Kadar air BSN-01.2354.2-2006

dititrasi dengan larutan HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui. Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor koreksi. 100 Sampel Bobot Clxfxx14 mltitranNH Nitrogen Total x = Total Protein = Total Nitrogen x 6,25

3.5.3 Kadar Lemak AOAC, 1984

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor ditasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. 100 g Sampel Berat g Lemak Berat Lemak kadar x =

3.5.4 Kadar air BSN-01.2354.2-2006

Oven dikondisikan pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil, kemudian dimasukkan cawan kosong ke dalam oven minimal 2 jam. Cawan kosong tersebut dipindahkan ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang, lalu ditimbang bobot cawan kosong A. Ditimbang sebanyak ± 2 g contoh ke dalam cawan B. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105 C selama 16-24 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator selama ± 30 menit dengan menggunakan penjepit, kemudian ditimbang C. 100 A - B C - B air kadar x = Keterangan : A = berat cawan kosong, dalam gram B = berat cawan + contoh awal, dalam gram C = berat cawan + contoh kering, dalam gram

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembentukan Nori

Pada penelitian ini terbukti rumput laut jenis Glacilaria sp. Dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nori. Hal ini dapat terlihat dari pembentukan nori hasil penelitian yang menyerupai nori komersil. Nori yang terbentuk dilihat dari bentukan fisiknya yang meliputi warna, ukuran dan tekstur. Nori yang dihasilkan dari hasil penelitian berwarna hijau muda kecoklatan dengan tekstur yang berbeda-beda pada masing-masing formula. Berikut Tabel hasil pembentukan nori yang dihasilkan dari penelitian : Formulasi Warna Tekstur P1 100 tanpa penyaringan Hijau muda kecoklatan Rapuh tidak menyatu P2 100 penyaringan Hijau muda kecoklatan Menyatu seperti film P3 10 : 90 Hijau muda kecoklatan Menyatu seperti film P4 30 : 70 Hijau muda kecoklatan Menyatu mendekati nori P5 50 : 50 Hijau muda kecoklatan Rapuh tidak menyatu Tabel. 1 Pembentukan nori hasil penelitian Winarno 1997, menyatakan bahwa penentuan mutu suatu produk makanan dipengaruhi beberapa faktor antara lain warna, cita rasa, tekstur dan nilai gizinya. Warna merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Warna nori yang dihasilkan adalah warna hijau muda kecoklatan. Warna pada nori ini berasal dari warna hijau dari rumput laut jenis Glacilaria sp. Lembaran nori berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda Wikipedia 2008. Menurut Nisizawa 2002, warna nori Jepang yaitu hitam kehijauan, hal ini dikarenakan adanya kandungan klorofil a dan phycobilin di dalam rumput laut Porphyra. Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil.