mampu mengurangi Fe, Mn, dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang
normal. Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartalat, dan malonat di dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi pengikatan P
oleh unsur penjerapnya dan mengurangi daya racun aluminium pada tanah masam.
Umumnya di dalam tanah ditemukan mikrob pelarut P anorganik sekitar 10
4
- 10
6
gram
-1
tanah dan sebagian besar berada di daerah perakaran. Penelitian dan pemanfaatan mikrob pelarut P sudah dilakukan sejak tahun 1930-an. Negara
yang mula-mula memproduksi mikrob ini sebagai pupuk hayati adalah Rusia pada tahun 1947. Inokulan pelarut P ini cukup luas dimanfaatkan di negara-negara
Eropa Timur dengan nama dagang fosfobakterin. Produk ini dilaporkan terdiri dari kaolin yang membawa 7 juta spora bakteri Bacillus megaterium varietas
phosphaticum setiap gramnya. Selanjutnya dikemukakan bahwa fosfobakterin memberikan hasil yang baik pada tanah-tanah yang netral sampai basa dengan
kandungan bahan organik tinggi Elfiati, 2005. Penelitian mikrob pelarut P juga banyak dilakukan di India, Kanada, dan
Mesir dengan tujuan untuk melarutkan endapan-endapan Ca-fosfat Subba Rao, 1982. Pemanfaatan jamur tanah yang lebih dominan pada pH rendah juga
memperoleh perhatian peneliti tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P.
Jenis jamur yang lain adalah Sclerotium dan Fusarium Alexander, 1978. Bakteri yang sering dilaporkan dapat melarutkan P anatara lain adalah anggota-anggota
genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter,
dan Enterobacter Premono, 1994.
2.6 Karakteristik Tanaman Caisin
Caisin atau sawi cina, merupakan jenis sawi yang paling banyak diminati konsumen saat ini. Sawi berasal dari Cina, karena Indonesia mempunyai
kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga dikembangkan di Indonesia ini. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih
baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut, namun
biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter di atas permukaan laut.
Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara
teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk, lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi
tanaman ini juga tidak dapat tumbuh pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila ditanam pada akhir musim penghujan. Tanah
yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta drainase baik. Derajat kemasaman pH tanah yang optimum
untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 Margiyanto, 2007.
III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Juni 2008 yang dilakukan di rumah kaca University Farm Cikabayan dan di Laboratorium
Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan
Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Latosol. Bahan yang digunakan adalah benih caisin Brassica chinensis. Sebagai sumber
N, P, dan K dalam penelitian ini berturut-turut adalah pupuk Urea, SP36, dan KCl Hasil analisis kimia pada Lampiran 2, pupuk organik hayati yaitu: Fertismart,
Biost, Ponti Hasil analisis biologi pada Lampiran4, dan pupuk organik DOP Double Organic Phosphate. Media untuk penghitungan populasi mikrob antara
lain: media NFB Nitrogen Free Bromhtymol Blue untuk penghitungan populasi Azospirillum
, NFM Nitrogen Free Manitol untuk penghitungan populasi Azotobacter
, dan media Pikovskaya untuk penghitungan populasi mikrob pelarut fosfat.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian pada Pot
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan pupuk. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 24
satuan percobaan. Perlakuan 1 adalah kontrol. Perlakuan 2 adalah penggunaan 100 pupuk anorganik yaitu pupuk Urea, SP-36, dan KCl. Perlakuan 3, 4, dan 5
adalah perlakuan pemupukan kombinasi antara 50 pupuk anorganik dengan pupuk organik hayati. Sedangkan perlakuan 6 adalah penggunaan 50 pupuk urea
yang dikombinasikan dengan pupuk organik. Dosis pupuk yang digunakan untuk perlakuan 100 NPK adalah 200 kgha Urea, 100kgha SP36 dan 75 kgha KCl
yang kemudian dosis tersebut dikonversi dalam satuan grampot. Sedangkan dosis pupuk organik hayati dan organik yang dipakai adalah 250 kgha.
Tabel 1. Takaran pupuk anorganik, pupuk organik hayati, dan pupuk organik pada pot
Perlakuan Urea KCl
SP36 Fertismart Biost Ponti DOP
--------------------------------gpot------------------------------
Kontrol 0 0 0
0 0 0 100 NPK
2.3 0.75
1.3 Fertismart + 50 NPK
1.15 0.375
0.65 2.5
Biost + 50 NPK 1.15
0.375 0.65
2.5 Ponti + 50 NPK
1.15 0.375
0.65 2.5
DOP + 50 N 1.15 0 0
0 0 2.5 Ket: Setiap pot berisi tanah 3 kg BKM
Pengambilan tanah dari lokasi asal yaitu Cimahpar digunakan sebagai media tanam. Pada saat pengambilan tersebut juga diambil contoh tanah untuk
analisa pendahuluan. Contoh tanah untuk media tanam kemudian dikeringudarakan, ditumbuk dan diayak. Contoh tanah tersebut dimasukkan dalam
pot dengan bobot tanah masing-masing 3 kg tanahpot BKM. Pupuk anorganik dicampur dengan setengah bagian tanah dalam pot, sedangkan pupuk organik
hayati dan pupuk organik dicampurkan dengan tanah tempat benih akan ditanam. Ketiga jenis pupuk tersebut diberikan satu kali sebelum tanam sesuai dengan