dititrasi dengan larutan HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui. Kadar
protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor koreksi.
100 Sampel
Bobot Clxfxx14
mltitranNH Nitrogen
Total x
= Total Protein = Total Nitrogen x 6,25
3.5.3 Kadar Lemak AOAC, 1984
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak.
Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor ditasnya dan labu lemak di
bawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya
dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak
didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C. Selanjutnya
didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.
100 g
Sampel Berat
g Lemak
Berat Lemak
kadar x
=
3.5.4 Kadar air BSN-01.2354.2-2006
Oven dikondisikan pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil, kemudian dimasukkan cawan kosong ke dalam oven
minimal 2 jam. Cawan kosong tersebut dipindahkan ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang, lalu ditimbang bobot cawan
kosong A. Ditimbang sebanyak ± 2 g contoh ke dalam cawan B. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada
suhu 105 C selama 16-24 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator
selama ± 30 menit dengan menggunakan penjepit, kemudian ditimbang C.
100 A
- B
C -
B air
kadar x
= Keterangan : A = berat cawan kosong, dalam gram
B = berat cawan + contoh awal, dalam gram C = berat cawan + contoh kering, dalam gram
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembentukan Nori
Pada penelitian ini terbukti rumput laut jenis Glacilaria sp. Dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nori. Hal ini dapat terlihat dari
pembentukan nori hasil penelitian yang menyerupai nori komersil. Nori yang terbentuk dilihat dari bentukan fisiknya yang meliputi warna, ukuran dan tekstur.
Nori yang dihasilkan dari hasil penelitian berwarna hijau muda kecoklatan dengan tekstur yang berbeda-beda pada masing-masing formula. Berikut Tabel hasil
pembentukan nori yang dihasilkan dari penelitian :
Formulasi Warna Tekstur
P1 100 tanpa penyaringan Hijau muda kecoklatan Rapuh tidak menyatu
P2 100 penyaringan Hijau muda kecoklatan
Menyatu seperti film P3 10 : 90
Hijau muda kecoklatan Menyatu seperti film
P4 30 : 70 Hijau muda kecoklatan
Menyatu mendekati
nori P5 50 : 50
Hijau muda kecoklatan Rapuh tidak menyatu
Tabel. 1 Pembentukan nori hasil penelitian Winarno 1997, menyatakan bahwa penentuan mutu suatu produk
makanan dipengaruhi beberapa faktor antara lain warna, cita rasa, tekstur dan nilai gizinya. Warna merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan
tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Warna nori yang dihasilkan adalah warna hijau muda kecoklatan. Warna pada nori ini berasal dari warna hijau
dari rumput laut jenis Glacilaria sp. Lembaran nori berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna
hijau hingga hijau muda Wikipedia 2008. Menurut Nisizawa 2002, warna nori Jepang yaitu hitam kehijauan, hal ini dikarenakan adanya kandungan klorofil a
dan phycobilin di dalam rumput laut Porphyra. Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan
xantofil.