KESIMPULAN Buku Bunga Rampai Rev 1

merta menyebabkan penurunan angka korupsi dan semakin bersihnya tata kepemerintahan dan tata kemasyarakatan dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme. Upaya represif atau penal dengan pemidanaan memang telah memberikan penderitaan bagi pelaku korupsi, namun cara-cara represif memiliki “keterbatasan” dan mengandung beberapa “kelemahan” yang patut dipikirkan dalam menggunakannya. Sehingga fungsinya, seharusnya hanya digunakan sebagai “ultimum remidium” atau upaya terakhir. Hal ini menurut Barda Nawawi Arif, ahli pidana dari Universitas Diponegoro, disebabkan karena: 1 1. Dilihat secara dogmatis , sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimatum remedium cara terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak lagi dapat digunakan. 2. Dilihat secara fungsional pragmatis, operasionalisasi, dan aplikasinya menuntut biaya yang tinggi. 3. Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif paradoksal yang mengandung efek sampingan negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Pemasyarakatan. 4. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan kurierenam symptom menyembuhkan gejala. Hanya merupakan obat simptomatik bukan pengobatan kausatif karena sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana. 5. Hukum pidana lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks. 6. Sistem pemidanaan bersifat framentair dan individualpersonal; 1 Barda Nawawi Arief , B e berapa Kebijakan Penegakan dan P e ngembangan Hukum Pidana , Bandung : Citra Aditya Bakti. 305 tidak bersifat struktural atau fungsional. 7. Efektivitas pidana hukuman bergantung pada banyak faktor dan masing-masing sering diperdebatkan oleh para ahli. Dari pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik korupsi secara sistematis dan masif. Dan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dibutuhkan langkah-langkah perbaikan dengan strategi yang mampu menjawab permasalahan, agar optimalisasi penanganan tindak pidana korupsi selain dengan penegakan hukum pidana represif dapat dilakukan. Sebagai bentuk konsistensi pemberantasan tindak pidana korupsi , Pemerintah Indonesia telah meratiikasi UNCAC United Nations Convention Againts Corruption yaitu Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai konsekuensinya, maka ketentuan-ketentuan dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Ratiikasi UNCAC secara politis merupakan bentuk komitmen Indonesia kepada dunia intemasional untuk turut serta aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, sekaligus sebagai konsolidasi kedalam melalui penyesuaian kembali langkah -langkah strategi yang dibutuhkan. Sepanjang empat tahun terakhir , Pemerintah telah menyusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Stranas PPK, yang mencakup tujuan jangka panjang dan menengah. Stranas PPK adalah arah dan acuan dari berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif bagi seluruh pemangku kepentingan . Melihat kondisi seperti itu , maka “ aspek pencegahan” menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 , dimana Presiden telah memberikan instruksi kepada seluruh Menteri Kabinet Kerja, Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 306 Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung , Kapolri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian , Sekretaris Jenderal Lembaga Tinggi Negara , Gubenur dan seluruh Kepala Daerah, untuk bersama-sama melaksanakan dengan sungguh-sungguh aksi PPK. Dengan aksi bersama dan sungguh-sungguh, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang dapat berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yang mempunyai tugas pokok fungsi serta visi misi untuk menyelamatkan dan memulihkan keuangankekayaan negara serta menegakkan kewibawaan Pemerintah. Maka, selayaknyalah Bidang Datun harus menjadi garda terdepan dalam membuat strategi pencegahan tindak pidana korupsi. Strategi ini sebagai jawaban atas pendekatan yang selama ini lebih terfokus pada pendekatan represif. Strategi ini juga dimaksudkan untuk merubah paradigma bahwa aspek pencegahan dapat memberikan efek pembentukan karakter pelaku korupsi agar mempunyai rasa takut untuk berbuat korupsi. Tulisan ini akan membahas bagaimana Kejaksaan, khususnya bidang Perdata dan Tata Usaha Negara melakukan strategi pencegahan tindak pidana korupsi.

II. PEMBAHASAN

A. Konsepsi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Konsepsi pencegahan korupsi menurut Arya Maneka sebagaimana mengutip dari Webster ‘ s New American Dictionary, sebagai berikut: 2 Prevensi pencegahan adalah membuat rintangan-rintangan hambatan -hambatan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi Prevention and the act of hindering or obstruction. Pencegahan korupsi perlu difokuskan pada perbaikan sistem hukum , kelembagaan , ekonomi dan perbaikan manusianya moral, kesejahteraan, pendidikan. Pencegahan korupsi juga bertujuan 2 Ar y a Maheka , Me n ge nali dan M e mb e rantas K or up s i , P e nerbit : Komisi Pember a nt a san Korup si RI , 2 006 307 untuk mengurangi terjadinya korupsi , dengan memperbaiki sistem yang berpotensi korup dan memperbaiki perilaku hidup. Kurun waktu empat tahun terakhir, Pemerintah telah menyusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Stranas PPK yang mencakup tujuan jangka panjang dan menengah pencegahan dan pemberantasan korupsi, telah memuat visi dan misi sebagai berikut : 3 1. Visi Jangka Panjang 2012-2025: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas.” 2. Visi Jangka Menengah 2012-2014: “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas.” Dalam mewujudkan visi tersebut, telah dirumuskan serangkaian Misi Strategi Nasional, sebagai berikut: 1. Membangun dan memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas pencegahan, dan penindakan korupsi yang terpadu secara nasional. 2. Melakukan reformasi peraturan perundang-undangan nasional yang mendukung pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten, terkonsolidasi, dan sistematis. 3. Membangun dan mengkonsolidasikan sistem dan mekanisme penyelamatan aset hasil korupsi melalui kerjasama nasional dan internasional secara efektif. 4. Membangun dan menginternalisasi budaya anti korupsi pada tata pemerintahan dan masyarakat. 5. Mengembangkan dan mempublikasikan sistem pelaporan kinerja implementasi Stranas PPK secara terintegrasi. Dari visi dan misi tersebut diatas sangat jelas bahwa aspek pencegahan 3 lihat Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 308 lebih diutamakan dalam penanganan tindak pidana korupsi. Stranas PPK sebenarnya mengadopsi pelaksanaan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Konvensi Anti Korupsi. Pasal 6 ayat 1 Konvensi Anti Korupsi menyatakan bahwa 4 : “setiap negara peserta wajib , sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya , memastikan keberadaan suatu badan atau badan-badan, sejauh diperlukan yang mencegah korupsi dengan cara-cara seperti: 1. Melaksanakan kebijakan-kebijakan yang disebut dalam Pasal 5 dari Konvensi ini dan dimana diperlukan, mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan dan kebijakan-kebijakan tersebut. 2. Meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan pencegahan korupsi” Implementasi dari visi dan misi tersebut, saat ini dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 Inpres Aksi PPK, yang telah memerintahkan semua lembagainstansi pemerintah untuk secara sistematis melakukan langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi sesuai bidang, tugas, dan kewenangan masing-masing. Dan melalui Inpres ini, Kepala Bapenas diinstruksikan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Aksi PPK KementerianLembaga secara berkala. Bentuk kongkret dari komitmen dan kesungguhan dalam pencegahan dan · pemberantasan korupsi di Indonesia, telah dilakukan oleh Presiden melalui instruksi untuk melakukan koordinasi antar berbagai pihak dalam pelaksaan Aksi PPK . Koordinasi menjadi hal yang esensial terlebih ketika pelaksanaan Aksi PPK itu menyangkut persoalan lintas sektoral dan bersifat multidimensi yang membutuhkan kesamaan pemahaman dan gerak langkah antar berbagai komponen pendukungnya. Strategi Pencegahan 4 Ian Mc Walters SC , Memerangi Korupsi , Sebuah Peta Jalan untuk Indonesia , JPBooks, Surabaya, hlm.193 .2006 309 Visi dan misi Stranas PPK harus diturunkan ke tingkat implementasi. Untuk itulah dibutuhkan strategi. Menurut Michael Allison dan Jude Kaye, perencanaan strategis adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan di antara stakeholder utama tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap lingkungan operasi 5 . M erupakan sebuah realita bahwa Indonesia sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang- undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan. Untuk mewujudkan instruksi UNCAC tersebut, Indonesia bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama “Komisi Pemberantasan Korupsi KPK”. Peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga yang dibentuk salah satu tujuannya adalah untuk memberantas korupsi, namun yang terjadi adalah korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal atau criminal policy oleh Barda Nawawi Arief sebagaimana mengutip dari G. Peter Hoemagels dibedakan sebagai berikut: 1 Kebijakan penerapan hukum pidana; 2 Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana; 3 Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media. Melihat pembedaan tersebut secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 dua yakni melalui jalur penal hukum pidana dan jalur non-penal diselesaikan di luar hukum pidana. Secara kasar menurut Barda Nawawi Arief, upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif pemberantasan, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada 5 Allison, Michael dan Jude Kaye. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2005 Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 310 sifat preventif pencegahan. Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum . Namun untuk pencegahan korupsi, sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas KPK yang memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal ini korupsi. Yakni, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhkan kejahatan korupsi. Dengan ini, upaya non-penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang digunakan oleh Barda Nawawi Arief memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yang memiliki tugas pokok dan fungsinya meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah , meliputi lembagabadan negara,lembagainstansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik NegaraDaerah di bidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan , memulihkan kekayaan negara , menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. 6 Maka, berdasarkan tugas pokok fungsi tersebut, Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara harus bisa mengambil alih sebagai lembaga terdepan dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang lebih fokus terhadap pencegahan korupsi. yang langsung menyentuh pada akarnya dengan berbagai upaya seperti mengintroduksi sarana lain yang bersifat preventif nonpunitif pada 6 Lihat berdasarkan Pasal 30 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan RI dan dalam peratutan pelaksanaannya yaitu Pasal 24 Peraturan Presiden RI Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia menjabarkan sebagai berikut: 311 calon pelaku yang mana nantinya akan meminimalisir terjadinya korupsi. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para birokrat, sebagian besar mereka tidak merasa bahwa yang dilakukannya itu adalah korupsi. Mereka menganggapnya sebagai suatu hal kewajaran dikarenakan sudah menjadi budaya yang mendarah daging seperti menerima uang dari masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan pemerintah dan berbagai jenis gratiikasi lainnya. 7 Dari analisis itulah Kejaksaan melalui Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara bisa lebih fokus kepada pencegahan seperti memberikan rambu- rambu hukum dalam penerbitan Legal Opinion LO, maupun Legal Assistance LA terhadap suatu proyek atau pembuatan suatu kontrak perjanjian kerjasama. LO dan LA diberikan kepada stakeholder yaitu Lembag a Instansi Pemerintah , BUMN ,dan BUMD. Dengan memberikan rambu-rambu hukum sejak dini mengenai korupsi, para birokrat dalam mengambil suatu keputusan dapat terhindar untuk tidak melakukan korupsi dengan tidak sengaja. Hal ini sejalan dengan salah satu motto kerja Kejaksaan yaitu “Kenali Hukum, Jauhkan Hukuman”, Itulah sebabnya, peran Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara ini perlu diberi ruang gerak yang dominan. Seperti diuraikan di atas, tugas pokok fungsi dalam rangka menjalankan aspek pencegahan terbilang sebuah terobosan terhadap struktur hukum di bidang korupsi. Disamping itu, aspek pencegahan diharapkan akan memperbaki sistem birokrasi yang nantinya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN . Sebab dengan cara memberikan LO dan LA, para stakeholder akan memperolah umpan balik dan dapat mengenali secara dini untuk tidak melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Sehingga aspek pencegahan lebih dikedepankan daripada terjadi korupsi terlebih dahulu baru kemudian dicegah. 7 Arya Maheka , op.cit Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 312

B. Peran

Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara Datun Kejaksaan Pada dasarnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan , pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan dapat dilakukan dengan tindakan represif yang dilakukan oleh bidang tindak pidana khusus, namun Kejaksaan juga dapat menggunakan strategi preventif melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Datun. Terhadap stakeholder yang akan melakukan pekerjaan yang bersifat strategis, signiikan dan mendapat anggaran besar dari pemerintah Datun dapat memberikan LO dan LA, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi kebocoran anggaran. Tugas nyata yang berkaitan dengan aspek pencegahan dan sudah dilaksanakan oleh Datun selama ini dapat diuraikan sebagai berikut : Memberikan Pendapat Hukum Legal Opinion dalam Pembuatan KontrakPerjanjian. Pertimbangan Hukum mempunyai pengertian yaitu pemberian jasa hukum oleh Jaksa Pengacara Negara kepada Instansi Pemerintah atau Lembaga Negara di Pusat Daerah atau BUMN BUMD atau badan hukum lain sepanjang terdapat kepentingan Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara dari NegaraPemerintah. Pertimbangan hukum dapat disampaikan secara tertulis atau juga lisan melalui forum koordinasi pimpinan daerah. Pertimbangan Hukum diberikan karena terdapat keragu- raguan dalam membuat suatu kontrak atau membuat suatu perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga. Agar kontrak perjanjian yang disusun dapat memenuhi syarat-syarat asas-asas pemerintahan umum yang baik dan tidak menimbulkan kerugian bagi Pemerintah, maka diperlukan suatu pendapat dari Bidang Datun. Untuk diketahui, bahwa kelemahan , kekeliruan atau kesalahan dalam perumusan kalimat dalam sebuah kontrak atau perjanjian 313