32
3. Faktor situasional situational factor
Sesungguhnya faktor situasional yang dapat mempengaruhi kondisi pembelajaran adalah lebih tertuju pada keadaan lingkungan yang termasuk
dalam faktor situasional itu antara lain seperti: tipe tugas yang diberikan, peralatan yang digunakan termasuk media belajar, serta kondisi sekitar dimana
pembelajaran itu di langsungkan. Faktor-faktor pelaksanaannya akan mempengaruhi proses pembelajaran serta kondisi pribadi anak, yang
kesemuanya terjalin saling menunjang dan sebaliknya. Penggunaan peralatan serta media belajar misalnya secara langsung
ataupun tidak, tentunya akan berpengaruh pada minat dan kesungguhan siswa dalam proses belajar yang pada gilirannya juga akan mempengaruhi
keberhasilan mereka dalam menguasai keterampilan dengan lebih baik lagi. Demikian juga kemajuan-kemajuan dalam bidang kesehatan dan kedokteran,
dalam dekade terakhir telah mampu mengungkap banyak rahasia dari kemampuan akhir manusia dalam hal gerak dan keterampilan Amung Ma’mun
dan Yudha M. Saputra, 2000: 74.
2.1.6 Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang, suka rela, bersungguh-sungguh, tetapi bukan merupakan suatu kesungguhan, dan
semata-mata hanya memperoleh kesenangan dalam bermainnya Sukintaka, 1992:91.
Menurut husdarta dan Yudha M. Saputra 2004;74-76 bermaian ditandai dengan beberapa ciri sebagai berikut :
1. Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan ini tidak berlaku bagi anak-anak dan hewan, mereka bermain
33
berdasarkan dorongan naluri, bermain berguna sebagai perangsang perkembangan fisik dan mental anak. Ciri lain bermain adalah kebebasan
yang didesak oleh tugas atau kewajiban moral karena dilakukan tanpa paksaan, maka bermain dilakukan pada waktu luang
2. Bahwa bermain bukanlah “bisa” atau “nyata”, karena itu jika diamati secara
seksama prilaku anak selama bermain, mereka berbuat berpura-pura atau tidak sungguh-sungguh. Anak memperlakukan kursi seolah-olah kursi atau
mobil atau boneka seolah manusia yang bisa bercakap. Bersama dengan gejala yang sungguhan itu, bermain berubah menjadi kegiatan yang
sungguh-sungguh, yang menyerap tenaga dan konsentrasi. Demikian juga anak-anak yang nampak sangat energik, penuh tenaga, atau seperti tidak
pernah lelah, mereka bermain disepanjang jalan hari dengan penuh perhatian.
3. Bermain berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Bermain selalu bermula dan berakhir dan dilakukan ditempat tertentu. Bertalian dengan syarat diatas,
bermain memerlukan peraturan. Tanpa peraturan dunia pemainan akan lumpuh. Karena itu bermain memerlukan keteraturan. Penyimpangan dari
peraturan berate adalah penghancuran permainan. Unsur ketegangan merupakan bagian penting dari permainan. Ketegangan dan pemecahan
merupakan daya tarik dari sebuah permainan. 4. Bermain memiliki tujuan yang terdapat dalam kegiatan itu dan tak berkaitan
dengan perolehan keuntungan material. Ciri inilah yang membedakan bermain dengan bekerja . dengan demikian, bermain merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan secara sadar suka rela tanpa paksaan dan tidak sungguh-sungguh dalam batas waktu, tempat, dan ikatan peraturan.
34
Bersamaan dengan ciri tersebut, bermain menyerap upaya sunguh-sunguh dari pemainnya disertai dengan ketegangan dan kesukaan untuk mecapai
tujuan yang berbeda dalam permainan itu. Tidak berkaitan dengan perolehan materi permaian mendorong pertumbuhan kelompok sosial, karena dilakukan
bukan hanya sendirian, tetapi dalam suasana kelompok. Menyimak ciri-ciri tersebut, aplikasinya dapat diterapkan dalam pendidikan
jasmani bagi anak-anak. Hal ini mengingat bahwa pada umumnya anak-anak suka akan bermaian atau berberbagi macam permaianan. Agar dapat membina,
mengarahkan dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak-anak para guru pendidik jasmani atau pelatih akan mempertimbangkan pula jenis serta
bentuk permaianan dengan karakteristik fase-fase
pertumbuhan dan perkembangan anak development task
Maka dari itu bermain merupakan kegiatan yang dipilih oleh anak sendiri, kegiatan yang serius tetapi menyenangkan, dilakukan dengan suka rela tanpa
ada paksaan, akan tetapi bermain juga bukan merupakan suatu kesungguhan melainkan hanya merupakan wahana untuk memperoleh kesenangan saja.
2.1.6.1 Permainan dan Pendidikan Jasmani