokoh lainnya. Rico diceritakan sebagai seekor kecoa, yang menjadi ikon dari cerpen ini. Ikon dari seorang manusia rendah hati dan sederhana yang juga mempunyai cinta yang tulus.

Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan bagi bangsaku. Gadis yang kucintai adalah seorang manusia remaja berparas manis dengan nama yang manis pula: Sarah. (Dee, 2009108) ... Mana mungkin aku bisa seputih dan sebersih gaun yang dikenakannya, atau cukup tampan untuk menjadikan kami pasangan yang serasi. Aku hanya mahkluk bersungut yang tinggal di bagian terkotor di rumahnya, dengan kepala penuh impian konyol yang hanya membuat orang tuaku kecewa. (Dee, 2009:129)

Rico, yang nyaris diberi nama Tak Tik Boom ini, memilih berganti nama setelah mendengar nama Rico yang keluar dari mulut gadis impiannya. Dia selalu menganggap bahwa teriakan Sarah (gadis impiannya) sebagai sebuah bentuk cinta dari seorang manusia terhadap bangsa kecoanya, karena ketakutannya dia tidak mau dan tidak akan mendekati kecoa untuk memukul memakai sandal melainkan memutuskan untuk berlari jika berhadapan secara langsung dengan kecoa. Rico mengartikan tindakan Sarah sebagai bentuk dari cinta, padahal itu murni ketakutan semata. Dari persepsi itulah yang menumbuhkan rasa cinta di hati Rico.

Padahal aku tahu pasti, Sarah tidak mungkin membunuh. Sering aku mendengar dia berbicara pada setiap orang: „Kalau saya

melihat kecoak, biar dari jarak lima meter, bukan dia yang lari,

commit to user

tapi saya yang ngacir duluan!‟ lalu matanya membelalak. Indah sekali. (Dee, 2009:109)

Aku semakin yakin, sebenarnya dia sayang padaku. Setiap kali dilihatnya aku bertengger di lemari piring, Sarah hanya tertegun, kemudian berlari keluar. Dia tak ingin menyakitiku. (Dee, 2009:109)

Binatang menjalani kehidupan mereka menurut tuntutan naluri atau insting binatangnya dan tidak pernah mengalami perubahan yang signifikan sepanjang sejarah dalam merespon sekitarnya. Cara pandangnya yang sangat sederhana mengenai sesuatu hal yang dinilai berdampak baik maupun buruk baginya merupakan sebuah kejujuran yang perlu dihargai dan perlu diperhatikan, seperti seekor kecoa yang mencintai seorang manusia yang tanpa syarat.

Tampak dari kutipan di atas yang menggambarkan ketulusan cinta dari seekor kecoa, juga dari cara pandang tokoh „Rico‟ yang

sederhana, mengganggap bahwa ketakutan Sarah sebagai bentuk cinta untuknya. Dari cara pandang tokoh „Rico‟ inilah menumbuhkan rasa percaya diri untuk berani mencintai Sarah, juga menimbulkan sebuah indeks dari ketulusan cinta seseorang tidaklah perlu diukur dari latar belakang seseorang itu. Namun cara pandang dari tokoh „Rico‟ ini ditentang oleh bangsanya sendiri bahkan ayahnya sekalipun.

„Daripada kamu memikirkan cinta butamu itu, lebih baik kamu pikirkan nasib bangsa yang kelak akan ada di tanganmu. Jangan sampai kamu membuat wargamu menjadi calon makanan ikan, dan bagi bibit-bibit ikan yang akan lahir dan kelak akan mengaganyang bangsa kita! ‟ serunya menyala-nyala, terbakar semangat nasionalisme sampai gosong. Setiap kali mendengar Ayah bicara begitu, aku merasa lelah. (Dee, 2009:118)

Jika cinta telah datang, semua pun terasa benar. Itulah gambaran dari tokoh „Rico‟, walaupun cintanya ditentang oleh ayahnya sendiri.

commit to user

Namun dia tetap bersikukuh mencintai Sarah dengan tulus dan apa adanya. Dengan cinta dari tokoh „Rico‟ yang mengorbankan kerajaan

kecoa hanya demi melihat gadis impiannya tersenyum tanpa harus mengeluarkan air mata. Cinta yang mengandalkan sebuah pengorbanan, yang terkadan g lewat untuk manusia lakukan. Dari sosok tokoh „Rico‟ inilah merupakan ikon manusia yang mempunyai ketulusan cinta juga sebuah pengorbanan cinta , walaupun tokoh „Rico‟ hanyalah seekor kecoa yang hitam, kecil, jelek dan bau namun mempunyai ketulusan dibandingkan seorang manusia normal sekalipun. Jadi jelaslah dalam

cerpen „Rico de Coro‟ ini bercerita mengenai ketulusan juga pengorbanan atas nama cinta.

2. Indeks

Setelah membaca cerpen „Rico de Coro‟, akan dapat dipahami masalah dalam cerpen ini adalah mengenai cinta dan pengorbanan. Cinta yang mengorbankan segalanya untuk seseorang yang dicintainya, hingga merelakan nyawanya untuk menyelamatkan seseorang yang dicintainya. Judul cerpen Rico de Coro mempunyai makna seekor kecoa (dalam bahasa jawa disebut coro) yang mempunyai nama Rico.

Masalah dalam cerpen ini adalah seekor kecoa yang diberi nama Rico mencintai gadis pemilik rumah yang ditumpanginya, namun gadis yang dicintainya itu adalah murni seorang manusia bukanlah seekor kecoa betina. Rico sendiri sebenarnya bernama Tak Tik Boom, dia pun mengganti namanya setelah mendengar nama Rico keluar dari mulut

commit to user

gadis yang dicintainya. Rico menganggap bahwa teriakan Sarah (gadis impiannya) sebagai sebuah bentuk cinta dari seorang manusia terhadap bangsa kecoanya. Karena ketakutan Sarah, sehingga tidak mau, sehingga tidak ingin mendekati kecoa untuk memukul memakai sandal, melainkan memutuskan untuk berlari jika berhadapan secara langsung dengan kecoa. Namun tokoh „Rico‟ mengartikan tindakannya itu

sebagai bentuk dari cinta, padahal sebenarnya itu murni ketakutan semata. Dari pandangan itulah yang menumbuhkan rasa cinta di hati Rico. Hingga akhir dari cerita ini, tokoh „Rico‟ mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan Sarah dari sengatan racun kecoa mutan hasil percobaan kakaknya Natalia.

Cerpen „Rico de Coro‟ menampilkan gambaran seekor kecoa yang dengan tulus, tanpa syarat mencintai seorang manusia bernama Sarah. Gambaran tokoh „Rico‟ inilah adalah sebuah cinta yang murni, cinta yang tidak memandang siapa anda, siapa saya. Tokoh „Rico‟ mencintai Sarah karena apa adanya Sarah, bukan karena siapa Sarah. cinta tidak harus mempertimbangkan apa yang telah dipersembahkan seseorang terhadap kita, melainkan apa yang telah menumbuhkan rasa cinta itu terhadap kita. Karena cinta tidak menilai kesempurnaan diri dari seseorang, melainkan cinta akan datang apabila seseorang itu mencintai ketidaksempurnaan.

Ingin aku menjerit ketika kusadari kebenaran kata-katanya. Tak kulihat bayangan makhluk tampan dan gagah. Yang ada, hanyalah serangga pipih, bersungut panjang hitam, kecil, jelek, dan bau. (Dee, 2009:118-119)

commit to user

Natalia diam termangu. Matanya nanar memandangi tubuhku yang sudah tak terbentuk. „Tapi. Kecoak itu yang sudah menyelamatkan kamu, Sarah, „ bisiknya. (Dee, 2009: 132)

Dari kutipan di atas tampak bahwa cinta menguatkan segalanya, sampai nyawapun dipertaruhkan untuk gadis yang dicintainya. Padahal

secara nyata tokoh „Rico‟ hanya seekor kecoa yang selalu ditakuti oleh manusia. Dari sinilah juga menunjukkan bahwa cinta tidak harus

melihat latar belakang seseorang, jika seseorang itu berani jatuh cinta, maka dia juga harus menerima latar belakangnya, karena itu sudah menjadi satu paket besar. Jika cinta telah datang, seekor Rico pun mampu mencintai Sarah. dan dengan cinta lah, Rico mengorbankan kerajaan kecoanya, hanya demi melihat sang gadis impian tersenyum tanpa harus mengeluarkan air mata. Hanya itulah yang dimaksud dengan sebuah pengorbanan. Hal inilah yang menunjukkan adanya hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada menunjukkan pengorbanan dari sebuah cinta juga ketulusannya untuk mencintai seseorang.

3. Simbol

Gambaran kehidupan tokoh „Rico‟, secara aktualitas dalam kehidupan sebagai simbol seseorang yang mempunyai ketulusan hati serta rela berkorban atas nama cinta. Tokoh utama dari cerpen ini adalah seekor kecoa, namun dilihat dari tindakan-tindakan atau perilakunya menyiratkan seperti manusia normal pada umumnya.

commit to user

Tokoh „Rico‟ yang dipandang sebagai seekor kecoa adalah simbol manusia yang tersisihkan, karena kecoa itu sendiri adalah

mahluk yang identik dengan kekotoran juga dapat menyebabkan penyakit. Tetapi di sisi lain dari tokoh „Rico‟ ini digambarkan sebagai makhluk yang mempunyai perasaan tulus juga rela berkorban atas nama cinta. Dia mencintai seorang gadis bernama Sarah, tetapi dia tidak mengharapka n Sarah untuk membalas cintanya. Tokoh „Rico‟ hanya menginginkan saat kematianya itu dia akan bertemu dengan Sarah di alam mimpi. Terlihat dari kutipan sebagai berikut.

Aku merasakan diriku mengawang-awang. Tidak tahu apa bentuknya. Aku tak bisa lagi berbicara, tidak kepada diriku sekalipun. Tinggallah aku sebagai sebentuk kesadaran, sebuah permohonan, yang kini melayang-layang dalam dimensi nonmateri. Tidak ada waktu. Tidak ada ruang. Tidak ada wujud. Tidak ada pangeran serangga yang hitam, kecil, jelek, dan bau. Kumasuki labirin pikiran Sarah dan melebur di sana. (Dee, 2009:133)

Lain halnya dengan perilaku dari tokoh-tokoh lain yang juga menyiratkan seperti perilaku manusia, namun pada kenyataannya adalah seekor kecoa.

Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. Diadaptasi dari tokoh jagoan film favoritnya dulu. Bagi Ayah, nama itu gagah betul. (Dee, 2009:110) „Daripada kamu memikirkan cinta butamu itu, lebih baik kamu pikirkan nasib bangsa yang kelak akan ada di tanganmu. Jangan sampai kamu membuat wargamu menjadi calon makanan ikan, dan bagi bibit-bibit ikan yang akan lahir dan kelak akan mengganyang bangsa kita!‟ serunya menyala-nyala, terbakar

semangat nasionalisme sampai gosong. Setiap kali mendengar Ayah bicara begitu, aku merasa kalah. (Dee, 2009:118)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh „Hunter‟ yang sebagai ayah dari Rico diwujudkan seekor kecoa, namun mempunyai karakter

commit to user

yang sepeti manusia, digambarkan sebagai tokoh pemimpin yang tegas juga kuat bagi bangsanya. Terbukti dari sikapnya yang dengan tegas melarang Rico untuk mencintai Sarah yang jelas-jelas adalah musuh dari bangsanya. Tokoh „Hunter‟ sebagai simbol seorang pemimpin yang akan membawa bangsanya untuk menjadi lebih baik dengan melakukan segala cara agar bangsanya tidak semena-mena selalu dijajah oleh manusia. Dia selalu berusaha agar bangsanya dapat hidup bebas di dunia tanpa ada pembantaian yang dilakukan oleh manusia.

„Hunter, kupikir itu salah, „ dengan lembut ia angkat bicara. „Aku tidak mengerti kenapa kamu berpikir sekonyol itu. Aturan kita tidak sama dengan aturan mereka. Kita tidak perlu membalas dendam pada siapa pun. Sudah pasti yang kuatlah yang menang. Dan apalah arti serangga seperti kita dibandingkan makhluk sepintar manusia.‟ (Dee, 2009:120) Mami Vin melengos. „Kamu terlalu lama hidup bersama televisi, „ katanya ketus, „anakmu sendiri kamu petuahi agar jadi kecoak sejati, padahal pikiranmu sudah sama dengan manusia.‟

(Dee, 2009:120)

Kutipan di atas tepat sekali menggambarkan kelembutan juga sisi keibuan dari tokoh „Vinolia atau Mami Vin‟. Dia adalah ibu tiri dari

Rico yang menjadi simbol seorang wanita dengan kepribadian menjadi sosok ibu yang baik untuk anaknya dengan sikap lembut juga sisi keibuan dari diri Vinolia. Seorang ibu juga harus menjadi seorang panutan, teladan bagi anaknya. Sikap dari tokoh „Vinolia‟ menjadi penetral dari konflik kerajaan kecoa dengan manusia dalam cerpen „Rico de Coro‟.

commit to user

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN SPACE PLANNING PADA DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SPACE PLANNING IN DATA CENTER IN T

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SECURITY SYSTEM DALAM RANCANGAN BERDASARKAN STANDAR EN506002-5 DENGAN METODE PPDIOO LIFE- CYCLE APPROACH STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SECURITY SYSTEM IN DESIGN BASED ON EN506002-5 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN FASILITAS DATA CENTER BERDASARKAN SITE SELECTION STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF DATA CENTER FACILITY BASED ON SITE SELECTION ANSIBICSI 002 ST

0 0 8

Kata kunci : malware, malware analysis, cyber crime, clustering, deteksi malware, malware signature,

0 0 10

Tinjauan Tentang Perjanjian Pemberian Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Pada Pd. Bpr Bank Pasar Kabupaten Kudus

0 0 115

Analisis Novel Incest Karya I Wayan Artika : (Kajian Struktural Dan Perubahan Sosial)

1 13 77

SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

1 1 121

KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01PutDKC.Ikadin2006Ska )

0 0 109

Sikap Masyarakat terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Sekolah Inklusi di Kabupaten Wonogiri

1 2 95

Sri Soemantri. 2008. "Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut

0 0 20