18 Dari ketujuh elemen tersebut, menurut Mawardi pemerintah akan
dapat menjalankan fungsinya dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah.
C. Esensi dan Prinsip Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Apabila kita mempelajari secara cermat tentang Undang-Undang ini, maka esensinya yang sebenarnya adalah adanya empat paradigma yang
digunakan dalam mewarnai batang tubuh Undang-Undang tersebut yaitu kedaulatan rakyat, demokrasi, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan
dan keadilan Wasistiono Sadu, 2002:2. Undang-Undang No 32 tahun 2004 sebagai hasil revisi dari Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999, dalam konsiderannya telah menegaskan bahwa prinsip Otonomi Daerah adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
otonom diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini. daerah otonom juga mempunyai kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa,
dan pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian Otonomi Daerah yang merambah sampai pada Otonomi Desa, maka hal yang harus ditekankan dan dilaksanakan sebagai
paradigma baru dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah adalah keterlibatan masyarakat dalam hal mekanisme tatanan pemerintahan desa,
yaitu dengan melibatkan peranan warga masyarakat dalam melaksanakan
19 nilai-nilai kedaulatan rakyat, nilai-nilai demokrasi, pemberdayaan masyarakat
agar tercapai pemerataan dan keadilan. Secara umum dengan adanya Undang-Undang Pemerintah Daerah telah
merubah pola pertanggungjawaban pemerintah daerah, yang semula bersifat khirarkis ke atas kemudian berubah menjadi khierarkis ke samping. Rakyat
melalui wakil-wakilnya yang ada di Legislatif dapat secara langsung maupun tidak langsung mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Begitu juga
dengan sistem kepemerintahan yang ada ditingkat desa .Dulu pola pertanggungjawabannya seorang Kepala Desa terhadap rakyatnya melalui
sebuah Lembaga Musyawarah Desa yang sekaligus Kepala Desa sebagai ketua Lembaga Musyawarah Desa tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979. Kemudian sekarang berubah menjadi, seorang Kepala Desa
bertanggungjawab kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 32 Tahun
2004. Selain itu perubahan yang mendasar terjadi pada status desa, dimana
sekarang ini desa merupakan daerah yang otonom, karena lembaga desa dengan Kabupaten seperti juga lembaga antara daerah Propinsi dengan daerah
kota yang bersifat bebas tidak dalam hubungan yang khierarkis, sehingga Desa dituntut untuk lebih bisa mandiri dengan segala potensi yang ada.
20
D. Good Governance dan Keterlibatan Masyarakat sebagai Prasyarat