Faktor pajak yang terlibat dalam setiap situasi sangat terbatas sekali dan apabila misalnya diinginkan suatu beban pajak penghasilan yang efesien, maka
perencana pajak sebaiknya: 1.
Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau penghasilan kena pajak di
ganti dengan penghasilan yang tidak kena pajak atau pengenaan pajaknya di tangguhkan.
2. Tingkat biaya-biaya yang dapat di kurangkan atau biaya tertentu yang
tidak dapat di kurangkan dari penghasilan kena pajak di kurangi dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat di kurangkan.
3. Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau
perpendek jangka waktu biaya-biaya yang dapat dikurangkan. 4.
Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak,
dan hasil akhir neto harus memperbesar laba setelah pajak penghasilan.
B. Perencanaan Pajak Untuk Menentukan Jumlah Pajak Terutang
Sistem perpajakan menganut prinsif substansi mengalahkan bentuk formal substance over form rule. Walau perusahaan telah memenuhi kewajiban
secara formal, tetapi kalau ternyata subtansi menunjukkan lain atau motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, administrasi pajak
fiskus dapat menganggap bahwa wajib pajak kurang patuh dalam memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kewajiban perpajakannya. Apabila terjadi perbedaan interpretasi fakta perpajakan maka lembaga peradilan pajak yang akan memutuskan.
Menurut Erly Suandy 2007 : 119 Langkah-langkah praktis yang dapat dijabarkan dari ketiga langkah tersebut yang bertujuan untuk mengefisienkan
beban pajak dalam perencanaan pajak perusahaan adalah: 1.
Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum legal entity yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila
dilihat dari perspektif perpajakan kadang pemilihan bentuk badan hukum legal entities bentuk perseorangan, firma dan kongsi
partnership adalah bentuk yang lebih menguntungkan dibanding perseroan terbatas yang pemegang sahamnya perorangan atau badan
tetapi kurang 25, akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh
oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang
kurang dari 25. Sebagai contoh: pemilihan bentuk usaha perseorangan akan lebih
menghemat pajak karena terhindar dari pengenaan pajak berganda seperti yang terjadi pada bentuk usaha perseroan terbatas. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
PT.X
PEMILIHAN BENTUK USAHA
BENTUK USAHA PERSEORANGAN BENTUK USAHA PERSEROAN TERBATAS
Penghasilan kena pajak Rp.250.000.000,00 Hutang PPh Tarif Pasal 17:
10 x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15 x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00
30 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00 Total Hutang PPh Rp. 57.500.000,00
Laba Setelah Pajak Rp. 192.500.000,00 Untuk Badan usaha Berbentuk perseorangan, tidak
dikenakan lagi PPh untuk penghasilan pribadi. Penghasilan Kena pajak Rp. 250.000.000,00
Hutang PPh Tarif Pasal 17: 10 x 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
15 x 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30 x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 45.000.000,00
Total Hutang PPh Rp. 57.500.000,00 Laba Setelah Pajak Rp. 192.500.000,00
Apabila diasumsikan bahwa pemegam saham perusahaan tersebut hanya 2 dua orang saja, maka penghasilan yang
mereka terima masing-masing adalah : Rp. 192.500.0002 = Rp. 96.250.000,00 PPh yang terutang atas penghasilan
mereka masing-masing adalah: 5 x Rp. 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10 x Rp. 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15 x Rp. 46.250.000,00 = Rp 6.937.500,00
Total Rp 10.687.500,00 Atau pada saat tersedianya keuntungan tersebut untuk
dibagikan, terhutang PPh Pasal 23 masing-masing sebesar: 15 x 96.250.000,00 = Rp 14.375.500,00
Universitas Sumatera Utara
2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya
pemerintah memberikan semacam insentif pajakfasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu Misalnya di Indonesia bagian
Timur, banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 undang-undang No.17 Tahun
2000. disamping itu juga diberikan fasilitas seperti peyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama.
Misalnya: perusahaan memperluas usahanya dengan mendirikan perusahaan baru didaerah terpencil di Indonesia bagian Timur. Oleh
karena daerah tersebut memiliki potensi ekonomi yang layak dikembangkan namun sulit dijangkau, maka pemerintah memberikan
beberapa keringanan dalam pajak seperti izin untuk mengurangkan natura dan kenikmatan fringe benefit dari penghasilan bruto seperti yang diatur
dalam SE-29?Pj.41995 Tanggal 5 Juni 1995.
3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin
dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Sebagai contoh jika diketahui bahwa penghasilan kena pajak laba perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak tinggitertinggi,
maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk
perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan deductible dalam menghitung
penghasilan kena pajak. Sebagai contoh: biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan pegawai, biaya
perbaikan kantor, biaya pemasaran dan masih banyak biaya lainnya yang dapat dimanfaatkan. Hal ini tergantung kepada jenis usaha dan
peraturan pajak yang berlaku. Misalnya perusahaan mengeluarkan sejumlah biaya untuk pendidikan
karyawan dengan tujuan untuk mengurang pendapatan kena pajak seperti dalam tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
PT.X BIAYA PENDIDIKAN KARYAWAN
Tidak melakukan pendidikan karyawan Melakukan pendidikan
karyawan Pendapatan usaha Rp 4.666.556.800
Biaya usaha langsung Rp 3.378.605.000 Laba kotor Rp 1.287.951.800
Biaya usaha tidak langsung: Biaya pemasaran
Rp 22.462.000 Biaya Adm. Umum Rp 584.664.000
Biaya keperluan kantor Rp 162.645.000 Biaya pemeliharaan Rp 96.666.000
Biaya penyusutan Rp 179.465.000 Laba operasi Rp 242.049.000
Pendapatan biaya lain-lain: Pendapatan lain-lain Rp 20.151.500
Biaya lain-lain Rp 201.500 Penghasilan kena pajak Rp 261.999.800
Hutang PPh tarif pasal 17 10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 30 x Rp 161.999.800 = Rp 48.599.840
Total hutang PPh Rp 61.099.840 Laba Bersih set. Pajak Rp 200. 899.960
Total hutang PPh Rp 61.099.840
Pendapatan usaha Rp 4.666.556.800 Biaya usaha langsung Rp 3.378.605.000
Laba kotor Rp 1.287.951.800 Biaya usaha tidak langsung:
Biaya pemasaran
Rp 22.462.000 Biaya Adm. Umum Rp 584.664.000
Biaya keperluan kantor Rp 162.645.000 Biaya pemeliharaan Rp 96.666.000
Biaya penyusutan Rp 179.465.000 Laba operasi Rp 242.049.000
Pendapatan biaya lain-lain: Pendapatan lain-lain Rp 20.151.500
Biaya lain-lain Rp 201.500 Biaya pendidikan
Rp 9.850.000 Penghasilan kena pajak Rp 252.149.800
Hutang PPh tarif pasal 17 10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 30 x Rp 152.149.800 = Rp 45.644.940
Total hutang PPh Rp 58.144.940 Laba Bersih set. Pajak Rp 194.004.860
Total hutang PPh Rp 58.144.940
Maka selisih hutang pajak yang dapat dihemat Rp 61.099.840 – Rp 58.144.940 = Rp 2.954.900 atau sebesar 4,83
4.
Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha corporate company sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling
menguntungkan antara masing-masing badan usaha business entity. Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak negara termasuk
Indonesia mengatur bahwa pembagian dividen antar corporate inter corporate dividend tidak dikenakan pajak. Adapun cara kerjanya
sebagai salah satu contoh: PT. A pabrik CPO, PT. B pabrik Minyak Goreng dan PT. C adalah distributornya, maka antar mereka dapat diatur
sejumlah keuntungan margin yang sekiranya dapat meringankan pajak mereka. Setelah itu baru dibagikan dalam bentuk dividen. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
PT.X MENDIRIKAN PERUSAHAAN DALAM SATU JALUR USAHA
KEGIATAN DILAKUKAN OLEH SATU PERUSAHAAN
MENDIRIKAN PERUSAHAAN DALAM SATU JALUR USAHA
PT. ”X” DIVISI PABRIK CPO Penghasilan kena pajak Rp 309.915.000
PT. ”X”DIVISI PABRIK M. GORENG Penghasilan kena pajak Rp 513.529.000
PT. ”X” DIVISI DISTRIBUSI Penghasilan kena pajak Rp 123.731.000
Total penghasilan kena pajak Rp 947.175.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30 x Rp 847.175.000 = Rp 254.152.500 Total hutang PPh Rp 266.652.500
Penghasilan bersih Rp 680.522.500 PT. ”A” PABRIK CPO
Penghasilan kena pajak Rp 309.915.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30 x Rp 209.915.000 = Rp 62.974.500 Total Rp 75.474.500
Penghasilan bersih Rp 234.440.500 PT. ”B”DIVISI PABRIK M. GORENG
Penghasilan kena pajak Rp 513.529.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30 x Rp 413.529.000 = Rp 124.058.700 Total hutang PPh Rp 136.558.700
Penghasilan bersih Rp 376.970.300 PT. ”X” DIVISI DISTRIBUSI
Penghasilan kena pajak Rp 123.731.000 Total penghasilan kena pajak Rp 947.175.000
Hutang PPh tarif pasal 17: 10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 30 x Rp 23.731.000 = Rp 7.119.300
Total hutang PPh Rp 19.619.300 Penghasilan bersih Rp 104.111.700
Total penghasilan bersih dari ketiga perusahaan adalah:
Rp 234.440.500 + Rp 376.970.300 + Rp 104.111.700 = Rp 715.522.500
Total PPh terutang dari ketiga perusahaan adalah: Rp 75.474.500 + 136.558.700 + 19.619.300 = Rp
231.652.500
Maka selisih penghasilan bersih yang dapat dibagikan apabila mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha adalah sebesar Rp 715.522.500 – Rp 680.522.500 = Rp 35.000.000 dan pajak yang dapat dihemat Rp 266.652.500
– Rp 231.652.500 = Rp 35.000.000 atau sebesar 13,12
5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang
hanya berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan
dari beberapa wajib pajak didalam satu grup begitu juga terhadap biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran pajak
tax shifting yakni menghindari tarif paling tinggimaksimum. Tentunya proses ini dapat dijalankan apabila sistem tarif pajak yang
berlaku progresif dan penghasilan kena pajak sudah melewati tarif yang paling rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membagi
perusahaan dalam beberapa divisi, dimana ada divisi yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan laba yang besar dan ada divisi yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya seperti pada contoh tabel berikut:
PT.X PERUSAHAAN SEBAGAI PROFIT CENTER DAN COST CENTER
PERUSAHAAN SEBAGAI PROFIT CENTER DAN COST CENTER
PERUSAHAAN HANYA SEBAGAI PROFIT CENTER
PT. ”X” DIVISI A Laba usaha Rp 309.915.000
PT. ”X” DIVISI B Laba Rugi usaha Rp 113.529.000
PT. ”X” DIVISI C Laba usaha Rp 26.731.000
PT. ”X” DIVISI D Laba Rugi usaha Rp 52.389.000
Penghasilan kena pajak Rp 170.728.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30 x Rp 70.728.000 = Rp 21.218.400 Total hutang pajak Rp 33.718.400
Laba setelah pajak Rp 137.010.000 Dalam kegiatan usahanya perusahaan tidak ada yang
berfungsi sebagai cost center atau sebagai factor pengurang laba atau hanya memperhitungkan divisi
yang menghasilkan laba dalam hal ini yaitu PT. “X” DIVISI A dan DIVISI C.
PT. ”X” DIVISI A Laba usaha Rp 309.915.000
PT. ”X” DIVISI C Laba usaha Rp 26.731.000
Penghasilan kena pajak Rp 336.646.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
10 x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 15 x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30 x Rp 236.646.000 = Rp 70.993.800 Total hutang pajak Rp 83.493.800
Laba setelah pajak Rp 253.152.200
Pada perhitungan tersebut jelas terlihat bahwa dengan hanya membuat profit center memang laba setelah pajak yang dihasilkan jauh lebih besar disbanding dengan membuat profit center dan cost center yaitu sebesar
Rp 116.142.200, namun yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah biaya yang dikeluarkan digunakan untuk kepentingan peningkatan perusahaan seperti untuk biaya pendidikan karyawan, biaya pemeliharaan, dan lain-
lain. Disamping itu dengan membuat perusahaan sebagai cost center dapat berfungsi untuk memperkecil laba sebelum pajak sehingga dapat menghemat pajak. Dalam perhitungan tersebut selisih hutang pajak yang dapat
dihemat Rp83.493.800 – Rp 33.718.400 = Rp 49.775.400 atau sebesar 59,61
6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau
natura dan kenikmatan fringe Benefit dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimum shif to lower
bracket. Karena pada dasarnya pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan fringe benefit dapat dikurangkan sebagai biaya oleh
pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh, perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada karyawan dan memperhitungkan tujuan tersebut sebagai tambahan
penghasilan karyawan dengan asumsi bahwa Tuan Y adalah wajib pajak belum kawin seperti yang terlihat dalam tabel berikut:
PT.X PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PERUSAHAN
PAJAK PENGHASILAN DIGANTI TUNJANGAN PAJAK
Gaji Rp 1.000.000 Iuran asuransi kecelakaan kerja Rp 25.000
Iuran asuransi kematian Rp 25.000 Penghasilan bruto Rp 1.050.000
Potongan:
a. Biaya jabatan Rp 50.000 b. Iuran pensiun Rp 25.000
c. Iuran THT Rp 10.000
RP 85.000 Penghasilan neto sebulan Rp 965.000
Penghasilan neto setahun Rp 11.580.000 Penghasilan tidak kena pajak Rp 2.880.000
Penghasilan kena pajak Rp 8.700.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
5 x Rp 8.700.000 = Rp 435.000 pajak penghasilan 1 bulan Rp 36.250
Penghasilan bruto 1 bulan Rp 1.050.000 Pajak penghasilan 1 bulan Rp 36.250
Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan Rp 1.086.250
Biaya yang diperkenankan pajak Rp 1.050.000
Gaji Rp 1.000.000 Iuran asuransi kecelakaan kerja Rp 25.000
Iuran asuransi kematian Rp 25.000 Tunjangan pajak Rp 36.250
Penghasilan bruto Rp 1.086.250 Potongan:
a. Biaya jabatan Rp 50.000 b. Iuran pensiun Rp 25.000
c. Iuran THT Rp 10.000
RP 85.000 Penghasilan neto sebulan Rp 1.001.250
Penghasilan neto setahun Rp 12.015.000 Penghasilan tidak kena pajak Rp 2.880.000
Penghasilan kena pajak Rp 10.135.000 Hutang PPh tarif pasal 17:
5 x Rp 10.135.000 = Rp 506.750 pajak penghasilan 1 bulan Rp 42.250
Penghasilan bruto 1 bulan Rp 1.050.000 Pajak penghasilan 1 bulan Rp 36.250
Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan Rp 1.086.250
Biaya yang diperkenankan pajak Rp 1.086.250
7. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian
yang dizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata average dan metode masuk pertama keluar pertama first in first
out. Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata average akan menghasilkan harga pokok yang
lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama first in first out. Harga pokok penjualan HPP yang lebih tinggi
akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil. Sebagai contoh:
1 Januari 200x persediaan awal 100 satuan Rp 9,00 5 Januari 200x pembelian 100 satuan Rp 12,00
10 Januari 200x pembelian 100 satuan Rp 11,25 15 Januari 200x penjualan 100 satuan
20 Januari 200x penjualan 100 satuan
PERHITUNGAN NILAI PERSEDIAAN DENGAN METODE RATA-RATA
Universitas Sumatera Utara
Tanggal Pembelian Penjualan SisaPersediaan
11200x 100Rp.9
=Rp.900 51200x 100Rp.12=Rp.1200
200Rp10,50=Rp.2100 101200x 100Rp.11,25=1.125
300Rp.10,75=Rp.3.225 151200x 100Rp.10,75=Rp.1.075
200Rp.10,75=Rp.2150 201200x 100Rp.10,75=Rp.1.075
100Rp10,75=Rp.1075
PERHITUNGAN NILAI PERSEDIAAN DENGAN METODE FIRST IN FIRST OUT Tanggal Pembelian
Penjualan SisaPersediaan 11200x
100Rp.9 =Rp.900 51200x
100Rp.12=Rp.1200 100Rp.9 =Rp.900
100Rp.12=Rp.1200 101200x
100Rp.11,25 =1.125 100Rp.9 =Rp.900
100Rp.12=Rp.1200
100Rp.11,25 =1.125 151200x
100Rp.9 =Rp.900 100Rp.12=Rp.1200
100Rp.11,25 =1.125 201200x
100Rp.12=Rp.1200 100Rp.11,25 =1.125
8. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna
usaha dengan hak opsi finance lease di samping pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur
aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian, aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan
melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung. Sebagai contoh: perusahaan mempertimbangkan untuk pengadaan sebuah
mesin seharga Rp. 1.000.000.000,00 dengan cara pembelian langsung atau dengan leasing dengan asumsi discount rate yang berlaku adalah 20,
apabila dengan leasing maka tingkat bunga yang belaku adalah 22 dan nilai opsi Rp. 100.000.000,00 dengan jangka waktu leasing selama 4 tahun
dan umur aktiva tersebut adalah 8 tahun apabila dibeli secara langsung. Perbandingan antara harga perolehan dan penghematan pajak antara
pembelian langsung dengan leasing dapat dilihat dalam tabel berikut: perhitungan dalam lampiran
Universitas Sumatera Utara
PERBANDINGAN ANTARA MEMBELI LANGSUNG AKTIVA TETAP DENGAN LEASING
Keterangan
Leasing dengan bunga 22 Beli secara Tunai
Nominal Pv disc rate 20 Nominal Pv
disc rate
20 Harga perolehan:
Lease fee Nilai opsi
Harga mesin Jumlah
Biaya yang boleh dibiayakan:
Lease fee Biaya penyusutan
Jumlah PPh 30
1.361.062.562,52 100.000.000,00
1.461.062.562,00 1.361.062.562,52
100.000.000,00 1.461.062.562,52
438.318.768,76 947.345.315,65
100.000.000,00 1.047.345.315,65
947.345.315,65 27.290.875,01
974.636.190,66 292.390.857,20
1.000.000.000,00 1.000.000.000,00
1.000.000.000,00 1.000.000.000,00
300.000.000,00 1.000.000.000,00
1.000.000.000,00 565.903.584,16
565.771.075,25 169.771.075,25
Penghematan pajak dalam nominal : Rp 438.318.768,76 – Rp 300.000.000 = Rp 138.318.368,76 Penghematan pajak dalam Pv : Rp 292.390.87,20 – Rp 169.771.075,25 = Rp 122.619.781,95
9. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan
perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode penyusutan yang
dipercepat saldo menurun sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan
pada awal-awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode
penyusutan yang memberikan biaya yang lebih kecil garis lurus supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya.
Contoh penggunaan metode garis lurus dan metode saldo menurun: Sebuah mesin yang diperoleh tanggal 2 januari 200x dengan harga
perolehan Rp. 1.000.000.000,00 dan masa manfaatnya 4 tahun, maka penyusutannya adalah sebagai berikut tabel:
Tahun Metode Penyusutan
Garis Lurus Saldo Menurun
1 2
3 4
250.000.000 250.000.000
250.000.000 250.000.000
500.000.000 250.000.000
125.000.000 125.000.000
Akumulasi Penyusutan 1.000.000.000
1.000.000.000
Besar biaya penyusutan dan present valuenya-nya dengan discount factor 20
Tahun Metode Penyusutan
d.f.20 Garis Lurus
Saldo Menurun Nominal PV
PV Nominal PV
PV 1
2 3
4 250.000.000
250.000.000 250.000.000
250.000.000 208.333.333,3
173.611.111,1 144.675.925,9
120.563.271,6 500.000.000
250.000.000 125.000.000
125.000.000 416.666.666,7
173.611.111,1 72.337.963,0
60.281.635,8 0,833333
0,694444 0,578703
0,482253 1.000.000.000
647.183.642,2 1.000.000.000
722.897.376,6
Universitas Sumatera Utara
Besarnya penghematan pajak antara metode garis lurus dengan saldo menurun
Keterangan Garis Lurus
Saldo Menurun Nominal
PV PV d.f.20 Nominal
PV PV d.f.20
Harga perolehan Biaya penyusutan
PPh 30 1000.000.000
1.000.000.000 300.000.000
1.000.000.000 674.183.641,20
194.155.092,60 1.000.000.000
1.000.000.000 300.000.000
1.000.000.000 722.897.376,60
216.869.212,80
10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada
transaksi yang bukan objek pajak. Sebagai contoh: untuk jenis usaha yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, maka efesiensi PPh
pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura,
mengingat pembelian natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
11. Mengoptimalkan kredit pajak yang di perkenankan, untuk ini wajib
pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh PPh Pasal 22 atas
pembelian solar dari pertamina bersifat final jika pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran
”Migas”, tetapi bila pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan maka PPh pasal 22 tersebut dapat
dikreditkan dengan PPh Badan. Perkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Keuntungan
yang dapat diperoleh sebesar 70 dari nilai pajak yang dikreditkan dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah yang
dikenakan tarif 30
12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan
cara melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan
dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit. Perusahaan dapat
menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan penyerahan barang kep. Dirjen pajak No: 53PJ1994
13. Menghindari pemeriksaan pajak, periksaan pajak oleh Direktorat
jenderal pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang: a.
SPT lebih bayar
b. SPT rugi
c. Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT
d. Terdapat informasi pelanggaran
e. Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak
Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara: a.
Mengajukan pengurangan pembayaran lumpsum angsuran masa PPh pasal 25 ke KKP yang bersangkutan, apabila
diperkirakan dalam tahun pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.
Universitas Sumatera Utara
b. Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor
apabila perusahaan melakukan impor. Pengajuan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 harus melampirkan:
1 Proyeksi impor setiap bulan selama tahun yang bersangkutan.
2 Proyeksi perhitungan LabaRugi tahun yang bersangkutan.
3 Proyeksi perhitungan PPh Badan yang terutang dan Angsuran
PPh pasal 25, serta PPh Pasal 22 yang menunjukkan lebih bayar apabila dilakukan pembayaran PPh Pasal 22.
4 Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.
14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang
berlaku. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang
berlaku.
C. Aspek kebijakan Akuntansi dalam Perencanaan Pajak