Membangun Sinergi dan Kemitraan Strategis antara Komisi Kejaksaan dan
Kejaksaan
Ferdinand T. Andi Lolo
Anggota Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Periode 2015-2019, Jakarta
Abstrak
Komisi Kejaksaan dibentuk sebagai salah satu langkah pengawasan untuk pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan baik di lingkungan Kejaksaan.
Tugas pokok Komisi Kejaksaan mencakup 3 tiga hal yaitu : pengawasan, pemantauan dan penilaian yang hasilnya akan direkomendasikan kepada
Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti. Karena itu, Komisi dan Jaksa Agung harus menjadi mitra strategis dalam melakukan pengawasan, pemantauan
dan penilaian terhadap Jaksa dan pegawai Kejaksaan. Tulisan ini akan menjabarkan enam matra yang menjadi fokus pelaksanaan tugas Komisi
dalam jangka pendek dan jangka menengah.
Kata Kunci : Komisi Kejaksaan RI, Jaksa Agung, Pengawasan
Abstract
Prosecutorial Commission was established as one of the control measures for the implementation of clean government and good in the AGO. he
principal tasks Prosecutorial Commission includes three 3 areas: surveillance, monitoring and assessment. he results are recommended
to the Attorney General for further action. herefore, the Commission and the Attorney General should be the strategic partner in conducting
surveillance, monitoring and assessment of prosecutors and employees of the Prosecutor. his paper will describe the six dimensions that became
the focus of the implementation of the Commission’s task in the short and medium term
Keywords : Prosecutorial Commission, Attorney General, Surveillance
I. PENDAHULUAN
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia lahir berdasarkan pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia selanjutnya disebut UU Kejaksaan dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia
selanjutnya disebut Komisi. Tugas pokok Komisi Kejaksaan mencakup 3 tiga macam yaitu : pengawasan, pemantauan dan penilaian. Hasil
pengawasan, pemantauan dan penelitian kemudian direkomendasikan kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.
Pada 6 Agustus 2015, Presiden telah melantik 9 sembilan anggota Komisi periode 2015-2019 yang merupakan komisioner periode ke-3,
sejak Komisi Kejaksaan dibentuk
1
. Pasca pelantikan, dilakukan kunjungan kehormatan ke Kejaksaan Agung RI yang diterima oleh Jaksa Agung dan
jajaran pimpinan Kejaksaan Agung. Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak sepakat untuk bersinergi dengan melakukan kemitraan
strategis. Jaksa Agung Prasetyo menegaskan kembali komitmennya yang diberikan di istana negara seusai pelantikan para komisioner bahwa
Kejaksaan akan membuka akses seluas-luasnya kepada Komisi dan mengharapkan masukan-masukan yang konstruktif dari Komisi untuk
lebih memberdayakan korps Adhiyaksa.
Dan Komisi menyambut baik keterbukaan dan komitmen Jaksa Agung untuk membangun komunikasi yang lebih baik dan beretika serta
meningkatkan koordinasi hingga tataran lapangan. Komisi dan Kejaksaan sepakat untuk bersama-sama meningkatkan kualitas organisasi Kejaksaan
di enam matra, yaitu: i Kapasitas dan Kapabilitas Sumber Daya Manusia SDM; ii Kesejahteraan personil; iii Operasi yang efektif dan eisien;
iv Dukungan logistik yang memadai; v Pengamanan personil dan asset;
1
Komisi Kejaksaan beranggotakan tiga orang dari unsur pemerintah yaitu: Sumarno; Yuswah Kusumah; dan Tudjo Pramono dan enam orang dari unsur masyarakat yaitu: Erna
Ratnaningsih; Ferdinand T. Andi Lolo; Pultoni; Barita Simanjuntak; Yuni Arta Manalu; Indro Sugianto.
Bunga Rampai Kejaksaan RI Ferdinand T. Andi Lolo
32
serta vi perbaikan sistem penghargaan dan tindakan disiplin reward and punishment.
Tulisan ini akan menjabarkan enam matra yang menjadi fokus pelaksanaan tugas Komisi dalam jangka pendek dan jangka menengah.
Sebelumnya, akan dilakukan analisis Tugas Pokok dan Fungsi Tupoksi Komisi serta potensi-potensi masalah dalam pelaksanaannya, dan
kemudian menjabarkan enam matra yang menjadi fokus pelaksanaan tugas Komisi.
II. PEMBAHASAN A.
Analisis Tugas Pokok dan Fungsi Komisi Kejaksaan Pembentukan Komisi Kejaksaan merupakan suatu langkah
pengawasan dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan baik dilingkungan Kejaksaan. Tugas Komisi sendiri mengacu kepada
Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2011 “Perpres 182011”. Pasal 3 yang berbunyi:
Komisi Kejaksaan mempunyai tugas: a. Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap
kinerja dan perilaku Jaksa danatau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan kode etik;
b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap perilaku jaksa danatau pegawai kejaksaan baik di dalam maupun
di luar kedinasan; dan c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi,
tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan
Pasal ini memberikan tiga tugas utama kepada Komisi yaitu: melakukan pengawasan; pemantauan dan penilaian. Tidak ada penjelasan dari pasal
tersebut tentang deinisi dan batasan ketiga tugas utama tersebut.
33
Dengan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI untuk ketiga terminologi diatas, penulis secara kontekstual mengartikan tugas
pertama yaitu “pengawasan”, sebagai “melihat dan memperhatikan dengan seksama kinerja dan perilaku personil Kejaksaan, baik itu Jaksa
maupun Pegawai Kejaksaan; kondisi organisasi; operasi; dan sumber daya manusia Kejaksaan.” Tugas kedua yaitu “pemantauan” penulis artikan
sebagai “mengamati dengan cermat secara khusus kinerja dan perilaku personil Kejaksaan, baik itu Jaksa maupun Pegawai Kejaksaan; kondisi
organisasi; operasi; dan sumber daya manusia Kejaksaan.” Tugas ketiga yaitu “penilaian” penulis artikan sebagai “menentukan kadar atau mutu
atau kualitas kinerja dan perilaku personil Kejaksaan; kondisi organisasi; operasi; dan sumber daya manusia Kejaksaan.”
Sepintas terminologi “pengawasan” dan “pemantauan” membingungkan, karena adanya kemiripan pada keduanya. Ditambah lagi, KBBI juga
mengartikan “pemantauan” sebagai “pengawasan.” Lalu mengapa Perpres 182011 membagi tugas Komisi menjadi tugas pengawasan dan tugas
pemantauan padahal pada hakekatnya pelaksaan kedua tugas tersebut merujuk pada kegiatan atau tindakan yang sebenarnya sama? Tidak ada
alasan yang diberikan mengenai hal ini, sehingga penulis berinisiatif untuk menjelaskannya melalui interpretasi pemaknaan.
Ketika melakukan “pemantauan” sebenarnya Komisi telah menjalankan tugas pengawasan namun tugas pengawasannya bersifat pasif. Artinya
komisi melakukan observasi mengamati dan mencatat pada aktivitas personil; kondisi struktur dan aspek operasional Kejaksaan. Ketika
melakukan “pengawasan” maka Komisi menjalankan tugas pengawasan secara aktif. Artinya tidak hanya sebatas melakukan observasi namun juga
dapat melakukan tindakan-tindakan korektif jika diperlukan.
Jika mengacu pada interpretasi pemaknaan diatas maka Pasal 3 ini kurang memperhatikan tata urutan logis pelaksaan tugas komisi. Pasal
ini mengurutkan tugas komisi sebagai berikut: 1 pengawasan; 2
Bunga Rampai Kejaksaan RI Ferdinand T. Andi Lolo
34
pemantauan; dan 3 penilaian. Seyogyanya tata urutan tugasnya adalah sebagai berikut: 1 pemantauan; 2 penilaian; dan 3 pengawasan.
Tugas pertama komisi adalah melakukan pemantauan terhadap Sumber Daya Manusia; struktur dan operasi Kejaksaan. Jika kita analogikan
dengan tindakan dalam dunia medis, maka tugas pertama Komisi adalah melakukan diagnosa secara akurat untuk menentukan masalah apa yang
ada pada Kejaksaan dan penyebab timbulnya masalah tersebut. Setelah masalah dapat di inventarisir, maka komisi menjalankan tugas keduanya
yaitu penilaian. Dalam konteks ini, Komisi memberikan semacam asesmen untuk secara konkrit menentukan tingkat masalah sehingga ada klasiikasi
sesuai dengan situasinya. Ada masalah yang dapat dikategorikan sebagai masalah ringan; ada yang dapat dikategorikan sebagai masalah sedang
dan ada yang dapat dikategorikan sebagai masalah berat. Dengan adanya klasiikasi masalah-masalah kemudian dapat ditentukan skala prioritas
dan akhirnya dapat ditentukan metode penanganannya. Hasil penilaian terkait kondisi aktual lapangan ditindak lanjuti dengan rekomendasi
perbaikan kepada Jaksa Agung dan pimpinan Kejaksaan.
Setelah masalah-masalah dapat dinilai melalui assessment maka selanjutnya Komisi menjalankan tugas ketiganya yaitu melakukan
pengawasan atas tindak lanjut dari Kejaksaan terhadap rekomendasi yang diberikan. Sebagaimana telah disebutkan diatas, pengawasan ini adalah
pengamatan aktif artinya komisi menjalankan fungsi kontrol. Ketika ada rekomendasi yang tidak dijalankan atau dijalankan tidak sebagaimana
mestinya maka komisi berwenang untuk meminta penjelasan dari unit terkait jika diperlukan. Jika masih belum ada respons yang memadai, maka
Komisi dapat meminta penjelasan kepada Jaksa Agung dan bahkan dapat memberikan laporan kepada Presiden jika pada level Jaksa Agung masalah
belum dapat terselesaikan.
Pasal 3 memberikan ruang lingkup tugas yang sangat luas kepada Komisi, karena bukan saja harus melakukan pemantauan, penilaian dan
pengawasan personil saat menjalankan dinas namun juga saat personil
35
berada di lingkungan masyarakat atau sedang menjalankan fungsi pribadinya. Luasnya tugas komisi berbanding terbalik dengan sumber daya
manusia yang dimilikinya. Dengan hanya sembilan komisioner, Komisi praktisi dibebani tugas selama 24 jam memantau, menilai dan mengawasi
personil Kejaksaan. Tugas ini semakin berat karena selain keterbatasan sumber daya manusia, komisi juga menghadapi kendala besarnya jumlah
personil Kejaksaan dan kendala geograis mengingat luasnya wilayah kerja Kejaksaan yang meliputi seluruh Indonesia.
Untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan tugas pemantauan, penilaian dan pengawasan sebagaimana disebut diatas, maka Komisi dapat
menjalankan kemitraan strategis dengan elemen-elemen masyarakat. Kemitraan strategis dapat dilakukan dengan kalangan akademisi maupun
dari kalangan lembaga non pemerintah, yang memiliki kapasitas dan kapabilitas serta kepentingan untuk mewujudkan institusi Kejaksaan yang
memiliki personil-personil berintegritas dan profesional.
Untuk mewujudkan kemitraan strategis ini diperlukan perluasan jaringan networking. Jaringan yang ada saat ini, yaitu adanya kemitraan
dengan beberapa universitas, masih terlalu kecil dan belum cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dengan diperluasnya kemitraan
strategis maka komisi dapat hadir di lebih banyak wilayah melalui representasi mitra-mitranya. Namun ,perlu diperhatikan juga bahwa
dengan keterbatasan anggaran maka pilihan kemitraan menjadi terbatas. Komisi pada saat ini belum mampu menanggung biaya operasional mitra-
mitranya sehingga diharapkan mitra dapat membiayai operasinya sendiri. Hal ini tentu mengurangi antusiasme mitra-mitra potensial mengingat
anggaran operasi sering menjadi kendala kegiatan.
Pasal 3 tidak hanya berhenti dengan memberikan tugas kepada komisi kejaksaan terkait dengan aspek sumber daya manusia Kejaksaan
lingkup tugas pertama, namun masih menambah tugas-tugas lain, yaitu melakukan pemantauan, penilaian dan pengawasan kondisi organisasi
Bunga Rampai Kejaksaan RI Ferdinand T. Andi Lolo
36
Kejaksaan lingkup tugas kedua. Hal ini tidak mudah karena beberapa faktor, selain keterbatasan komisioner, diantaranya adalah rendahnya
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kejaksaan. Hal ini nampak dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Harian Kompas pada
Januari 2015, yang menunjukkan hasil bahwa dari 100 seratus responden yang ditanya tingkat kepercayaannya terhadap lembaga-lembaga penegak
hukum, hanya 3 tiga responden yang percaya pada Kejaksaan. Kepolisian RI yang melakukan banyak tindakan kontroversial di mata masyarakat,
seperti adanya dugaan kriminalisasi terhadap pegiat-pegiat anti korupsi, melindungi rekan-rekan satu korps yang diduga menumpuk harta
kekayaan secara tidak sah atau lebih dikenal dengan “rekening gendut,” justru lebih banyak mendapat kepercayaan responden,yaitu 12 dua belas
responden menyatakan masih percaya kepada polisi. Ditempat tertinggi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang dipercaya 67 enam
puluh tujuhresponden. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat dapat dijadikan salah satu indikator kurang bagusnya kondisi organisasi. Komisi
berkewajiban untuk berkoordinasi dengan Jaksa Agung dan pimpinan Kejaksaan untuk mengidentiikasi faktor-faktor yang menyebabkan
buruknya kondisi organisasi serta merekomendasikan tindakan-tindakan segera quick wins, maupun tindakan-tindakan jangka menengah dan
jangka panjang untuk menyehatkan organisasi Kejaksaan dan memulihkan kepercayaan masyarakat.
Lingkup tugas komisi berikutnya, adalah melakukan pemantauan, penilaian dan pengawasan terkait operasional Kejaksaan atau disebut
sebagai tata kerja lingkup tugas ketiga. Komisi menghadapi tantangan berbeda dibandingkan dengan tugas-tugas yang lain. Tantangan Komisi
disini adalah tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal adalah ego sektoral antar unit; adanya kepentingan-kepentingan terselubung
vested interest para personil atau pengambil keputusan dan kurangnya kapasitas dan kapabilitas para personil
2
.
2
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Efendy dalam suatu
37