KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01PutDKC.Ikadin2006Ska )

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh: HERI SUSANTO NIM. E0008357 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Oleh: HERI SUSANTO NIM. E0008357

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukun (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 16 Juli 2012

Pembimbing I

Pembimbing II

Edy Herdyanto, S.H., M.H. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. NIP. 19570629 198503 1 002 NIP. 19821008 200501 1 001

Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska )

Oleh: HERI SUSANTO NIM. E0008357 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari / Tanggal : Selasa / 24 Juli 2012

DEWAN PENGUJI

1. Bambang Santoso, S.H., M.Hum. NIP. 196202091989031001

: .......................................................... ( Ketua )

2. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. NIP. 198210082005011001

: .......................................................... ( Sekretaris )

3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. NIP. 195706291985031002

: .......................................................... ( Anggota )

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Nama

: Heri Susanto

NIM

: E0008357 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK

ADVOKAT

(Studi

Kasus

dalam

Putusan

DKC IKADIN

No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 16 Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan

Heri Susanto NIM. E0008357

Heri Susanto. E0008357. 2012. KAJIAN TERHADAP HAK IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian Hukum ini bertujuan 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003; 2) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska; 3) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 ini sudah diterapkan oleh praktisi hukum dan masyarakat, sehingga dalam hukum tersebut tidak merugikan klien atau masyarakat pada umumnya; dan 4) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai hak dan kewajiban masing- masing, sehingga klien dapat menggunakan jasa Advokat secara layak; dan

5) Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya-upaya penanggulangan malpraktek Advokat.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian hukum normatif atau doctrinal research., sifat penelitian preskriptif, pendekatan kasus (case approach), metode penelitian kualitatif, dan studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, 1) Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003. Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat dalam Undang- Undang No. 18 Tahun 2003 terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal

17, Pasal 18, dan Pasal 19 baik hak imunitas di dalam maupun diluar sidang pengadilan, dan hak-hak lain terdapat dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terkait masalah pelanggaran tugas, wewenang, hak dan kewajiban Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,dan Pasal 20. Sumpah jabatan pada Pasal 4 ayat (2) dan penindakan Pasal 6. Malpraktek hukum atau “yuridical malpractice” dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu: Criminal malpractice; Civil malpractice; dan Administrative malpractice; 2) Bentuk- bentuk malpraktek Advokat Nomor perkara 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska. Menurut penulis kasus ini dapat dikategorikan sebagai bentuk civil malpractice dan criminal malpractice.

MALPRACTICE IMMUNITY (Case Studies in Decision No. DKC IKADIN. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska), Faculty of law UNS.

Legal research is aimed at 1) Describe and explain the advantages and disadvantages in the regulation of immunity rights and malpractice in using the services of an Advocate under the Act No. 18 of 2003; 2) Describe and explain the forms of malpractice that occurs in the Decision advocate IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska DKC; 3) Describe and explain the Law No. 18 of 2003 has been applied by legal practitioners and the public, so that the law does not harm the client or the public at large; and 4) Describe and explain the rights and obligations of each, so that clients can use the services of the Advocate is feasible; and 5) Describe and explain the efforts of Advocates of malpractice prevention.

The research method used in the writing of this law are as follows: type of normative legal research or doctrinal research., Prescriptive nature of the research, the approach to the case (case approach), qualitative research methods, and study this document useful to obtain the theoretical basis to examine and study the books, laws, documents, reports, archives and other research.

Based on this research can be concluded, 1) Setting the right of immunity in the Advocate Advocate Malpractice Law No. 18 of 2003. Settings on the right of immunity in the Advocates Act No. 18 of 2003 contained in Article 14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18 and Article 19 of both the right of immunity within and outside the courtroom, and other rights contained in the Code of Ethics of Advocates Indonesia. Advocates of malpractice in the Act No. 18 Year 2003 related problems breach of duty, authority, rights and obligations of Article

14, Article 15, Article 16, Article 17, Article 18, Article 19 and Article 20. Oath of office in Article 4 paragraph (2) and enforcement of Article 6. Legal malpractice or "yuridical malpractice" is divided into 3 categories according to the law is being violated, namely: Criminal malpractice; Civil malpractice, and malpractice Administrative,

The

forms

of

malpractice case No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Advocate. According to the authors of this case can

be categorized as a form of civil and criminal malpractice malpractice. Key words: the right of immunity, malpractice, Advocates

“Tidak Semua Telur Bisa Menetas tergantung kualitas telur dan Kehendak Alloh SWT” Tidak semua manusia bisa berhasil, tergantung usaha dan doa masing-masing serta kehendak dari Alloh SWT ( Heri Susanto )

belajarlah dari apa saja yang ada disekeliling mu karena semua pengalaman hidup dan perjalanan hidup pasti ada hikmahnya meskipun hidup terkadang menyenangkan dan terkadang menyedihkan semua itu

tergantung bagaimana diri kita menyikapinya

( Heri Susanto)

Pribadi yang Besar Adalah Pribadi yang Bisa Mensyukuri Hidup ( Mario Teguh)

janganlah pernah berharap karena semua kenyataan tidak akan pernah sama dengan apa yang kita harpakan

Sebuah karya kecil ini Penulis persembahkan kepada :  Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku Parinem tersayang,

harapanmu adalah impianku dan

doamu adalah

semangatku.  Istriku Ika Puji Lestari dan Anakku Alanza Rafa Elfreda tercinta, kalianlah permata hidupku untuk hari kemarin, hari ini, hari esok, dan hari-hari dimana aku masih bisa bernafas.

 Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri Lestari, S.E., yang telah menanti gelar Sarjana Hukumku.  Kakak-kakakku (Endang Srimulyani, Parwoko, S.T.,

Agus Jatmiko, S.T., dan Nur Nugrhoho).  Keluarga besarku “Lestari Mulyo Group”.  Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi/penulisan hukum yang berjudul KAJIAN TERHADAP HAK

IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT (Studi Kasus dalam Putusan

DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska). Penulisan hukum ini sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat dalam mencapai derajat Sarjana (S1) dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah berkenan memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, masukan dan koreksi-koreksi dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Aminah, S.H., M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., atas bimbingan penulisan hukum kepada istri saya Ika Puji Lestari sehingga secara tidak langsung 6. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., atas bimbingan penulisan hukum kepada istri saya Ika Puji Lestari sehingga secara tidak langsung

8. Orang tuaku yang sangat bijaksana. Bapakku Pawiro Tono dan Ibuku Parinem, atas doa-doa yang selalu terpanjatkan di setiap malam, harapan, kasih sayang, nasihat, dukungan, motivasi dan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan ini walaupun baru karya kecil yang mungkin belum bisa membanggakan. Inilah salah satu bentuk baktiku.

9. Keluarga kecilku yang Sakinah, Mawadah, Warohmah. Istriku Ika Puji Lestari dan anakku Alanza Rafa Elfreda atas doa, dukungan, dan perhatian yang super sekali.

10. Bapak Mertuaku Sukamto, S.E., dan Ibu mertuaku Sri Lestari, S.E., atas doa dan dukungan yang setiap kali ketemu pasti selalu bertanya ” kapan Her lulus ”.

11. Kakak-kakakku (Endang Sri Mulyani, Parwoko, S.T., Agus Jatmiko, S.T., dan Nur Nugroho) atas doa, dan juga dukungannya yang luar biasa.

12. Keluarga besarku “Lestari Mulyo” atas doa dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.

13. Segenap advokat & pegawai kantor Advokat Drs. YB Irpan S.H., M.H, atas bimbinganya sewaktu magang, ilmu-ilmu dunia kerja yang telah ditularkan, dan pengalaman yang tak ternilai yang saya dapatkan.

14. Dani yuli, Rio Pratama, Gesti Kadhesta, Dewi Ambar, dan Oki Trisnani atas dukungan dan motivasinya.

15. Hengki Bondan dan Farid Yamin atas ketersediaanya berbagi informasi dan bertukar pikiran dalam kegiatan belajar mengajar serta informasi lain yang berhubungan dengan akademik.

16. Teman-teman ngumpul di lobby gedung 1 (satu) Fakultas Hukum atas berbagi informasi dan canda tawanya.

17. Teman-teman angkatan 2008, terimakasih telah menjadi bagian dari kalian.

SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih atas kebaikan kalian. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, 16 Juli 2012 Penulis

Heri Susanto

a. Pengertian Etika Moral……………………………...

b. Pengertian Etika Profesi………………….………….

c. Pengertian Kode Etik Profesi Advokat...…………...

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Hak Advokat dan Klien…………………………………………………….

4. Pengertian dan Ruang Lingkup Dewan Kehormatan Advokat…………………………………………………

5. Pengertian dan Ruang Lingkup Putusan Dewan Kehormatan Advokat…………………………………...

6. Pengertian

dan

Ruang

Lingkup

Malpraktek Advokat………………………………………………….

B. Kerangka Pemikiran……….………………………………...

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………….

A. Hasil Penelitian…………...………………………………...

1. Pelaku……………………………………………………

2. Kasus Posisi……...……………………………………...

3. Pemberian Sanksi…….......……………………………...

B. Pembahasan…………………………………………………

1. Pengaturan Mengenai Hak Imunitas dan Malpraktek Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003……………………………………………………

2. Bentuk Malpraktek Advokat pada Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska…….…

3. Upaya Penanggulangan Malpraktek Advokat dan Tindakan yang Dikenakan Terhadap Advokat yang Melakukan Pelanggaran…………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………....….. LAMPIRAN…………………………………………………............

Gambar 1: Kerangka Pemikiran................................................................

48

Lampiran 1 : Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, untuk itu advokat diberi tugas untuk menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum bagi kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum.

Tiap profesi, termasuk advokat menggunakan sistem etika terutama untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengembanan profesinya sehari-hari. Kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi di dalam masyarakat. Sedangkan fungsi dan tujuan kode etik dapat diartikan untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya. Maka kode etik profesi merupakan seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.

Mencermati Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003 menempatkan advokat sebagai pilar keempat penegakan hukum, disini sebagai penegak hukum memiliki etika profesi, kode etik dan standar kerja yang diatur dalam undang-undang atau turunannya. Sebagai profesi yang mulia tentunya akan terhina atau tercemar ketika kode etik profesi tersebut tidak dilakukan dengan baik. Sebagai contoh yang mengemuka kasus dengan Putusan No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska Dewan Kehormatan Cabang IKADIN Surakarta,

Tanggal 7 Juli 2006 atau aduan Ny. Sri Winarni terhadap Sdr. H. Bahrun Naja, S.H., dalam kasus ini advokat melakukan penelantaran klien dengan tidak memberikan pelayanan setelah menerima fee. Atas kasus ini maka terdapat pertanyaan penting bagaimana legal service fee diberikan tanpa harus memberikan pelayanan? Bagaimana kedudukan advokat sebagai penegak hukum? Bagaimana standar profesi advokat dalam penegakan hukum?

Padahal advokat sudah diatur dalam konstitusi Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003 adalah untuk menyetarakan status profesi advokat dengan profesi hukum lain, juga untuk menyediakan struktur profesi hukum yang jelas agar dapat memperkuat akuntabililas publik dari penyelenggaraan peradilan (administration of justice), yaitu menjamin hak- hak hukum klien aktual (klien yang tengah diwakili) maupun klien potensial (masyarakat luas). Advokat sebagai unsur vital bagi pencarian kebenaran materiil dalam proses peradilan, terutama dari sudut kepentingan hukum klien. Pengaturan juga ditujukan untuk melindungi masyarakat dari jasa hukum yang diberikan advokat di bawah standar. Secara garis besar, pendekatan yang dipakai adalah perlindungan kepentingan pihak- pihak yang berperkara dan masyarakat pada umumnya, baik dalam proses peradilan maupun dari advokat yang bertindak menyimpang.

Menilik Undang-Undang tentang Advokat Nomor 18 tahun 2003, juga memberikan hak imunitas (kekebalan) tersebut kepada para advokat dalam menjalankan tugas profesinya. Sehingga advokat tidak dapat dihukum (pidana atau perdata) sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya itu (Munir Fuady, 2005:29). Dalam membela kepentingan klien advokat tidak boleh dihinggapi rasa takut dan harus membela dengan rasa aman, dilindungi oleh negara dalam melaksanakan pekerjaannya dan pembelaan separuh hati akan merugikan kepentingan klien yang dibela. Syaratnya, selama pembelaan dilakukan proporsional, tidak melanggar hukum dan relevan dengan perkara.

Namun pada kenyataannya di masyarakat profesi advokat terkadang menjadi bias disebagian masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perannya Namun pada kenyataannya di masyarakat profesi advokat terkadang menjadi bias disebagian masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perannya

Advokat pada awalnya merupakan kekuatan moral (moral force) yang diyakini oleh sekelompok orang terutama oleh masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomis dan tidak mempunyai akses terhadap bantuan hukum, sehingga masyarakat dengan ketidak mampuan di bidang ekonomi, politik, dan pendidikan tidak akan menjadi korban ketidak adilan hukum. Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat di berbagai bidang, khususnya bidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini berkembang menjadi kekuatan institusional. Dengan munculnya berbagai Organisasi Advokat yang dikelola secara profesional maka keberadaannya makin makin dibutuhkan masyarakat dalam membantu mencari keadilan dan menegakkan hukum untuk memperoleh hak-haknya kembali yang dirampas.

Dalam menggunakan jasa advokat, merupakan bentuk kebutuhan atas kesadaran hukumnya sendiri atau memang akibat peran advokat yang terlalu agresif dalam mempengaruhi klien untuk berperkara di pengadilan demi kepentingan advokat. Dalam perkembangannya perlu meningkatkan kesadaran hukum demi tegaknya kebenaran, keadilan, tanpa diskriminatif. Pemberian bantuan hukum yang ditujukan kepada setiap orang memiliki hubungan erat dengan equality before the law dan acces to legal councel yang menjamin keadilan bagi semua orang (justice for all) (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri, 2003:19). Sehingga atas dasar kesadaran hukum dari pihak pengguna jasa advokat dan advokat itu sendiri maka akan memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan – penyimpangan atau malpraktek yang dilakukan oleh advokat baik atas kemauan sendiri maupun bujuk rayu dari pihak pengguna jasa.

Keberadaan advokat di Indonesia sebagai agen pembangunan hukum (agent of law development) dan terlebih menjadi agen membudidayakan hukum (agent of law enculturaion) bagi masyarakat malah cenderung menjadi agen komersialisasi hukum (agent of law commercialization) dalam memberikan jasa hukum (A. Rahmat Rosyadi, dan Hartini Sri, 2003:18). Bila perilaku ini ditampilkan advokat, maka hancurlah anggapan advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Profesi kemuliaan ini akan ternoda oleh praktek menyimpang yang dilakukan oleh segelintir advokat dalam memberikan jasa hukum kepada klien atau masyarakat, yang imbas negatifnya sangat besar terhadap organisasi dan profesinya. Dimana justru diungkap oleh kalangan advokat sendiri sebagai keprihatinan profesi. Saat ini perilaku menyimpang atau malpraktek yang dilakukan advokat tidak sekedar isu dan bukan merupakan rahasia lagi, tetapi sudah menjadi kenyataan dalam praktek. Terlepas dari pro-kontra masyarakat terhadap peran advokat, pada kenyataannya pemberian jasa hukum melalui advokat bagi setiap warga negara telah berlangsung sejak lama. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan serta menjunjung tinggi supremasi hukum untuk menjamin terselenggaranya negara hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kronologis sebelum adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, terdapat peraturan lain yang sehubungan dengan pengangkatan dan pemberhentian para advokat pada masa pemerintahan Hindia Belanda kedudukannya diatur dalam Reglement op de Rechterlijke Organitatie en het Beleid der Yustitie in Indonesia (RO) (St. 1847 No. 23 jo. St 1848 No. 57) dan ketentuan-ketentuan dalam Bepalingen Betreffende het Costuum der Rechterlijke Ambtenaren en dat der Advocate Procureurs en Deurwaarders (St. 1848 No.8).

Disamping itu masih ada peraturan-peraturan lainnya yang mengatur lebih lanjut tentang advokat seperti:

1. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Menteri Kehakiman tentang

Advokat Pengacara;

2. Surat Keputusan Bersama Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung;

3. Peraturan/ Keputusan/ Instruksi/ Surat Edaran Petunjuk Mahkamah Agung;

4. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Tinggi;

5. Peraturan dan Ketentuan Pengadilan-Pengadilan Negeri (Rapaun Rambe, 2003 : 3). Undang-undang Darurat No. 1/1951 yang menentukan kembali

berlakunya Herziene Indonesisch Reglement (HIR) (St. 1941 No. 44) dalam Negara Republik Indonesia dipakai sebagai pedoman dalam Hukum Acara Pidana Sipil, mengenai tugas kewajiban advokat, procureur dan para pemberi bantuan hukum dimuka persidangan diatur dalam Herziene Indonesich Reglement (HIR). Selain pengaturan di atas, juga diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, mengenai bantuan hukum baik di luar maupun di dalam persidangan telah diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38. Dapat disimpulkan bahwa, adanya asas dimana seseorang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum, adanya penerapan asas Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu diberlakukannya asas praduga tak bersalah pada setiap tertuduh, adanya hak untuk berhubungan dengan advokat atau sebaliknya semenjak dilakukan pemeriksaan tanpa merugikan kepentingan dalam proses penyidikan hingga penuntutan.

Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) karena dengan profesi tersebut dapat memberikan bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan kepada pencari keadilan. Sebagai negara hukum maka Negara Indonesia memberikan jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa

hukum, dimana saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi pendapat hukum atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya. Profesi hukum memiliki kode etik profesi sebagai sarana control sosial sebagai kriteria dan prinsip profesional yang digariskan, selain itu dapat mencegah tekanan atau turut campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh masyarakat dengan melakukan tingkatan standardisasi yang digunakan untuk melindungi hak-hak individu dan masyarakat. Kode etik sebenarnya adalah kristalisasi dari hal-hal yang biasanya sudah dianggap baik menurut pendapat umum serta didasarkan atas pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan, untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik (Sumaryono, 1995:33).

Namun dalam kenyataannya advokat dalam menjalankan profesi terhormat (officium nobile) sering terjadi pelanggaran-pelanggaran, selama ini tidak sedikit mal praktek yang dilakukan oleh advokat karena bujuk rayu pengguna jasa advokat, maupun karena kemauanya sendiri Oleh karena itu, keberadaan Advokat dalam memberikan jasa hukum bagi para pihak yang menyelesaikan perkara di pengadilan menjadi sangat menarik untuk diteliti dari aspek yuridis. Kajian ini dilandasi dengan suatu kerangka pemikiran bahwa penyelesaian perkara dengan menggunakan jasa advokat, selain secara yuridis, mempunyai landasan hukum yang sangat kuat.

Atas dasar hal yang telah diuraikan Penulis di atas, Penulis hendak mengkaji lebih dalam mengenai hak imunitas dan malpraktek advokatdalam sebuah penulisan hukum yang berjudul : KAJIAN TERHADAP HAK

IMUNITAS DAN MALPRAKTEK ADVOKAT ( Studi Kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska ).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, Penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan mengenai hak imunitas dan malpraktek advokat dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003?

2. Bagaimanakah bentuk malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska?

3. Bagaimanakah upaya penanggulangan malpraktek advokat dan tindakan yang

dikenakan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan harus memiliki tujuan yang jelas, hal ini diperlukan untuk memberi arah dalam melangkah sesuai maksud penelitian. Rumusan tujuan penelitian hukum selalu konsisten dengan rumusan masalah. Dengan banyaknya rumusan masalah jelas, rumusan tujuan penelitian akan jelas. Apabila masalah dirumuskan secara rinci, tujuan penelitian juga dirumuskan secara rinci. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan hak imunitas dan malpraktek dalam menggunakan jasa Advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003;

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk malpraktek advokat yang terjadi dalam Putusan DKC IKADIN No.01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska? ;

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai upaya penanggulangan malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat, sehingga dalam hukum tersebut tidak merugikan klien atau masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu bagi Penulis, maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya;

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana tentang hak imunitas dan malpraktek advokat.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian- penelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi Penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian yang dirumuskan. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Penelitian Hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut ( Johny Ibrahim. 2006:44) :

“ research with privides a systematic exposition of rules governing a particular legal category analyses the releationship between rules, explain areas of difficulty and perhaps, predict future development”. (Penelitian dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan).

Pada dasarnya penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu dalam hal hak imunitas dan malpraktek advokat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha untuk menemukan apakah hukumnya bagi suatu perkara, seperti halnya pada penelitian untuk menemukan asas hukum (doktrinal).

2. Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskiptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).

Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi disini dilakukanuntuk memberikan perspektif atau penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.

3. Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasil- hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif dapat digunakan beberapa pendekatan berikut( Peter Mahmud Marzuki, 2005:93 ):

a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach);

b. Pendekatan kasus (case approach);

c. Pendekatan Historis (historical approach);

d. Pendekatan Perbandingan ( comparative approach);

e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya mengenai kasus-kasus yang telah diputus dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna empiris, namun dalam suatu penelitian normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny Ibrahim, 2006 : 321).

F. Sumber Bahan Hukum Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder sebagai sumber data penelitian. Menurut Peter Mahmud Marzuki, “ bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi ” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan dewan kehotmatan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

d. Kode Etik Advokat Indonesia;

e. Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska.

2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan dewan kehormatan yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

G. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Tekhnik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 21). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

H. Teknik Analisa Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dari penelitian hukum ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung diatas.

Dengan demikian penulis berharap dapat memberikan penjelasan yang utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu seputar permasalahan tentang hak imunitas dan malpraktek advokat. Metode penalaran yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/deduksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan kasus faktual yang dianalisa, yaitu mengenai hak imunitas dan malpraktek advokat.

I. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari

4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

BAB I

: PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini Penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang Penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang advokat, tinjauan tentang etika, moral dan kode etik profesi advokat, pengertian dan ruang lingkup hak advokat dank lien, pengertian dan ruang lingkup dewan kehormatan advokat, putusan dewan kehormatan advokat, pengertian dan ruang lingkup malpraktek advokat. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: pengaturan mengenai hak imunitas dan malpraktek dalam Undang-Undang Advokat, bentuk pelanggaran malpraktek advokat pada kasus dalam Putusan DKC IKADIN No. 01/Put/DKC.Ikadin/2006/Ska, upaya penanggulangan malpraktek advokat dan tindakan yang dikenakan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran.

BAB IV : PENUTUP Bab ini menguraiakan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Advokat

a. Istilah dan definisi Advokat Istilah “Advocaat” secara etimologis berasal dari bahasa Latin, yaitu “Advocare” yang berarti “to defend, to call to one’s aid to vouch or warrant”. Sedang dalam bahasa Inggris “Advocate” berarti: “to speak in favour of or depend by argument, to support, indicate, or recommended publicly.” (Frans Hendra Winarta, 1995:72).

Advokat secara terminologis, berarti seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum. Bantuan atau pertolongan ini bersifat memberi nasihat-nasihat sebagai jasa-jasa baik, dalam perkembangannya kemudian dapat diminta oleh siapapun yang memerlukan, membutuhkannya untuk beracara dalam hukum. Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Perkataan Advokat dengan istilah demikian sebenarnya telah mengandung nilai-nilai historis dengan tidak merubah kata aslinya, oleh karena itu, lebih tepat dan dapat dipertahankan dengan menulis “Advokat”.

Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan: Advokat adalah Pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa: Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Sedangkan pada Kode Etik Advokat Indonesia dijelaskan bahwa Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang- Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum.

Landasan kerja Advokat sampai saat ini hanya menggunakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Profesi Advokat sebagai tatanan dalam menertibkan kerja mereka sendiri melalui berbagai Organisasi Advokat. Kelemahan ini jelas hanya mempunyai sanksi administratif saja dan tidak memiliki sanksi yuridis yang lebih berat bagi Advokat. Dengan kelemahan ini, maka banyak Advokat yang melakukan peran menyimpang dari tugas dan fungsinya.

Pada dasarnya Advokat merupakan profesi bebas; dalam arti tidak ada batas kewenangan dalam melakukan bantuan, pembelaan, perwakilan, atau pendampingan terhadap kliennya. Kewenangan Advokat dalam memberikan batuan hukum kepada klien dalam perkara pidana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHAP) diatur dalam Bab

VII Pasal 54 s/d 62 dan Pasal 69 s/d 74 mengenai bantuan hukum. Demikian juga Advokat bebas melakukan tugasnya, baik yang berkaitan dengan kewenangan materi hukum ( public law atau privat law ) atau wilayah praktek di lingkungan peradilan ( Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung ).

b. Kewajiban Advokat Kewajiban secara harfiah dalam Kamus Umum Bahasa Inggri- Indonesia, Indonesia-Inggris susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 disebutkan kewajiban dari kata “wajib” berasal dari kata “oblige” mempunyai arti mewajibkan; mengikat; mengharuskan,

“due” mempunyai arti kewajiban; keharusan, dan “necessary” mempunyai arti memaksa; perlu; sesuatu yang memaksa.

Berdasarkan arti diatas maka dapat disimpulkan kewajiban adalah hal yang harus dilakukan, tidak boleh tidak melakukan/memenuhi, sudah sepatutnya. Dalam kaitannya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan dalam praktik profesi Advokat, dikenal adanya “normative ethic” yang terkandung ketentuan-ketentuan seperti:

1) Kewajiban pada diri sendiri;

2) Kewajiban-kewajiban bagi masyarakat umum;

3) Ketentuan-ketentuan tentang partnership;

4) Kewajiban terhadap orang atau profesi yang dilayani (E. Sumaryono,

Kewajiban yang terletak berdasarkan kaidah/norma hukum disebut kewajiban yuridis. Kewajiban yuridis yang menyatakan keharusan eksternal karena adanya hukum yang diberlakukan dan dipaksakan oleh pemerintah dan kewajiban yang menyentuh keharusan internal karena adanya kesadaran batin, sebagai suatu dorongan batin yang tak mungkin dihindari.

Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para Advokat dalam Kode Etik Profesi Advokat Indonesia mengandung kewajiban- kewajiban yang oleh para Advokat dibebankan kepada dirinya sendiri dan lingkungan profesinya, yaitu:

1) Kepribadian Advokat: yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam tugasnya menjujung tinggi hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sumpah jabatan (Pasal 2 Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam 1) Kepribadian Advokat: yang menyatakan pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam tugasnya menjujung tinggi hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta sumpah jabatan (Pasal 2 Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam

2) Tidak boleh bersikap diskriminatif (Pasal 3 huruf (a) Kode Etik

Profesi Advokat Indonesia):

“Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan atau kedudukan sosialnya.”

3) Hubungan dengan klien: tuntutan kewajiban antara lain menyebutkan bahwa Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya (Pasal 4 huruf (d) dan (f) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia):

“d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib

mempertimbangkan kemampuan klien.

f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.”

4) Tidak dibenarkan dengan sengaja membebani klien dengan biaya- biaya yang tidak perlu (Pasal 4 huruf (e) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.”

5) Hubungan dengan teman sejawat: Advokat antara lain berkewajiban untuk tidak menarik seorang klien dari teman sejawat (Pasal 5 huruf (d) Kode Etik Advokat Indonesia): “Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.”

6) Cara bertindak dan menangani perkara: ada kewajiban yang antara lain menyebutkan bahwa advokat tidak diperkenankan menambah catatan- 6) Cara bertindak dan menangani perkara: ada kewajiban yang antara lain menyebutkan bahwa advokat tidak diperkenankan menambah catatan-

“Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi Hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat ”ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.”

dan tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk mendengar mereka dalam perkara yang bersangkutan (Pasal 7 huruf (e) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia): “Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.”

7) Ketentuan-ketentuan lain: seperti tidak boleh menawarkan jasanya, baik secara langsung maupun tidak langsung (Pasal 8 huruf (b) dan (f) Kode Etik Profesi Advokat Indonesia):

“b. Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih lebihan.

f. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publisitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan setiap Advokat.”

c. Tugas advokat Presepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak yang salah paham. Banyak yang menganggap bahwa tugas advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana, dan tata usaha negara, di depan kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan Advokat tidak hanya bersifat litigasi, tetapi mencakup tugas lain di luar pengadilan bersifat nonlitigasi. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan, tugas Advokat adalah membela kepentingan masyarakat (publik defender) dan kliennya. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat menghadapi suatu masalah atau problem di bidang hukum. Dalam menjalankan tugasnya, selain harus disumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya, ia juga harus memahami Kode Etik Profesi Advokat sebagai landasan moral dan sesuai undang-undang Advokat.