Arus Modal Asing dan Harga Aset
Semakin besar nilai JB, maka semakin kecil kemungkinan series terdistribusi normal. Uji JB adalah distribusi
dengan derajat bebas 2. Prosedur dalam JB Test adalah sebagai berikut:
H : Distribusi return saham normal
H
1
: Distribusi return saham tidak normal Jika nilai JB lebih besar dari nilai distribusi
dengan derajat kepercayaan 5, maka null hypothesis ditolak, hal ini berarti series return saham tidak terdistribusi
normal. 2.
Uji Kestasioneran Data Dalam melakukan analisis time series, data harus berada dalam keadaan
stationer. Data yang sudah stasioner tidak mengandung unsur tren, artimya data memiliki mean yang konstan. Dengan demikian data cenderung bergerak atau
berfluktuasi di sekitar nilai mean yang konstan. Menurut Enders 2004, time series y
t
adalah stasioner jika: 3.3
3.4 3.5
3.6 ,
, 3.7
Dimana , , adalah konstan.
Untuk mengamati data time series stationer atau tidak, dapat dilakukan secara grafis melalui pola autokorelasi correlogram data tersebut. Nilai fungsi
autokorelasi yang turun dengan lambat seiring dengan bertambah besarnya lag mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Pemeriksaan kestationeran melalui
pengamatan pola grafik data runtun waktu maupun melalui pola autokorelasi data awal adalah pemeriksaan yang bersifat informal.
Pemeriksaan formal dilakukan melalui uji yang lebih baik, yaitu Unit Root Test
dengan menggunakan statistik uji Augmented Dickey Fuller ADF. Apabila terdeteksi adanya unit root pada tahap pengujian awal maka harus dilakukan
diferensi terhadap data awal. Jika diferensi orde pertama data masih belum keadaan stasioner, dilakuan diferensi orde kedua. Selain diferensi terhadap data
awal, metode detrending juga dapat digunakan untuk menghilangkan unit root pada data.
Prosedur dalam ADF Test adalah sebagai berikut: H
: ada unit rootdata belum stationer H
1
: tidak ada unit rootdata stationer Parameter yang digunakan untuk menentukan bahwa data memiliki unit root atau
tidak adalah nilai ADF Test dibandingkan dengan critical value MacKinnon. 3.
Pembentukan Persamaan Rata-Rata Pembentukan model volatilitas memerlukan pembentukan persamaan rata-
rata untuk menghasilkan residual yang akan diestimasi sebelumnya. pembentukan persamaan rata-rata memegang peranan penting dalam pemodelan volatilitas.
Persamaan rata-rata dibentuk berdasarkan persamaan Autoregressive Moving Average
ARMA. Pembentukan model ARMA terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Box-Jenkins. Metode Box-Jenkins mempunyai beberapa tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, dan evaluasi model. Identifikasi model dapat dilakukan
dengan melihat pola data yang dapat dilkukan dengan melihat fungsi autokorelasi ACF dan fungsi autokorelasi parsial PACF dari data. Kemudian estimasi
model dapat dilakukan dengan menduga secara trial and error dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih model yang memiliki nilai jumlah
kuadrat error yang terkecil. Selanjutnya dalam tahap evaluasi, uji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan dengan
menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antar parameter. Jika return saham yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses
autoregressive AR maka return mengikuti model ARp dapat ditulis dalam
persamaan berikut Alexander, 2001: ∑
3.8 Dimana:
y
t
: peubah
bebas y
pada waktu ke-t c :
parameter konstanta
conditional mean
i
: parameter
conditional mean
y
t-i
: peubah y pada waktu ke-t-i
t
: errorresidual pada waktu ke-t Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses moving
average maka return mengikuti model MAq dapat dituliskan dalam persamaan
berikut Alexander, 2001: ∑
3.9 Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses ARMA
maka return mengikuti model ARMAp,q dapat dituliskan dalam persamaan berikut Alexander, 2001:
∑ ∑
3.10 Ketiga persamaan di atas merupakan persamaan conditional mean komponen
residual dapat ditulis sebagai berikut Enders, 2004:
3.11 Dimana:
h
t
: conditional variance
t
: errorresidual
v
t
: independent identically distributediid 0,1 yang berupa bilangan random dengan mean 0 dan standar deviasi 1
4. Identifikasi Efek ARCH-GARCH
Setelah mendapatkan model ARMA, langkah selanjutnya dalam pemodelan ARCH-GARCH adalah dengan identifikasi apakah data mengandung
heteroskedastisitas atau tidak. Engel telah mengembangkan uji untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas dalam data time series, dikenal dengan nama uji
ARCH-LM. Ide dasar dari uji ini adalah bahwa varians residual σ
t 2
bukan hanya merupakan fungsi dari variabel independen, tetapi tergantung dari residual kuadrat
pada periode sebelumnya σ
t-1 2
. Prosedur dalam uji ARCH-LM adalah sebagai berikut:
H : tidak ada unsur ARCH
H
1
: terdapat unsur ARCH Bila nilai parameter uji lebih besar dari nilai kritis chi-square
χ
2
pada derajat kepercayaan tertentu
α, maka H dapat ditolak, yang artinya terdapat unsurefek
ARCH dalam data.