Analysis of Fixed Carbon Stock at Primary and Burnt Peat Forest in Hampangen and Kalampangan, Central Kalimantan.
EVALUASI DINAMIKA CADANGAN KARBON
TETAP PADA HUTAN GAMBUT PRIMER DAN
BEKAS TERBAKAR DI HAMPANGEN DAN
KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH
I WAYAN SUSI DHARMAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Evaluasi Dinamika Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Oktober 2012
I Wayan Susi Dharmawan NRP. E 461090064
(3)
ABSTRACT
I WAYAN SUSI DHARMAWAN. Analysis of Fixed Carbon Stock
at Primary and Burnt Peat Forest in Hampangen and Kalampangan,
Central Kalimantan.
Under direction of BAMBANG HERO
SAHARJO, HADI SUSILO ARIFIN, SUPRIYANTO and CHAIRIL
ANWAR SIREGAR.
Bio-sequestration is one of the important carbon stock management that was underlined in several international meetings. Data on the carbon stock of vegetation and peat soil are very important to minimize the carbon stock estimation variation in peat forest. Effect of forest fire in peat forest will change dynamic of carbon stock in vegetation and peat soil. The objectives of this research were: 1) to analyse the vegetation carbon stock in primary and burnt peat forest, 2) to analyse the carbon stock in peat soil of primary and burnt peat forest and 3) to predict the recovery of vegetation biomass carbon stock in burnt peat forest. The research was done in primary peat forest (HGP), repeated-burnt peat forest (HG1), three years after burning peat forest (HG3) and eight years after burning peat forest (HG8) in Educational Forest of Palangkaraya University, Hampangen and Research Forest of Central Kalimantan Peatland Project, Kalampangan, Central Kalimantan. Cluster plot establishment was made available in each primary and burnt peat forest representing the period after burning and undisturbed condition. Each cluster plot consisted of four circular subplot (radius 7.32 m) and four circular annular plot (radius 17.95 m). The total number of circular subplot were 16 plots as well as 16 annular plots. Both data on vegetation biomass carbon stock and data on peat depth and peat soil samples were collected on those plots. The results of this research showed that to estimate total biomass for whole cluster, the most apropriate allometric equation was Y=0.061
(DBHxρxT)1.464
with R2 = 98.2%, mean error = 18.67%, AIC = 1,290.59 and RSE = 222.69. Total carbon stock from understorey, seedlings, saplings, poles and trees were 73.08 tonC/ha at HGP; 4.93 tonC/ha at HG1; 13.64 tonC/ha at HG3 and 26.13 tonC/ha at HG8, respectively. Total carbon stock of peat soil were 3,209.19 tonC/ha at HGP; 2,367.73 tonC/ha at HG1; 1,458.61 tonC/ha at HG3 and 1,129.91 tonC/ha at HG8, respectively. It is needed 25.4 years for vegetation biomass stock recovery at burnt peat forest to be similar to the primary peat forest. The carbon sequestration (removal factor) in burnt peat forest recovery was amounting to 3.70 tonC/ha/year or 13.57 tonCO2equivalent/ha/year.
(4)
RINGKASAN
I WAYAN SUSI DHARMAWAN. Evaluasi Dinamika Cadangan
Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di
Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah.
Dibimbing oleh
BAMBANG HERO SAHARJO, HADI SUSILO ARIFIN,
SUPRIYANTO dan CHAIRIL ANWAR SIREGAR.
Biosekuestrasi atau penyerapan karbondioksida oleh vegetasi merupakan salah satu pengelolaan cadangan karbon yang penting untuk digarisbawahi dalam setiap pertemuan internasional, tetapi beberapa data tersebut masih kurang lengkap dan tersebar. Data cadangan karbon dari vegetasi dan tanah gambut sangat penting untuk mengurangi variasi pendugaan stok karbon di hutan gambut. Kebakaran hutan gambut akan berpengaruh terhadap dinamika cadangan karbon di vegetasi dan tanah gambut.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika cadangan karbon pada hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran, menganalisis tingkat pendaman karbon organik tanah gambut pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran serta membuat prediksi pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi pada hutan gambut bekas kebakaran berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun dengan menggunakan perhitungan ekstrapolasi.
Penelitian telah dilakukan di hutan gambut primer (HGP), hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun (HG1), hutan gambut bekas terbakar setelah tiga tahun (HG3) dan hutan gambut bekas terbakar setelah delapan tahun (HG8) di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian Central Kalimantan Peatland Project (CKPP), Kalampangan, Kalimantan Tengah. Klaster plot telah dibuat di setiap hutan gambut primer dan bekas kebakaran yang mewakili periode kondisi setelah pembakaran dan hutan gambut tidak terganggu. Setiap klaster terdiri dari empat subplot lingkaran (jari-jari 7,32 m) dan empat annular lingkaran (jari-jari 17,95 m). Jumlah total adalah 16 subplot lingkaran serta 16 annular lingkaran. Data cadangan biomassa karbon (diameter setinggi dada, identifikasi spesies, tinggi, berat pohon) dan data kedalaman gambut serta sampel gambut telah dikumpulkan dalam plot-plot tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, jumlah spesies dan jumlah individu untuk tumbuhan bawah, semai, pancang dan tiang meningkat secara signifikan dari kondisi HG1 ke kondisi HG3 dan HG8. Perbedaan suhu mikro yang terjadi antara hutan gambut bekas terbakar dan hutan gambut primer lebih banyak disebabkan oleh tingkat persentase penutupan tajuknya. Hal ini selanjutnya sangat mempengaruhi proses dinamika vegetasi yang dimulai dari jenis pionir yang tahan terhadap kondisi terbuka sampai dengan munculnya jenis-jenis yang tahan dengan kondisi lebih rapat tajuknya. Demikian pula dengan perubahan karakteristik kimia gambut akibat kebakaran memberikan dinamika
(5)
hara yang berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis-jenis tanaman tertentu baik jenis pionir maupun jenis non pionir.
Untuk menduga biomassa total, maka persamaan allometrik yang paling tepat di HGP adalah Y=0,040 (DBHxρxT)1,524 dengan nilai R2 = 98,4%, nilai rerata simpangan = 21,62%, Akaike Information Criterion (AIC) = 395,74 dan Residual Standard Error (RSE) = 378,11; di HG1 adalah Y=0,098 (DBH)2,350 dengan nilai R2 = 97,7%, nilai rerata simpangan = 16,20%, AIC = 55,72 dan RSE = 5,03; di HG3 adalah Y=0,084 (DBHxρxT)1,376 dengan nilai R2 = 97,8%, nilai rerata simpangan = 17,20%, AIC = 170,49 dan RSE = 10,78; di HG8 adalah Y=0,024 (DBHxρxT)1,667dengan nilai R2 = 98,5%, nilai rerata simpangan = 14,80%, AIC = 157,09 dan RSE = 8,91. Sementara itu, untuk menduga biomassa total pada keseluruhan klaster, maka persamaan allometrik yang paling tepat adalah Y=0,061 (DBHxρxT)1,464 dengan nilai R2 = 98,2%, nilai rerata simpangan = 18,67%, AIC = 1.290,59 dan RSE = 222,69.
Cadangan karbon total yang merupakan jumlah dari tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon adalah sebesar 73,08 tonC/ha di HGP; 4,93 tonC/ha di HG1; 13,64 tonC/ha di HG3 dan 26,13 tonC/ha di HG8. Secara keseluruhan, jika semua kandungan karbon organik pada semua bagian pohon dirata-rata tertimbang maka diperoleh nilai fraksi C sebesar 45,29%. Nilai fraksi C ini lebih kecil daripada nilai fraksi C default value yang digunakan oleh Brown (1997) dan IPCC (2006) masing-masing sebesar 50% dan 47%. Konsekuensi nilai fraksi karbon organik pohon yang lebih kecil dari Brown (1997) dan IPCC (2006) adalah bahwa cadangan karbon vegetasi akan lebih kecil dan nilai emisi karbon vegetasi juga akan semakin turun. Pemulihan biomassa dan cadangan karbon pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun sampai dengan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun dapat dilihat dari semakin meningkatnya proporsi cadangan karbon pada tingkat pancang+tiang.
Sementara itu, cadangan karbon gambut pada klaster hutan gambut primer, hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun dan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun masing-masing adalah sebesar 3.209,19 tonC/ha; 2.367,73 tonC/ha; 1.458,61 tonC/ha dan 1.129,91 tonC/ha. Perbedaan cadangan karbon gambut tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat ketebalan gambut dan tingkat kematangan gambut.
Pertumbuhan biomassa vegetasi hutan gambut (dari tingkat tumbuhan bawah sampai dengan pohon) untuk mendekati kondisi biomassa vegetasi di hutan gambut primer memerlukan waktu pemulihan selama 25,4 tahun dengan asumsi bahwa pertambahan biomassa vegetasi mengikuti persamaan fungsi power dan tanpa adanya gangguan. Tingkat serapan karbon (removal factor)pada hutan gambut bekas kebakaran adalah sebesar 3,70 tonC/ha/tahun atau setara 13,57 tonCO2ekuivalen/ha/tahun.
Potensi serapan karbon vegetasi yang masih tinggi tersebut dapat untuk lebih meningkatkan upaya konservasi cadangan karbon di hutan gambut yang terganggu akibat kebakaran. Dengan nilai serapan karbon yang masih lebih besar daripada emisi karbon akibat drainase, maka dengan pulihnya hutan gambut bekas kebakaran masih memiliki nilai surplus serapan karbon sebesar 4,57 tonCO2ekuivalen/ha/tahun.
(6)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(7)
EVALUASI DINAMIKA CADANGAN KARBON TETAP
PADA HUTAN GAMBUT PRIMER DAN BEKAS
TERBAKAR DI HAMPANGEN DAN KALAMPANGAN,
KALIMANTAN TENGAH
I WAYAN SUSI DHARMAWAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(8)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Kirsfianti L. Ginoga, MSc
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan
2. Dr. Teddy Rusolono, MS
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Iman Santoso, MSc
Kepala Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan 2. Prof. Dr. Cecep Kusmana
(9)
Judul Disertasi : Evaluasi Dinamika Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah
Nama : I Wayan Susi Dharmawan
NIM : E 461090064
Diketahui
Ketua Program Studi Silvikultur Tropika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS
Tanggal Ujian: 10 September 2012 Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr
Dr. Ir. Supriyanto
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS Anggota
Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc. Anggota
(10)
PRAKATA
Ucapan syukur alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas perkenan dan kehendak-Nya maka disertasi penelitian dengan judul Evaluasi Dinamika Cadangan Karbon Tetap pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar di Hampangen dan Kalampangan, Kalimantan Tengah dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tulisan ini pada dasarnya ingin menjawab seberapa jauh dampak moratorium INPRES No. 10 Tahun 2010 tentang Moratorium Hutan Primer dan Lahan Gambut di Indonesia, khususnya pada areal hutan gambut bekas terbakar dan pemulihannya dari aspek cadangan bioamasa karbon.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Supriyanto, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS, dan Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas saran, perbaikan dan masukan yang telah disampaikan demi kesempurnaan disertasi penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Nur Masripatin selaku penguji luar komisi pada ujian prelim lisan; Dr. Kirsfianti L. Ginoga, MSc dan Dr. Teddy Rusolono, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Iman Santoso, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka; Prof. Dr. Cecep Kusmana selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan ujian prelim lisan; Prof. Dr. Nurheni Wijayanto, Dr. Naresworo Nugroho selaku wakil dari Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku Ketua Program Studi Silvikultur Tropika IPB yang turut memberi masukan saran untuk perbaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan juga kepada Dr. Aswin Usup selaku Direktur Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Ketua Central Kalimantan Peatland Project (CKPP), Kalampangan yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di kedua areal kawasan hutan gambut tersebut.Selain itu, penulis juga menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang setingginya-tingginya kepada Sekretariat Badan Litbang Kehutanan dan Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan yang telah memberi beasiswa studi S3 melalui program Research School, teman-teman teknisi di Laboratorium Tanah Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor yang telah banyak membantu kerja di lapangan dan di laboratorium serta orang tua, isteri dan anak-anakku yang telah memberi semangat dan dorongan belajar.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2012
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 3 Nopember 1975 sebagai anak pertama dari pasangan I Made Suantia, SmHk dan Ni Made Siti Widarsih. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor diperoleh tahun 2009. Beasiswa pendidikan program doktor ini diperoleh dari program Research School Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Pada tahun 1999-2004, penulis bekerja di SEAMEO-BIOTROP pada Laboratorium Silvikultur dan Bioteknologi Hutan. Pada tahun 2005-2007, penulis bekerja di Direktorat Pengelolaan DAS, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Pada tahun 2008 sampai dengan sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Penulis pernah mengikuti berbagai pelatihan/kursus, antara lain: analisis statistik dengan aplikasi Minitab dan SAS, biodiversiti dan konservasi bryophyta dan lichen, monitoring kesehatan hutan, remote sensing dan analisis lanskap, model sistem dinamik. Berbagai pertemuan ilmiah internasional dan nasional yang pernah diikuti penulis adalah Acid Deposition Monitoring Network di Kobe dan Tokyo, Jepang pada tahun 2008; REDD meeting di Nusa Dua Bali tahun 2009; IPCC Workshop on Land Use Area Change Assessment tahun 2010 di Sao Jose dos Santos, Brazil; Workshop on Forest Landscape Restoration di Tabanan, Bali tahun 2010; Colloquium of Landscape Student di Universiti Teknologi Malaysia, Johor tahun 2010; international summer school di SEAMEO-BIOTROP, Bogor tahun 2010 dan forestry leadership meeting di Whistler, British Columbia, Canada tahun 2012. Organisasi yang pernah diikuti antara lain: Himpunan Mahasiswa Islam, Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (PP MKTI), Indonesian Hydrology Programme (IHP), EANET (East Asia Networking for Acid Deposition Monitoring Indonesia), Kelompok Kerja Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan dan IPCC – Indonesia.
Sebagian hasil tulisan ini akan diterbitkan pada Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No. 3 Tahun 2012 yang telah terakreditasi B dari LIPI. Hasil penelitian ini juga telah dipresentasikan pada Workshop Pengelolaan Hutan Gambut Lestari di Jakarta tanggal 19 Juli 2012, Bimbingan Teknis Upaya Konservasi Hutan dalam Menurunkan Emisi di Kementerian Perindustrian tanggal 4 Juli 2012 serta Workshop Penghitungan Cadangan Karbon dan Penyiapan Pokja REDD+ di Ambon tanggal 30 dan 31 Juli 2012.
Pada tahun 2000, penulis menikah dengan Imas Sarimanah, SKH, SPd dan dikarunia satu putra bernama Salman Aulia Dharmawan yang lahir tahun 2002 dan satu putri bernama Alifa Sarah Dharmawan yang lahir tahun 2006.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………... iv
DAFTAR GAMBAR ………... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
I PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang……… 1
1.2. Perumusan Masalah....………. 3
1.3. Tujuan Penelitian………... 3
1.4. Hipotesis Penelitian………. 4
1.5. Manfaat Penelitian………... 5
1.6. Kebaharuan Penelitian (Novelty) ……….... 5
II TINJAUAN PUSTAKA………... 8
2.1. Cadangan Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut ….….. 8
2.2. Pendaman Karbon Organik Gambut... 10
2.3. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut... 13
III METODE PENELITIAN……… 16
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ………... 20
3.2. Bahan dan Alat………. 20
3.3. Metode Untuk Menganalisis Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar ... 20
3.3.1. Pengukuran Variabel Lingkungan... 20
3.3.2. Sampling...……….... 20
3.3.3. Pembuatan Plot……... 21
3.3.4. Pengukuran Biomassa Tegakan pada Hutan Gambut Primer, Hutan Gambut Bekas Terbakar Berulang Tiap Tahun, Hutan Gambut Bekas Terbakar setelah 3 Tahun dan 8 Tahun... 23
3.3.5. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah... 24
3.3.6. Pengukuran Biomassa Nekromas ……... 25
3.3.7. Pengukuran Biomassa Serasah ………... 26
3.4. Metode untuk Menganalisis Tingkat Pendaman Karbon Organik Tanah Gambut ... 26 3.5. Metode Untuk Membuat Prediksi Pemulihan Cadangan
Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun dan Setelah 8 Tahun dengan Menggunakan Perhitungan Ekstrapolasi... 3.6.Analisis Data...………...
26 27 i
(13)
3.6.1. Untuk Mengetahui Tingkat Cadangan Karbon Vegetasi... 3.6.2. Analisis Uji Beda Nyata... 3.6.3. Untuk Mengetahui Tingkat Pendaman Karbon
Organik Tanah... 3.6.4. Untuk Mengetahui Prediksi Pemulihan Cadangan
Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... ... IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN...
27 28 29
29 30 4.1. Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya
Hampangen... 30 4.2. Hutan Penelitian Central Kalimantan Peatland
Project (CKPP), Kalampangan... V HASIL DAN PEMBAHASAN... 5.1. Hasil... 5.1.1. Analisis Tingkat Cadangan Karbon Tetap Vegetasi Pada Beberapa Umur Hutan Gambut Bekas Kebakaran ... 5.1.1.1. Karakteristik Variabel Lingkungan... 5.1.1.2. Komposisi Vegetasi pada Hutan Gambut
Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer...
5.1.1.3. Formulasi Persamaan Allometrik
Pendugaan Biomassa Karbon pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.1.1.4. Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada
Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.1.2. Analisis Tingkat Pendaman Karbon Organik
Gambut... 5.1.2.1. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Kimia... 5.1.2.2. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Fisika... 5.1.2.3. Pendaman Karbon Organik Gambut... 5.1.3. Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun Dan Setelah 8 Tahun... 5.1.3.1. Biomassa Vegetasi dan Hubungannya
dengan Karakteristik Kimia Gambut... 5.1.3.2. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... 5.1.3.3. Relevansi Hasil Penelitian dengan
30 32 32 32 32 35 42 52 64 64 67 68 74 74 75 ii
(14)
Konservasi Cadangan Karbon terkait
REDD+ (Reducing Emission from
Deforestation and Degradation+)... 5.2. Pembahasan... 5.2.1. Analisis Tingkat Cadangan Karbon Tetap Vegetasi Pada Beberapa Umur Hutan Gambut Bekas Kebakaran ... 5.2.1.1. Karakteristik Variabel Lingkungan... 5.2.1.2. Komposisi Vegetasi pada Hutan Gambut
Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.1.3. Formulasi Persamaan Allometrik
Pendugaan Biomassa Karbon pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.1.4. Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada
Hutan Gambut Bekas Kebakaran dan Hutan Gambut Primer... 5.2.2. Analisis Tingkat Pendaman Karbon Organik
Gambut... 5.2.2.1. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Kimia... 5.2.2.2. Tingkat Kedalaman Gambut dan
Karakteristik Fisika... 5.2.2.3. Pendaman Karbon Organik Gambut... 5.2.3. Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun Dan Setelah 8 Tahun... 5.2.3.1. Biomassa Vegetasi dan Hubungannya
dengan Karakteristik Kimia Gambut... 5.2.3.2. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran... 5.2.3.3. Relevansi Hasil Penelitian dengan
Konservasi Cadangan Karbon terkait
REDD+ (Reducing Emission from
Deforestation and Degradation+)... 5.2.3.4. Implikasi Kebijakan...
77 79 79 79 81 83 89 96 97 99 102 104 105 106 108 109 VI KESIMPULAN DAN SARAN...
6.1. Kesimpulan... 6.2. Saran...
111 111 112 DAFTAR PUSTAKA………... LAMPIRAN... 113 120 iii
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Cadangan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa
tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut
dan hutan tanah mineral (tC/ha)... 8 2. Beberapa hasil penelitian biomassa dan C tersimpan pada
vegetasi di lahan gambut... 9 3. Luas lahan dan cadangan karbon lahan gambut (biomassa
tanaman tidak dimasukkan)... 11 4. Nilai kisaran dan rerata kerapatan lindak tanah gambut (bulk
density/BD) dan kadar C organik pada tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Kalimantan-Indonesia ... 5. Sebaran cadangan karbon tanah gambut pada masing-masing
wilayah Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah... 6. Sebaran cadangan karbon tanah gambut berdasarkan
kedalaman gambut di Propinsi Kalimantan Tengah... 7. Titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat... 8. Suhu lingkungan di lokasi penelitian... 9. Tinggi muka air gambut dan persentase penutupan tajuk... 10. Karakteristik kimia tanah di lokasi penelitian... 11. Sebaran kelas diameter dan jumlah individu pada
masing-masing klaster plot hutan gambut... 12. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa total dan
karbon total pada tiap lokasi penelitian... 13. Uji beda nyata antar persamaan allometrik pada hutan gambut
primer dan bekas kebakaran di lokasi penelitian... 14. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa cabang dan
karbon cabang pada tiap lokasi penelitian... 15. Persamaan allometrik pohon penduga biomassa daun dan
karbon daun pada tiap lokasi penelitian...
12
13
13 19 32 33 34
42
43
44
45
46 iv
(16)
16.Persamaan allometrik pohon penduga biomassa ranting dan karbon ranting pada tiap lokasi penelitian... 17.Persamaan allometrik pohon penduga biomassa batang dan
karbon batang pada tiap lokasi penelitian... 18.Nilai kerapatan jenis kayu pada jenis-jenis yang ditemukan di seluruh klaster plot hutan gambut... 19.Nilai kerapatan jenis kayu berdasarkan tipe hutan gambut... 20.Perbandingan antara persamaan allometrik lokal terpilih
penduga biomassa total pohon dengan persamaan allometrik Chaves (2005) dan Ketterings (2001)... 21.Persamaan allometrik tumbuhan bawah dan semai penduga
biomassa total dan karbon total pada tiap lokasi penelitian... 22.Persamaan allometrik nekromas dengan diameter > 10 cm
(pohon berdiri tanpa ranting dan cabang) penduga biomassa batang dan karbon batang pada seluruh klaster lokasi penelitian... 23.Fraksi C organik pohon (bagian daun, ranting, cabang,
batang), semai, tumbuhan bawah, serasah dan nekromas... 24.Fraksi C organik pohon secara keseluruhan berdasarkan
perhitungan rerata tertimbang...
25.Dominansi tumbuhan bawah berdasarkan kandungan
biomassa, cadangan karbon dan tingkat serapan
CO2... 26.Dominansi semai berdasarkan kandungan biomassa, cadangan
karbon dan tingkat serapan CO2... 27.Dominansi pancang berdasarkan kandungan biomassa,
cadangan karbon dan tingkat serapan CO2... 28.Dominansi tiang berdasarkan kandungan biomassa, cadangan
karbon dan tingkat serapan CO2... 29.Dominansi pohon berdasarkan kandungan biomassa, cadangan
karbon dan tingkat serapan CO2...
47
48
49 50
51
52
52
53
53
54
55
56
57
58 v
(17)
30.Cadangan karbon vegetasi tumbuhan bawah pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 31.Cadangan karbon vegetasi semai pada masing-masing klaster
plot hutan gambut... 32.Cadangan karbon vegetasi pancang dan tiang pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 33.Cadangan karbon vegetasi pohon pada masing-masing klaster
plot hutan gambut... 34.Cadangan karbon vegetasi (jumlah total tingkat tumbuhan
bawah, semai, pancang, tiang dan pohon) pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 35.Cadangan karbon serasah pada masing-masing klaster plot
hutan gambut... 36.Cadangan karbon nekromas dengan diameter ≤ 10 cm pada
masing-masing klaster plot hutan gambut... 37.Cadangan karbon nekromas dengan diameter > 10 cm pada
masing-masing klaster plot hutan gambut... 38.Proporsi kandungan karbon pada masing-masing pool karbon
terhadap keseluruhan pool karbon... 39.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan
gambut primer... 40.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan
gambut bekas terbakar berulang tiap tahun... 41.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan
gambut bekas terbakar setelah 3 tahun... 42.Kedalaman gambut dan karakteristik kimia tanah di hutan
gambut bekas terbakar setelah 8 tahun... 43.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan
gambut primer... 44.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan
gambut bekas terbakar berulang tiap tahun...
59
59
60
60
61
61
62
62
63
64
65
66
66
67
67 vi
(18)
45.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun... 46.Kedalaman gambut dan karakteristik fisika tanah di hutan
gambut bekas terbakar setelah 8 tahun... 47.Tesktur tanah di bawah lapisan gambut pada masing-masing
lokasi penelitian hutan gambut... 48.Kedalaman gambut dan cadangan karbon pada masing-masing
plot penelitian hutan gambut... 49.Karakteristik tipe kematangan gambut, bulk density, kadar abu
dan karbon organik gambut pada keseluruhan plot penelitian hutan gambut... 50.Karakteristik bulk density, kadar abu dan karbon organik
gambut pada masing-masing plot penelitian hutan gambut... 51.Keeratan hubungan (nilai koefisien korelasi Pearson/nilai r)
antara biomassa vegetasi dengan karakteristik kimia gambut.... 52.Dinamika karakteristik kimia gambut yang memiliki nilai
keeratan hubungan tinggi (nilai koefisien korelasi Pearson/nilai r ≥ 0,60) dengan biomassa vegetasi ... 53.Pemilihan model persamaan untuk pendugaan pemulihan
cadangan karbon vegetasi... 54.Hasil analisis perubahan cadangan karbon tahunan pada hutan gambut bekas kebakaran... 55.Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume ((jumlah total tingkat
pancang, tiang dan pohon) pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 56.Kriteria kimia gambut eutropik, mesotropik, dan oligotropik
menurut... 57.Target penurunan emisi setiap bidang (Perpres No. 61 tahun 2011)...
67
68
68
69
69
69
74
75
76
78
78
98
110
(19)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian……… 4
2. Lokasi Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya... 16 3. Lokasi hutan gambut terbakar berulang tiap tahun: kejadian
kebakaran bulan September 2008 (A), kejadian kebakaran bulan September 2009 (B) dan kejadian kebakaran bulan
Januari 2010 (C)... 17 4. Lokasi hutan gambut terbakar setelah 3 tahun: kejadian
kebakaran bulan September 2008 (A), kondisi lokasi plot pada
bulan September 2009 (B)... 18 5. Lokasi hutan gambut terbakar setelah 8 tahun: kejadian
kebakaran bulan Oktober 2003 (A), kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (B)... 6. Lokasi hutan gambut primer: kondisi lokasi plot pada bulan
September 2009 (A), kondisi lokasi plot pada bulan Januari 2011 (B)...
18
19 7. Turunan klaster plot dari heksagon plot dan plot pengukuran
serta titik sampling tanah...………... 8. Curah hujan di Stasiun Pengamatan BMKG Tangkiling tahun
2007 – 2010... 9. Curah hujan di Stasiun Pengamatan BMKG Bandara Tjilik
Riwut, Palangkaraya tahun 2007 – 2010... 10. Profil tegakan hutan gambut primer dan kondisi riil di
lapangan... 11. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar berulang tiap
tahun dan kondisi riil di lapangan... 12. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun
dan kondisi riil di lapangan... 13. Profil tegakan hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun
dan kondisi riil di lapangan...
22
33
34
35
36
37
38 viii
(20)
14.Jumlah spesies tumbuhan bawah dalam 16 plot x 4 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 15.Jumlah spesies semai (DBH < 2,5 cm) dalam 16 plot x 4 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 16.Jumlah spesies pancang (DBH 2,5 cm – 9,9 cm) dalam 4 plot x 168,25 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 17. Jumlah spesies tiang (DBH 10,0 cm – 19,9 cm) dalam 4 plot x 168,25 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 18. Jumlah spesies pohon (DBH > 19,9 cm) dalam 4 plot x
1.011,72 m2 pada masing-masing klaster plot hutan gambut... 19. Hubungan antara kadar abu dengan karbon organik pada
keseluruhan plot penelitian hutan gambut... 20. Hubungan antara bulk density dengan karbon organik pada
keseluruhan plot penelitian hutan gambut... 21. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan
cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut primer... 22. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan
cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun... 23. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan
cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun... 24. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan
cadangan karbon tanah gambut di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun... 25. Hubungan regresi linier antara kedalaman gambut dengan
cadangan karbon tanah gambut di keseluruhan plot hutan gambut primer dan bekas terbakar... 26.Prediksi waktu pemulihan biomassa vegetasi hutan gambut
setelah terjadinya kebakaran sampai dengan umur 26 tahun (asumsi: pertambahan biomassa vegetasi mengikuti fungsi persamaan power dan tanpa adanya gangguan)...
39
40
40
41
41
70
71
71
72
72
73
73
77 ix
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Jenis-jenis tingkat tumbuhan bawah di seluruh klaster plot
penelitian... 121 2. Jenis-jenis tingkat semai di seluruh klaster plot penelitian... 122 3. Jenis-jenis tingkat pancang di seluruh klaster plot penelitian... 124 4. Jenis-jenis tingkat tiang di seluruh klaster plot penelitian...
5. Jenis-jenis tingkat pohon di klaster hutan gambut primer... 6. Keberadaan jenis tingkat tumbuhan bawah pada seluruh klaster
plot hutan gambut... 7. Keberadaan jenis tingkat semai, pancang, tiang dan pohon
pada seluruh klaster plot hutan gambut... 8. Keberadaan jenis tingkat semai pada seluruh klaster plot hutan gambut... 9. Keberadaan jenis tingkat pancang pada seluruh klaster plot
hutan gambut... 10. Keberadaan jenis tingkat tiang pada seluruh klaster plot hutan
gambut... 11. Keberadaan jenis tingkat pohon pada seluruh klaster plot hutan gambut... 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat tumbuhan bawah... 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat semai... 14. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada tingkat pancang dan tiang...
126 127
128
129
132
134
136
137
138
140
142 x
(22)
15. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada serasah... 16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada
nekromas dengan diameter ≤ 10 cm... 17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada
nekromas dengan diameter > 10 cm...
18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 pada total tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon... 19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap
kedalaman gambut dan cadangan karbon gambut... 20. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai bulk density gambut, kadar abu gambut dan kandungan C organik gambut... 21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume pada total pancang dan tiang... 22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh klaster terhadap nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) dan volume pada total pancang, tiang dan pohon... 23. Hasil analisis korelasi Pearson antara biomassa total
(tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon) dengan karakteristik kimia gambut pada seluruh klaster hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar... 24. Proses diskusi via email dengan Tim USDA FS terkait
penomoran heksagon...
144
146
148
150
152
153
155
156
157
160 xi
(23)
(24)
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Papua. Pengurangan emisi karbon dari lahan gambut bersifat kompleks karena adanya variasi alami kedalaman gambut dan variasi vegetasi alaminya. Selain itu, didukung pula adanya kenyataan bahwa hutan gambut telah dimanfaatkan secara luas baik itu untuk hutan tanaman, perkebunan maupun pertanian. Penyediaan data cadangan karbon melalui biosekuestrasi dan data karbon organik tanah merupakan data penting yang memerlukan kegiatan inventarisasi secara tepat. Hutan gambut memiliki potensi serapan karbon di atas permukaan tanah (above ground biomass) yang cukup besar yaitu 200 tC/ha (Agus 2007). Penyediaan data cadangan karbon vegetasi dan tanah gambut penting dalam mengestimasi data untuk mengisi keterbatasan data yang ada sehingga variasi data cadangan karbon di hutan gambut dapat dikurangi. Data cadangan karbon ini dapat digunakan dalam kerangka implementasi REDD+ khususnya sebagai baseline data (pangkalan data) untuk konservasi cadangan karbon dan peningkatan cadangan karbon pada areal-areal konservasi hutan gambut. Pangkalan data tersebut diperlukan untuk mendukung kebijakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Untuk mendukung kerangka implementasi REDD/REDD+ di Indonesia maka Kementerian Kehutanan telah menyiapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.
Penyerapan dan penyimpanan gas karbondioksida dari atmosfer melalui proses-proses biologi yang terjadi melalui peningkatan fotosintesis untuk
(25)
2
menyerap emisi gas karbondioksida dari atmosfer melalui praktek-praktek seperti reforestasi, pencegahan deforestasi dan rekayasa genetik maupun melalui peningkatan karbon organik tanah di kawasan hutan. Data cadangan karbon dan karbon organik tanah pada hutan gambut sangatlah bervariasi dan kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kualitas data yang tersedia. Variasi data yang tinggi ini menghasilkan tingkat ketidakpastian data yang tinggi pula (high uncertainty) dan hal ini menjadi masalah yang selalu ditemui dalam kegiatan inventarisasi cadangan karbon dan karbon organik tanah pada hutan gambut. Tingginya variasi data (uncertainty) pada emisi hutan gambut dapat dilihat dari data rerata emisi kebakaran gambut dari tahun 1997-2007 di wilayah Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera memiliki variasi yang sangat tinggi dari beberapa studi yang dibandingkan, yaitu 1.624 MtCO2 (Heil et al. 2007), 360 MtCO2 (Levine 1999), 1.191 MtCO2 dan 3.778 MtCO2 (Page et al. 2002), 1.029 MtCO2 (Duncan 2003), 466 MtCO2 (Van der Werf et al. 2007) dan 6,4 MtCO2 (IFCA 2008). Studi-studi terkait emisi kebakaran gambut tersebut hanya didasarkan pada penghitungan
gross emission saja dan tidak berdasarkan pada penghitungan nett emission yang mempertimbangkan tingkat serapan karbondioksida dari pertumbuhan tanaman yang telah pulih setelah terjadinya kebakaran. Selain itu, penghitungan emisi kebakaran tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik ekstrapolasi data lapangan dengan kombinasi analisis citra satelit. Data cadangan karbon juga bervariasi yaitu untuk biomasa di atas tanah sebesar 150-200 tC/ha dan biomassa di bawah tanah sebesar 300-6.000 tC/ha (Agus dan Subiksa 2008). Bervariasinya data tersebut disebabkan oleh pendekatan metodologi teknis yang berbeda serta hutan gambut memiliki topologi yang sangat spesifik baik itu dari tingkat kematangan gambutnya maupun variasi jenis yang hidup di hutan lahan gambut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka diperlukan lebih banyak penelitian inventarisasi cadangan karbon dan karbon organik tanah pada hutan gambut secara lebih spesifik dengan memperhatikan topologi kondisi hutan gambut. Penelitian cadangan karbon dan kandungan karbon organik tanah pada hutan gambut primer dan bekas terbakar pada beberapa umur bekas kebakaran masih sangat jarang. Perubahan kandungan karbon pada vegetasi hutan gambut dan lahan gambut pada areal terbakar bekas belum banyak diperhatikan, sehingga
(26)
3
perlu dilakukan penelitian yang menitikberatkan pada permasalahan bagaimana kecenderungan perubahan cadangan karbon pada vegetasi hutan gambut dan tanah gambut yang mengalami perubahan tutupan lahan akibat kebakaran.
Dalam rangka meningkatkan keakurasian data cadangan karbon spesifik pada hutan gambut, maka penelitian ini akan memfokuskan pada evaluasi dinamika cadangan karbon pada hutan gambut primer dan bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun.
1.2.
Keterbatasan data untuk mengestimasi cadangan karbon pada vegetasi dan tanah gambut baik hutan gambut primer maupun hutan gambut bekas terbakar memerlukan upaya inventarisasi cadangan biomassa karbon yang lebih intensif. Perbedaan dalam pendekatan metodologi teknis serta kondisi spesifik yang berbeda dalam hal tingkat kematangan dan kedalaman gambut menyebabkan variasi yang sangat tinggi dalam penghitungan cadangan karbon di hutan gambut (SNC 2009). Dalam kondisi alami, hutan gambut sebagai penyimpan karbon (stock). Namun sebaliknya, apabila hutan lahan gambut mengalami gangguan seperti kebakaran hutan maka bertindak sebagai emitter. Tingkat gangguan kebakaran akan memberikan dinamika cadangan karbon yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kerusakannya. Untuk mendukung tersedianya data yang valid sesuai kondisi spesifik lokasi dari simpanan karbon tegakan dan karbon organik tanah pada berbagai kondisi hutan gambut (primer dan terganggu akibat kebakaran), terutama pada hutan gambut di Propinsi Kalimantan Tengah, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
1.3.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dinamika cadangan karbon pada hutan gambut primer dan hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun.
Tujuan Penelitian
(27)
4
a) menganalisis tingkat cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran
b) menganalisis tingkat pendaman karbon organik tanah gambut pada hutan gambut primer dan beberapa umur hutan gambut bekas kebakaran
c) membuat prediksi pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi pada hutan gambut bekas kebakaran berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun dengan menggunakan perhitungan ekstrapolasi.
Selanjutnya ditampilkan skema dan alur pikir kegiatan penelitian ini (Gambar 1).
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
1.4. Hipotesis Penelitian
a) dinamika pertumbuhan vegetasi pada beberapa tingkat umur hutan gambut bekas terbakar menyebabkan peningkatan cadangan karbon vegetasi
(28)
5
b) tingkat pendaman karbon organik tanah gambut berbeda pada hutan gambut primer dan bekas terbakar yang dipengaruhi oleh tipe kematangan gambut dan kedalaman gambut
c) pemulihan cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut bekas kebakaran berulang 1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun memerlukan kurun waktu tertentu untuk mendekati cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer.
1.5. Manfaat Penelitian
a) pengembangan pendekatan metodologi untuk menyediakan informasi
database (pangkalan data) mengenai cadangan karbon tegakan, nekromas, serasah dan tumbuhan bawah pada hutan gambut primer dan bekas kebakaran berulang tiap tahun, 3 tahun dan 8 tahun
Dari hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
b) pengembangan pendekatan metodologi untuk menyediakan informasi
database (pangkalan data) mengenai cadangan karbon organik tanah pada hutan gambut primer dan bekas kebakaran berulang tiap tahun, 3 tahun dan 8 tahun
c) meningkatkan keakurasian data dan memperkecil tingkat uncertainty pendugaan biomassa karbon tegakan dengan menggunakan persamaan alometrik lokal yang diperoleh secara destructive sampling
d) penyediaan basis ilmiah yang lebih baik/reliable untuk pengambilan keputusan/penentuan kebijakan
e) penyediaan basis ilmiah dalam pengelolaan lestari hutan gambut untuk mendukung target penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 26% tahun 2020.
1.6.
Pencapaian kebaharuan/novelty penelitian didasarkan pada kriteria focus
(fokus), advance (terdepan di bidangnya) dan scholar (ilmiah).
Kebaharuan Penelitian (Novelty)
Hasil penelitian ini memberikan pencapaian kebaharuan/novelty terkait persamaan allometrik
(29)
6
spesifik untuk pendugaan biomassa karbon tegakan (kecuali akar pohon), s
Hasil penelitian ini difokuskan untuk mendapatkan besaran kandungan biomassa vegetasi dan nilai faktor serapan (removal factor) karbon pada beberapa tingkat pemulihan hutan gambut bekas kebakaran sehingga dapat diketahui prediksi pemulihannya akan memerlukan waktu seberapa lama. Status dan kecenderungan perubahan cadangan biomassa karbon untuk memprediksi pemulihan biomassa karbon (total dari tumbuhan bawah sampai dengan pohon) pada hutan gambut bekas terbakar untuk mendekati kondisi biomassa karbon hutan gambut primer belum pernah dilakukan. Prediksi pemulihan hutan gambut bekas terbakar untuk mendekati kondisi hutan gambut primer di Kalimantan Tengah baru didasarkan pada perhitungan luas bidang dasar (LBDS) pada pohon
dengan kisaran diameter 5 – 15 cm (Simbolon 2003). Database dan informasi
cadangan karbon hutan gambut primer dan bekas terbakar yang didapatkan secara langsung dari lapangan dan analisis laboratorium dapat memperbaiki nilai fraksi karbon organik pohon yang selama ini digunakan yaitu 50% (Brown 1997) dan 47% (IPCC 2006). Penelitian ini menghasilkan nilai fraksi karbon organik pohon sebesar 45,29%. Konsekuensi nilai fraksi karbon organik pohon yang lebih kecil dari Brown (1997) dan IPCC (2006) adalah bahwa cadangan karbon vegetasi akan lebih kecil dan nilai emisi karbon vegetasi juga akan semakin turun.
tatus dan kecenderungan perubahan cadangan biomassa karbon berdasarkan deret waktu pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun, bekas terbakar setelah 8 tahun, pengembangan rancangan/design
plot untuk inventarisasi biomassa karbon serta database dan informasi cadangan karbon hutan gambut primer dan bekas terbakar yang didapatkan secara langsung dari lapangan dan analisis laboratorium.
Lebih lanjut terkait kriteria advance, dari hasil penelitian ini diperoleh persamaan allometrik lokal spesifik (n = 119 sampel pohon, diameter setinggi dada/DBH = 2,5 cm – 71,6 cm) pada hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun, hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun dan hutan gambut primer. Persamaan allometrik lokal untuk pendugaan biomassa di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun belum pernah dilakukan. Beberapa
(30)
7
persamaan allometrik lokal pendugaan biomassa di hutan gambut bekas terbakar antara lain: persamaan allometrik lokal hutan gambut bekas terbakar setelah 10 tahun (Wasis dan Mulyana 2011), persamaan allometrik lokal hutan gambut bekas
tebangan dan bekas terbakar (Solikhin 2009; Jaya et al. 2007). Kebaharuan
penelitian ini juga terletak pada kedetilan parameter yang digunakan untuk formulasi persamaan allometrik. Persamaan allometrik hasil penelitian ini sudah menggunakan parameter DBH (diameter setinggi dada), tinggi total pohon dan kerapatan jenis kayu sehingga persamaan allometrik yang diperoleh akan memperkecil nilai simpangan dugaan dan nilai sebenarnya sehingga dapat menurunkan tingkat uncertainty/ketidakpastian. Persamaan Wasis dan Mulyana (2011) menggunakan parameter DBH dan tinggi total. Sementara itu, persamaan Solikhin (2009) dan Jaya et al. (2007) hanya menggunakan parameter DBH saja.
Penelitian telah dilakukan dengan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah (scholar) penelitian berdasarkan acuan pustaka yang diperoleh dan adaptasi metodologi
yang telah ada. Pengambilan contoh (sampling) dalam penelitian ini
menggunakan rancangan/design plot berbentuk klaster lingkaran yang diturunkan dari plot heksagon yang telah dikembangkan oleh EPA (Environmental Protection Agency). Rancangan plot ini dipilih karena bentuk heksagon memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyimpangan/perubahan spasial permukaan bumi (Bechtold et al. 2007), memiliki tingkat keterwakilan jenis yang tinggi (Supriyanto et al. 2001) dan sebenarnya bentuk globe bumi akan habis terbagi dengan bentuk heksagon sehingga klaster penelitian ini dapat menjadi bagian dalam penomoran heksagon internasional di masa mendatang (Stolte K 29 Juni 2012, komunikasi pribadi) (Lampiran 24). Penelitian-penelitian di hutan gambut pada umumnya menggunakan rancangan plot persegi panjang dan bujur sangkar (Wasis dan Mulyana 2011; Solikhin 2009; Jaya et al. 2007; Simbolon 2003). Pengukuran dan penghitungan biomassa vegetasi didasarkan pada metodologi yang telah dikembangkan oleh JIFPRO (2000) dan SNI 7725 (2011). Analisis data dilakukan dengan prosedur statistik (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
(31)
8
2.1.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biomassa vegetasi di hutan lahan gambut bervariasi antara 1 sampai dengan 70 ton C/ha (Dyck and Shay 1999; Grigal et al. 1985). Biomassa vegetasi pada lahan gambut terbuka adalah berkisar antara 0,7 sampai dengan 4 ton C/ha (Moore
et al. 2002). Pada lahan gambut terbuka, vegetasi yang mendominasi adalah herba, bryophytes dan tumbuhan bawah. Produktivitas biomassa vegetasi lahan gambut sangat dipengaruhi oleh tinggi muka air pada lahan gambut (Moore et al. 2002; Chapin et al. 2004).
Cadangan Karbon Vegetasi pada Hutan Gambut
Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, serasah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis, karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Agus dan Subiksa 2008) (Tabel 1).
Pada umumnya, hutan lahan gambut memiliki 200 ton C/ha biomassa di atas permukaan (Rahayu et al. 2005). Hutan lahan gambut yang masih tersisa seluas 12 juta ha dan mengandung sekitar 1,8 sampai dengan 2,4 giga ton karbon.
Tabel 1 Cadangan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (tC/ha)
Komponen Hutan gambut Hutan primer tanah mineral
Atas permukaan tanah 150 – 200 200 – 350
Bawah permukaan tanah 300 – 6.000 30 – 300
Sumber: Agus dan Subiksa (2008)
Besaran biomassa dan cadangan karbon pada vegetasi di hutan gambut (Tabel 2).
(32)
9 Tabel 2 Beberapa hasil penelitian biomassa dan C tersimpan pada vegetasi di
lahan gambut (biomassa di atas permukaan)
Studi Lokasi Tipe hutan Biomassa
(ton/ha)
C tersimpan (ton/ha) Jaya et al. (2005) Kalteng Rawa gambut
alam
583 268,18
Waldes and Page (2002)
DAS Sebangau,
Kalteng
Rawa gambut campuran
312 143,52
Kaneko (1992) Thailand Hutan
gambut
287 - 491 132,02 – 225,86 Sumber : Jaya et al. (2007)
Pada kondisi hutan alam (bekas tebangan dan sekunder), jumlah pohon menurut kelas diameter memiliki persebaran yang membentuk grafik huruf ”J” terbalik menunjukkan bahwa jumlah pohon berdiameter kecil lebih banyak dibandingkan pohon yang berdiameter besar. Vegetasi dengan kelas diameter 5-15 cm dan 65 cm ke atas lebih banyak dijumpai pada hutan bekas tebangan dibandingkan pada hutan sekunder. Sedangkan vegetasi dengan kelas diameter 15-65 cm lebih banyak dijumpai pada hutan sekunder. Hal ini menggambarkan bahwa pada hutan bekas tebangan dapat dijumpai lebih banyak pohon berdiameter besar dan lapisan bawah (understorey) didominasi oleh anakan pohon (pohon tingkat semai). Untuk sebaran cadangan karbon menurut kelas diameter pada kedua tipe hutan alam memiliki pola sebaran yang berbeda. Pada hutan bekas tebangan, simpanan karbon terbanyak ditemukan pada pohon-pohon dengan kelas diameter > 75 cm. Meskipun jumlah pohonnya lebih sedikit, kandungan biomassanya mencapai 81,22 ton/ha sehingga cadangan karbonnya adalah 40,61 ton/ha. Jumlah karbon tersimpan terbanyak kedua dan ketiga adalah kelas diameter 65-75 cm dan 15-25 cm yang masing-masing memiliki cadangan karbon sebesar 20,25 ton/ha dan 18,95 ton/ha (Rochmayanto 2008). Hasil penelitian tersebut berbeda dengan cadangan karbon di hutan rawa gambut yang berkategori relatif baik pada kawasan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah yang menyebutkan bahwa biomassa dan karbon vegetasi terkonsentrasi pada kelas diameter kecil yaitu 2-10 cm (Jaya et al. 2007).
(33)
10
Total cadangan karbon (biomassa di atas permukaan) di hutan alam gambut di Kabupaten Pelalawan, Riau sebesar 126,01 ton/ha untuk hutan bekas tebangan dan 83,49 ton/ha untuk hutan sekunder (Rochmayanto 2008). Jumlah tersebut ternyata berbeda jauh dengan hasil penelitian Jaya et al. (2007), yang menyebutkan bahwa cadangan karbon hutan gambut di Kalteng sebesar 268,18 ton/ha. Perbedaan tersebut selain disebabkan oleh perbedaan ekosistem antar lokasi penelitian, juga dapat diakibatkan oleh perbedaan persamaan allometrik yang digunakan dan ukuran plot yang digunakan. Jaya et al. (2007) menggunakan persamaan allometrik yang dikembangkan oleh Yamakura et al. (1986), sementara penelitian Rochmayanto (2008) menggunakan persamaan allometrik menurut Murdiyarso et al. (2004).
Sebagai perbandingan lainnya, Brown (1997) melaporkan hasil studinya tentang kandungan biomassa vegetasi di atas permukaan pada beberapa daerah tropis kering. Di hutan primer Kamerun (Afrika) tercatat biomassa atas permukaan sebesar 310 ton/ha dengan cadangan karbon sebesar 155 ton/ha. Di hutan sekunder Nicaragua (Amerika) dilaporkan biomassa atas permukaan sebesar 183 ton/ha dan cadangan karbon sebesar 91,5 ton/ha. Di Malaysia, pada hutan rawa tercatat kandungan biomassa atas permukaan sebesar 220 ton/ha dengan cadangan karbon sebesar 110 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon hutan gambut pada biomassa hidup di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara sebesar 77 ton/ha FAO (2006). Adanya variasi berbagai laporan tersebut dapat diduga sebagai akibat perbedaan metode, tingkat kedetilan perhitungan dan perbedaan ekosistem.
2.2. Pendaman Karbon Organik Gambut
Indonesia memiliki cadangan karbon lahan gambut yang sangat besar. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki 21 juta ha lahan gambut dari 188 juta ha total luas daratan Indonesia (Tabel 3).
(34)
11 Tabel 3 Luas lahan dan cadangan karbon lahan gambut (biomassa tanaman tidak
dimasukkan)
Pulau Luas (juta ha)
Cadangan karbon (juta
ton)
Cadangan karbon (ton/ha)
Referensi
Sumatera 7,2 22.283 3.093 Wahyunto et al. (2003)
Kalimantan 5,8 11.275 1.944 Wahyunto et al. (2004)
Papua 8,0 3.623 454 Wahyunto et al. (2007)
Total 21,0 37.181
Dinamika karbon organik tanah khususnya pada kondisi hutan lahan gambut sangat penting untuk mengembangkan strategi peningkatan sekuestrasi karbon organik tanah pada hutan lahan gambut. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya cadangan karbon organik tanah adalah jenis tanah, topografi, sejarah penggunaan lahan dan penutupan lahan (Marland et al. 2004). Faktor perubahan penutupan lahan sangat mempengaruhi besarnya perubahan karbon organik tanah (Marland et al. 2004).
Indonesia memiliki cadangan karbon lahan gambut sekitar 37.181 juta ton atau 37,181 giga ton (Tabel 3). Perbedaan jumlah cadangan karbon di Sumatera, Kalimantan dan Papua dipengaruhi oleh faktor-faktor tipe kematangan gambut dan tingkat kedalaman gambut yang berbeda.
Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat (sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfer, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0-3 mm gambut per tahun (Parish et al. 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 t CO2/ha/tahun (Agus 2007). Apabila hutan gambut ditebang dan didrainase, maka karbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO2 (salah satu gas rumah kaca terpenting). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan mengkonversi hutan gambut. Perencanaan harus mengacu pada hasil studi yang mendalam mengenai karakteristik gambut setempat dan dampaknya bila hutan gambut dikonversi.
(35)
12
Hutan gambut memiliki kisaran berat jenis gambut yang bervariasi menurut tingkat kematangan gambutnya (Wahyunto et al. 2004) (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai kisaran dan rerata kerapatan lindak tanah gambut (bulk density/BD) dan kadar C organik pada tiap jenis/tingkat kematangan gambut di Kalimantan-Indonesia (Wahyunto et al. 2004)
No.
Tingkat kematangan
gambut
Kerapatan lindak
(BD) (gram/cc) C organik (%)
Kisaran Rerata Kisaran Rerata
1. Fibrik 0,11 – 0,19 0,13 40,02 – 49,69 42,63
2. Hemik 0,20 – 0,24 0,23 34,52 – 40,01 36,24
3. Saprik 0,25 – 0,29 0,27 32,57 – 34,50 33,53
4. Peaty soil/mineral bergambut/sangat dangkal
0,30 – 0,40 0,32 26,85 – 32,55 30,75
Penurunan cadangan karbon tanah gambut di Riau sebesar 2.246,18 juta ton C selama 12 tahun sejak 1990 hingga 2002 pada luasan 4,04 juta ha (atau setara dengan 46,29 ton C/ha/tahun (Wahyunto et al. 2005). Penurunan ini terjadi akibat perubahan kedalaman gambut yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Data pada Tabel 3 dan Tabel 4 pada dasarnya masih bersifat makro sehingga perlu dilakukan lebih banyak penelitian-penelitian skala mikro.
Cadangan karbon tanah gambut di Propinsi Kalimantan Tengah sekitar 6.351,53 juta ton, atau 56,34 % dari total Pulau Kalimantan (Tabel 3) (Wahyunto
et al. 2005). Secara lebih detil, ditampilkan sebaran cadangan karbon tanah gambut pada masing-masing wilayah Kabupaten (Tabel 5) dan berdasarkan kedalaman gambut (Tabel 6) di Propinsi Kalimantan Tengah.
(36)
13 Tabel 5 Sebaran cadangan karbon tanah gambut pada masing-masing wilayah
Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah (Wahyunto et al. 2005)
No. Kabupaten Cadangan karbon (juta ton) Proporsi (%)
1. Kahayan Hilir 2.683,72 42,25
2. Katingan 1.531,02 24,10
3. Kapuas 1.137,23 17,90
4. Kotawaringin Timur 333,52 5,25
5. Barito Selatan 288,87 4,55
6. Kotawaringin Barat 145,97 2,30
7. Seruyan 144,8 2,28
8. Sukamara 69,34 1,09
9. Barito Timur 17,06 0,27
Jumlah 6.351,53 100
Tabel 6 Sebaran cadangan karbon tanah gambut berdasarkan kedalaman gambut di Propinsi Kalimantan Tengah (Wahyunto et al. 2003, 2004, 2007)
No. Kategori
kedalaman
Kedalaman gambut (cm)
Cadangan karbon
(juta ton) Proporsi (%)
1. Dalam sekali 800 – 1.200 2.146,72 33,80
2. Sangat dalam 400 - 800 3.066,36 48,28
3. Dalam 200 - 400 665,98 10,49
4. Sedang 100 - 200 304,42 4,79
5. Dangkal 50 - 100 166,03 2,61
6. Sangat dangkal < 50 2,02 0,03
Jumlah 6.351,53 100
2.3. Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi pada Hutan
Gambut
Dalam penelitian ini, pemulihan cadangan karbon vegetasi didekati dari dinamika perubahan sebagai salah satu konsep lanskap yang digunakan untuk mengidentifikasi perubahan cadangan karbon antara hutan primer, hutan bekas terbakar setelah 1 tahun, 3 tahun dan 8 tahun (dinamika secara temporal). Klasifikasi lanskap yang digunakan dalam penelitian ini adalah habitat patch yang terdiri dari komunitas tegakan. Untuk itu, akan dianalisis perubahan struktur biomassa karbon tegakan dan karbon organik tanah antar habitat patch yang satu dengan habitat patch lainnya. Habitat patch yang menjadi lokasi penelitian adalah (habitat patch hutan lahan gambut primer, habitat patch hutan lahan
(37)
14
gambut bekas kebakaran 1 tahun, 3 tahun dan 8 tahun). Pengertian lanskap adalah area lahan heterogen yang menyusun sebuah klaster interaksi ekosistem-ekosistem yang berulang pada bentuk yang sama pada setiap bagian (Forman and Godron, 1986). Habitat patch terdiri dari tipe komunitas vegetasi tertentu yang secara umum lebih luas daripada homerange individu. Sementara itu, habitat structural
antara lain terdiri dari tipe tanah yang menjadi tempat tumbuh vegetasi serta syarat tumbuh wilayah homogen dan fungsi fisik meliputi ketinggian tempat, suhu, kelembaban dan penetrasi cahaya.
Frekuensi terjadinya kebakaran di hutan gambut sangat berperan dalam menentukan intensitas kebakaran dan dampaknya terhadap kelangsungan hidup tumbuhan hutan gambut serta waktu yang diperlukan untuk proses pemulihan biomassa dan komposisi selanjutnya setelah terjadinya kebakaran (Tagawa et al.
1988; Ngakan 1999; Mirmanto 2001). Jika suatu hutan gambut sering terbakar (frekuensi meningkat) maka akan diperlukan waktu proses pemulihan lebih lama daripada perkiraan waktu pemulihan hutan yang sekali terbakar (Simbolon 2003). Pemulihan hutan pasca kebakaran 1997 di hutan gambut Kalampangan tergolong cepat dalam kurun waktu 5 tahun setelah kebakaran yaitu memiliki nilai total basal area sebesar 3,15 m2
Hutan gambut alam atau primer dan hutan gambut bekas terbakar memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis tumbuhan pohon lebih rendah dibandingkan dengan indeks keanekaragaman jenis pada hutan hutan hujan tropik dataran rendah. Nilai indeks tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai indeks keanekaragaman jenis di hutan pegunungan dan kerangas (Suzuki et al. 1997; Simbolon 2002). Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan edafik dan lingkungan lain dalam hutan gambut yang merupakan ekosistem cekaman seperti keadaan asam, tergenang dan keterbatasan ketersediaan hara sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang dapat beradaptasi. Kecepatan pemulihan vegetasi suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh luasan kerusakan akibat gangguan, spesies /ha dengan sebaran diameter antara 15 cm sampai dengan 25 cm. Dengan memperhitungkan kecepatan pemulihan berdasarkan nilai basal areanya maka diperkirakan hutan gambut hanya memerlukan waktu sekitar 57 tahun untuk pulih kembali mendekati hutan gambut primer (Simbolon 2003).
(38)
15
tumbuhan yang ada disekitar terjadinya gangguan, sifat-sifat jenis tumbuhan dan kondisi iklim setempat (Resosoedarmo et al. 1986).
(39)
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project) CKPP, Kalampangan, Propinsi Kalimantan Tengah (Gambar 2). Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Plot penelitian ditempatkan pada lokasi hutan gambut primer, hutan gambut terbakar berulang tiap tahun dengan luasan ± 51,5 ha, hutan gambut terbakar setelah 3 tahun dengan luasan ± 150,9 ha dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun dengan luasan ± 37,4 ha. Hutan gambut bekas terbakar didefinisikan sebagai hutan gambut yang telah mengalami kebakaran karena gangguan alami (natural disturbance) disertai pemicu kebakarannya.
Gambar 2 Lokasi Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya (Sumber: Ciptadi
(40)
17
Gambaran lokasi penelitian disajikan dalam bentuk tampilan citra (gambar
pixel dimana pixel warna merah terang menunjukkan bekas terjadinya kebakaran) untuk menunjukkan umur hutan gambut bekas terbakar (Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5) dan hutan gambut primer (Gambar 6) sebagai berikut:
Gambar 3 Lokasi hutan gambut terbakar berulang tiap tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kejadian kebakaran bulan September 2009 (B) dan kejadian kebakaran bulan Januari 2010 (C).
A B
(41)
18
Gambar 4 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 3 tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kondisi lokasi plot. pada bulan September. 2009 (B)
Gambar 5 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 8 tahun: kejadian kebakaran bulan Oktober 2003 (A), kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (B).
A B
(42)
19
Gambar 6 Lokasi hutan gambut primer: kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (A), kondisi lokasi plot pada bulan Januari 2011 (B).
Selanjutnya ditampilkan titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat (Tabel 7).
Tabel 7 Titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat
Klaster Plot Posisi koordinat Ketinggian (m dpl)
S E
Hutan gambut primer
1 01O 52,077' 113O 31,632' 54 2 01O 52,061' 113O 31,633' 57 3 01O 52,087' 113O 31,649' 60 4 01O 52,088' 113O 31,608' 58 Hutan gambut bekas
terbakar berulang tiap tahun
1 02O 19,219' 114O 03,484' 14 2 02O 19,202' 114O 03,484' 15 3 02O 19,228' 114O 03,502' 13 4 02O 19,234' 114O 03,470' 12 Hutan gambut bekas
terbakar setelah 3 tahun
1 01O 52,775' 113O 28,456' 45 2 01O 52,755' 113O 28,460' 46 3 01O 52,786' 113O 28,472' 43 4 01O 52,792' 113O 28,439' 51 Hutan gambut bekas
terbakar setelah 8 tahun
1 01O 53,279' 113O 30,961' 47 2 01O 53,265' 113O 30,962' 45 3 01O 53,295' 113O 30,981' 49 4 01O 53,298' 113O 30,948' 47
(43)
20
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: plastik sampel, tally sheet, spidol permanen, tali rafia dan label. Alat-alat yang digunakan antara lain: DBH meter, meteran 50 m, golok, bor gambut, densiometer, kaliper, gunting stek, gergaji mesin, termometer udara, Global Positioning System
(GPS), timbangan dan oven.
3.3. Metode Untuk Menganalisis Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada
Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar
Kegiatan penelitian untuk mengetahui tingkat cadangan karbon vegetasi dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
3.3.1. Pengukuran Variabel Lingkungan
Variabel lingkungan yang diukur antara lain: suhu lingkungan, tinggi muka air gambut, persentase penutupan tajuk dan karakteristik kimia tanah gambut. Suhu lingkungan diukur dengan menggunakan termometer yang dipasang pada ketinggian 1 m di atas permukaan tanah. Tinggi muka air gambut diukur dengan menggunakan pipa paralon PVC dengan panjang 1,5 meter dan dibenamkan kedalam gambut.
3.3.2. Sampling
Penempatan klaster plot contoh menggunakan purposive sampling sebanyak empat plot berbentuk lingkaran dengan luasan masing-masing lingkaran adalah 0,1 ha. Penempatan plot secara purposive diletakkan pada lokasi bekas terbakar berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8 tahun. Penggunaan klaster plot contoh ini menggunakan dasar/turunan dari bentuk heksagon dimana permukaan bumi akan habis dibagi oleh bentuk heksagon. Didalam setiap heksagon diletakkan satu klaster plot secara acak yang terdiri dari empat plot lingkaran. Dalam satu heksagon memiliki luasan sebesar 2.400 hektar yang akan diturunkan kedalam klaster plot seluas 0,4 hektar (intensitas sampling sebesar 0,016%). Bentuk heksagon dipilih karena memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyimpangan/perubahan spasial permukaan bumi serta bentuk plot ini juga telah diuji oleh EPA (Environmental
(44)
21
Protection Agency) (Bechtold et al. 2007). Di Amerika Serikat, penggunaan heksagon ini telah digunakan sebagai sistem plot inventori hutan nasional dan memiliki nomor heksagon tertentu. Penomoran heksagon baru dilakukan di wilayah negara Amerika Serikat oleh USDA FS (United States Department of Agriculture Forest Service) dan penomoran heksagon di negara lainnya termasuk negara Indonesia belum dilakukan (Personal Komunikasi dengan Tim USDA FS, Lampiran 22). Ilustrasi diturunkannya bentuk heksagon menjadi klaster plot (terdiri 4 plot lingkaran) (Gambar 7).
3.3.3. Pembuatan Plot
Pembuatan plot dilakukan menurut prosedur United States Department of Agriculture Forest Service (2005), dimana dalam satu plot terdiri dari empat subplot berbentuk lingkaran terdiri dari: subplot pada pusat plot, subplot pada arah 00, subplot pada arah 1200 dan subplot pada arah 2400 (Gambar 7).
Plot penelitian diletakkan pada 4 lokasi penelitian (hutan gambut primer, hutan gambut terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut terbakar setelah 3 tahun dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun). Dengan demikian, jumlah plot yang harus dibuat sebanyak 4 plot. Dalam setiap plot terdiri dari 4 subplot, sehingga total subplot sebanyak 16 subplot. Dalam metodologi Forest Health Monitoring
(FHM), penelitian ini termasuk kedalam kelompok Intensive Site Ecosystem Monitoring (ISEM) (Bechtold et al. 2007).
(45)
22
Gambar 7 Turunan klaster plot dari heksagon plot (Bechtold et al. 2007) dan plot pengukuran serta titik sampling tanah (diadaptasi dari USDA FS 2005).
(46)
23
3.3.4. Pengukuran Biomassa Tegakan pada Hutan Gambut Primer, Hutan
Gambut Bekas Terbakar Berulang Tiap Tahun, Hutan Gambut Bekas Terbakar setelah 3 Tahun dan 8 Tahun
Kegiatan pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan metode
destructive sampling. Destructive sampling merupakan metode pengukuran biomassa tegakan dengan cara menebang dan membongkar seluruh bagian pohon. Pengukuran biomassa dilakukan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang, cabang, ranting dan daun, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pengukuran biomassa tegakan meliputi tingkat pancang (DBH 2,5 cm – 9,9 cm) dan tingkat tiang (DBH 10 cm – 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH pada subplot dengan radius 7,32 m, sedangkan pengukuran biomassa tegakan tingkat pohon (DBH > 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH pada annular plot dengan radius 17,95 m. Setelah mendapatkan data DBH semua tegakan, kemudian dilakukan pemilihan pohon-pohon yang akan dilakukan destructive sampling.
•
• Sebelum ditebang, ukur diameter setinggi dada batang (DBH) dan tinggi total pohonnya.
Destructive sampling dilakukan sebanyak 33 pohon contoh di hutan gambut primer, 16 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun, 35 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun dan 35 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun yang mewakili kelas diameter rendah (DBH < 2,5 cm), sedang (DBH 2,5 cm – 19,9 cm) dan besar (DBH > 19,9 cm).
• Setiap bagian pohon yang telah ditebang yakni batang, cabang, ranting, dan daun dipisahkan dan ditimbang untuk mengetahui berat biomassa segarnya (kg).
• Ambil sampel sebesar 200 gram pada setiap bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun) untuk diukur berat keringnya di laboratorium.
• Kering oven sampel batang dan cabang besar pada suhu 85º C selama 4 x 24 jam; sampel ranting, daun dan cabang kecil pada suhu 85º
• Timbang berat kering sampel batang, cabang, ranting dan daun.
(47)
24
• Penghitungan berat kering total (JIFPRO 2000; SNI 7725 2011): Bs =
Bbs Bbt x Bks
Keterangan:
Bs adalah berat kering total (kg) Bks adalah berat kering sampel (g) Bbt adalah berat basah total (kg) Bbs adalah berat basah sampel (g)
• Analisa cadangan karbon tanaman dengan menggunakan metode Walkley & Black (analisis jaringan tanaman di laboratorium).
3.3.5.
Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dilakukan sebagai berikut:
Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah
a) Buat 4 sub-plot (2 m x 2m) untuk destructive sampling. Empat sub-plot tersebut terletak di dalam tiap plot lingkaran untuk sensus pohon.
b) Potong semua tumbuhan bawah (herbs dan semai kecil), tidak termasuk akar. c) Timbang seluruh berat basah total tumbuhan bawah.
d) Setelah pengukuran berat basah total, ambil sampel tumbuhan bawah sebanyak 250 gram untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon. e) Kering oven sampel tumbuhan bawah pada suhu 85º
f) Timbang berat kering sampel tumbuhan bawah.
C selama 2 x 24 jam.
Untuk menghitung kadar karbon, maka dilakukan konversi dari biomassa ke dalam bentuk karbon. Biomassa tersebut dikalikan dengan faktor konversi hasil analisis karbon organik dari laboratorium.
C = B x hasil analisis karbon organik dari laboratorium di mana C : Jumlah stok karbon (ton/ha)
B : Biomassa total tegakan (ton/ha)
Untuk mengetahui kandungan karbondioksida, maka hasil perhitungan karbon (C) di atas dikonversikan ke dalam bentuk CO2
CO
dengan menggunakan persamaan:
2 = (Mr. CO2 CO
/Ar. C) x kandungan C, atau 2
di mana Mr. CO
= 3,67 x kandungan C
(48)
25
Ar. C : Berat molekul relatif atom C (12)
3.3.6. Pengukuran Biomassa Nekromas
Pengukuran biomassa nekromas dilakukan dalam subplot dengan ukuran 2 m x 2 m. Tahapan pengukuran biomassa nekromas dilakukan sebagai berikut:
a) Identifikasi tunggak-tunggak kayu yang masih berdiri (dbh ≤ 10 cm). b) Tunggak-tunggak kayu ataupun kayu yang sudah roboh dengan ukuran
diameter pangkal ≤ 10 cm.
c) Ranting-ranting ataupun cabang di lantai hutan dengan ukuran diameter pangkal ≤ 10 cm.
d) Ukur DBH dan panjang kayu berdiri.
e) Timbang kayu yang sudah roboh, ranting dan cabang untuk mengetahui biomassanya. Ambil contoh nekromas sebanyak 250 gram untuk penimbangan berat kering nekromas.
f) Kering oven sampel nekromas pada suhu 85º g) Timbang berat kering sampel nekromas.
C selama 4 x 24 jam.
Pengukuran biomassa nekromas dilakukan dalam subplot dengan ukuran radius 7,32 m. Tahapan pengukuran biomassa nekromas dilakukan sebagai berikut:
a) Identifikasi tunggak-tunggak kayu yang masih berdiri (dbh > 10 cm). b) Tunggak-tunggak kayu ataupun kayu yang sudah roboh dengan ukuran
diameter pangkal dbh > 10 cm.
c) Ranting-ranting ataupun cabang di lantai hutan dengan ukuran diameter pangkal dbh > 10 cm.
d) Ukur DBH dan panjang kayu berdiri.
e) Timbang kayu yang sudah roboh, ranting dan cabang untuk mengetahui biomassanya. Ambil contoh nekromas sebanyak 250 gram untuk penimbangan berat kering nekromas.
f) Kering oven sampel nekromas pada suhu 85º g) Timbang berat kering sampel nekromas.
C selama 4 x 24 jam.
Jika tidak ditemukan nekromas dalam plot pengamatan dengan batasan diameter yang telah ditentukan, maka tidak dilakukan pengukuran nekromas.
(49)
26
3.3.7. Pengukuran Biomassa Serasah
Tahapan pengukuran biomassa serasah dilakukan sebagai berikut:
a) Buat 4 sub-plot (2 m x 2m) untuk pengukuran serasah. Empat sub-plot tersebut terletak didalam tiap plot lingkaran untuk sensus.
b) Ambil semua serasah dalam plot 2 m x 2 m. c) Timbang seluruh berat basah serasah.
d) Setelah pengukuran berat basah total, ambil sampel serasah sebanyak 250 gram untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon.
e) Kering oven sampel serasah pada suhu 85º f) Timbang berat kering sampel serasah.
C selama 2 x 24 jam.
3.4. Metode untuk Menganalisis Tingkat Pendaman Karbon Organik Tanah
Gambut
Titik sampling pengambilan tanah gambut (Gambar 7). Pengambilan sampel tanah pada lahan gambut dilakukan dengan menggunakan alat Eidjel Kemp
dengan diameter 5 cm, panjang 50 cm dan volume 490,625 cm3. Sampel tanah diambil setiap kedalaman 1 meter untuk menghitung kerapatan lindak tanah gambut dan cadangan karbon organik tanah. Sampel yang diperoleh kemudian dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 700C selama 48 jam, selanjutnya setelah kering ditimbang dan dihitung nilai bulk density
(Weishampel et al. 2009). Setelah itu, dianalisis kandungan lengkap kimia gambut dan sifat fisiknya. Analisis karbon tetap (fixed carbon) merupakan analisis C organik secara langsung di laboratorium dan tidak berdasarkan pada nilai default value fraksi C organik.
3.5. Metode Untuk Membuat Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa
Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun dan Setelah 8 Tahun dengan Menggunakan Perhitungan Ekstrapolasi
Pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi dibatasi sebagai pemulihan vegetasi hutan gambut bekas terbakar jika dibiarkan secara alami dalam kurun waktu tertentu dan diasumsikan tidak ada gangguan. Prediksi pemulihan berdasarkan deret waktu umur bekas terjadinya kebakaran didasarkan pada pendekatan pseudo chrono sequences yaitu unit lokasi hutan gambut bekas
(1)
158 Lanjutan Lampiran 23
Nilai K2O dengan biomassa total
K20 5,00417 t-Ratio -3,27955
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -66,047 Prob > |t| 0,0073 Std Error 20,139 Prob > t 0,9963 Upper95% -21,721 Prob < t 0,0037 Lower95% -110,37
N 12
Correlation -0,7423
Nilai P2O5 Bray dengan biomassa total
P2O5 Bray 9,68083 t-Ratio -3,0454
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -61,37 Prob > |t| 0,0111 Std Error 20,1517 Prob > t 0,9944 Upper95% -17,016 Prob < t 0,0056 Lower95% -105,72
N 12
Correlation -0,2971 Nilai Ca dengan biomassa total
Ca 0,81583 t-Ratio -3,53964
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -70,235 Prob > |t| 0,0046 Std Error 19,8424 Prob > t 0,9977 Upper95% -26,562 Prob < t 0,0023 Lower95% -113,91
N 12
Correlation 0,05301 Nilai Mg dengan biomassa total
Mg 0,73083 t-Ratio -3,5441
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -70,32 Prob > |t| 0,0046 Std Error 19,8415 Prob > t 0,9977 Upper95% -26,649 Prob < t 0,0023 Lower95% -113,99
N 12
Correlation 0,03783 Nilai K dengan biomassa total
K 0,15583 t-Ratio -3,5719
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -70,895 Prob > |t| 0,0044 Std Error 19,848 Prob > t 0,9978 Upper95% -27,21 Prob < t 0,0022 Lower95% -114,58
N 12
Correlation -0,1362 Nilai Na dengan biomassa total
Na 0,2575 t-Ratio -3,57235
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -70,793 Prob > |t| 0,0044 Std Error 19,817 Prob > t 0,9978 Upper95% -27,176 Prob < t 0,0022
(2)
159
Lanjutan Lampiran 23
Lower95% -114,41
N 12
Correlation 0,74424 Nilai total basa dengan biomassa total
Tot basa 1,9425 t-Ratio -3,4888
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -69,108 Prob > |t| 0,0051 Std Error 19,8086 Prob > t 0,9975 Upper95% -25,51 Prob < t 0,0025 Lower95% -112,71
N 12
Correlation 0,21842 Nilai KTK dengan biomassa total
KTK 93,6392 t-Ratio 1,361715
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference 22,5883 Prob > |t| 0,2005 Std Error 16,5882 Prob > t 0,1003 Upper95% 59,0986 Prob < t 0,8997 Lower95% -13,922
N 12
Correlation 0,59534 Nilai KB dengan biomassa total
KB 2,18583 t-Ratio -3,46175
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -68,865 Prob > |t| 0,0053 Std Error 19,8931 Prob > t 0,9973 Upper95% -25,081 Prob < t 0,0027 Lower95% -112,65
N 12
Correlation -0,3923 Nilai Al dengan biomassa total
Al 3,19667 t-Ratio -3,37179
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -67,854 Prob > |t| 0,0062 Std Error 20,1241 Prob > t 0,9969 Upper95% -23,561 Prob < t 0,0031 Lower95% -112,15
N 12
Correlation -0,4511 Nilai H dengan biomassa total
H 10,6042 t-Ratio -3,07274
B tot veg 71,0508 DF 11
Mean Difference -60,447 Prob > |t| 0,0106 Std Error 19,6719 Prob > t 0,9947 Upper95% -17,149 Prob < t 0,0053 Lower95% -103,74
N 12
(3)
160 Lampiran 24 Proses diskusi via email dengan Tim USDA FS terkait penomoran
heksagon
DARI:
•
KEPADA:
•
CC:
•
•
Sabtu, 30 Juni 2012 7:09 Dear Dr Stolte
Thank for your information. I chosen the plot based on level of disturbance of forest fire in peatland forest. My research puspose is to evaluate dynamic of carbon stock in peatland forest and recovery level after forest fire. I will wait your information in the later. Hopefully you are always fine and health.
Best regards,
I Wayan S Dharmawan
From: "Stolte, Ken -FS" <[email protected]>
Date: Fri, 29 Jun 2012 16:26:49 +0000
To: [email protected]<[email protected]> Cc: Tkacz, Borys -FS<[email protected]>
Subject: RE: Position of coordinate point_central kalimantan
Dear Dr. Dharmawan,
In the mid-1990s we did have a system where the world was parsed into hugh hexagons (one hex covered all of US)….it was very much like an enormous soccer ball. I remember that we did work on where FHM plots would be in other countries to be on the same “grid” as the U.S.
We are reaching out to others from that time who would have been involved in such a global effort, and I am searching my old records of MOUs, trip reports, etc. to recover how exactly what we did in each country (there were FHM plots established in a number of eastern Europe (e.g. Latvia, Ukraine, Poland) around that same period.
When did you establish your research plots in Kalimantan, and how were these coordinates chosen? I know that we did have one (of 4 or more trips) tech. sharing training on Kalimantan in the mid-1990s. Dr. Soekotjo wan the co-lead with an official from MOF.
(4)
161 Lanjutan Lampiran 24
I’m just curious to know the purpose of your plots in Kalimantan ? We are always interested in how this technology is being used.
I hope you, your family, and colleagues are well and enjoying life.
Sincerely, Ken Stolte
Kenneth W. Stolte Research Ecologist
Eastern Forests Environmental Threats Assessment Center (EFETAC) Southern Research Station-Forestry Sciences Laboratory
3041 E. Cornwallis Road
Research Triangle Park, NC 27709 919-549-4022
From: [email protected] [mailto:[email protected]]
Sent: Thursday, June 28, 2012 7:28 PM
To: Stolte, Ken -FS
Cc: Tkacz, Borys -FS; i wayan dharmawan
Subject: Re: Position of coordinate point_central kalimantan
Dear Dr Stolte
Actually I have research in central kalimantan, Indonesia. I used cluster plot adopted from FHM plot. I have coordinat point that you have received in your email. All part in the region of earth will be divided completely with hexagon plot. In each hexagon will derive one cluster plot FHM. In each country may be has some hexagon. So, my question is what number of hexagon in Central Kalimantan, Indonesia??? Maybe you have database about hexagon number for all region in the world. As example, in US, maybe hexagon number is no. 2, in Canada maybe hexagon number is no. 3 and so on. Thank you very much for your kind attention.
Best regards,
I Wayan S Dharmawan
From: "Stolte, Ken -FS
Date: Thu, 28 Jun 2012 14:56:00 +0000
To:
Cc: Tkacz, Borys -FS
(5)
162 Lanjutan Lampiran 24
Hello Dr. Dharmawan,
I was involved in the mid-1990s with the collaboration between the MOF and USFS.
I don’t quite understand exactly what you are asking…. would you please clarify your question for me?
I think I can help you….. Sincerely,
Ken Stolte
Kenneth W. Stolte Research Ecologist
Eastern Forests Environmental Threats Assessment Center (EFETAC) Southern Research Station-Forestry Sciences Laboratory
3041 E. Cornwallis Road
Research Triangle Park, NC 27709 919-549-4022
DARI:
•
KEPADA:
•
CC:
•
•
•
Kamis, 28 Juni 2012 1:01
Hi Ken: I recall that you had been involved in FHM plot work in
Indonesia. Would you be able to answer the question in email below from I Wayan Dharmawan?
Thanks! Best regards, Borys
From: Mangold, Robert -FS
Sent: Wednesday, June 27, 2012 9:26 AM
To: Tkacz, Borys -FS
Subject: FW: Position of coordinat point_central kalimantan
(6)
163 Lanjutan Lampiran 24
Hey Borys- can you follow up and see what this gentleman is asking for? Thanks. rob
From: Christiansen, Victoria C -FS
Sent: Wednesday, June 27, 2012 9:23 AM
To: Mangold, Robert -FS
Subject: FW: Position of coordinat point_central kalimantan
Rob, Here is the request from I Wayan Dharmawan regarding the number of the hexagon cluster plot in Central Kalimatan, Indonesia. I Wayan knew specifically about you and said that you are “writing the book on forest health
monitoring!” Would you mind responding to him. Thanks so much Rob.
From: I Wayan Dharmawa
Sent: Wednesday, June 06, 2012 1:03 AM
To: Christiansen, Victoria C -FS Cc: i wayan dharmawan
Subject: Position of coordinat point_central kalimantan
Dear Victoria
Thank you very much for your discussion with me this afternoon. Actually, I want to know, what number of the hexagon which the coordinat point is shown in the attachment. Once again, thank you very much for your help and kind
attention. Best regards,
I Wayan S Dharmawan
Forestry Research and Development Agency Ministry of Forestry, Republic of Indonesia