Hasil Penelitian
4.2.3 Komponen Produk
4.2.3.1 Pembentukan Team pengelola Pengelolaan inklusi di SDN I Mangunsari merupakan sebuah team work dan Kepala sekolah sebagai penanggungjawab. Team work ini saling bekerjasama untuk mewujudkan program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari. Hal ini sesuai dengan 4.2.3.1 Pembentukan Team pengelola Pengelolaan inklusi di SDN I Mangunsari merupakan sebuah team work dan Kepala sekolah sebagai penanggungjawab. Team work ini saling bekerjasama untuk mewujudkan program pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari. Hal ini sesuai dengan
“Pengelolaan di sekolah kami sebagai penyelenggara inklusi terdiri dari guru dan kepala sekolah. Untuk
memudahkan koordinasi saya menugaskan pak Puji Sariyanto sebagai petugas pengelola. Tanggungjawab tetap berada di tangan saya”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal ini diperkuat pendapat oleh pendapat Puji Sariyanto sebagai berikut:
“Berdasarkan struktur pengelolaan inklusi saya diberi tugas untuk mengelola dengan kerjasama dengan semua guru”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Kedua pendapat tersebut diperkuat lagi oleh Sutanto sebagai Komite Sekolah sebagai berikut:
“Pengelolaan penyelenggaraan sekolah inklusi ditugaskan kepada pak Puji Sariyanto dan dukungan kerjasama
dengan guru, kepala sekolah, dan saya sebagai komite sekolah”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
Keberhasilan SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi memberi kesempatan anak berkebutuhan khusus bersekolah di lingkungan tempat tinggalnya. Penyatuan anak berkebutuhan khusus dan siswa normal dalam kondisi pembelajaran dapat meningkatakn rasa sosial yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil observasi di lapangan siswa normal beramai-ramai menjemput temannya yang menderita tuna daksa dengan mendorong kursi roda selain itu mereka bersedia mengantar ke kamar kecil.
Anak berkebutuhan khusus tersebut mengalami tuna ganda yaitu tuna daksa dan slowleaner. Perlakuan yang sedemikian rupa menumbuhkan rasa percaya diri bagi ABK dan ia merasa dihargai sebagai manusia. Hal ini terlaksana dengan baik karena program-program pendidikan inklusi dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari pengelolaan pendidikan inklusi terlihat dari rasa sosial yang tinggi di antara anak berkebutuhan khusus dengan siswa normal. Hasil observasi di lapangan ditemukan struktur organisasi penyelenggara sekolah inklusi di SDN I Mangunsari seperti gambar 4.1
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Sekolah Inklusi
Komite Sekolah Kepala Sekolah
Pengelola Puji Sariyanto
Guru
Siswa
4.2.3.2 Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Pendataan awal jumlah ABK sejumlah enam belas siswa. Setelah sekolah mengadakan identifikasi dengan membawa ABK mengikuti tes psikologi di rumah sakit jiwa Magelang diidentifikasi ada delapan siswa ABK. Dari kedelapan siswa tersebut satu siswa pindah ke sekolah lain di Wonosobo. Anak tersebut menderita tuna rungu dan tuna wicara. Pihak sekolah memandang orang tua anak berkebutuhan khusus tersebut dikategorikan mampu dalam ekonomi. Hal ini dilakukan sekolah agar anak tersebut mendapat penanganan yang lebih baik lagi karena di SDN I Mangunsari tidak dapat memberi pelayanan secara maksimal. Hal ini sesuai dengan penjelasan Kepala Sekolah sebagai beikut:
“Kami memberi pengerahan kepada orang tua yang
mampu ekonominya agar memberikan pendidikan yang lebih kepada anaknya. Hal ini dipahami orang tua
karena ABK yang dimaksudkan karena ketunaan yang dimiliki tuna ganda yang kami tidak dapat menangani.
Hasil tes psikologi terdapat tujuh ABK dengan kategori lima siswa slowleaner, satu siswa ADHD atau istilahnya
tuna laras, dan satu lagi tuna ganda (tuna daksa dan
slowleaner) (wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Puji Sariyanto sebagai berikut:
“Pendataan ABK semula berjumlah enam belas siswa
dengan pengertian anak yang nilainya jelek kami masukkan jenis ABK. Setelah dites di RSJ Magelang
didapat delapan siswa ABK. Satu ABK tuna ganda
dengan kelainan yang berlebih kami tidak bisa menangani karena memang kami bukan guru sekolah
luar biasa. Maka kepala sekolah merujuknya ke luar biasa. Maka kepala sekolah merujuknya ke
(wawancara tanggal 18 April 2015)
Kedua pendapat tersebut diperkuat lagi dengan pendapat Budiyono Yakobus sebagai berikut:
“Menurut hikmat saya yang dinamakan ABK adalah
anak dengan nilai prestasi belajar rendah. Maka kami mendata ABK berdasarkan nilai akademik karena
pada saat itu kami belum mengetahui jenis ABK. Ternyata setelah dites di Magelang hanya ada delapan siswa dan satu siswa pindah di Wonosobo.”
(wawancara tanggal 18 April 2015) Berdasarkan temuan dilapangan hasil
wawancara dengan ketiga nara sumber dapat dibuktikan dengan Studi dokumen berupa hasil tes psikologi dari rumah sakit jiwa Magelang. Hasil terlampir.
4.2.3.3 Workshop Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Out put guru dalam keikutsertaan workshop guru berkesempatan untuk mengembangkan diri untuk lebih berkreatif. Ilmu yang diperoleh diterapkan di sekolah untuk menangani siswa baik siswa normal maupun anak berkebutuhan khusus. Workshop dapat diikuti semua baik yang diadakan di Semarang maupun di sekolah lain maupun di KKG. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebgai berikut:
“Pada setiap kesempatan workshop yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi saya sebagai
Kepala Sekolah selalu mengikutsertakan guru. Hal ini
bertujuan agar ilmunya dapat diterapkan di sekolah”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal senada juga disampaikan oleh Puji Sariyanto sebagai berikut:
“workshop mengenai pendidikan inklusi selalu kami ikuti
kami dapat mengimplementasikan ke dalam proses pembelajaran. Selai itu kami sebagai guru di sekolah inklusi dapat
sharing dengan teman guru yang juga mengajar di
sekolah inklusi”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Kedua pendapat tersebut dikuatkan lagi dengan pendapat Ema Darliyah sebagai berikut:
“Kami sebagai guru pendidikan inklusi selalu mengembangkan diri dengan mengikuti workshop
selain itu kami juga mengikuti kegiatan KKG”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
Studi di lapangan ditemukan beberapa kegiatan guru inklusi untuk mengikuti workshop dalam rangka mengembangkan karir. Hal ini dibuktikan dengan sertifikat keikutsertaan kegiatan workshop.
Selanjutnya tabel 4.9 menggambarkan kegiatan pengembangan karir guru inklusi di SDN I Mangunsari.
Tabel 4.9 Peningkatan Karir Guru Penyelenggara Inklusi
No Peserta
Materi
Penyelenggar Bukti
a Fisik
1. Kepala Fasilitasi BP-Dikjur Sertifikat sekolah
sekolah plus guru inklusi Kepala
Peningkatan SMPN 4
Sertifikat
2. sekolah tenaga Temanggung plus guru pendidik inklusi
3. Kepala Program
Sertifikat sekolah
SDN
kerja inklusi Tegalrejo,
plus guru
Bulu
6. Kepala Manajemen
Sertifikat sekolah
LPMP
inklusi Semarang
Sumber: Hasil wawancara dengan Kepala sekolah
4.2.3.4 Modifikasi Kutikulum Model kurikulum yang digunakan di SDN I Mangunsari adalah modifikasi kurikulum. Modifikasi terletak pada komponen utama pembelajaran yakni tujuan, materi, proses, dan penilaian. Tujuan modifikasi
menyelaraskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan ABK agar siswa dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan potensi. Layanan di sekolah juga diberikan kepada ABK tertuang pada kurikulum. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
kurikulum
adalah
“Model yang kami ambil adalah modifikasi kurikulum hal ini dilakukan untuk menyelaraskan kebutuhan
ABK. Empat komponen penting dalam pembelajaran meliputi tujuan, materi, proses dan penilaian. Selain itu
kami memncantumkan program khusus di kurikulum
sesuai ketunaan yang diderita ABK”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal ini diperkuat dengan diperkuat dengan hasil wawancara dengan Budiyono Yakobus sebagai berikut:
“Program khusus ABK kami masukan di kurikulum untuk membedakan kurikulum sekolah inklusi dengan
sekolah reguler pada umumnya. Program khusus kami buat sesuai dengan kelainan yang diderita ABK. Model
kurikulum di SD kami adalah model modifikasi yaitu
memuat empat komponen pokok pembelajaran aliyu
tujuan, materi, proses dan penilaian”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Pendapat kedua nara sumber tersebut diperkuat lagi oleh Komite Sekolah sebagai berikut:
“Sekolah memasukkan program khusus di kurikulum inklusi”. (wawancara tanggal 19 April 2015)
Berikut tabel program khusus inklusi.
Tabel 4.10
No Jenis ABK
1. Slowleaner Bina
Melalui
bina diri
Diri
keterampilan hidup sehari-hari
diharapkan bermanfaat
dalam membina anak
dalam mengembankan
daya motoris, sensoris maupun sensormotoris
2. Tuna
Mengembangkan anak Daksa
Bina
gerak
tuna daksa baik segi fisik, psikis,
emosi dan
sosialnya
agar anak mampu menolong dirinya sendiiri, dapatmelakukan keterampilan
hiduo sehari-hari, dapat hidup bermasyarakat.
3. ADHD Bina diri Agar dapat menguarangi dan bina tindakan yang tidak lazim sosial
dan dapat menggangu orang lain, dapat melakukan keterampilan hidup sehari-hari, dapat hidup bermasyarakat tanpa banayak bantuan orang lain.
Sumber: Kurikulum SDN I Mangunsari
Berdasarkan hasil obeservasi di lapangan ditemukan hasil mmodifikasi kurikulum yang berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dokumen RPP terlampir.
4.2.3.5 Pengadaan Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara inklusi sudah cukup memadai namun masih perlu penambahan lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Dengan turunnya dana dari APBD I kami manfaatkan
untuk melengkapi sarana dan prasarana di sekolah kami namun masih ada beberapa perlu penambahan. Ruang
bimbingan khusus dan ruang perpustakaan khusus ABK belum ada. Namun buku-buku khusus ABK sudah tersedia. Pengelolaannya kami tugaskan kepada pak Puji
sariyanto.” (wawancara tanggal 23 April 2015) Pendapat Kepala Sekolah diperkuat oleh pendapat Puji Sariyanto sebagai berikut:
“ Dana APBD I kami gunakan untuk melengkapi sarpras di sekolah kami. Tujuannya agar proses pelaksanaan
pendidikan inklusi dapat berjalan dengan baik.”.
(wawancara tanggal 18 April 2015)
Dari hasil observasi mengenai sarana dan prasarana di SDN I Mangunsari sudah cukup memadai namun ruang bimbingan khusus dan ruang perpustaan khusus belum ada. Berikut tabel keadaan sarana dan prasana:
Tabel 4.11 Sarpras SDN I Mangunsari
NO Nama Barang Ketersediaan
1 Ruang bimbingan khusus
2 Ruang perpustakaan
3 Komputer/lap top Tersedia
4 Alat peraga Tersedia
5 Kursi roda Tersedia
6 Whitebord Tersedia
7 Alat music Tersedia
8 Alat olahraga Tersedia
9 Ruang UKS Tersedia
10 LCD Tersedia
11 TV Tersedia
12 Meja Autis Tersedia
13 DVD dan CD pembelajaran Tersedia
14 Rak buku dan almari Tersedia khusus ABk
15 Buku bacaan ABK Tersedia
16 Alat permainan Tersedia
Sumber: Laporan Kepala Sekolah SDN I Mangunsari
4.2.3.6 Pengadaan Guru Pembimbing Khusus
Penyelenggaraan sekolah inklusi tidak terlepas dari peran guru pembimbing khusus (GPK). Begitu pula dengan SDN I Mangunsari melaksanakan kerjasama dengan SDLBN Temanggung. Biaya yang dianggarkan sebanyak Rp 2.400.000,00 dengan rincian Penyelenggaraan sekolah inklusi tidak terlepas dari peran guru pembimbing khusus (GPK). Begitu pula dengan SDN I Mangunsari melaksanakan kerjasama dengan SDLBN Temanggung. Biaya yang dianggarkan sebanyak Rp 2.400.000,00 dengan rincian
“GPK kehadirannya tergantung dana atau beasiswa ABK maka dari itu kehadirannya tidak secara rutin
sekali datang empat guru dengan dana sebesar Rp 75.000,00 dikalikan empat ketemu Rp 300.000,00. Cara mengajar sama seperti kita mengajar setiap harinya berdasarkan temuaannya tersebut kami memutuskan untuk menangani ABK sesuai dengan kemampuan
pembelajaran individual kami tangani bersama guru kelas. Saya juga turun langsung menangani ABK”.
(wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal tersebut dikuatkan pendapat Toto Sarwito sebagai berikut:
“Sebetulnya kebutuhan GPK pada sekolah kami sangat diharapkan namun harapan itu pupus
sudah karena pendanaan . kami pernah mendatangkan GPK dari SDLBN Temanggung namun dirasakan tidak efektif maka dari itu kami
memutuskan untuk
memberi
pembelajaran
individual bersama dengan leh guru dan kepala sekolah”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Hal tersebut di atas diperkuat lagi oleh Ema Darliyah sebagai berikut:
“Harapan kami sebagai penyelenggara sekolah inklusi mempunyai GPK sendiri sehubung kami tidak mempunyai GPK sendiri maka kami mengadakan
kerjasama dengan
SDLBN
Temanggung.
Kehadirannya dirasa tidak efektif maka kami sepakat Kehadirannya dirasa tidak efektif maka kami sepakat
workshop”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kehadirannya GPK tidak efektif dan penanganan seperti mengajar biasa. Hasil observasi di lapangang pembelajaran individual dilaksanakan guru kelas dan kepala sekolah.
4.2.3.7 Pengalian Sumber Dana Sumber dana penyelenggara pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari dari APBD I. Pemanfaatannya untuk melengkapi sarana dan prasrana sekolah. Selain itu sekolah berkejasama dengan komite sekolah mencari dana ke pemerintah desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Kepala Sekolah sebagai berikut:
“Dana yang kami dapatkan hanya dari APBD I maka dari itu untuk melengkapi sarpras kami bekerjasama dengan
komite sekolah. Yang dilakukan komite sekolah
mengadakan koordinasi dengan pemerintah desa. Kami mendapatkan penambahan dana dari pemerintah desa sebanyak Rp 1.000.000,00. Uang tersebut kami gunakan
untuk menambah anggaran pembelian drum band”. (wawancara tanggal 23 April 2015)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Sutanto sebagai Komite Sekolah sebagai berikut:
“ Berhubung sunber dana pendidikan inklusi di SDN I
Mangunsari hanya bersumber dari APBD I maka saya
selaku komite sekolah mengadakan koordinasi dengan
pemerintah desa untuk peduli kepada dunia pendidikan
inklusi. Hal ini membuahkan hasil dana yang terkumpul sebanyak Rp. 1.000.000,00. Uang tersebut saya inklusi. Hal ini membuahkan hasil dana yang terkumpul sebanyak Rp. 1.000.000,00. Uang tersebut saya
19 April 2015)
Hal tersebut di atas diperkuat lagi dengan pendapat Setyo Yuliani sebagai berikut:
Kerjasama yang baik dari pihak sekolah dengan komite “ sekolah membuahkan hasil yang harmonis. Hal ini dapat dibuktikan dengan kinerja komite yang mendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari. Komite berusaha mencari dana untuk mewujdkan SDN I Mangunsari sebagai penyelenggara sekolah inklusi”. (wawancara tanggal 18 April 2015)
Hasil observasi di lapangan ditemukan alat drum band yang sebagian dananya dari komite sekolah. Hal ini diperkuat dengan rencana kegiatan angaran sekolah. Pada anggaran itu tercantum dana dari pemerintah desa.
4.2.3.8 Pencarian Bakat Hasil pelaksanaan program pencaraian bakat anak berkebutuhan khusus tidak dapat berjalan. Hal ini siswa yang mempunyai bakat menyanyi pindah ke Wonosobo sedangkan untuk olahraga juga tidak dapat berjalan. Penemuan di lapangan kegiatan pencarian bakat pada kegiatan olahraga terhenti. Hal ini dikarenakan anak berkebutuhan khusus tidak mau datang pada kegiatan ekstrakuliker selain itu guru kesulitan mengkoordinasi ABK karena memang siswanya hiperaktif cenderung sesuka hati.
wawancara dari beberapa sumber pada pelaksanaan komponen produk dapat disimpulkan seperti tabel berikut:
Berdasarkan
hasil
Tabel 4.12 Tabel komponen Produk Penyelenggaraan Inklusi
No Kegiatan Waktu Pengelola Biaya Produk
1. Team
2.570. Sosialisa pengelola
Selama
Kepala
pengelo Sekolah
000 si ABK
laan
dan Non ABK terjalin dengan
baik
2. Identifikasi Awal
7 anak ABK
pelajar sekolah
tergan uhan
an
koordinas tung khusus
i dengan
3. Workshop Awal
1.760. Sertifika penyelengg penyele Diksus,
BP-
000 t dan ara inklusi nggara LPMP,
pembelaj aran
4. Modifikasi Awal
3.350. RPP kurikulum tahun
Team
pengemba 000
pelajar ng an
5. Sarana
38.10 Komput dan
Tahun Team
5.000 er/lap prasarana
work
top, alat peraga, rak buku, DVD dan CD pembelaj top, alat peraga, rak buku, DVD dan CD pembelaj
d, alat music,
6. Pengadaan Selama Kerjasam 2.400. Tidak
GPK
pembel
a dengan 000 terlaksa
ajaran SDLBN
na
Temangg ung
7. Pengalian
50.00 Kegiatan sumber
Awal
APBD I
0.000 pelaksan dana
penyele
nggara Pemerinta 1.000. aan an
h desa
000 sekolah inklusi. Dan drum band
8. Pencarian Selama Kepala - Tidak bakat
terlaksa melalui
pembel sekolah,
na kegiatan
ajaran guru
Sumber: Laporan tertulis Kepala Sekolah