Konsepsi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

didapat suatu keputusan atau tindakan yang tepat atas persoalan hukum yang ada. Melalui Legal Opinion inilah, diharapkan para pengambil keputusan dapat mengambil keputusan dengan tepat karena telah diberikan kajian dari sisi hukumnya. Legal Opinion yang diberikan tersebut disusun berdasarkan analisa yuridis normatif. Melakukan Pendampingan Hukum Legal Assistance dalam Pengadaan Barang dan Jasa PemerintahBUMNBUMD. Fraud atau perbuatan curang dalam pengadaan barangjasa dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengadaan barang jasa, mulai dari perencanaan, pembentukan panitia pengadaan, proses pengadaan, penyusunan kontrak, sampai dengan pelaksanaan kontrak. Namun demikian , secara umum fraud dalam pengadaan barangjasa terkait juga dengan kuantitas, kualitas, waktu, dan tempat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Fraud terjadi ketika ada perbuatan yang disengaja menjadikan kuantitas , kualitas, waktu, dan tempat pengadaan barang jasa menyimpang dari ketentuan perundang- undangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Dalam hal terjadi persekongkolan antara oknum panitia pengadaan dengan pihak kontraktor, maka bisa saja terjadi permalsuan data pelaksanaan barangjasa di lapangan yang dapat saja terjadi untuk menutupi tidak dilaksanakannya proses sesuai dengan kontrak. Dengan adanya Pendampingan Hukum dari Bidang Datun dalam pelaksanaan proyek, setidaknya akan meminimalisir perbuatan curang yang akan dilakukan oleh pelaksana di lapangan. Sebab, secara logika apabila suatu pelaksanaan proyek dipantau oleh aparat penegak hukum, maka pelaksana akan cenderung untuk taat hukum. Kehadiran Jaksa Pengacara Negara dari Bidang Datun ini mengandung falsafah: “ Tunjukkan , Buktikan, maka Aku Percaya “ . Pekerjaan utama dari Jaksa Pengacara Negara dalam melakukan Pendampingan Hukum, adalah menyatakan bahwa pelaksanaan suatu proyek sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau belum. Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 316 Kesimpulan ini diperoleh melalui peninjauan langsung ke lapangan, melakukan pengamatan, permintaan keterangan, dan konirmasi kepada para pelaksana sebagai dasar yang memadai untuk mengambil kesimpulan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau belum. Dengan demikian, pendampingan hukum yang dilakukan Jaksa Pengacara Negara dapat dikatakan sebagai langkah untuk : 1. Meyakinkan stakeholder bahwa pengadaan barang jasa dilakukan sesuai dengan kebutuhan, baik segi jumlah, kualitas dan waktu. 2. Meyakinkan stakeholder bahwa prosedur pengadaan barangjasa yang digariskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa telah dipenuhi. 3. Meyakinkan stakeholder bahwa kuantitas , kualitas, dan harga barangjasa yang diperoleh melalui proses pengadaan dapat dipertanggungjawabkan serta diserahterimakan tepat waktu. 4. Meyakinkan stakeholder bahwa barang yang diperoleh telah ditempatkan di lokasi yang tepat, dipertanggungjawabkan dengan benar, dan dimanfaatkan sesuai tujuan penggunaannya. 5. Mengidentiikasi apakah pelaksanaan proyek terdapat indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN dalam pengadaan barang jasa. 6. Mengidentiikasi apakah ada kelemahan sistem pengendalian intern atas pengadaan barang jasa guna penyempurnaan sistem tersebut. 7. Melakukan identiikasi apakah terdapat pejabatpegawai stakeholder yang turut serta sebagai rekanan baik langsung maupun tidak langsung dalam pengadaan barang jasa. Adanya pemberian Pertimbangan Hukum maupun Pendampingan Hukum yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara, niscaya pelaku korupsi tidak akan mampu secara sempurna menutupi perbuatannya. Hal ini dikarenakan Jaksa Pengacara Negara dari awal akan mendeteksi kejanggalan-kejanggalan berdasarkan pada keterangan dan dokumen- dokumen terkait yang sudah dipegangnya. Aksioma ini akan membantu 317 dalam pemberantasan korupsi yang terjadi pada entitas pemerintahan.

III. PENUTUP

Korupsi sebagai salah satu bentuk fraud yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintah , bersifat sangat merusak dan mengakibatkan kerugian keuangan negara. Untuk penanggulangi tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui sarana penal pemidanaan dan sarana non penal. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015, telah menempatkan pencegahan sebagai salah satu strategi pemberantasan korupsi. Sehingga diperlukan penyusunan strategi yang terpadu yang akan mengkombinasikan upaya penindakan represif dan pencegahan preventif dalam pemberantasan korupsi. Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa. Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, dapat dicegah sejak dini melalui penyusunan kontrak surat perjanjian dengan pihak ketiga, dan dilakukan monitoring terhadap pelaksanaannya. Bidang Perdata dan TUN, mengusulkan adanya pemberian Legal Opinion dan Legal Assisten untuk pengadaan barang dan jasa, dan hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Bidang Perdata dan TUN yang sudah ditetapkan. Hal ini diyakini akan mampu mencegah kebocoran uang negara. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya persiapan yang memadai dari aspek Sumber Daya Manusia SDM yaitu tersedianya Jaksa Pengacara Negara yang mempunyai penguasaan mumpuni di bidang pengadaan barang jasa serta penguasaan dalam pembuatan kontrakperjanjian, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dan pengelolaan aset, baik aset milik Pemerintah maupun aset milik Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 318 BUMN BUMD. 2. Perlu strategi yang terpadu antara aspek penindakan represif di Bidang Pidsus dan pencegahan preventif di Bidang Datun dalam pemberantasan korupsi sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya. 319 DAFTAR PUSTAKA Allison, Michael dan Jude Kaye. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2005. Barda, Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung. . Arya Maheka. Mengenali dan Memberantas Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi RI, 2006. McWalter, Ian SC. Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan untuk Indonesia, JPBooks, Surabaya, 2006. UU No. 7 tahun 2006 tentang Ratifikasi UNCAC United Nations Convention Against Corruption tahun 2003 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Peraturan Presiden RI No. 38 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 Bunga Rampai Kejaksaan RI Noor Rochmad 320 Prinsip Oportunitas dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Tolib Efendi Akademisi Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Bangkalan, Madura Abstrak Indonesia memberlakukan dua prinsip sekaligus dalam sistem penuntutan yaitu prinsip legalitas dan prinsip oportunitas. Prinsip oportunitas dipahami sebagai bentuk pengesampingan perkara, dan di Indonesia pengesampingan perkara hanya bisa dilakukan oleh Jaksa Agung dengan pertimbangan demi kepentingan umum. Di Belanda dan Inggris, prinsip oportunitas dipahami sebagai bentuk tidak menuntut suatu perkara ke pengadilan, baik dikesampingkan karena kepentingan umum maupun karena alasan lainnya. Dalam Sistem Peradilan Pidana, keberadaan prinsip oportunitas yang dianut oleh KUHAP dan Undang-Undang Kejaksaan membawa ketidaksinkronan dalam rangkaian sistem peradilan pidana yang seharusnya berjalan secara bertahap dan berjenjang. Kata Kunci: Oportunitas ,KUHAP,Jaksa Agung, Sistem Abstract Indonesia prevails simultaneously two principles on prosecution system, namely legality and opportunity principles. he opportunity principle is presumably igured out as the alienating of criminal cases, in which can only be conducted by the Attorney General under the consideration of public interest purposes. On the contrary, the opportunity principle in the Netherlands and the United Kingdom is prevailing diferently, it is considered as a form not accusing a cases through judicial process whether due to the rationality of public interest or any other consideratrions. Within the Criminal Justice System, the existence of opportunity principle which is engaged by the Criminal Procedure Code KUHAP and the Prosecution act has brought insincronization in criminal justice system theory that should have runs stagely and gradually. Keywords: Opportunity, Code of Criminal Procedure, Attorney General, System

I. PENDAHULUAN

Kejaksaan, Kepolisian dan Kehakiman adalah tiga serangkai dalam penegakan hukum, khususnya dalam perkara pidana di Indonesia. Pemikiran ini bukan berarti mengesampingkan kedudukan advokat yang secara tegas juga diakui sebagai salah satu unsur penegak hukum 1 . Akan tetapi, ketiga serangkai penegak hukum tersebut merupakan representasi dari negara dalam menegakkan peraturan perundang-undangan, sedangkan kedudukan advokat adalah untuk membantu dan melindungi serta menjamin diberikannya hak-hak tersangka terdakwa ketika proses pemeriksaan perkara pidana berlangsung. Proses pemeriksaan perkara pidana dilakukan secara bertahap dan berjenjang, dimana masing-masing tahapan merupakan kewenangan mutlak dari lembaga yang berdiri secara independen walaupun tetap memiliki hubungan koordinasi. Tahapan proses pemeriksaan perkara pidana tersebut merupakan satu rangkaian sistem yang terdiri dari proses: 1. Penyidikan Opsporing; 2. Penuntutan Vervolging; 3. Pengadilan Rechtspraak; 4. Pelaksanaan Putusan Hakim Executie; 5. Pengawasan dan Pengamatan Putusan Pengadilan 2 . Rangkaian sistem tersebut di atas, yang disebut dengan “sistem peradilan pidana” yang terdiri dari subsistem-subsistem dimana masing- masing subsistem juga merupakan sistem kecil, salah satunya adalah sistem 1 Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat termasuk sebagai penegak hukum. 2 Tolib Efendi, “Re-Evaluasi Sistem Penuntutan dalam KUHAP”, Jurnal Media Huku- mVol. 19No. 1, Yogyakarta, Juni 2012, Hlm. 112. Bunga Rampai Kejaksaan RI Tolib Efendi 322