The Effect of Foreign Transaction Stock Return Volatility in Indonesia.
PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP
VOLATILITAS HARGA SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Harga Saham di Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Rita Anggriyani NRP. H 151104344
(4)
(5)
ABSTRACT
RITA ANGGRIYANI. The Effect of Foreign Transaction Stock Return Volatility in Indonesia. Under direction of IMAN SUGEMA and TELISA AULIA FALIANTY
This study considers component GARCH (CGARCH) model to decompose the stock return volatility of composite stock price index and sectoral stock price indices (three bigest market capitalization: finance sector, consumer goods sector, and mining sector) into permanent and transitory component in presence of foreign transaction. This study shows that an increase in stock returns at net positive position will be followed by an increase in transitory volatility components, but didn’t increase the volatility of the permanent components, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The increase in net position will result in increased volatilities (transitory component) is greater than the increase stock returns, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The effects of a shock that occured in previous stock returns in the consumer goods sector will disapper faster than the effects of a shock that occured in previous stock returns in the finance sector and mining sector, both in the volatility of the permanent components and the volatility of the transitory components.
Keywords: stock return, volatility, transitory component, permanent component, CGARCH, half-life
(6)
(7)
RINGKASAN
RITA ANGGRIYANI. Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan TELISA AULIA FALIANTY
Penelitian ini mempergunakan model komponen GARCH (CGARCH) untuk mendekomposisi volatilitas return saham dari indeks harga saham gabungan dan indeks hargasaham sektoral (yang memiliki kapitalisasi pasar tiga terbesar: sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi, dan sektor pertambangan) menjadi komponen permanen dan komponen transitory dengan adanya transaksi asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa return saham gabungan, return saham sektor keuangan dan return saham sektor industry barang konsumsi sangat tergantung dengan return sebelumnya. Sedangkan return sektor pertambangan tidak tergantung dengan return sebelumnya.
Kemudian pada saat transaksi asing bersih (net position) positif, akan meningkatkan return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri konsumsi dan return saham sektor pertambangan.
Peningkatan return saham pada saat net position positif akan diikuti dengan peningkatan komponen volatilitas transitory, namun tidak meningkatkan komponen volatilitas permanen, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
Peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return saham, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
Efek suatu guncangan yang terjadi pada return saham sebelumnya di sektor industri barang konsumsi akan menghilang lebih cepat dibandingkan dengan return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan, baik pada volatilitas komponen permanen maupun pada volatilitas komponen transitory.
Kata Kunci:return saham, volatilitas, komponen transitory, komponen permanen, CGARCH, half-life
(8)
(9)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentukapapun tanpa izin IPB
(10)
(11)
PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP VOLATILITAS
RETURN SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
(12)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D.
(13)
Judul Penelitian : Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia
Nama : Rita Anggriyani
NRP : H 151104344
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. ImanSugema, M. Ec. Ketua
Dr. TelisaAuliaFalianty, SE, ME Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. DahrulSyah, M.Sc.Agr.
(14)
(15)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Telisa Aulia Falianty, SE, ME. selaku anggota komisi pembimbing, yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D. selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Wiwiek Rindayanti selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kepala Pusdiklat Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPS) IPB. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB,semua dosen yang telah mengajar penulis, dan rekan-rekan yangsenantiasa membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
Tak lupa penulismengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada suamiku tercinta Febri Wicaksono, kedua buah hatiku tercinta Muhammad Ilham Haarits Wicaksono dan Faatih Abdullah Wicaksono, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak terkira sejak awal perkuliahan.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis, sedangkan kebenaran yang ada merupakan karunia Allah SWT. Dia jualah yang akan member balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Meskipun demikian, penulis berharap bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Bogor, Oktober 2012
(16)
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahir di Tegal (Jawa Tengah) pada tanggal 22 Desember 1981. Penulis merupakan sulung dari dua bersaudara pasangan Bapak Kaliman dan Ibu Peni Sundari.
Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai mahasiswa kedinasan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan menyelesaikan pendidikan D-IVtersebut pada tahun 2003.
Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPByang merupakan kerjasama dengan BPS,setelah sebelumnya menyelesaikan Program Alih Jenis S1 di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekomoni dan Manajemen IPB.
(18)
(19)
xix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xix
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Tinjauan Teoritis ... 13
2.1.1 Saham ... 13
2.1.2 Indeks Harga Saham ... 14
2.1.3 Transaksi Asing ... 16
2.1.4 Return dan Volatilitas Saham ... 20
2.1.5 Estimate of Volatility ... 21
2.1.6 Arus Modal Asing dan Harga Aset ... 23
2.2 Tinjauan Empiris ... 25
2.3 Kerangka Pemikiran ... 27
2.4 Hipotesis Penelitian ... 29
III. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Sumber Data ... 31
3.2 Definisi Operasional Peubah ... 31
3.3 Metode Analisis ... 32
3.3.1 Analisis Deskriptif ... 32
3.3.2 Analisis Kuantitatif ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Statistik Deskriptif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ... 41
4.2 Pemodelan Volatilitas ... 44
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Simpulan ... 51
(20)
xx
DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 57
(21)
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ringkasan Statistik Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ... 41 2 Deteksi Efek ARCH pada Model ARIMA ... 45 3 Uji Model CGARCH(1,1) ... 46 4 CGARCH(1,1)-Dampak Guncangan Transaksi Asing terhadap Return
Saham Gabungan, Return Saham Sektoral dan Volatilitas ... 48
(22)
xxii
(23)
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) .... 2 2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012 ... 4 3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012 ... 6 4 Kerangka Pemikiran ... 29 5 Plot Data Runtun Waktu Return Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG), Return Sektor Keuangan, Sektor Industri Barang Konsumsi
dan Sektor Pertambangan, 2007-2012 ... 44
(24)
xxiv
(25)
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Harga Saham Gabungan ... 57 2 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 58 3 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
... ... 59 4 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 60 5 Uji Stasioneritas Data Transaksi Asing Bersih/Foreign Net Purchase
(FNP) ... 61 6 Uji Stasioneritas Data Volume Perdagangan Saham di Bursa Efek
Indonesia (BEI) ... 62 7 Correlogram Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 63 8 Correlogram Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 64 9 Correlogram Data Return Indeks Sektor Konsumsi ... 65 10 Correlogram Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 66 11 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) ... 67 12 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ... 68 13 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 69 14 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ... 70 15 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 71 16 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks
Sektor Keuangan ... 72 17 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,0) Data Return
(26)
xxvi
18 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 74 19 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang
Konsumsi ... 75 20 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks
Sektor Industri Barang Konsumsi ... 76 21 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return
Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 77 22 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor
Industri Barang Konsumsi ... 78 23 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 79 24 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks
Sektor Pertambangan ... 80 25 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return
Indeks Sektor Pertambangan ... 81 26 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor
Pertambangan ... 82 27 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) ... 83 28 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan 84 29 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri
Barang Konsumsi ... 85
30 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor
Pertambangan ... 86 31 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ... 87 32 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 88 33 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ... 89 34 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks
(27)
xxvii
35 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 91 36 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor
Keuangan ... 92 37 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks
Sektor Industri Barang Konsumsi ... 93 38 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return
Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 94 39 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor
Industri Barang Konsumsi ... 95 40 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks
Sektor Pertambangan ... 96 41 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return
Indeks Sektor Pertambangan ... 97 42 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor
(28)
(29)
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi likuiditas global telah diakui memiliki kontribusi yang besar terhadap lonjakan arus masuk modal di negara-negara pasar berkembang atau emerging markets. Pada saat yang sama, negara-negara emerging markets tersebut telah melonggarkan aturan mengenai investasi portofolio asing melalui liberalisasi pasar modal yang selanjutnya memacu arus masuk portofolio. Dan emerging markets mempunyai peran besar dalam peningkatan portofolio internasional. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa prospek pertumbuhan ekonomi emerging markets yang tinggi, average returns yang tinggi, volatilitas yang tinggi dan korelasi yang rendah antara emerging markets dengan developed markets (Schill, 2006). Mollah dan Mobarek (2009) juga menemukan volatilitas di emerging markets lebih tinggi dibandingkan developed markets. Volatilitas yang tinggi di emerging markets terkait dengan faktor makroekonomi seperti politik, sosial dan ekonomi.
Pasar modal memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian tergantung pada tingkat keterbukaan pasar modal terhadap pemodal asing atau yang sering disebut sebagai liberalisasi pasar keuangan. Levine (1997) mengatakan bahwa penghapusan hambatan investasi asing untuk masuk ke suatu negara dapat meningkatkan fungsi dari pasar modal domestik negara tersebut melalui peningkatan likuiditas pasar. Likuiditas pasar ini merupakan akibat dari dua manfaat penting yang dihasilkan oleh liberalisasi pasar keuangan, yaitu pengintegrasian pasar domestik ke pasar internasional dan peningkatan standar keterbukaan informasi dan sistem akuntansi perusahaan domestik yang didorong keinginan untuk menarik dana asing.
Keterbukaan atau liberalisasi pasar modal yang tinggi, selain dapat memacu peningkatan indeks saham dan pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Penelitian Simorangkir (2008) menemukan bahwa financial openness yang diproksi dari foreign direct investment dan portfolio investment inflow dibagi dengan GDP memberikan efek negatif terhadap output. Keterbukaan sektor keuangan menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi lebih rapuh terhadap efek pembalikan modal yang kemudian menurunkan output.
(30)
2
Liberalisasi pasar modal telah mendorong keluar-masuknya modal secara bebas pada negara-negara emerging markets, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang masuk ke Indonesia yang berada di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Di Indonesia, liberalisasi pasar modal ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal. Peraturan tersebut memperbolehkan kepemilikan asing sampai 49% di pasar perdana maupun 49% kepemilikan saham di bursa. Keran liberalisasi semakin terbuka lebar setelah pemerintah kemudian memperbolehkan pemodal asing untuk memiliki 100% saham emiten Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek sejak tahun 1997. Hal ini membuat dana asing yang ke pasar modal Indonesia relatif menjadi cukup besar.
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) Berdasarkankewarganegaraannya, investor di pasar modal dibedakan dalam dua kelompok besar, yakni investor dalam negeri atau lokal dan investor asing. Gambar 1 menyajikan kepemilikan saham oleh investor asing dan domestik di pasar modal Indonesia. Kepemilikan saham oleh investor asing selama tahun 2010 hingga 2011 menunjukkan tren meningkat dan berfluktuasi. Porsi kepemilikan asing selama kurun waktu 2010-2011 lebih besar dibandingkan kepemilikan
‐ 500,000.00 1,000,000.00 1,500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 Axis Title
Axis Title
Lokal Asing N ila i kepemilik a n S a ha m (R p M ilia r ) Periode
(31)
3
saham oleh investor domestik, dimana kepemilikan saham oleh investor asing selama 2010-2011 mencapai lebih dari 50 persen.
Porsi kepemilikan saham yang tinggi oleh asing di pasar saham Indonesia sangat terkait dengan nilai besar dan pertumbuhan kapitalisasi pasar perusahaan karena kapitalisasi pasar seringkali menjadi ukuran penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapitalisasi pasar saham Indonesia di seluruh sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai pertengahan 2008 hingga awal 2009 akibat krisis keuangan global yang bermula dari kasus subprime mortgage yang terjadi di Amerika. Krisis keuangan global tersebut telah memberikan tekanan di pasar modal Indonesia hingga menyebabkan merosotnya likuiditas di sektor perbankan dan institusi keuangan nonbank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan banyaknya investor dari institusi keuangan Amerika yang melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk menyelamatkan perusahaan mereka sendiri yang terkena krisis keuangan (Kuncoro, 2009).
Gambar 2 menyajikan kapitalisasi pasar dari sembilan sektor yang terdaftar di BEI, empat sektor diantaranya, yaitu sektor keuangan, infrastruktur, pertambangan dan industri barang konsumsi memiliki kapitalisasi lebih dari 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut lebih rentan terhadap pergerakan investor asing dibandingkan dengan sektor yang memiliki kapitalisasi pasar kurang dari 10 persen yang ditunjukkan dengan lebih fluktuatifnya keempat sektor tersebut. Fluktuasi sektor-sektor tersebut berbeda satu sama lain. Menurut Hammoudeh et al. (2009), sektor dengan tingkat teknologi tinggi akan diminati oleh investor ketika perekonomian booming dan sektor industri barang konsumsi yang memiliki sifat non-cyclical akan diminati oleh investor ketika perekonomian lesu. Selain itu, sektor pertambangan lebih fluktuatif dibandingkan sektor lainnya karena sektor ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti regulasi lingkungan dan harga komoditas sektor ini juga dipengaruhi oleh harga barang tambang dunia.
Dari Gambar 2 terlihat bahwa keempat sektor yang memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen adalah sektor keuangan dari tahun ke tahun memiliki kapitalisasi pasar terbesar. Hal ini dikarenakan sektor keuangan berhubungan
(32)
4
dengan segala aktifitas transaksi masyarakat. Semakin banyak masyarakat menabung, memanfaatkan layanan perbankan, dan aplikasi kredit dapat meningkatkan kinerja perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga saham sektor tersebut.
Sektor infrastruktur memiliki kapitalisasi pasar terbesar setelah sektor keuangan. Berdasarkan persentase kapitalisasi pasar, mulai pertengahan 2009, sektor infrastruktur mengalami penurunan kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Sedangkan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi dari tahun 2008 mengalami kenaikan (Gambar 2). Kenaikan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang akhirnya meningkatkan kemampuan daya beli untuk mengkonsumsi makanan dan minuman.
Selain ketiga sektor tersebut, sektor pertambangan juga memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen (Gambar 2). Hal ini dikarenakan sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang membutuhkan dana sangat besar dan teknologi tinggi serta tingkat pengembalian dari sektor tersebut juga relatif tinggi sehingga sangat menarik bagi investor, terutama investor asing dengan modal yang kuat.
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012 0 5 10 15 20 25 30 20 07: 01 20 07: 04 20 07: 07 20 07: 10 20 08: 01 20 08: 04 20 08: 07 20 08: 10 20 09: 01 20 09: 04 20 09: 07 20 09: 10 20 10: 01 20 10: 04 20 10: 07 20 10: 10 20 11: 01 20 11: 04 20 11: 07 20 11: 10 20 12: 01 20 12: 04
Pertanian Pertambangan Industri Dasar Aneka Industri Barang Konsumsi Properti Infrastruktur Keuangan Perdagangan
Periode K a pit a lis as i P as a r pe r Sektor (%)
(33)
5
Aksi investor asing selalu menjadi perhatian. Irama pergerakannya di pasar selalu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menentukan arah pasar. Ketika investor asing masuk, indikator perdagangan saham di BEI melompat naik. Bahkan, masuknya mereka tidak jarang ikut membangunkan saham-saham lapis dua yang dikenal sebagai saham tidur (sleeping stock). Sebaliknya, ketika investor asing berbondong-bondong keluar, IHSG ikut terseret jatuh. Begitulah kejadiannya selama bertahun-tahun di BEI, investor asing seolah-olah menjadi faktor penentu dalam perubahan indeks dan arah pasar. Akibatnya, investor asing seringkali tampil sebagai komandan lapangan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar modal Indonesia sangat fluktuatif.
Pada Gambar 3 terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar saham Indonesia pada tahun 2008. Hal ini diawali dengan adanya kredit macet di sektor properti Amerika Serikat tahun 2007 yang kemudian menyebar ke lembaga keuangan maupun lembaga pembiayaan di Eropa. Krisis ini berlanjut hingga tahun 2008 dan menyebabkan indeks bursa saham seluruh dunia berguguran. Meskipun demikian, tingkat likuiditas global saat ini relatif masih sangat tinggi dan diperkirakan tujuan investasi investor akan ditujukan ke berbagai bursa-bursa emerging markets yang dapat memberikan potensi tingkat pengembalian/imbal hasil (expected return) yang menarik bagi investor, tak terkecuali Indonesia. Inilah sebenarnya berkah terselubung krisis keuangan AS untuk pasar modal Indonesia (Hadi, 2012).
Adanya krisis pada tahun 2008 memaksa bank sentral di Amerika dan Eropa mengambil berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian mereka sehingga para investor kembali percaya bahwa perekonomian di negara-negara tersebut dan dunia akan pulih. Hal ini kembali menurunkan fluktuasi di pasar saham Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2011 kembali terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi asing di pasar saham karena ketidakpastian penyelesaian krisis di Eropa. Hal ini menyebabkan investor asing kembali memasuki bursa saham negara-negara emerging markets seperti Indonesia (Gambar 3).
(34)
6
Sumber: BEI, berbagai Tahun (diolah)
Gambar 3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas telah dijelaskan bahwa keterbukaan sektor keuangan, selain dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, dapat juga menyebabkan perekonomian menjadi lebih rapuh. Liberalisasi pasar modal telah menarik aliran modal asing. Hal ini dapat meningkatkan likuiditas serta mengurangi cost of capital (Bekaert & Harvey, 2000), tetapi masih menjadi catatan bahwa mobilitas atau aliran modal dapat menyebabkan extreme volatility bagi emerging market seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan sebagian besar negara pasar berkembang merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil, dimana pasar modal mereka memiliki kapitalisasi pasar dan tingkat likuiditas yang relatif kecil dibandingkan pasar modal yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, oleh karena itu sangat rentan terhadap pergerakan modal internasional.
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal, keran investasi asing mulai terbuka sehingga semakin marak masuk ke
Tran
sa
k
si Asing Bersih (
M
iliar Rp)
(35)
7
pasar modal Indonesia. Konsekuensinya, porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia terus meningkat secara signifikan.
Dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia, timbul perdebatan mengenai manfaat yang didapat dari hal tersebut serta menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi perekonomian domestik. Di satu sisi masuknya aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi cost of capital, namun di sisi lain mobilitas modal asing juga dapat menyebabkan extreme volatility.
Derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia sebagai dana jangka pendek (hot money) yang sangat rentan terhadap sentimen dan gejolak di pasar modal menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik. Hal ini dapat ditunjukkan pada saat IHSG melesat memecahkan rekor di posisi 4.193,44 pada 1 Agustus 2011 lalu, disebut-sebut bahwa fenomena ini dikarenakan masuknya investor asing yang percaya bahwa perekonomian Indonesia masih akan tumbuh di atas 6 persen, bahkan di tengah perekonomian global yang diwarnai oleh krisis Eropa. Indonesia dinilai sebagai negara yang layak investasi. Tapi, ketika IHSG kemudian turun ke titik 3.269,45 pada 4 Oktober 2011, disebut-sebut bahwa investor asing tengah lesu karena krisis di Eropa yang semakin mengkhawatirkan. Fakta ini membuktikan bahwa investor asing bisa keluar masuk pasar dengan alasan apapun.
Derasnya aliran modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah menjadi fenomena umum sejak dua dekade terakhir. Sebagai negara kecil yang terbuka, kebijakan moneter Indonesia, dalam hal ini suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara maju, dianggap menjanjikan imbal hasil (return) yang lebih besar bagi investor. Hal ini tentunya menarik banyak investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Konsekuensinya adalah rentannya perekonomian domestik atas gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Dalam konteks pasar modal, ketergantungan tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi.
(36)
8
Estimasi volatilitas di pasar saham sangatlah penting dalam perekonomian dan keuangan. Hal ini dikarenakan volatilitas yang tinggi pada harga saham memiliki efek negatif terhadap perekonomian serta juga dapat menyebabkan perubahan keputusan investasi yang diambil investor, yang pada akhirnya pada jangka panjang menyebabkan jatuhnya arus modal baik dari investor asing maupun domestik (Rajput et al., 2012). Levine dan Zervos (1998) juga mengemukakan bahwa volatilitas yang tinggi juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pasar keuangan, dimana pasar keuangan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Volatilitas yang tinggi di pasar saham negara emerging markets juga sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial (Kaminsky & Reinhart, 2001).
Volatilitas merupakan indikator dari resiko relatif harga saham, dimana semakin besar volatilitas maka semakin besar pula resikonya. Pada umumnya, harga saham akan meningkat sejalan dengan meningkatnya volatilitas. Hal ini disebabkan karena pergerakan tajam pada harga akan memberikan manfaat return yang lebih besar bagi investor. Inilah yang kemudian banyak disebut sebagai hubungan positif antara resiko dengan return yaitu semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula imbal hasilnya.
Kecenderungan investor untuk mengandalkan pergerakan harga saham atau volatilitas sebagai dasar dari pengambilan keputusan mencerminkan aliran dana jangka pendek yang hanya berorientasi pada keuntungan dari margin perdagangan harga saham. Hal inilah yang umumnya terjadi di pasar modal, sehingga manfaatnya pada perekonomian selalu dipertanyakan. Jika investor asing yang mendominasi pasar modal Indonesia lebih mengarah pada praktek semacam ini dibandingkan dengan pertimbangan fundamental, maka hal ini jelas perlu diwaspadai agar kinerja pasar modal domestik dapat dipertahankan dan stabil.
Perkembangan ekonometrik pada pasar keuangan akhir-akhir ini menunjukkan bukti adanya hubungan nonlinier atau volatilitas pada return saham di developed markets dan khususnya di emerging markets. Hal ini dikarenakan investor di emerging markets pada umumnya menerima informasi tidak sempurna dan tidak rasional dalam memprediksi harga saham sehingga menyebabkan harga saham menyimpang dari nilai fundamentalnya.
(37)
9
Perdebatan mengenai pengaruh transaksi asing bagi tingkat resiko di BEI menjadi fokus pada studi ini. Dan karena adanya arus informasi maupun pedagang yang heterogen di pasar saham sehingga volatilitas harga saham berisi komponen permanent dan komponen transitory (Zarour dan Siriopoulos, 2008), maka studi ini mencoba untuk melihat keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham gabungan di Indonesia. Kemudian akan dilihat juga bagaimana keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham sektoral yang memiliki kapitalisasi terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan sektor dengan kapitalisasi tebesar lebih rentan tehadap pergerakan investor asing sehingga lebih fluktuatif.
Maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham gabungan, dari tahun 2007-2012?
2. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham sektoral , dari tahun 2007-2012?
3. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012?
4. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham sektoral, dari tahun 2007-2012?
5. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012?
6. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012?
7. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen di pasar saham masing-masing sektor?
(38)
10
8. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory di pasar saham sektor keuangan, sektor industry barang konsumsi dan sektor pertambangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap:
1. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 2. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap
komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012.
3. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012.
4. Dari ketiga sektor yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan, sektor manakah yang akan mengalami guncangan transaksi investor asing paling lama atau paling cepat.
1.4 Manfaat Penelitian
Studi ini dilakukan dengan harapan dapat menambah khasanah literatur yang mampu memberikan pedoman bagi penelitian atau studi selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi otoritas pasar saham yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dalam menentukan kebijakan khususnya mengenai transaksi investor asing di pasar saham Indonesia dan harga saham.
(39)
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Guna menghindari terlalu luasnya cakupan permasalahan dan supaya tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dalam pembahasan penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Observasi yang dilakukan meliputi periode Januari 2007 sampai dengan Mei 2012.
2. Transaksi investor asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
(40)
12
(41)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham
Saham merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Bursa Efek Indonesia, 2012). Dengan penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Saham menjadi salah satu instrumen yang menarik bagi para investor dikarenakan dengan memiliki saham para investor memiliki dua keuntungan (Bursa Efek Indonesia, 2012), yaitu:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan yang diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Namun, sebagai instrumen investasi, saham juga memiliki resiko antara lain (Bursa Efek Indonesia, 2012):
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
2. Resiko Likuiditas
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir. Setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan), jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan tersebut, maka sisa tersebut dibagi
(42)
14
secara proposional kepada seluruh pemegang saham. Namun, jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan resiko terberat yang mungkin dialami oleh pemegang saham.
Menurut Bursa Efek Indonesia (2012), di dalam pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Permintaan dan penawaran atas saham tersebut terjadi karena banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi perekonomian mau pun non perekonomian suatu negara dimana perusahaan tersebut berada.
2.1.2 Indeks Harga Saham
Seperti halnya kebanyakan variabel perekonomian lainnya, perubahan harga saham mengalami fluktuasi yang tinggi dan cepat. Bean (2003) menjelaskan bahwa harga ekuitas dapat berubah-ubah karena adanya komponen gelembung eksogen dan stokastik, yang tumbuh secara eksponensial tetapi dapat runtuh. Selama munculnya gelembung yang terjadi karena suku bunga (premi) pembiayaan eksternal rendah, maka investasi, permintaan agregat dan output potensial meningkat, sedangkan bila gelembung runtuh maka proses berbalik. Detken dan Smets (2004) menemukan bahwa harga saham dan real estate meningkat kuat selama periode boom atau kenaikan harga yang cepat dan jatuh setelah periode boom. Pertumbuhan riil PDB sangat kuat selama boom, yang terutama didorong oleh investasi swasta total dan juga tercermin dalam investasi perumahan. Dan untuk melihat perubahan atau untuk memperbandingkan suatu keadaan dengan keadaan sebelumnya, suatu formula statistik yang dapat digunakan adalah angka indeks.
Indeks harga saham sering dipakai sebagai barometer kondisi perekonomian di berbagai negara yang didasarkan pada kondisi pasar terkini. Hal ini karena indeks harga saham dapat menjadi konklusi dari pengaruh simultan
(43)
15
berbagai faktor, khususnya fenomena yang terjadi dalam perekonomian (BEI, 2012).
Penggunaan indeks harga saham memiliki manfaat sebagai berikut (BEI, 2012):
1. Memudahkan pemantauan atas perubahan harga saham setiap hari.
2. Memberikan gambaran mengenai perkembangan dari pasar modal secara keseluruhan bahkan dapat menjadi indikator perkembangan perekonomian suatu Negara.
3. Untuk memperkirakan keuntungan/kerugian yang akan diperoleh berdasarkan ramalan atas gejala harga saham di waktu yang akan datang. Salah satu indeks harga saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan indikator pasar saham yang dihitung secara menyeluruh dari total saham yang tercatat di BEI. IHSG mulai diperkenalkan tanggal 1 April 1983 untuk seluruh saham preferen dengan tahun dasar tanggal 10 Agustus 1982, dimana saat itu IHSG dihitung dengan nilai 100 dengan total saham yang tercatat sebanyak 13 saham. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weighted average index). Secara matematis dapat ditulis:
(2.1) Dimana:
NPt : rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikalikan dengan harga pasar per lembar) dari saham-saham pada hari ke-t
ND : rata-rata tertimbang nilai pasar saham-saham pada tanggal 10 Agustus 1982
Selain IHSG yang bersifat umum, BEI juga mengeluarkan Indeks Saham Sektoral yang merupakan sub indeks dari IHSG. Indeks Saham Sektoral ini dikenal dengan nama IDX Sectoral Indices. Indeks ini mulai diperkenalkan tanggal 2 Januari 1996. Indeks ini sangat berguna bagi para analis maupun investor untuk menelaah sektor mana saja yang sedang tumbuh dan sedang turun. IDX Sectoral Indices diklasifikasikan menjadi 9 sektor, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor
(44)
16
industri barang konsumsi, sektor properti, sektor infrastruktur, sektor keuangan, dan sektor perdagangan.
2.1.3 Transaksi Asing
Sebagai akibat dari liberalisasi pasar modal menyebabkan transaksi di pasar modal Indonesia semakin berkembang dan tanpa batasan negara. Jika sebelum era liberalisasi transaksi hanya dapat dilakukan antar investor domestik, namun setelah era liberalisasi transaksi dapat dilakukan antar investor domestik, antar investor asing, maupun dari investor domestik ke investor asing atau sebaliknya. Hal ini punya pengaruh positif bagi investor, baik lokal maupun asing, karena para investor dapat membentuk suatu portofolio sekuritas optimal yang merupakan kombinasi saham domestik maupun asing, sehingga akan mereduksi tingkat resiko dari suatu portofolio saham. Aliran modal antar negara tidak akan berhenti karena investasi dalam konteks global berbasis internasional akan meningkatkan return dan mengurangi tingkat resiko bagi investor.
Teori mengenai pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing dikemukakan oleh Stulz dan Wasselfallen (1995) sebagai berikut:
“under certain condition, such restriction maximaze firm value”.
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan fungsi permintaan saham domestik antara investor lokal investor asing, dimana permintaan investor asing kurang elastis dibandingkan permintaan investor lokal. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menjual saham dengan premium pada investor asing, sehingga perusahaan dapat dikatakan akan menciptakan nilai (Haryanto, 1998).
Ketertarikan investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam suatu bursa, terutama bursa yang relatif baru berkembang disebabkan oleh tingkat efisiensi bursa yang masih rendah. Penyebabnya antara lain adalah pertama, adanya asymmetric information, dimana investor asing umumnya mempunyai banyak akses pada informasi sehingga mereka lebih banyak memanfaatkan peluang ini untuk memperoleh keuntungan. Kedua, adanya sikap dari emiten, terutama Chief Executive Officer (CEO)-nya yang lebih tanggap pada kebutuhan investor asing juga memberikan angin segar bagi investor asing.
(45)
17
Transaksi asing selama ini telah menjadi leader dalam transaksi perdagangan di bursa, sehingga mereka menjadi benchmark bagi investor lokal. Bahkan banyak di antara investor lokal yang menjadi follower dalam mengambil keputusan transaksi di bursa. Hal ini tidak lain disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan bursa dan jaringan informasi yang dimiliki.
Investor asing yang pada umumnya institusi memang memiliki karakter yang berbeda jika dibandingkan dengan investor individu maupun lokal. Secara umum, karakteristik investor asing adalah sebagai berikut:
1. Ukuran perusahaan.
Investor institusi asing dengan pertimbangan ketersediaan informasi yang lebih banyak akan lebih memilih saham dari emiten/perusahaan besar. 2. Penguasaan informasi.
Investor institusi asing rata-rata lebih well informed dibandingkan dengan investor individu dan lokal. Hal ini karena rendahnya marginal cost yang dipikul oleh investor institusi dalam memperoleh informasi.
3. Analisis sekuritas.
Sebagai perusahaan multinasional, investor asing memiliki analis sekuritas sendiri yang berpengalaman, sehingga mereka mendapatkan rekomendasi yang realible.
4. Transaksi sekuritas.
Bagi investor asing institusi, efisiensi transaksi dan lembaga kliring bukan masalah kritis karena mereka memakai jasa global custodian untuk menangani transfer sekuritas dan kegiatan transaksi yang lain.
Terdapat dua hipotesis mengenai transaksi beli investor asing melalui pasar modal (portfolio investment). Hipotesis pertama disebut dengan feedback trading menyatakan bahwa transaksi beli investor asing disebabkan oleh adanya ekspektasi perubahan harga pasar saham (return). Return yang lebih tinggi akan mendorong lebih besar transaksi beli investor asing, sehingga terdapat hubungan positif antara transaksi beli investor asing dengan return masa lalu di pasar saham. Tetapi sebaliknya, transaksi beli investor asing berhubungan negatif dengan volatilitas return saham, karena diasumsikan para investor asing adalah risk averse. Oleh karena itu, volatilitas return saham yang tinggi – berimplikasi pada
(46)
18
resiko yang besar – cenderung akan menurunkan aliran modal masuk (Lin dan Swanson, 2004).
Hipotesis kedua menyatakan bahwa transaksi beli investor asing yang menyebabkan perubahan harga saham. Hipotesis ini dikenal dengan information dissemination. Dalam hal ini, peningkatan transaksi oleh investor asing akan meningkatkan harga saham (Froot et al, 2001). Peningkatan harga saham dapat bersifat temporer maupun permanen. Jika peningkatan harga terjadi secara temporer, maka hal ini dapat disebabkan karena adanya tekanan harga (excess demand). Sedangkan jika peningkatan harga saham bersifat permanen, maka hal ini mungkin disebabkan karena cerminan penurunan biaya modal jangka panjang yang berhubungan dengan benefit dan adanya risk sharing.
Masuknya investor asing ke dalam bursa saham juga dapat menurunkan volatilitas harga saham, hal ini terjadi jika diasumsikan investor asing yang berinvestasi dalam bursa saham merupakan well-informed traders, bukan noise traders atau spekulan. Meningkatnya partisipasi well-informed traders dalam pasar saham akan meningkatkan kualitas dan reliabilitas informasi sehingga pasar saham menjadi lebih efisien yang pada akhirnya dapat menurunkan volatilitas harga saham. Peningkatan investor asing yang diasumsikan well-informed traders sehingga menurunkan volatilitas harga saham ini dikenal dengan teori investor-base (Holmes dan Wong, 2001).
Dibalik besarnya manfaat dari integrasi sistem keuangan dunia dan meningkatnya global financial flows, terdapat resiko-resiko yang perlu diwaspadai, khususnya oleh negara-negara emerging markets yang infrastruktur sektor keuangannya masih lemah. Kecenderungan derasnya aliran modal jangka pendek ke negara-negara emerging markets seringkali didasari oleh motif spekulasi. Dampak buruk dari aliran modal jangka pendek yang sering dihadapi oleh negara-negara tersebut adalah fenomena arus balik modal (capital reversal) secara mendadak dalam jumlah besar. Hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan membuat perekonomian terpuruk ke dalam krisis keuangan dan perbankan (Kurniati, 2000).
Terdapat dua penjelasan atau teori mengenai dampak dari aktivitas penjualan saham oleh investor asing terhadap bursa saham. Pertama adalah
(47)
19
leverage effect, penjualan saham oleh investor asing kepada investor domestik lebih disebabkan faktor price direction (profit oriented), yang kemudian tindakan investor asing tersebut cenderung akan diikuti oleh investor domestik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) di Indonesia dan Thailand yang menemukan bahwa setelah era liberalisasi bursa saham, investor domestik tidak lagi menjadi price setter tetapi cenderung menjadi price follower yang dalam terminologi lain disebut dengan herding behavior. Hal tersebut mengakibatkan semakin memperbesar supply saham sehingga terjadi penurunan harga saham akibat excess supply. Selain mengakibatkan penurunan harga saham, juga berdampak pada peningkatan volatilitas, hal ini terjadi karena harga saham yang sedang tinggi pada saat investor asing melakukan penjualan berubah menjadi lebih rendah dalam waktu singkat akibat excess supply. Sementara penjualan antar investor asing cenderung lebih dimotivasi oleh faktor likuiditas dan sedikit disebabkan oleh faktor price direction sehingga tidak mengakibatkan volatilitas bursa saham.
Penjelasan kedua dikemukakan oleh Merton (1987), memperbesar investor-base akan meningkatkan risk sharing dan harga saham. Meningkatkan investor-base akan meningkatkan keakuratan informasi bursa saham dan menurunkan volatilitas. Dengan demikian pembelian saham oleh investor asing cenderung menurunkan volatilitas dengan meningkatkan investor-base. Keadaan sebaliknya jika terjadi penjualan saham oleh investor asing akan menurunkan investor-base dan cenderung meningkatkan spekulan atau noise traders sehingga meningkatkan volatilitas. Sementara transaksi antar investor asing ataupun antar investor domestik tidak merubah jumlah investor-base sehingga cenderung tidak memengaruhi volatilitas.
Tetapi jika diasumsikan bahwa investor asing adalah bersifat noise traders maka justru keberadaan investor asing akan menyebabkan ketidakstabilan pasar saham dan membuat harga saham semakin volatile. Untuk itu, Holmes dan Wong (2001) menyebutkan bahwa investor asing merupakan sumber dari volatilitas dan membahayakan perekonomian akibat dari pembalikan modal yang tiba-tiba.
(48)
20
2.1.4 Return dan Volatilitas Saham
Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham memungkinkan seorang investor untuk membandingkan keuntungan aktual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai saham pada tingkatan pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain, return pun memiliki peran yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham.
Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua unsur pokok return total saham, yaitu capital gain dan yield. Capital gain merupakan hasil yang diperoleh dari selisih antara harga pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan (kurs jual). Artinya jika kurs beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya.
Menurut Jorion (2007), return aset finansial merupakan random variable. Ada dua metode untuk pengukuran return :
1. The aritmetic atau discrete
Pada metode ini rate of return merupakan penjumlahan dari capital gain dan pembayaran dividen atau kupon dimana mempunyai persamaan sebagai berikut:
(2.2) 2. Geometric rate of return
Pada metode ini rate of return merupakan logaritma dari rasio harga, yaitu:
(2.3) Dalam penyederhanaan rumus maka untuk pembayaran dividen diasumsikan
nol (Dt = 0) sehingga persamaan diatas menjadi:
(2.4) Dimana:
rt = rate of return pada hari t Pt = harga aset/saham pada saat t
(49)
21
Pt-1 = harga aset/saham pada saat t-1 Dt = pembayaran deviden pada saat t
2.1.5 Estimate of Volatility
Volatilitas return ditunjukan dengan varian atau standar deviasi return. Volatilitas adalah pengukuran statistik variasi harga suatu instrumen (Butler, 1999). Dengan kata lain, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return. Semakin tinggi volatilitasnya, maka kepastian return suatu saham semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan forecasting, volatilitas umumnya diasumsikan konstan dari waktu ke waktu, walaupun kenyataannya tidak. Menurut Watsham (1997), volatilitas yang konstan dari waktu ke waktu disebut homoskedastic, sedangkan volatilitas yang tidak konstan disebut heteroskedastic.
Volatilitas Konstan (Constant Volatility) dapat diukur menggunakan Standar Deviasi (Standard Deviation), rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average) dan Historical Simulation. Standar deviasi dapat digunakan untuk mengukur volatilitas data yang memiliki distribusi normal. Standar deviasi mengukur penyebaran atau distribusi yang merupakan jarak rata-rata perubahan harga terhadap mean sebagai puncak.
Asumsi volatilitas dan korelasi biasanya konstan, tetapi kenyataannya volatilitas dan korelasi pada data keuangan adalah tidak konstan, kadang menunjukan ketidakteraturan. Bisa saja pada suatu periode volatilitasnya rendah namun berikutnya diikuti dengan volatilitas tinggi. Hal ini disebut dengan volatility clustering. Volatilitas tidak konstan (Non-Constant Volatility) dapat diukur menggunakan metode Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedastic (GARCH).
2.1.6 Permanent Component dan Transitory Component Volatility
Setiap data runtun waktu (time series) dapat didekomposisi menjadi dua
komponen additive, yaitu sebuah series yang stasioner dan sebuah random
walk. Bagian yang stasioner disebut sebagai komponen cyclical, didefinisikan sebagai momentum yang dapat diproyeksikan di setiap titik waktu dalam
(50)
22
series. Sedangkan bagian yang random walk merupakan nilai tengah dari distribusi yang diduga untuk jalur (model) masa depan dari series yang sebenarnya.
Beveridge dan Nelson (1981) menyebutkan bahwa komponen permanen ditunjukkan sebagai random walk dengan drift. Perbedaan antara komponen permanen dan nilai sebenarnya dari series data merupakan momentum yang terkandung dalam series pada suatu titik tertentu dan hal tersebut secara alami mengukur komponen transitory atau cyclical-nya. Komponen transitory merupakan proses stasioneritas dengan rata-rata nol. Pergerakan transitory atau cyclical dapat diamati dalam data runtun waktu ekonomi dan dapat dipisahkan dari komponen permanen atau trend yang memiliki peran penting dalam membentuk pemikiran kita mengenai fenomena yang terjadi dalam perekonomian. Dalam pasar saham juga terdapat dekomposisi komponen-komponen volatilitas. Hal ini disebabkan agen-agen dalam pasar saham yang heterogen memiliki horizon waktu perdagangan yang berbeda sehingga mengindikasikan adanya volatilitas jangka pendek (short-run volatility) dan volatilitas jangka panjang (long-run volatility) (Muller et al.,1997).
Andersen dan Bollerslev (1997) menunjukkan bahwa volatilitas pasar mencerminkan agregasi dari berbagai komponen volatilitas yang saling bebas, dimana masing-masing komponen tersebut memiliki struktur yang berbeda karena perbedaan datangnya informasi. Informasi yang heterogen ini akan masuk ke pasar sehingga menciptakan efek volatilitas jangka pendek (short-run) dan jangka panjang (long-run). Lisenfeld (2001) juga menjelaskan bahwa sejumlah kedatangan informasi dan sensitifitas berita merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan pergerakan dalam volatilitas perubahan harga saham. Volatilitas jangka pendek utamanya disebabkan oleh proses kedatangan informasi, sedangkan volatilitas jangka panjang disebabkan oleh sensitifitas berita baru.
Muller et al.(1997) berpendapat bahwa pedagang dalam jangka pendek akan bereaksi terhadap komponen volatilitas transitory dengan meningkatkan aktivitas perdagangan mereka, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan volatilitas. Park et al. (2007) menyebutkan bahwa informasi yang memengaruhi seluruh pasar dicerminkan oleh komponen permanen dari conditional variance. Informasi ini
(51)
23
berkaitan dengan fundamental makroekonomi. Di sisi lain, komponen transitory dari conditional variance berasal dari noise traders atau market friction yang didasarkan pada efek mikroekonomi dari struktur pasar keuangan.
2.1.7 Arus Modal Asing dan Harga Aset
Secara teoritis, pemodal asing dapat memengaruhi kinerja pasar modal domestik secara positif maupun negatif. Menurut pandangan ekonom mainstream, salah satu manfaat arus modal asing adalah mendorong kenaikan harga saham. Arus modal asing membawa dampak pada price earning ratio (P/E ratio) perusahaan. P/E ratio yang tinggi membuat ongkos pembiayaan menjadi lebih rendah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai investasi perusahaan. Biaya modal yang rendah dan pasar modal yang sedang booming juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan emisi saham. Harga premium emisi baru menjadi pendorong perusahaan lain untuk melakukan emisi saham (BAPEPAM-LK, 2008). Namun, peningkatan harga saham yang tidak masuk ke perusahaan – hanya meningkatkan P/E ratio – tidak akan membawa multiplier pada peningkatan output karena investasi hanya terjadi di pasar sekunder yang hanya memengaruhi harga saham dan tidak terjadi aliran masuk modal ke perusahaan. Hal inilah yang menjadi perhatian serius dalam transaksi di pasar sekunder.
Wang (2007) berpendapat bahwa peran asing dalam pasar sekunder dapat dilihat dari dua aspek yaitu aktivitas perdagangan (trading) dan kepemilikan efek (ownership). Keduanya akan akan memberikan dampak berbeda bagi volatilitas di bursa. Peningkatan harga saham dalam jangka pendek akan meningkatkan transaksi di pasar bursa sehingga memberikan dampak peningkatan volatilitas. Sebaliknya peningkatan kepemilikan saham justru akan membawa pada penurunan volatilitas. Hubungan negatif tersebut dinamakan sebagai dampak yang menenangkan (calming effect) terhadap volatilitas harga saham yang akan datang.
Hubungan antara lonjakan modal dan booming harga aset domestik juga cukup relevan dalam ekonomi negara-negara emerging markets. Negara-negara emerging markets telah sering mengalami serangkaian siklus boom-bust yang menghasilkan krisis ekonomi. Ini dimulai dengan tahap booming ekspansi kredit,
(52)
24
peningkatan investasi, harga aset naik, dan arus modal masuk meningkat, dan berakhir dengan tahap meledak ketika semua berbalik (Kim & Yang, 2009).
Arus masuk modal dapat membantu ekonomi domestik dengan berbagai cara, tetapi arus masuk modal yang besar juga dapat menghasilkan keadaan ekonomi makro yang tidak diinginkan. Sejarah mencatat bahwa perekonomian di negara-negara emerging markets sering mengalami periode arus masuk modal yang cepat diikuti dengan arus keluar yang cepat juga, menghasilkan siklus boom-bust. Periode awal aliran modal sering ditandai dengan apresiasi nilai tukar riil, ekspansi kredit domestik, booming konsumsi dan/atau investasi, dan gelembung harga aset. Seiring waktu, proses tersebut cenderung untuk membalikkan sendiri: arus modal masuk bersih berubah menjadi arus keluar bersih dan ternyata boom berubah menjadi bust, dengan konsekuensi yang merugikan bagi harga aset lokal dan, sering, ekonomi riil. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa krisis Asia pada tahun 1990-an terkait dengan arus modal yang berlebihan (Kim & Yang, 2009).
Kim dan Yang (2009) menyebutkan bahwa arus masuk modal dapat memengaruhi harga aset dalam tiga cara. Pertama, arus masuk portofolio asing langsung dapat memengaruhi permintaan untuk aset. Sebagai contoh, arus masuk modal ke pasar saham meningkatkan permintaan dan, oleh karena itu, harga saham. Selain itu, arus masuk portofolio kemudian dapat memengaruhi pasar lain. Misalnya, sebagai arus modal ke pasar saham, adanya kenaikan harga saham tidak serta-merta akan meningkatkan hasil (return) yang diharapkan dari saham tersebut, tetapi hasil yang diharapkan dari saham dapat juga menurun. Investor mungkin akan mencari keuntungan yang lebih tinggi di pasar aset lainnya, seperti real estate dan obligasi, sehingga menempatkan tekanan terhadap harga aset lainnya.
Kedua, arus masuk modal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah uang beredar dan likuiditas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga aset. Arus masuk modal cenderung menyebabkan nilai tukar nominal dan riil menjadi terapresiasi. Jika otoritas moneter ingin menghindari hal tersebut, mereka harus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengimbangi kelebihan permintaan untuk mata uang lokal dengan membeli mata uang asing. Hal ini
(53)
25
menyebabkan akumulasi cadangan devisa dan karenanya, pasokan uang domestik. Ketika hal ini mengarah ke peningkatan aliran likuiditas ke pasar aset, harga aset mungkin akan melonjak. Intervensi mata uang asing dapat disterilkan dengan menjual surat berharga pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Namun, jika sterilisasi parsial, kemudian likuiditas dan aset harga dapat meningkat.
Ketiga, arus masuk modal cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan mengarah pada peningkatan harga aset dalam beberapa cara. Ekspansi moneter mengikuti arus modal masuk dapat menyebabkan ledakan ekonomi. Tingkat suku bunga dunia yang jatuh dapat menyebabkan ledakan konsumsi dan ledakan investasi, dan juga penurunan suku bunga domestik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan investasi. Dan, untuk negara debitur, penurunan tingkat suku bunga dunia akan menyebabkan efek pendapatan dan efek substitusi, yang juga dapat menyebabkan ledakan konsumsi.
2.2 Tinjauan Empiris
Studi tentang bagaimana dampak transaksi investor asing dan volatilitas di pasar modal telah banyak dilakukan, Neely dan Fawley (2012) melakukan penelitian mengenai persistensi guncangan capital flows terhadap volatilitas di pasar keuangan Jepang dengan menggunakan data harian1 Januari 2005 hingga 3 Desember 2010. Peubah transaksi yang dilakukan oleh investor asing maupun domestik sebagai proksi capital flows serta volume perdagangan merupakan peubah eksogen. Penelitian ini menggunakan metode GARCH dan CGARCH dan hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan capital flows terhadap volatilitas asset yang bersifat transitory lebih besar dibandingkan permanen. Guncangan capital flows terhadap komponen transitory akan meningkatkan volatilitas, sedangkan guncangan capital flows terhadap komponen permanen akan menurunkan volatilitas di pasar saham maupun pasar uang Jepang.
Hammoudeh et al. (2010) antara lain ingin melihat dampak dari peubah harga minyak dunia, Morgan Stanley Capital Index (MSCI), Federal Funds Rate (FFR) terhadap volatilitas harga saham sektoral di Amerika. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara volatilitas dan volume perdagangan saham pada komponen permanen dan komponen
(54)
26
transitory volatilitas. Hasil penelitian menujukkan bahwa harga minyak dunia dan MSCI memiliki dampak lebih besar terhadap volatilitas harga saham di Amerika dibandingkan FFR. Sektor Konstruksi dan Industri Metal yang merupakan sektor yang bersifat cyclical lebih responsif terhadap guncangan harga minyak dunia. Sektor Industri Metal merupakan sektor yang paling responsif terhadap peningkatan volatilitas MSCI. Guncangan harga minyak dunia dan MSCI akan meningkatkan volatilitas transitory di semua sektor, kecuali Tembakau. Sedangkan FFR justru menurunkan volatilitas transitory. Volume perdagangan merupakan faktor penting dalam estimasi volatilitas. Pada model CGARCH menunjukkan bahwa volatilitas transitory memiliki persistensi lebih rendah dan durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan permanen volatilitas di semua sektor.
Hammoudeh et al. (2009) menggunakan teknik multivariate yang terbaru yaitu VAR-GARCH untuk melihat transmisi guncangan dan volatilitas di antara sektor perbankan, industri dan jasa untuk Kuwait, Qatar dan Saudi Arabia. Sedangkan sektor keuangan, asuransi dan jasa untuk Uni Emirates Arab (UEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas masa lalu lebih besar pengaruhnya terhadap volatilitas saat ini dibandingkan guncangan masa lalu dan terjadi spillover volatilitas di antara ketiga sektor dalam masing-masing negara, kecuali Qatar. Sektor perbankan lebih sensitif terhadap volatilitas masa lalu dan sektor industri merupakan sektor yang paling volatil terhadap guncangan masa lalu atau berita. Untuk para investor sebaiknya memilih sektor perbankan untuk berinvestasi di Saudi Arabia, Qatar dan UEA. Sedangkan di Kuwait, sebaiknya investor berinvestasi di sektor industri.
Penelitian yang dilakukan oleh Lai et al. (2008) bertujuan mempelajari dampak perdagangan investor asing terhadap volatilitas saham di pasar saham Taiwan. Dengan menggunakan GJR-GARCH, Lai et al. (2008) menemukan bahwa perdagangan investor asing berhubungan positif dengan return saham saat ini dan perdagangan investor asing juga dapat meningkatkan conditional volatility.
Selanjutnya, Deo et al. (2008) menguji hubungan antara return saham, volume perdagangan, dan volatilitas di beberapa negara Asia Pasifik dengan
(55)
27
menggunakan VAR dan EGARCH menemukan bahwa return saham dipengaruhi oleh volume perdagangan dan begitu juga sebaliknya. Deo et al. (2008) juga menemukan bahwa volume perdagangan berkontribusi terhadap informasi yang terdapat pada return saham dan volatilitasnya.
Zarour dan Siriopoulos (2008) ingin mengetahui keberadaan dekomposisi volatilitas return saham di sembilan negara emerging markets Asia Tengah dengan menggunakan model komponen varians transitory dan permanen yang dikembangkan oleh Lee dan Engle. Keberadaan struktur komponen volatilitas disumbang oleh komponen volatilitas yang bersifat transitory dan volatilitas permanen yang menurun secara perlahan dalam waktu lebih lama di Jordan, Oman dan Saudi Arabia.
Studi yang dilakukan oleh Wang (2007) memfokuskan pada dampak perdagangan harian yang dilakukan oleh investor asing setelah liberalisasi pasar dan menjelaskan dinamika perubahan volatilitas di pasar karena perdagangan investor asing di pasar saham Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian yang dilakukan Wang (2007) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing dan volatilitas di pasar saham Indonesia dan Thailand. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara perdagangan yang dilakukan oleh investor asing maupun investor lokal dengan volatilitas.
Clark dan Berko (1997) meneliti mengenai hubungan antara harga saham di Mexico dengan pembelian bersih oleh investor asing dengan menggunakan data bulanan dari Januari 1989 sampai dengan Maret 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan 1 persen kapitalisasi pasar yang diakibatkan oleh arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara contemporaneous sebesar 13 persen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan base-boardening hypothesis, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa risk sharing yang lebih besar dan peningkatan likuiditas akibat arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara permanen.
(56)
28
2.3 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai salah satu negara emerging markets sangat merasakan lonjakan arus masuk modal asing. Keadaan tersebut semakin diperkuat dengan peraturan investasi yang semakin longgar. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang keluar/masuk ke pasar modal Indonesia di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian lebih tinggi. Aliran modal asing yang tinggi bagi emerging markets dapat menyebabkan extreme volatility seperti krisis 1997.
Di satu sisi, kita perlu tetap menjaga keterbukaan Indonesia pada modal asing yang masuk. Perekonomian yang sedang berkembang tetap memerlukan asing. Namun di sisi lain, kita perlu mencermati jenis modal yang masuk. Modal asing, terutama yang sifatnya portfolio dan berjangka pendek, apabila masuk dalam jumlah besar dan waktu singkat akan menyebabkan kondisi yang tidak sehat pada transaksi berjalan (unsustainable current account).
Aturan investasi di pasar modal Indonesia yang semakin longgar menyebabkan porsi kepemilikan saham oleh investor asing terus mengalami peningkatan. Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Selain tingginya kepemilikan saham oleh asing, dana jangka pendek (hot money) yang masuk ke pasar modal Indonesia juga sangat tinggi. Hal ini perlu diwaspadai karena dana-dana tersebut rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh sentimen dan gejolak di pasar modal sehingga menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik.
Dalam konteks pasar modal, ketergantungan terhadap investor asing tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial. Di sinilah perlunya otoritas masing-masing negara di Asia melakukan langkah-langkah pengamanan. Upaya otoritas moneter untuk mencermati dan menempuh kebijakan yang tepat dalam menghadapi arus modal
(57)
29
asing berjangka pendek yang sifatnya spekulatif dianggap semakin penting, khususnya di tengah krisis global yang berkepanjangan seperti saat ini.
Berdasarkan uraian di atas, pergerakan harga saham yang diakibatkan oleh transaksi yang dilakukan investor asing sangatlah penting untuk dipelajari, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham gabungan.
2. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham sektoral.
3. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham gabungan.
4. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitory volatility harga saham gabungan.
Permasalahan:
Tren kepemilikan saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia yang tinggi membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Hal ini menyebabkan volatilitas di pasar modal Indonesia relatif tinggi.
Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial.
Arus masuk modal asing mempengaruhi volatilitas harga saham di Indonesia
Peubah kontrol: Volume perdagangan
saham
Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap volatilitas harga saham di Indonesia?
(58)
30
5. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham per sektor.
6. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitor volatility harga saham per sektor.
(59)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data harian yang dimulai dari 3 Januari 2007 sampai dengan 31 Mei 2012. Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: return Indeks Saham Sektoral yang terdiri dari 3 sektor yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan; total pembelian asing bersih di pasar modal Indonesia (Foreign Net Purchase/FNP) serta volume perdagangan saham.
3.2 Definisi Operasional Peubah
Berikut ini definisi operasional peubah yang digunakan dalam penelitian: a. Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Tingkat pengembalian dari perubahan harga saham setiap hari. Tingkat pengembalian dihitung dari pembedaan logarithma natural dari harga penutupan saham hari ini dan hari sebelumnya. Secara matematis, tingkat pengembalian dapat dituliskan sebagai berikut:
ln (3.1)
Dimana rt merupakan return dari harga saham pada hari ke-t.
b. Foreign Net Purchase (FNP)
FNP merupakan nilai pembelian bersih (pembelian dikurangi pejualan) pemodal asing di pasar modal Indonesia. Dalam studi ini transaksi investor asing pada host country seperti Indonesia dianggap merupakan tujuan akhir investasi untuk menghindari measurement error. Hal ini dikarenakan aliran modal investor asing ke negara emerging markets seperti Indonesia, umumnya datang dari negara antara (intermediary source) dimana kantor regional atau pusat dari Perusahaan Efek cabang yang menjadi anggota bursa di PT Bursa Efek Indonesia seperti Hong Kong dan Singapura. Untuk memperkecil kesalahan maka data yang terpenting dalam penelitian ini adalah data dimana pemodal asing tersebut melakukan transaksi dan dianggap menjadi final investment destination dan tidak menggunakan data asal usul pemodal asing
(60)
32
tersebut sehingga dapat dilakukan penelitian dampak transaksi pemodal asing terhadap pasar domestik seperti pasar modal Indonesia.
c. Volume perdagangan saham
Volume perdagangan saham merupakan volume saham yang ditransaksikan di pasar modal Indonesia baik yang dilakukan oleh investor domestik maupun investor asing.
3.3 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif menyajikan analisis mengenai deskripsi data return
saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan selama periode penelitian.
3.3.2 Analisis Kuantitatif
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnnya, yaitu ingin mengetahui dampak dari pembelian bersih investor asing di pasar saham Indonesia terhadap volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), termasuk didalamnya persistensi dari dampak tersebut, maka digunakan metode Component GARCH (CGARCH) yang merupakan perluasan dari model GARCH.
Tahapan dalam identifikasi pemodelan volatilitas yaitu sebagai berikut: 1. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk melihat apakah data time series terdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera (JB) test. Nilai JB
diformulasikan sebagai berikut:
(3.2) Dimana:
N : jumlah observasi
k : jumlah parameter estimasi S : skewness
(61)
33
Semakin besar nilai JB, maka semakin kecil kemungkinan series terdistribusi normal. Uji JB adalah distribusi dengan derajat bebas 2.
Prosedur dalam JB Test adalah sebagai berikut: H0 : Distribusi return sahamnormal
H1 : Distribusi return saham tidak normal
Jika nilai JB lebih besar dari nilai distribusi dengan derajat kepercayaan 5%, maka null hypothesis ditolak, hal ini berarti seriesreturn saham tidak terdistribusi normal.
2. Uji Kestasioneran Data
Dalam melakukan analisis time series, data harus berada dalam keadaan stationer. Data yang sudah stasioner tidak mengandung unsur tren, artimya data memiliki mean yang konstan. Dengan demikian data cenderung bergerak atau berfluktuasi di sekitar nilai mean yang konstan.
Menurut Enders (2004), time series yt adalah stasioner jika:
(3.3)
(3.4)
(3.5) (3.6)
, , (3.7)
Dimana , , adalah konstan.
Untuk mengamati data time series stationer atau tidak, dapat dilakukan secara grafis melalui pola autokorelasi (correlogram) data tersebut. Nilai fungsi autokorelasi yang turun dengan lambat seiring dengan bertambah besarnya lag
mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Pemeriksaan kestationeran melalui pengamatan pola grafik data runtun waktu maupun melalui pola autokorelasi data awal adalah pemeriksaan yang bersifat informal.
Pemeriksaan formal dilakukan melalui uji yang lebih baik, yaitu Unit Root Test dengan menggunakan statistik uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila terdeteksi adanya unit root pada tahap pengujian awal maka harus dilakukan diferensi terhadap data awal. Jika diferensi orde pertama data masih belum keadaan stasioner, dilakuan diferensi orde kedua. Selain diferensi terhadap data
(62)
34
awal, metode detrending juga dapat digunakan untuk menghilangkan unit root
pada data.
Prosedur dalam ADF Test adalah sebagai berikut: H0 : ada unit root/data belum stationer
H1 : tidak ada unit root/data stationer
Parameter yang digunakan untuk menentukan bahwa data memiliki unit root atau tidak adalah nilai ADF Test dibandingkan dengan critical value MacKinnon. 3. Pembentukan Persamaan Rata-Rata
Pembentukan model volatilitas memerlukan pembentukan persamaan rata-rata untuk menghasilkan residual yang akan diestimasi sebelumnya. pembentukan persamaan rata-rata memegang peranan penting dalam pemodelan volatilitas. Persamaan rata-rata dibentuk berdasarkan persamaan Autoregressive Moving Average (ARMA).
Pembentukan model ARMA terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Box-Jenkins. Metode Box-Jenkins mempunyai beberapa tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, dan evaluasi model. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat pola data yang dapat dilkukan dengan melihat fungsi autokorelasi (ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF) dari data. Kemudian estimasi model dapat dilakukan dengan menduga secara trial and error dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih model yang memiliki nilai jumlah kuadrat error yang terkecil. Selanjutnya dalam tahap evaluasi, uji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan dengan menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antar parameter.
Jika return saham yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses
autoregressive (AR) maka return mengikuti model AR(p) dapat ditulis dalam persamaan berikut (Alexander, 2001):
∑ (3.8)
Dimana:
yt : peubah bebas y pada waktu ke-t
c : parameter konstanta conditional mean
i : parameter conditional mean yt-i : peubah y pada waktu ke-(t-i)
(63)
35
t : error/residual pada waktu ke-t
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses moving average maka return mengikuti model MA(q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001):
∑ (3.9)
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses ARMA maka return mengikuti model ARMA(p,q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001):
∑ ∑ (3.10)
Ketiga persamaan di atas merupakan persamaan conditional mean komponen
residual dapat ditulis sebagai berikut (Enders, 2004):
(3.11) Dimana:
ht : conditional variance
t : error/residual
vt : independent identically distributed/iid (0,1) yang berupa bilangan random
dengan mean 0 dan standar deviasi 1 4. Identifikasi Efek ARCH-GARCH
Setelah mendapatkan model ARMA, langkah selanjutnya dalam pemodelan ARCH-GARCH adalah dengan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Engel telah mengembangkan uji untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas dalam data time series, dikenal dengan nama uji ARCH-LM. Ide dasar dari uji ini adalah bahwa varians residual (σt2) bukan hanya merupakan fungsi dari variabel independen, tetapi tergantung dari residual kuadrat pada periode sebelumnya (σt-12).
Prosedur dalam uji ARCH-LMadalah sebagai berikut: H0 : tidak ada unsur ARCH
H1 : terdapat unsur ARCH
Bila nilai parameter uji lebih besar dari nilai kritis chi-square (χ2) pada derajat kepercayaan tertentu (α), maka H0 dapat ditolak, yang artinya terdapat unsur/efek
(64)
36
5. Uji Autokorelasi Residual
Setelah mendapatkan model mean (mean equation), langkah selanjutnya adalah memeriksa keberadaan autokorelasi residual. Statistik uji yang digunakan adalah Q-Stat atau Ljung-Box Stat dengan hipotesis:
H0 : Tidak ada autokorelasi residual hingga lag k, jika p-value dari nilai Q-Statistics kurang dari 5%.
H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k tertentu,
jika p-value dari nilai Q-Statistics lebih besar dari 5%.
Dimana‘k : Lag tertinggi yang dipilih untuk penelitian ini adalah 12 sesuai dengan penelitian Wei (2009). Apabila ditemukan spike, yaitu nilai autokorelasi residual yang melewati batas standar yang dibatasi oleh 2/√T dan probabiltas (p-value) yang besarnya kurang dari 0.05 pada sebuah lag tertentu, maka hal ini mengindikasikan diperlukan nilai return di masa lalu untuk diikutsertakan dalam model mean (mean equation) tentatif yang telah diperoleh sebelumnya.
6. Uji Autokorelasi Kuadrat Residual
Jika dari uji residual di atas berakhir pada penerimaan H0 yang berarti tidak ditemukan lagi indikasi adanya autokorelasi residual pada setiap lag, maka langkah selajutnya adalah menguji keberadaan autokorelasi kuadrat residual. Uji autokorelasi kuadrat residual analog dengan uji autokorelasi residual di atas, hanya saja data runtun waktu yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah kuadrat residual. Statistik uji yang digunakan sama, yaitu Q (Ljung-Box Stat), dengan hipotesis:
H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k
tertentu, jika p-value dari nilai statistik uji Q lebih besar dari 5%. Dimana k = 1,2,...,k.
7. Pemodelan ARCH/GARCH
Permodelan dengan ARCH/GARCH dilakukan jika terdapat autokorelasi pada residual, sehingga model yang dihasilkan bersifat heteroskedastisitas atau menunjukan adanya conditional variance yang signifikan. Proses estimasi dilakukan untuk mencari parameter-parameter GARCH yang signifikan di dalam residual. Dalam proses estimasi ini perlu diperhatikan adanya batasan-batasan agar diperoleh model yang stasioner dengan unconditional variance tertentu
(1)
Lampiran 37 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data
Return
Indeks
Sektor Industri Barang Konsumsi
(2)
Lampiran 38 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data
Return
(3)
Lampiran 39 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data
Return
Indeks Sektor
Industri Barang Konsumsi
Heteroskedasticity Test: ARCH
F-statistic 1.268633 Prob. F(12,1293) 0.2310
Obs*R-squared 15.19772 Prob. Chi-Square(12) 0.2308
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares
Date: 10/01/12 Time: 11:42 Sample (adjusted): 15 1320
Included observations: 1306 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.963565 0.113823 8.465452 0.0000
WGT_RESID^2(-1) -0.033374 0.027820 -1.199663 0.2305
WGT_RESID^2(-2) 0.022398 0.027834 0.804697 0.4211
WGT_RESID^2(-3) 0.014681 0.027738 0.529263 0.5967
WGT_RESID^2(-4) 0.004082 0.027737 0.147153 0.8830
WGT_RESID^2(-5) -0.020304 0.027739 -0.731978 0.4643
WGT_RESID^2(-6) -0.029527 0.027745 -1.064245 0.2874
WGT_RESID^2(-7) -0.004714 0.027746 -0.169897 0.8651
WGT_RESID^2(-8) -0.002831 0.027745 -0.102027 0.9188
WGT_RESID^2(-9) -0.020707 0.027682 -0.748050 0.4546
WGT_RESID^2(-10) 0.085715 0.027685 3.096026 0.0020
WGT_RESID^2(-11) -0.005045 0.027782 -0.181577 0.8559
WGT_RESID^2(-12) 0.015532 0.027769 0.559333 0.5760
R-squared 0.011637 Mean dependent var 0.989466
Adjusted R-squared 0.002464 S.D. dependent var 2.154448
S.E. of regression 2.151792 Akaike info criterion 4.380383
Sum squared resid 5986.860 Schwarz criterion 4.431893
Log likelihood -2847.390 Hannan-Quinn criter. 4.399705
F-statistic 1.268633 Durbin-Watson stat 1.998454
(4)
Lampiran 40 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data
Return
Indeks
Sektor Pertambangan
(5)
Lampiran 41 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data
Return
(6)
Lampiran 41 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data
Return
Indeks Sektor
Pertambangan
Heteroskedasticity Test: ARCH
F-statistic 0.688790 Prob. F(12,1295) 0.7636
Obs*R-squared 8.295501 Prob. Chi-Square(12) 0.7616
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares
Date: 10/01/12 Time: 11:50 Sample (adjusted): 13 1320
Included observations: 1308 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.979476 0.115606 8.472540 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.002160 0.027767 0.077800 0.9380
WGT_RESID^2(-2) 0.007475 0.027745 0.269406 0.7877
WGT_RESID^2(-3) 0.018797 0.027740 0.677613 0.4981
WGT_RESID^2(-4) -0.006198 0.027740 -0.223414 0.8232
WGT_RESID^2(-5) -0.005075 0.027740 -0.182967 0.8549
WGT_RESID^2(-6) -0.042397 0.027729 -1.528989 0.1265
WGT_RESID^2(-7) 0.027420 0.027646 0.991831 0.3215
WGT_RESID^2(-8) -0.004188 0.027660 -0.151425 0.8797
WGT_RESID^2(-9) -0.019384 0.027661 -0.700773 0.4836
WGT_RESID^2(-10) 0.023450 0.027660 0.847806 0.3967
WGT_RESID^2(-11) 0.039909 0.027658 1.442953 0.1493
WGT_RESID^2(-12) -0.027090 0.027659 -0.979433 0.3275
R-squared 0.006342 Mean dependent var 0.994437
Adjusted R-squared -0.002866 S.D. dependent var 2.367800
S.E. of regression 2.371190 Akaike info criterion 4.574550
Sum squared resid 7281.193 Schwarz criterion 4.625996
Log likelihood -2978.756 Hannan-Quinn criter. 4.593847
F-statistic 0.688790 Durbin-Watson stat 2.000705