D. Pengaruh Asertivitas Dengan Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Perempuan
Masa remaja merupakan periode transisi antara masa kanak – kanak dengan masa dewasa. Masa remaja ini dimulai pada saat anak mulai matang
secara seksual dan berakhir saat ia mencapai usia dewasa secara hukum Hurlock, 1980. Banyaknya permasalahan yang terjadi pada masa remaja menjadikan para
ahli dalam bidang psikologi perkembangan menyebutnya sebagai masa krisis Iskandarsyah, 2006.
Menurut Rosyidah 2006 ada dua permasalahan utama yang mendominasi kehidupan remaja yang berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhannya,
yaitu masalah dari sisi individualnya dan dari sisi seksualnya. Dari sisi individunya remaja mengalami krisis identitas atau mereka sedang bingung dalam
mencari jati dirinya, sehingga tidak heran remaja senang mencoba sesuatu yang baru. Umumnya juga remaja mulai menarik diri dari nilai yang didapatnya dari
lingkungan sekitarnya keluarga dan beralih kepada nilai – nilai teman sekelompoknya. Sedangankan dari sisi seksualitas remaja sedang mengalami
perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental. Dari sisi biologis, remaja sedang mengalami perkembangan kemampuan reproduksi yang dari sisi
fisiknya terlihat dengan adanya pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder, hal ini juga memicu perkembangan mental yaitu meningkatnya libidonya atau hasrat
seksual, yang mana remaja tersebut akan mudah sekali tertarik dengan lawan jenisnya.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu juga pada masa remaja sedang mengalami pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi seksual. Pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh hormon-
hormon seksual yang telah berfungsi yaitu testosteron pada laki-laki, dan progesteron serta estrogen pada perempuan. Hormon-hormon ini jugalah yang
berpengaruh terhadap dorongan seksual BKKBN, 1997. Monks 1999 juga menjelaskan bahwa perubahan hormonal pada masa remaja mempengaruhi
munculnya perilaku seksual. Perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja kita saat ini sudah sampai
pada batas yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan yang terjadi tidak hanya dalam hal angka kejadiannya, melainkan juga pada kualitas penyimpangannya.
Berbagai analisa dilakukan, mengapa perilaku seksual remaja yang menyimpang tersebut semakin hari semakin meningkat. Salah satu pendapat yang kemudian
cukup mengemuka adalah bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa hal antara lain kurangnya informasi yang dimiliki oleh remaja tentang kesehatan reproduksi
ataupun perilaku seksual yang benar, lemahnya kualitas keimanan dan ketakwaan remaja, bangunan kepribadian yang rapuh, hubungan dan komunikasi dengan
orang tuapendidik yang kurang lancar serta harmonis, gaya hidup yang hedonis, individualis dan materialis yang marak di masyarakat, hingga peran negara
sebagai pihak penerap sistem di masyarakat yang justru memungkinkan hal-hal yang mendukung terjadinya free sex terjadi seperti maraknya pornografi-aksi,
semakin banyaknya lokalisasi ataupun tempat-tempat mesum yang ’legal’, dsb Rosyidah, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu juga Remaja cenderung lebih mengikuti kata-kata teman sebayanya daripada kata-kata orangtua dan norma agama, sehingga kontrol
dirinya menjadi berkurang. Apa yang dikatakan oleh teman-temannya langsung diikuti walaupun belum tentu benar. Penyebab kurangnya kontrol diri pada remaja
antara lain: kurang percaya diri, keagamaan yang kurang terinternalisasi, rendahnya kemampuan dalam mengambil keputusan. Serta kurangnya
ketrampilan berkomunikasi misalnya: kesulitan menolak ajakan teman dan tidak bisa bersikap tegas ataupun asertif BKKBN, 1997.
Kebanyakan orang khususnya para remaja enggan bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya
tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak
ingin membuat pihak lain sakit hati Learn to say no, 2009. Hal ini sering terjadi pada remaja perempuan, yang mana remaja perempuan sering tidak tahu
bagaimana mengatakan “tidak” kepada pacarnya jika dia diajak melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bisa bersikap
tegas dalam melakukan prilaku seksual. Sehingga banyak remaja khususnya perempuan terjerumus kehal – hal negatif BKKBN, 1997.
K.A Martin; P.Schwartz Rutter dalam Matlin, 2004 menyatakan bahwa pada remaja putri sering dilaporkan bahwa mereka merasa dipaksa oleh pacar
mereka. Dan pada kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa alasan utama mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena mereka takut
pacar mereka akan meninggalkan mereka. Psikolog Rima Olivia dalam Olivia,
Universitas Sumatera Utara
2005 juga menambahkan bahwa terjadinya hubungan seksual pranikah karena remaja perempuan tidak merasa memiliki kekuatan, cemas memikirkan pendapat
orang lain, berupaya menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, penghargaan diri rendah dan mengkritik diri sendiri. Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulakan bahwa ketidakmampuan untuk bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang sebetulnya tidak diinginkan
Utamadi, 2002.
E. Hipotesa