23
5.4. Penentuan Daerah Resapan
Gambar 17. Sketsa Penampang Melintang Mata air di Kecamatan Cidahu Dari sketsa penampang melintang,
menunjukkan bahwa pada ketinggian 1000 hingga 1800 mdpl merupakan daerah
resapan. Kriteria ini diperoleh berdasarkan parameter yang digunakan yaitu tutupan
lahan dan jenis tanah. Kedua parameter tersebut mengandung informasi
permeabilitas terhadap kelulusan air. Pada level ketinggian tersebut didominasi oleh
tutupan lahan berupa hutan dan jenis tanah entisol yang gembur dengan permeabilitas
yang baik. Serasah yang terdapat pada hutan mampu menyimpan air dengan kuantitas
yang cukup besar.
Namun dalam hal ini, kawasan resapan ini bukanlah langsung berkaitan
dengan keenam mata air yang berada di Kecamatan Cidahu, sebab tidak adanya
informasi titik pengukuran yang menunjukkan kesamaan jenis litologi pada
level tertentu.
Dari data di atas, diperoleh bahwa penentuan daerah resapan ini sejalan dengan
Perda Jawa Barat Nomor 2 tahun 2003. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa
Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang rencana tata ruang wilayah propinsi Jawa Barat, yang
dimaksud dengan daerah resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
akifer yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap daerah resapan air,
dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah
tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan pengendalian banjir,
baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
Kriteria daerah resapan air adalah : a. Daerah dengan curah hujan rata-rata lebih
dari 1.000 mm per tahun b. Lapisan tanahnya berupa pasir halus
berukuran minimal 116 mm c. Mempunyai kemampuan meluluskan air
dengan kecepatan lebih dari 1 meter per hari
d. Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah setempat
e. Kelerengan kurang dari 15 f. Kedudukan muka airtanah lebih tinggi dari
kedudukan muka airbumi.
24
VI. Kesimpulan
6.1. Kesimpulan
Kecamatan Cidahu yang berada di Kabupaten Sukabumi bagian utara
berpotensial sebagai sumber air Ada sekitar delapan mata air pegunungan yang terus
mengalir sepanjang tahun, yaitu Cipanengah, Ciloa, Papisangan, Cibuntu
774 ls, Cipanas 1110 ls, Citaman, Girijaya, dan Cikubang 120 ls. Mata air
Cipanengah, Ciloa, Papisangan, Citaman dan Girijaya dipergunakan oleh masyarakat,
dan belum diketahui debit terukurnya. Mata air lainnya digunakan untuk industri.
Survey dilakukan pada enam mata air yang dipergunakan sebagai pasokan
usaha Air Minum Dalam Kemasan. Desa Babakan Pari memiliki tiga mata air, yaitu
mata air Cisalada Manglid 37 ls, Cikubang 120 ls, dan Cikubang hilir 27
ls, sedangkan mata air Cipanas 1110 ls dan Cigombong 12,6 ls berada di desa
Pasir Doton. Mata air Cibojong 20 ls terletak di Desa Cidahu. Kapasitas produksi
maksimum sebesar 1110 ls, minimum sebesar 12,6 ls dan rataan sebesar 221 ls.
Keenam mata air berada di wilayah lereng gunung bagian bawah dengan
ketinggian sekitar 400-500 mdpl, dan derajat kelerengan sekitar 0-7
˚. Tutupan lahan yang mendominasi kawasan mata air tersebut
merupakan tegalan. Jenis tanah di daerah sebaran mata air tersebut adalah vertisol.
Bentuk litologi daerah keenam mata air tersebut adalah endapan gunungapi muda.
Secara hidrogeologi, keseluruhan mata air tersebut merupakan bagian dari akifer
produktif sedang dengan penyebaran luas.
Perubahan tutupan lahan selama satu dekade 1991-2001 tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang nyata terhadap debit mata air yang berada di wilayah Cidahu.
Demikian pula halnya curah hujan. Karena curah hujan tidak langsung berhubungan
dengan lapisan akifer yang menjadi sumber mata air tersebut.
6.2. Saran
Penelitian ini dibatasi oleh data yang kurang lengkap sehingga demikian
diperlukan adanya sumber data lain yang mendukung. Di samping itu, diperlukan juga
pengujian mengenai sumber-sumber mata air, sehingga diketahui pola penyebaran air
tanah dan stratifikasi litologi yang dapat menduga posisi kawasan resapan yang
memiliki lapisan akifer yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1996. Data Statistik Kecamatan Cidahu. Kecamatan
Cidahu Arsyad, S.1989. Konservasi Tanah dan
Air.IPB. Bronto, I. 2001. Volkanologi. Jurusan
Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Departemen PU.1998. Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknik
Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan. DPU Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Jakarta.
Denny S, Kadarisman. 1989. Potensi dan Pemanfaatan Panas Bumi Gunung
Salak. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas
Pakuan, Bogor .
Hardjowigeno, S, Widiatmaka, AS, dan Yogaswara. 2001. Kesesuaian
Lahan dan Tataguna Lahan. Bogor. Jurusan Tanah, Institut Pertanian
Bogor.
Hudak, PF.2000. Principles of Hidrogeology.Second Edition.
Lewis Publishers. New York, USA.
Kodoatie, RJ.1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Linsley, RK, Kohler dan JLH Paulhus.1996. Hidrologi untuk Insinyur
Terjemahan. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Pawitan, H.2002. Mengantisipasi Krisis Air di Indonesia Memasuki Abad 21.
Di dalam: Sutopo PW, S Adi, dan B Setiadi. Prosiding Seminar
Nasional peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air di
Indonesia
, Jakarta, 25 November 2002. Jakarta : P3-TPSLK BPPT
dan HSF.hlm 7-13. Prastowo.2001.
Kerusakan Ekosistem
Mata Air. Makalah Workshop. Bapedal, Jakarta.
Puntodewo, A., Sonya D., dan J. Tarigan. 2003.Sistem Informasi Geografis
untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. CIFOR. Bogor.
Seyhan, E. 1990.Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press. Sosrodarsono, S, dan Takeda, K.1977.
Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.