Struktur Cerpen Mencari Herman

3. Struktur Cerpen Mencari Herman

a. Alur

Cerpen “Mencari Herman” mempunyai alur back tracking, yaitu jenis alur yang tetap maju dan alur yang konvensional, yang tetap urut dari

situasi, pelukisan keadaan dari awal, hingga akhir atau penyelesaian, tetapi ada bagian-bagian tertentu yang ditarik ke belakang.

Tahap awal adalah tahap pengarang mulai melukiskan keadaan awal yang terdapat dalam cerpen “Mencari Herman”, tampak pada kutipan

berikut. Gadis berumur tiga belas tahun itu favorit semua orang, termasuk

aku, sekalipun dia bukan adikku kandung melainkan adik sahabatku. Hera yang manis dan manut. Tak ada pergolakan berarti dalam hidup remaja belasan tahun yang taat pada orang tua, negara, dan agama. (Dee, 2009:31-32)

commit to user

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal cerita yang terdapat pendeskripsian dari salah satu seorang tokoh dalam cerpen tersebut. Pendeskripsian dari tokoh „Hera‟ yang masih kecil dan polos dalam mengarungi kehidupan ini. Gadis seusia tokoh „Hera‟ ini pastinya masih terlalu dini dan polos untuk mengerti arti atau makna yang ada di sekitarnya. Berbeda dengan tokoh „aku‟ di dalam cerpen itu, adalah sosok laki-laki dewasa yang bersahabat dengan kakak dari tokoh „Hera‟ itu sendiri.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen yang mulai bergerak. Peristiwa ini dimulai dari tokoh „Hera‟ yang begitu polosnya menyatakan dia belum pernah mempunyai teman bernama Herman. Pada saat itu hanya tokoh „aku‟ yang memperhatikan apa yang diucapkan oleh tokoh „Hera‟. Tampak dalam

kutipan berikut. Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras

rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. Hera, yang menontoni kami bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya. Pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Peristiwa di atas men ggambarkan bahwa tokoh „aku‟ yang dari awal sudah mulai memperhatikan tokoh „Hera‟. Peristiwa di atas juga awal dari konflik mulai terjadi, yaitu pencarian nama Herman, dikarena tokoh „aku‟ yang membujuk tokoh „Hera‟ untuk mencoba mencarinya. Tokoh „Hera‟

yang pada waktu itu masih kecil dan polosnya pastinya merasa dirinya ada yang memperhatikan dari sekedar perkataannya. Peristiwa-peristiwa

commit to user

diungkapkan menjadi tanda bergeraknya cerita menuju permasalahan yang memicu konflik.

Tahap tengah, mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan keadaan yang menunjukkan konflik mulai memuncak. Pada tahap ini, tokoh

„Hera‟ memulai aksinya untuk mencari seseorang yang bernama Herman dari lingkungan tempat dia bersekolah sampai di lingkungan rumahnya. Hal

ini tampak dari kutipan berikut. Seminggu kemudian Hera kembali padaku dan melaporkan bahwa

ternyata tidak ada yang bernama Herman di sekolahnya, bahkan guru-guru sekalipun... (Dee, 2009:32) Hera melebarkan sayap, mencari Herman di lingkungan rumah. Ia mendatangi pak RT dan pak Lurah. Tetap tidak ada Herman atau Pak Herman atau Dik Herman... (Dee, 2009:32)

Tindakan tokoh „Hera‟ yang mencari seseorang yang bernama Herman ini yang menjadi awal terjadi konflik dari cerpen ini nantinya.

Tokoh „Hera‟ yang mencari seseorang bernama Herman juga dipicu dukungan dari tokoh „Aku‟ yang senantiasa menemani tokoh „Hera‟ untuk mencari seseorang bernama Herman. Hingga akhirnya bertambahnya usia tokoh „Hera‟ yang mulai beranjak dewasa dan berpamitan untuk sekolah kedokteran di Jakarta. “... Hera, yang ingin jadi dokter anak, berpamitan akan kuliah di Jakarta. Semoga bertemu Herman! Demikian ucapan

terakhirku sebelum Hera naik ke gerbong kereta.” (Dee, 2009:33)

P eristiwa terjadinya awal permasalahan yaitu tokoh „Hera‟ yang terkena drop out karena hamil diluar nikah. Dari sini peristiwa mulai bergerak menuju klimaks. Peristiwa demi peristiwa ini nantinya akan menggambarkan dan menjelaskan arti atau maksud yang sebenarnya. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

commit to user

Bebebapa tahun kemudian anak pertamaku lahir. Baru saja kukhayalkan kunjungan kami ke Dokter Hera yang cakap, tiba-tiba kudengar kabar Hera drop out. Ternyat si anak sempurna itu sudah berubah jadi manusia biasa... (Dee, 2009:33)

Klimaks dari cerpen ini ditunjukkan pada kenyataan yang dihadapi bahwa tokoh „Hera‟ sebenarnya hanya ingin mencari sosok seperti tokoh „Aku‟ yang selalu peduli dan perhatian padanya. Tampak dari kutipan

berikut. Hera hampir menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata:

Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi Abang seperti buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37)

Tahap kli maks dalam cerpen “Mencari Herman” ditandai dengan peristiwa yang menunjukkan dari tokoh „Hera‟ yang begitu menginginkan

untuk mencari seseorang yang bernama Herman hanya alasan sesaat. Dia hanyalah ingin mencari sosok yang seperti tokoh „Aku‟ yaitu sahabat dari abangnya. Tokoh „Hera‟ menjelaskan alasannya begitu menginginkannya

mencari seseorang bernama Herman tetapi yang sebenarnya seseorang itu adalah tokoh „Aku‟ itu sendiri. Namun pada kenyataannya tokoh „Aku‟ tidak bisa membalas pernyataan yang dilonta rkan tokoh „Hera‟, tokoh „Aku‟ yang hanya berpikir bahwa tokoh „Hera‟ hanya mencari seseorang bernama Herman bukan seseorang yang seperti tokoh „Aku‟.

Sejak hari itu, aku berusaha berhenti memikirkan Hera. Tidak gampang, sungguh. Aku begitu terbiasa memikirkannya. Saat Herman Felany sesekali muncul di televisi, atau kubaca nama Herman di surat kabar, atau bersentuhan dengan segala yang berhubungan dengan Hera, maka kudengar lagi suaranya sore itu memanggil namaku... (Dee, 2009:37)

commit to user

Pada tahap ini pula terdapat peristiwa yang mengingatkan pada peristiwa masa lalu (back tracking), yaitu “Kini, sering aku bertanya, akankah segalanya berbeda, jika hari itu aku memilih menghadapi Hera dan isi hatinya? Bila aku terus berusaha mencarikan Herman sekalipun buka itu sesungguhnya yang ia cari? Bila aku berani mengakui bahwa pencarian Herman adalah alasanku untuk sekadar menemuinya?.” (Dee, 2009:37)

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh. “Seratus hari. Kuselipkan

cetakan surat Yasin itu ke dalam tas. Bersalaman dengan sahabatku dan keluarganya seolah untuk yang terakhir kali. Karena rasa-rasanya aku tidak akan kuat kembali lagi. Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengat kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali.” (Dee, 2009:38)

Dengan kutipan tersebut diceritakan bahwa tokoh „Hera‟ pergi dan tak akan pernah kembali yang artinya sudah meninggal dunia. Dari peristiwa itu pula terjadi sebuah penyesa lan dari tokoh „Aku‟ yang seharusnya dia menyadari akan perasaan dari tokoh „Hera‟, namun pada kenyataannya tokoh „Aku‟ memilih untuk meninggal tokoh „Hera‟ dengan perasaan hancur

dan juga kecewa. Nama Herman sendiri adalah sebuah alasan dari pencarian tok oh „Hera‟ untuk dapat bertemu dengan tokoh „Aku‟, tetapi dalam kenyataannya tokoh „Aku‟ tidak pernah menyadari akan perasaan tokoh „Hera‟. Peristiwa ini juga ditandai dengan kronologis hilangnya tokoh „Hera‟ karena mengejar seseorang yang diketahuinya bernama Herman.

Sahabatku bahkan sempat menunjukkan kartu nama yang menjadi petunjuk lenyapnya Hera. Saat kubaca nama yang tertera di sana,

commit to user

seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian, yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. Demi mendengar sepotong nama disebut: Herman. Kubayangkan wajah cantik itu berseri. Herman Suherman. (Dee, 2009:38).

Tahap ini diakhiri dengan perasaan penyesalan dalam diri tokoh „Aku‟ yang kehilangan sosok Hera. Beranda-andai jika tokoh „Aku‟

menemukan seseorang bernama Herman terlebih dahulu. “ Aku juga tak tahu itu. Tidak ada yang tahu. Tak ada pepatah yang bisa jadi pemandu. Karena setidaknya, bila kudapatkan seseorang Herman terlebih dahulu, Hera masih bernyawa. Ia mungkin ada di rumah ini, menemaniku melewati hari tua. Hingga tak perlu lagi aku berandai-andai tentang apa jadinya hidup memiliki dua cinta. Satu menggenapi, tetapi akankah dua akan membunuhku? Aku ta k akan pernah tahu.” (Dee, 2009:39). Hal inilah yang menjadi puncak dari tahap penyelesaian masalah dari tokoh „Hera‟ dan juga tokoh „Aku‟. Tokoh „Aku‟ yang mengalami penyesalan dari dirinya dan perasaan bersalah kepada tokoh „Hera‟ karena tidak dapat mencarikan seseorang yang bernama Herman.

Alur tarik balik dalam cerpen “Mencari Herman” yang memaparkan masalah hidup yang disampaikan pengarang menjadi jelas. Konsep perilaku

manusia yang selalu menganggap gampang tentang perasaan cinta juga dalam kehidupan ini yang terdapat dalam cerpen yang didukung alur tersebut. Peristiwa- peristiwa dalam cerpen “Mencari Herman” ini bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) dan kronologis, runtut waktu kejadiannya menjadi pedoman pengarang dalam menulis cerpen dengan tujuan mempermudah pemahaman makna yang terkandung oleh pembaca.

commit to user

b. Penokohan

Dalam cerpen “Mencari Herman” ini terdapat tiga tokoh, tetapi tidak semua tokoh ini muncul karakter penokohan yang kuat. Tokoh utamanya adalah tokoh „Aku‟ dan tokoh „Hera‟, sedangkan tokoh tambahannya tokoh „Kakak dari Hera‟.

1. Tokoh „Aku‟

Tokoh „aku‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen “Mencari Herman”, tokoh ini mempunyai karakter sederhana dan mempunyai porsi kemunculan paling banyak, tokoh „aku‟ mewakili seseorang yang sederhana dan selalu peduli dengan orang-orang di sekitarnya, terlebih kepada tokoh „Hera‟, seperti berikut. “... Hera, yang cuma menontoni

kami bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya: pasti ada di sekolah, kamu cari saja.” (Dee, 2009:32)

2. Tokoh Hera

Tokoh „Hera‟, juga merupakan tokoh utama dalam cerpen ini.

A spek fisik dari tokoh „Hera‟ yaitu seorang gadis manis berumur tiga bela s tahun, tetapi karena pergerakan cerita tokoh „Hera‟ mengalami perkembangan fisik yaitu dia tidak lagi gadis yang berumur tiga belas tahun lagi tetapi seorang gadis dewasa. Tampak dari kutipan berikut.

Gadis berumur tiga belas tahun itu favorit semua orang, termasuk aku, sekalipun dia bukan adikku kandung melainkan adik sahabatku. Hera yang manis dan manut. Tak ada pergolakan berarti dalam hidup remaja belasan tahun yang taat pada orang tua, negara, dan agama. (Dee, 2009:32).

commit to user

Tentu tak setiap hari kami disibukkan oleh pencarian Herman. Waktu berlalu, dan Hera sudah siap lulus SMA. Hera, yang ingin jadi dokter anak, berpamitan akan kuliah di Jakarta... (Dee, 2009:33)

Tokoh „Hera‟ ini juga mengalami sedikit perkembangan watak dan porsi kemunculan yang juga banyak. Dilihat dari aspek

psikologisnya tokoh „Hera‟ adalah seorang gadis yang awalnya sederhana, selalu taat kepada orang tua juga beragama. “ ... Hera yang manis dan manut. Tak ada pergolakan berarti dalam hidup remaja belasan tahu yang taat pada orang t ua, negara, dan agama.” (Dee, 2009:31-32).

Namun di lain cerita tokoh „Hera‟ mengalami perkembangan watak secara psikologis yaitu seorang yang mempunyai kemauan yang

keras juga sudah tidak taat lagi kepada orang tuanya, agamanya . “... Katanya, Hera terkenal suka gonta ganti pasangan. Satu kali, ia kena batunya. Hera hamil di luar nikah. Ironisnya, pengetahuannya sebagai dokter gagal menuntunnya untuk berbuat masuk akal. Karena takut diamuk, Hera ke dukun. Perutnya digilas. Tak ada janin yang keluar, hanya darah dan kerusakan permanen di rahim. Hera sakit keras lalu

terpaksa pulang.” (Dee, 2009: 33)

3. Tokoh Tambahan

Tokoh „Abang dari Hera‟, tidak banyak yang dapat dideskripsikan dari tokoh „Abang Hera‟ ini, karena tidak terlalu banyak muncul dalam cerita. Tetapi terlihat bahwa tokoh ini adalah seorang

kakak yang senantiasa peduli kepada adiknya Hera. “... Lalu Hera sekarang di mana? Aku bertanya pada sahabatku. Di Jakarta, tidak

commit to user

pulang-pulang, mungkin malu, dia sudah tidak pernah sowan dengan bapak-ibu sejak kumpul kebo sama pilot gaek itu, demikian sahabatku menjawab. Biarkan saja, katanya, nasib sialnya itu gara-gara tidak diberi restu (Dee, 2009:35)

c. Latar

Cerpen “Mencari Herman” ini menggunakan latar tempat yang berbeda-beda, di antaranya adalah rumah tempat tinggal Hera. Tampak dari kutipan seperti. “Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya; film yang baru kami tonton; kumisnya yang mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kumis menyerupai Herm an...” (Dee, 2009:32)

Dari kutipan di atas tampak jelas sekali penggunaan latar tempat cerpen “Mencari Herman” di sebuah rumah milik Hera. Latar tempat yang lain juga terlihat dari kutipan seperti. “Seminggu kemudian Hera kembali

padaku dan melaporkan bahwa ternya tidak ada yang bernama Herman di sekolahnya, bahkan guru- guru sekalipun...” (Dee, 2009:32). Kutipan tersebut juga menggambarkan sebuah latar tempat juga terjadinya peristiwa di sebuah sekolah, tempat Hera bersekolah setiap harinya.

Latar tempat lain dari cerpen ini adalah di sebuah rumah tempat Hera tinggal di Jakarta. Tampak dari kutipan seperti. “Tak kusangka, justru

akulah yang harus menemui Hera duluan. Sebenarnya keluarga Hera tahu dia dimana, tapi pura-pura tidak tahu. Hera berdagang kain batik dari pintu ke pintu, sesekali menyambi menjadi sales barang elektronik. Mukanya

commit to user

lelah dan cahaya matanya lenyap diisap kecewa. Saat kutemui, Hera menghabiskan satu jam hanya untuk menangis, dan berjam-jamu untuk berkesah dan berkeluh...” (Dee, 2009:35-36)

Berdasarkan pada semua kejadian dalam cerpen secara menyeluruh latar dari cerpen ini adalah sebuah rumah tempat tinggal Hera beserta keluarganya, sekolah Hera, dan juga rumah tempat Hera tinggal di Jakarta. Jadi, kehadiran latar menjadi begitu penting dalam menjaga keutuhan dan jalinan struktur yang mendukung kajian semiotik.

d. Tema dan Amanat

Melalui pembacaan berulang serta kajian terhadap cerpen “Mencari Herman” ini tertangkap tema utamanya adalah pencarian sebuah cinta sejati. Penggambaran dari tokoh „Hera‟ yang selalu mencari seseorang bernama Herman, dalam perncariannya itu malah berujung tragis. Nama Herman

sendiri adalah penggambaran dari diri tokoh „aku‟ dalam cerpen “Mencari Herman” ini. Tokoh „Hera‟ yang sebenarnya hanyalah mencari alasan ingin bertemu dengan tokoh „aku‟ dari alasannya untuk mencari seorang bernama Herman. Tampak dari kutipan berikut.

Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata: Abang, dari kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang tapi Abang seperti buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37).

Terlihat dari kutipan di atas bahwa tokoh „aku‟ di sini mempunyai penggambaran seseorang yang hanya mementingkan perasaannya sendiri

daripada perasaan orang lain, di saat tokoh „Hera‟ mengungkapkan perasaan

commit to user

yang sebenarnya tetapi tokoh „aku‟ memilih untuk pergi dan menjauhi tokoh „Hera‟, padahal dari awal tokoh „aku‟ selalu memperhatikan dan memperdulikan tokoh „Hera‟. Tampak dari kutipan berikut.

Sejak hari itu, aku berusaha berhenti memikirkan Hera. Tidak gampang, sungguh. Aku begitu terbiasa memikirkannya. Saat Herman Felany sesekali muncul di televisi, atau kubaca nama Herman di surat kabar, atau bersentuhan dengan segala yang berhubungan dengan Hera, maka kudengan lagi suaranya sore itu, memanggil namaku. Dan betapa pun punggung ini ingin berbalik, aku tahu lebih baik untuk terus berjalan. Terus berjalan. (Dee, 2009:37)

Hingga penyesalan yang terjadi dari tokoh „aku‟ karena kematian tragis dari tokoh „Hera‟ yang secara tiba-tiba. Tokoh „Hera‟ meninggal secara tragis karena dibuang oleh seseorang yang tak dikenal hanya saja bernama Herman Suherman.

... Namun setelah beberapa lama, Hera seperti tersadar akan sesuatu. Tepatnya, ketika benar-benar membaca kartu nama tadi. Ia berlari mengejar pria itu, dan tak pernah kembali. Jasad Hera ditemukan dua hari kemudian, tersangkut di tengah jurang. Dibuang dari mobil bernomor polisi Surabaya, demikian keterangan seorang saksi mata. Kubaca beria itu di pojok halaman depan sebuah koran merah. (Dee, 2009:38) Kebahagiaan Hera pasti berlipat dengan ditemukannya seorang Herman kuadrat, tanpa tahu satu Herman menggenapi, tetapi dua dapat membunuhnya. (Dee, 2009:39)

Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan pula tema dari cerpen ini adalah kisah seseorang yang mencari cinta sejati , karena dari tokoh „aku‟ adalah seorang yang mementingkan perasaannya sendiri dan membiarkan perasaan Hera terkatung-katung dibuatnya selama ini, bahkan sebaliknya

dari tokoh „Hera‟ sendiri adalah seorang yang menginginkan cinta sejati seperti yang digambarkan dari nama Herman itu, akan tetapi obsesinya dengan nama Herman malah membuat malapetaka bagi dirinya sendiri yang

commit to user

berujung kematian yang tragis karena menemukan seseorang bernama Herman kuadrat. Amanat yang sekiranya dapat ditangkap adalah biarkanlah cinta itu mengalir apa adanya tanpa harus dicari, pencarian yang berlebihan oleh tokoh Hera yang seharusnya berujung bahagia malah berujung tragis. Terdapat pula amanat hidup dalam cerita ini, bahwa hidup itu adalah sebuah pilihan. Kita hidup di dunia ini tentunya harus memilih mana yang terbaik untuk diri kita agar dapat melengkapi hidup kita, akan tetapi bila kita tidak dapat memilih atau malah mengambil semua dari pilihan itu kita akan dianggap tidak bijak dalam membuat sebuah keputusan.

Analisis struktural dari cerpen “Mencari Herman” sebagai cerpen ketiga dari kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”. Sedemikian kiranya, yang

selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis semiotika diserta dengan analisis maknanya.

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN SPACE PLANNING PADA DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SPACE PLANNING IN DATA CENTER IN T

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SECURITY SYSTEM DALAM RANCANGAN BERDASARKAN STANDAR EN506002-5 DENGAN METODE PPDIOO LIFE- CYCLE APPROACH STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SECURITY SYSTEM IN DESIGN BASED ON EN506002-5 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN FASILITAS DATA CENTER BERDASARKAN SITE SELECTION STANDAR ANSIBICSI 002 DENGAN METODE PPDIOO STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF DATA CENTER FACILITY BASED ON SITE SELECTION ANSIBICSI 002 ST

0 0 8

Kata kunci : malware, malware analysis, cyber crime, clustering, deteksi malware, malware signature,

0 0 10

Tinjauan Tentang Perjanjian Pemberian Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Pada Pd. Bpr Bank Pasar Kabupaten Kudus

0 0 115

Analisis Novel Incest Karya I Wayan Artika : (Kajian Struktural Dan Perubahan Sosial)

1 13 77

SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

1 1 121

KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01PutDKC.Ikadin2006Ska )

0 0 109

Sikap Masyarakat terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Sekolah Inklusi di Kabupaten Wonogiri

1 2 95

Sri Soemantri. 2008. "Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut

0 0 20