Proses Penuntutan Perkara Tindak Pidana Umum

nasional ternyata tidak memberikan peningkatan kepercayaan publik akan penuntutan yang bersih bebas korupsi,kolusi dan nepotisme, terutama dalam penegakan hukum di bidang kejahatan SDA, kekerasan terhadap perempuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU, utamanya yang memiliki predicate crime tindak pidana narkotika dan kesemuanya masuk dalam kewenangan bidang tindak pidana umum. Namun, juga tidak sedikit penuntutan perkara tindak pidana umum membawa hasil yang gemilang seperti penuntutan terhadap tindak pidana perpajakan yang saat itu, masih dikendalikan oleh bidang tindak pidana umum. Dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Group, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239KPid. Sus2012 tanggal 18 Desember 2012 4 , yang menghukum 14 empat belas anak perusahaan AAG dengan pidana denda pajak sebesar 2,5 trilyun, dan telah berhasil dieksekusi dan memasukkan Rp 2,5 triliun ke kas Negara. Dan eksekusi pidana mati terpidana narkotika yang sudah dilakukan dua gelombang dan menuang pro kontra namun berpotensi positif mengurangi kerusakan isik dan mental bangsa akibat kondisi darurat narkotika bangsa kita. Mengingat besarnya perkara yang ditangani bidang tindak pidana umum, beban tugas mengoptimalkan keberhasilan penuntutan terutama dalam perkara-perkara prioritas memang cukup berat, namun diperlukan upaya-upaya yang strategis. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan optimalisasi keberhasilan reformasi penuntutan bidang tindak pidana umum,yakni: 1 Mengoptimalkan fungsi control; 2 Meningkatkan SupervisiBimbingan TeknisSosialiasi yang kompeten; 3 Spesialisasi penanganan perkara program prioritas; 4 Optimalisasi koordinasi yang sinergis; dan 5 Melanjutkan pembaruan perumusan dan penyusunan petunjuk teknis sesuai perkembangan hukum baru. 4 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239KPid.Sus2012 Jakarta: Mahkamah Agung RI., 2012 atas nama SUIWR LAUT alias LIU CHE SUI alias ATAK dalam http:www. putusan.mahkamahagung.go.id , diakses tanggal 20 Mei 2014. 95 Mengoptimalkan Fungsi Kontrol Di dalam menjaga penyelenggaran pemerintah selalu berada pada batas-batas yang diatur dengan hukum, maka setiap kekuasaan dan penyelenggaraan pemerintahan perlu diawasi sehingga tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi MENPAN RB, menyebutkan fungsi kontrol ditujukan untuk menjamin seluruh proses obyek danatau kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai ketetapan yang berlaku, oleh karenanya menjadi sangat penting pengawasan terhadap aparat pemerintah sehingga kegiatan dalam pelaksanaan pembangunan berjalan dengan benar. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa diatur Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dalam bentuk: a. pengawasan yang dilakukan oleh pimpinanatasan masing-masing satuan organisasi satuan kerja terhadap bawahannya yang sering disebut pengawasan melekat atau “waskat” dan; b. pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan yang sering disebut dengan pengawasan fungsional atau “wasnal”. Lembaga pengawasan berfungsi sebagai upaya pencegahan dan penindakan terjadinya perbuatan menyimpang dan menyalahgunakan wewenang, sehingga tetap menjaga keprofesionalan kinerja aparat pemerintah. Namun, pengawasan baru bermakna manakala diikuti langkah tindak lanjut yang nyata dan tepat. Tanpa tindak lanjut, pengawasan tidak ada artinya. Satuan kerja mempunyai kewenangan pengawasan internal yang dilakukan melalui Pengawasan Fungsional Wasnal dan Pengawasan Melekat Waskat. Pengawasan fungsional Wasnal adalah pengawasan oleh aparat yang tugas pokoknya membantu pimpinan, melaksanakan Bunga Rampai Kejaksaan RI Datas Ginting Suka 96 pengawasan terhadap keseluruhan jajaran instansi bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Pengawasan ini membantu menjalankan fungsi pimpinan suatu manajemen organisasi yang tidak dapat dilakukan sendiri karena besarnya organisasi. Di lingkungan Kejaksaan sendiri karena organisasinya yang terpusat dengan daerah hukum meliputi wilayah kekuasaan Republik Indonesia, maka waskat dilakukan secara berjenjang dari tingkat pusat sampai daerah, demikian pula yang berlaku dalam wasnal. Beberapa alat kontrol sudah disiapkan dalam melakukan pengawasan kinerja penanganan perkara antara lain: 1. Eksaminasi, dimaksudkan sebagai tindakan penelitian dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat penanganan perkara oleh setiap JaksaPenuntut Umum. 2. PemeriksaanInspeksi Kasus, dimaksudkan pemeriksaan oleh pejabat Pengawasan Fungsional berdasarkan laporan pengaduan baik dari masyarakat, dari lembaga pemerintah tertentu, maupun dari pimpinan satuan kerja tertentu yang merupakan hasil atau tindak lanjut Pengawasan Melekat atas terjadinya dugaan pelanggaran disiplin atau perbuatan tercela oleh Pegawai Negeri Sipil. Meningkatkan SupervisiBimbingan TeknisSosialiasi yang Kompeten Fungsi kontrol sebenarnya tidak melulu dilakukan dengan pengawasan, tetapi juga dengan supervisi, bimbingan teknis dan sosialisasi perlu dilakukan bahkan sebagai upaya “premium” sebelum pengawasan, mengingat tumpukan beban perkara yang dikerjakan oleh Penuntut Umum terutama di daerah. Beratnya beban tugas seringkali membuat Penuntut Umum di daerah terlena dalam penanganan perkara dan tidak sempat untuk meng-update perkembangan peraturan dan kebijakan teknis baru. Sosialiasi ini bisa menjadi fungsi pencegah yang efektif apabila dilakukan dengan serius, artinya diperlukan pembentukan Tim Supervisi Bimbingan TeknisSosialisasi yang kompeten untuk dapat memberikan 97 bimbingan teknis secara benar terkait peraturan-peraturan teknis yang terbaru. Perlakuan pengawasan setelah itu baru bisa dijalankan, apabila kebijakan-kebijakan teknis baru sudah diketahui dan dipahami oleh para pelaksana teknis yakni Jaksa Fungsional yang bekerja dalam penanganan perkara di seluruh Indonesia. Spesialisasi Penanganan Perkara Program Prioritas Pembagian beban perkara juga perlu dipertimbangkan, khususnya untuk penanganan perkara strategis yang menjadi isu khusus dalam pembangunan hukum nasional dan menjadi program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang RPJMP. Artinya beberapa perkara memerlukan perhatian yang khusus sehingga perlu dibentuk tim yang berkonsentrasi pada bidang penanganan perkara tertentu. Pembentukan tim atau satuan tugas khusus ini mau tidak mau perlu dipertimbangkan mengingat penanganan perkara khusus tidak akan berhasil apabila para Penuntut Umum masih memiliki beban perkara lain. Padahal ketika suatu isu hukum berkembang, diperlukan penanganan yang “luar biasa” dengan ketrampilan dan pemahaman khususspesialis dalam bidangnya, agar juga dapat menghasilkan suatu penegakan hukum yang luar biasa. Optimalisasi Koordinasi Yang Sinergis Optimalisasi koordinasi yang sinergis juga merupakan kebutuhan mutlak dimana salah satu arah kebijakan dan strategi penegakan hukum yang berkeadilan adalah meningkatkan keterpaduan dalam Sistem Peradilan Pidana. Hal ini berarti, perlu upaya untuk mengaktikan peran Penuntut Umum dalam memantau perkembangan penyidikan serta bersinergi dengan penyidik melalui pemberian konsultasi, koordinasi dan konstruksi penerapan hukum yang lebih baik. Salah satu hawa segar dalam penegakan hukum terpadu sebenarnya sudah dapat diwujudkan dalam setiap tindak pidana yang bersumber dari pelanggaran pidana lingkungan hidup pasca putusan Mahkamah Bunga Rampai Kejaksaan RI Datas Ginting Suka 98 Konstitusi nomor: 18PUU-XII2014 tanggal 21 Januari 2015. Upaya ini menjadi salah satu terobosan pelaksanaan koordinasi yang lebih sinergis antara Penyidik-Penuntut Umum yang selama ini tidak dapat dilaksanakan sehubungan dengan keterbatasan ketentuan dalam KUHAP. Memulai upaya koordinasi sejak pada tahap penyelidikan dan dilakukan penyidikan secara terpadu oleh Penyidik bersama-sama dengan Penuntut Umum perlu dipikirkan dalam rangka percepatan penanganan perkara tindak pidana. Melanjutkan Pembaruan Perumusan dan Penyusunan Petunjuk Teknis Sesuai Perkembangan Hukum Baru Petunjuk Teknis yang menjadi bahan acuan penanganan perkara bagi Penuntut Umum di seluruh jajaran Kejaksaan perlu bersifat responsif terhadap perkembangan hukum baru. Ketiadaan bahan acuan menyebabkan Penuntut Umum kurang maksimal melaksanakan tugasnya, terjadi keraguan dan multi tafsir. Hal ini tentu sangat tidak kondusif dalam mendukung penegakan hukum yang memiliki kepastian hukum. Oleh karenanya perlu dibentuk tim perumus dan penyusun kebijakan teknis penanganan perkara tindak pidana umum yang khusus berkonsentrasi dalam merespon setiap perkembangan hukum baru dan segera merumuskan serta menyusunnya.

III. PENUTUP

Reformasi Birokrasi Kejaksaan sudah dilakukan dengan berbagai petunjuk teknis untuk percepatan penanganan perkara, namun perlu ditinjau kembali, seberapa jauh keberhasilan reformasi untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya di bidang penegakan hukum. Beratnya beban bidang tindak pidana umum dengan berbagai variasi dan jumlah perkara yang ditangani, dapat diatasi dengan langkah-langkah upaya percepatan antara lain meningkatkan fungsi kontrol, peningkatan 99 supervisebimbingan teknissosialisasi dengan tim yang lebih kompeten dalam penguasaan bidang teknis, spesialisasi penanganan perkara-perkara yang masuk dalam prioritas agenda nasional pembangunan hukum, optimalisasi koordinasi yang sinergis serta membentuk tim yang khusus merumuskan dan menyusun kebijakan petunjuk-petunjuk teknis yang responsif dengan perkembangan hukum baru. Segala upaya yang dilakukan dengan komitmen, terencana dan sistimatis tentunya dapat membantu mewujudkan reformasi penuntutan tindak pidana umum menuju penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Bunga Rampai Kejaksaan RI Datas Ginting Suka 100 DAFTAR PUSTAKA Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239KPid.Sus2012 Jakarta: Mahkamah Agung RI., 2012 atas nama SUIWR LAUT alias LIU CHE SUI alias ATAK dalam http:www.putusan. mahkamahagung.go.id , diakses tanggal 20 Mei 2014. Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 114PUU-X2012 dalam http: www putusan mahkamahagung.go.id, diunduh tanggal 5 Januari 2014 Reformasi Birokrasi Kejaksaan dalam http:www.kejaksaan.go.ide , diakses tanggal 16 Agustus 2015 UNDP, “Jalan Menuju Perbaikan Tata Kelola Hutan Di Indonesia”, Kajian Awal Implementasi Peraturan Bersama Penegakan Multi Hukum dan Terpadu Penanganan Kejahatan SDA-LH di Atas Kawasan Hutan dan Lahan Gambut, 29 Juli 2015 101 Implementasi Reformasi Birokrasi di Kejaksaan RI Tatang Sutarna Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung Abstrak Reformasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Atas dasar itu, muncul keinginan pemerintah untuk menata ulang sistem birokrasinya, yang terwujud dalam bentuk program reformasi birokrasi. Kejaksaan, sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut pula untuk melakukan reformasi di organisasinya, agar lebih mampu berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tulisan ini akan memaparkan hasil penelitian tentang implementasi reformasi birokrasi di Kejaksaan Republik Indonesia. Kata Kunci: Reformasi Birokrasi, Kejaksaan Republik Indonesia Abstract he bureaucratic reform means as a major change in the paradigm and governance. he Indonesian government rearranging bureaucratic system, which is manifested in bureaucratic reform program. he Indonesia Attorney Oice, as one of the law enforcement agency also required to carry out reform in the organization. Reform in the Attorney Oice intended to be more able to play a role in enforcing the rule of law, protection of public interest, human rights, and the eradication of corruption, collusion, and nepotism. his paper presents the results of research on the implementation of bureaucratic reform in the Attorney of the Republic of Indonesia. Keywords : he bureaucratic reform, he Indonesia Attorney Oice

I. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan bernegara di berbagai belahan dunia, reformasi birokrasi adalah perubahan besar dan mendasar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan, termasuk di Indonesia. Atas dasar itu, muncul keinginan dari pemerintah untuk menata ulang sistem birokrasinya dengan melakukan sejumlah terobosan. Penataan ulang sistem birokrasi dilakukan dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh- sungguh, berikir di luar kebiasaanrutinitas yang ada, merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen lembaga, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru. Semua itu ditujukan untuk memenuhi harapan adanya perbaikan pelayanan dan perbaikan tata kelola birokrasi, sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih clean government dan kepemerintahan yang baik good governance. 1 Dalam kehidupan kenegaraan modern, birokrasi semakin menjadi perangkat sentral untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pada abad kedua puluh satu ini, birokrasi menjadi demikian penting, dan masyarakat hanya akan mendapat pelayanan publik secara memuaskan jika itu diselenggarakan melalui birokrasi modern. Secara konseptual, birokrasi mengandung pengertian “adanya pengaturan agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan eisien untuk mencapai tujuan tertentu”. 2 Dan “birokrat” sebagai pelaksana penyelenggara negara serta pelayan masyarakat harus dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan 1 Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih clean government dan kepemerintahan yang baik good governance adalah birokrasi, dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan eisiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta eisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 2 Birokrasi berdasarkan deinisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organiasai yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas- aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar. Lihat, Diah Anggraeni. 2014. Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik. Bandung: Indra Prahasta, hlm. 70. Bunga Rampai Kejaksaan RI Tatang Sutarna 104 masyarakat agar ketertiban dan keadilan dapat tercapai. Di samping itu, birokrat juga dituntut untuk mampu menciptakan iklim dan tata kerja baru bagi aparatnya agar dapat mengatasi tantangan di masa yang akan datang. Pelayanan publik hanyalah merupakan salah satu manifestasi fungsi birokrasi 3 , namun yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang berkualitas yang merupakan kunci utama dalam rangka memenuhi hak-hak dasarkonstitusional rakyat sehingga pembangunan nasional dapat dilakukan secara berkelanjutan. 4 Sebagai penyelenggara aktivitas pemerintahan, birokrasi diharapkan berperan dalam banyak hal, yaitu 1 sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat;2 berkaitan dengan fungsi peraturan; dan 3 pemberdayaan masyarakat. Sedangkan, sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi meliputi: 5 1. Kelembagaan, yaitu organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran right sizing; 2. Budaya kerja, yaitu birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi; 3. Ketatalaksanaan, yaitu sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, eisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance; dan 4. SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera 3 M. Mas’ud Said. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis: Makna, Masalah dan Dekonstruksi Birokrasi Indonesia. Malang: UMM Press, hlm. 218. 4 Tauiq Efendi. 2008. Reformasi Birokrasi: Sebagai Strategi Untuk Menciptakan Kepemerintahan Yang Baik dan Pelayanan Publik Yang Berkualitas Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat. Semarang: Universitas Diponegoro Press, hlm. 80. 5 Noorsyamsa Djumara. 2009. Reformasi Birokrasi. Batam: Makalah pada Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Kepegawaian, hlm. 8. 105