Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

(1)

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LANGKAT

DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 26

TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

PUPUT HARDIANI NIM : 110200083

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LANGKAT

DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 26

TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk meglengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 110200083 PUPUT HARDIANI

Diketahui oleh

Ketua Departemen HAN Ketua PK.Hukum Agraria

Suria Ningsih, SH, M.Hum

Nip. 196002141987032002 Nip.196112311987031023 Prof.Dr.M.Yamin,S.H.,M.S.,CN

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Affan Mukti, SH, M.S

Nip. 19571120198601002 Nip. 195813166143911002 Zaidar, SH, M.Hum


(3)

ABSTRAK

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LANGKAT DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 26 TAHUN 2007 *Puput Hardiani

**Affan Mukti, SH, M.S ***Zaidar, SH, M.Hum

Keterkaitan UUPA dengan perkembangan penataan ruang sangat penting untuk dipahami karena berkaitan dengan berbagai hal esensial bagi hajat hidup masyarakat. Berbagai kenyataan dan isu-isu tersebut di atas, menjadi permasalahan di berbagai daerah tidak terkecuali yang ada di Kabupaten Langkat. Pada dasarnya dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Langkat Tahun 2013 - 2033, terkesan adanya pola yang mengarah pada eksploitasi sumber daya alam secara pasif yang memiliki konotasi dan eksploitasi yang berlebihan. Ini dapat dilihat dari pembagian ruang di Kabupaten Langkat yang diperuntukan bagi pembangunan-pembangunan yang menaifkan keberlanjutan.

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah: bagaimanakah pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Langkat telah mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Bagaimanakah Peran Pemerintah Kabupaten Langkat dalam melaksanakan Penataan ruang dan Apakah ada kendala dalam pelaksanaan Penataan ruang di Kabupaten Langkat.

Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara yaitu studi Kepustakaan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Kebijakan Penataan Ruang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu dalam hal Menyiapkan, mengembangkan,dan mensosialisasikan Norma, Standar, Prosedur, dan Manual (NSPM) bidang penataan ruang dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah serta pelaku pembangunan lainnya dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional. Mengoperasionalisasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota ke dalam bentuk rencana yang lebih rinci serta dilengkapi indikasi program strategis, meningkatkan upaya-upaya pengendalian dan penegakan hukum dalam pemanfaatan ruang baik di tingkat kabupaten/kota, maupun kawasan dan memantapkan kelembagaan penataan ruang di Kabupaten. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan penataan ruang sangat penting pada perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan tata ruang dengan menyusun rencana umum tata ruang.

Kata kunci : Penataan ruang

*) Mahasiswi Fakultas Hukum USU/Penulis

**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***) Dosen/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGANTAR

.

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007” yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan serta dorongan semangat dari beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara..

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Safrudin Hasibuan, SH, M.Hum, Dfm selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak OK. Saidin, SH, M.Hum Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.


(5)

6. Bapak Prof.Dr.M. Yamin, SH, MS.CN., Ketua Program Kekhususan Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Affan Mukti, SH, M.S, sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Zaidar, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.

10.Teristimewa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta yang senantiasa mendoakan, mendukung melalui finansial serta mensupport penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, serta kak novi dan adik puri seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini

11.Terimakasih kepada Dian Julia dan Kak Eva serta Angga Surenda yang selalu memberikan motivasi dan mendorong penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini, terimakasih selalu menghibur penulis saat kebingungan melanda terimakasih untuk segala hal yang tercipta selama ini. i love you.

12.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakulas Hukum USU yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu Dosen dan semua rekan-rekan atas segala kesilapan yang telah di perbuat penulis selama ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Amin.

Medan, Januari 2015 (Puput Hardiani)


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Tinjauan Kepustakaan ... 7

E. Metode Penelitian ... 16

BAB II : PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 ... 18

A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 ... 18

B. Kedudukan Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 ... 25

C. Pengaturan, Pemanfaatan dan Pengendalian Penataan Ruang berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 ... 31

BAB III : PELAKSANAAN PEMANFAATAN PENATAAN RUANG DI KABUPATEN LANGKAT ... 39

A. Pemanfaatan Penataan Ruang Kabupaten Langkat ... 39

B. Pelaksanaan RTRW di Kabupaten Langkat ... 53

C. Tahapan Pembangunan dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Langkat ... 64


(7)

BAB IV : PERAN PEMERINTAH KABUPATEN LANGKAT DALAM

MELAKSANAKAN PENATAAN RUANG ... 68

A. Potensi dan Masalah Pengembangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat ... 68

B. Kebijakan dalam Pengendalian Pemanfaatan Penataan Ruang di Kebupaten Langkat ... 78

C. Peran Pemerintah Kabupaten Langkat Dalam Mengatasi Masalah Pemanfaatan Penataan Ruang ... 87

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95


(8)

ABSTRAK

PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LANGKAT DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 26 TAHUN 2007 *Puput Hardiani

**Affan Mukti, SH, M.S ***Zaidar, SH, M.Hum

Keterkaitan UUPA dengan perkembangan penataan ruang sangat penting untuk dipahami karena berkaitan dengan berbagai hal esensial bagi hajat hidup masyarakat. Berbagai kenyataan dan isu-isu tersebut di atas, menjadi permasalahan di berbagai daerah tidak terkecuali yang ada di Kabupaten Langkat. Pada dasarnya dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Langkat Tahun 2013 - 2033, terkesan adanya pola yang mengarah pada eksploitasi sumber daya alam secara pasif yang memiliki konotasi dan eksploitasi yang berlebihan. Ini dapat dilihat dari pembagian ruang di Kabupaten Langkat yang diperuntukan bagi pembangunan-pembangunan yang menaifkan keberlanjutan.

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah: bagaimanakah pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Langkat telah mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Bagaimanakah Peran Pemerintah Kabupaten Langkat dalam melaksanakan Penataan ruang dan Apakah ada kendala dalam pelaksanaan Penataan ruang di Kabupaten Langkat.

Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara yaitu studi Kepustakaan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Kebijakan Penataan Ruang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu dalam hal Menyiapkan, mengembangkan,dan mensosialisasikan Norma, Standar, Prosedur, dan Manual (NSPM) bidang penataan ruang dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah serta pelaku pembangunan lainnya dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional. Mengoperasionalisasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota ke dalam bentuk rencana yang lebih rinci serta dilengkapi indikasi program strategis, meningkatkan upaya-upaya pengendalian dan penegakan hukum dalam pemanfaatan ruang baik di tingkat kabupaten/kota, maupun kawasan dan memantapkan kelembagaan penataan ruang di Kabupaten. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan penataan ruang sangat penting pada perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan tata ruang dengan menyusun rencana umum tata ruang.

Kata kunci : Penataan ruang

*) Mahasiswi Fakultas Hukum USU/Penulis

**) Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing I ***) Dosen/ Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dosen Pembimbing II


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan penjalanan usianya yang semakin tua, filosofi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang mewujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang mendukungnya dipertanyakan kembali. Setidaknya terdapat dua kelompok yang mewakili kecenderungan pemikiran yang berbeda terhadap orientasi kebijakan saat ini dan kebijakan yang akan datang. Penggunaan berbagai istilah, misalnya reformasi, amandemen, ataupun revisi UUPA sesuai dengan defenisi masing-masing menyiratkan adanya keinginan untuk melihat kembali apakah folisofi UUPA masih relevan atau sudah saatnya ditinggalkan.1

Persoalan mengenai penataan ruang sebenarnya mulai muncul sejak adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.11 Tahun 1988 tentang GBHN yang di dalam hal ini disejajarkan dengan persoalan tata guna tanah. Berdasarkan pada ketetapan ini, dibentuklah undang pelaksanaannya yaitu undang No.24 tahun 1992 tentang penataan ruang dan diganti dengan Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang.2

Peranan tata ruang yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumber daya, dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan. Dalam lingkup tata ruang itulah maka

1

Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Penerbit Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011, hlm 117

2

Ibid


(10)

pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep ruang dalam pembangunan baik sebagai hasil atau akibat dari pembangunan maupun sebagai arahan atau rencana pembangunan yang dikehendaki.

Keterkaitan UUPA dengan perkembangan penataan ruang sangat penting untuk dipahami karena berkaitan dengan berbagai hal esensial bagi hajat hidup masyarakat. Peristiwa dan perbuatan hukum pertanahan terjadi di berbagai tempat dan sembarang waktu secara acak dan tidak terstruktur, tergantung kondisi setempat dan dinamika masyarakat. Sulit dIsusun secara runtut berdasarkan waktu kejadian (time series). Oleh karena itu, keterkaitan antara UUPA dengan perkembangan penataan ruang lebih ditekankan pada makna dan logikanya.

UU Pokok Agraria No.5/1960 yang diterbitkan hampir lima puluh tahun yang lalu dan menjadi dasar pengelolaan tanah di Indonesia, sesungguhnya lebih ditujukan untuk mengelola tanah pertanian. Sebagai undang-undang yang sudah tua, dapat dimengerti apabila meski telah terbit ratusan peraturan pelaksanaan yang berinduk pada UU Pokok Agraria ini, tetap saja hal itu belum dapat menjadi piranti hukum yang efektif untuk mengelola tanah perkotaan. Tanah perkotaan dan permukiman pada umumnya belum mendapatkan perhatian yang memadai, sehingga tanah menjadi komoditi dan penggunaannya begitu dinamis tidak secara ekspisit diatur dalam undang-undang.

Penataan ruang hadir secara formal sejak tahun 1992 ketika diberlakukannya UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Produk penataan ruang adalah rencana dan pelaksanaan tata ruang, serta pengendalian pelaksanaan tata ruang yang isinya meliputi penetapan kawasan lindung dan


(11)

budidaya, pemanfaatan kawasan budidaya oleh sektor-sektor unggulan, pusat- pusat permukiman perkotaan dan perdesaan, sistem jaringan transportasi, sistem prasarana lainnya (non-transportasi), dan program sektor prioritas, serta program kawasan strategis.

Kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini menegaskan beberapa isu strategis dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional, yakni: Pertama, terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya. Kedua, belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor. Ketiga, terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan. Keempat, belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam Rencana Tata Ruang Wiyah Nasional atau RTRWN. Kelima, belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang. Keenam, kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan masing-masing secara berlebihan.3

Selain kenyataan yang terjadi seperti itu, isu lain yang berkaitan dengan penataan ruang dan lingkungan hidup yakni pertama, konflik antar-sektor dan antar-wilayah. Kedua, degradasi lingkungan akibat penyimpangan tata ruang, baik di darat, laut dan udara. Ketiga, dukungan terhadap pengembangan wilayah belum

3

Direktur Jenderal Penataan Ruang. Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia Tinjauan Teoritis Dan Praktis. Makalah disajikan dalam Studium General Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), Yogyakarta, 2003, hlm 4


(12)

optimal, seperti diindikasikan dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap pengembangan kawasan-kawasan strategis nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan negara dan kawasan andalan.

Pada kebanyakan kota di Indonesia, perkembangan dan pertumbuhannya masih berlangsung secara alamiah, dengan kata lain berkembang tanpa pengarahan dan perencanaan yang terprogram. Akibatnya pada tahap perkembangan yang lebih kompleks timbul berbagai permasalahan kota antara lain : ketidakteraturan penggunaan tata ruang seperti tanah kota, tidak optimalnya penggunaan tanah kota, timbulnya berbagai masalah lalu lintas, tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan fasilitas dan utilitas kota, timbulnya masalah pencemaran lingkungan kota dan sebagainya. Dengan demikian kota tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga akan memberikan hambatan-hambatan terhadap perkembangan ekonomi kota/desa.

Berbagai kenyataan dan isu-isu tersebut di atas, menjadi permasalahan di berbagai daerah tidak terkecuali yang ada di Kabupaten Langkat. Pada dasarnya dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Langkat Tahun 2013 - 2033, terkesan adanya pola yang mengarah pada eksploitasi sumber daya alam secara pasif yang memiliki konotasi dan eksploitasi yang berlebihan. Ini dapat dilihat dari pembagian ruang di Kabupaten Langkat yang diperuntukan bagi pembangunan-pembangunan yang menaifkan keberlanjutan.

Berkaitan dengan perencanaan pembangunan di daerah khususnya yang berkaitan dengan keruangan, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Undang- UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan UU tentang Penataan Ruang, penataan


(13)

ruang terdiri atas tiga proses kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.4

Dengan demikian konsep penataan ruang yang berusaha menjamin adanya kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi dasar acuan bagi upaya pengelolaan dan pemanfaatan serta pemeliharaan kota/desa di Kabupaten Langkat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengangkat topik tersebut menjadi sebuah penelitian yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.”

Permasalahan yang selalu muncul hampir dalam dua tahun terakhir ini adalah tumpang tindihnya ruang atas satu kepentingan terhadap kepentingan yang lain. Ada perbedaan persepsi yang tajam antara pemerintah dan masyarakat dalam memandang satu kawasan. Rencana tata ruang yang ada lebih menitikberatkan pada kecenderungan untuk mengalokasikan kawasan kepada pemilik modal besar sekali. Ini sekaligus menegaskan penguasaan negara khususnya pemerintah daerah Kabupaten Langkat atas lahan sekaligus menghilangkan keberadaan masyarakat lokal itu sendiri.

Keadaan yang demikian itu dengan sendirinya tidak dapat diharapkan akan mencapai perkembangan kota/desa yang efisien dan efektif. Tetapi sebaliknya, jika suatu perkembangan yang direncanakan dan diprogram sesuai dengan kebutuhan secara optimal akan dapat diharapkan memberikan keuntungan lebih baik atau dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan.

4

Firmansyah, Pengaruh Implementasi Kebijakan Tata Ruang Terhadap Efektivitas Pemanfaatan Ruang Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Jawa Barat, Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik – Universitas Pasundan Bandung, Jurnal Hukum Volume 10 Nomor 4 Desember 2008, hlm 1


(14)

B. Perumusan Masalah

Atas uraian seperti yang dikemukakan di dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007?

2. Bagaimana pelaksanaan pemanfaatan penataan ruang di Kabupaten Langkat? 3. Apa peran pemerintah Kabupaten Langkat dalam melaksanakan Penataan

ruang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini yakni sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui penataan ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007.

b) untuk mengetahui pelaksanaan pemanfaatan penataan ruang di Kabupaten Langkat.

c) untuk mengetahui peran pemerintah Kabupaten Langkat dalam melaksanakan Penataan ruang.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu:

a) Bersifat teoritis, yakni hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang dapat


(15)

memberikan andil bagi peningkatan pengetahuan dalam disiplin Ilmu Hukum khususnya dalam hal Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.

b) Bersifat Praktis, yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat luas khususnya Penataan Ruang di Kabupaten Langkat tentang peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.

D. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian tanah menurut pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). “tanah adalah permukaan bumi atau kulit bumi”. Selanjutnya pasal 4 ayat (2) menjelaskan pengertian hak atas tanah, yang menyatakan : “Hak atas tanah adalah hak untuk menggunakan tanah sampai batas-batas tertentu meliputi tubuh bumi, air, dan ruang angkasa diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah”. Hal ini, dipertegas kembali dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.5

Dasar hukum penataan kota mengacu pada dasar hukum penataan ruang antara lain diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA, yang dalam peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Penatagunaan tanah ini diwujudkan dalam suatu rencana tata ruang.

5


(16)

Penataan ruang di atur dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam tindakan penataan ruang sesuai dengan rencana tata ruang akan menimbulkan akibat-akibat hukum sesuai dengan hak atas tanah. Ruang sebagai satu sumber daya alam tidak mengenal batas wilayah. Namun ruang dikaitkan dengan pengaturan, maka harus jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan. Istilah tanah dan agraria tidak selalu dipakai dalam arti dan pemahaman yang sama. Hal demikian, pada akhirnya membawa konsekuensi dan permasalahan tersendiri pada pengaturan dan kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia.6

Aspek pertanahan dan penataan ruang, mempunyai hubungan penting, karena tanah sebagai salah satu sumber daya kegiatan penduduk yang dapat dinilai sifat, proses dan penggunannya, ini sesuai dengan yang dikemukakan Firey, “Tanah dapat menunjukan pengaruh budaya yang besar dalam adaptasi ruang, dan selanjutnya dikatakan ruang dapat merupakan lambang bagi nilai-nilai sosial (misalnya penduduk sering memberi nilai sejarah yang besar kepada sebidang tanah).7

Penataaan ruang dan tata guna tanah, dalam Pasal 16 UUPA, mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai macam keperluan pembangunan. Dalam penataaan ruang terkait pengelolaan, mengacu pada rencana umum peruntukan tanah, didasarkan pada kondisi obyektif fisik tanah dan keadaan lingkungan, baik

Dalam Pasal 18 UUPA, bahwa hak atas tanah adalah hak dan kewajiban, kewenangan-kewenangan dan manfaat dalam menggunakan tanah yang dengan sendirinya meliputi fisik tanah dan lingkungannya serta ruang diatasnya.

6

Ida Nurlida, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria : Perspektif Hukum, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm 35

7

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Penerbit Kencana, Jakarta, 2011, hlm 58


(17)

di tingkat propinsi, dan kabupaten/kota harus memiliki kesamaan. Berdasar Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, hal ini dalam pelaksanaan penetapan rencana pembangunan kepada kepentingan umum, sesuai dengan dan berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan lebih dahulu, termasuk dalam penetapan kawasan wilayah pengelolaan tata ruang.

Ruang merupakan sarana yang sangat menunjang terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, mengingat segala aktivitas kehidupan manusia di dalam masyarakat akan selalu membutuhkan ruang dan sebaliknya ruang itu sendiri merupakan tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk melangsungkan kehidupannya.8 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.9 Tata ruang adalah wujud struktural ruang dan pola ruang.10 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.11

Pemahaman tentang ”tata ruang” dalam arti luas mencakup keterkaitan dan keserasian tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara serta alokasi sumber daya

8

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Cetakan kedua, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm 23

9

Pasal 1 angka 7 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat

10

Pasal 1 angka 8 Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat

11

Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang


(18)

melalui koordinasi dan upaya penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda.12

Penataan ruang merupakan instrumen untuk mengkaji keterkaitan antar fenomena tersebut serta untuk merumuskan tujuan dan strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai landasan pengembangan kebijakan pembangunan sektoral dan daerah, termasuk sebagai landasan pengembangan sistem kota-kota yang efisien sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan.

13

Pada dasarnya tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Sementara penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Proses perencanaan tata ruang merupakan rangkaian tahapan kegiatan mulai dari pengumpulan data pendukung, pengolahan data sampai dengan penetapan zona peruntukan ruang. Pemanfaatan ruang dilakukan dalam penggunaan ruang harus sesuai dengan peruntukannya.14

Dalam upaya mengaktualisasikan ruang merupakan common goods melalui sistem kontrak sosial dilakukan pemberian kedaulatan kepada negara yang pada realitasnya dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan penyelenggaraan penataan ruang melalui aktifitas-aktifitas pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang (Pasal 1 angka 6 UU No 26 tahun 2007). Perwujudan dari pengaturan sebagai bagian integral dari sistem penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan perwujudan pengaturan dalam peraturan

12

Eko Budihardjo. Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Penerbit Alumni, 1997, hlm 68

13

Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah,

Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia : Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Makalah ini disajikan dalam Studium General Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) di Yogyakarta, 2003, hlm 13

14


(19)

undangan mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, sampai ke Peraturan Daerah.

Secara umum penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budi daya. Namun demikian sebelum membahas tentang pengelolaan dan pemanfaatan ruang, alangkah baiknya diuraikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tata ruang. Sementara tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Selanjutnya asas penataan ruang menurut undang-undang penataan ruang meliputi sebagai berikut:

a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi dan seimbang dan berkelanjutan;

b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Dengan demikian asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan dalam penataan ruang yaitu:

1) Aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya alam khususnya yang dimanfaatkan;

2) Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai pemanfaat;

3) Aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu masyarakat, yang mengatur pengelolaannya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan ruang tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.


(20)

Menurut Wiratni Ahmadi sebagai suatu manajemen untuk mengatasi konflik, maka tujuan penataan ruang meliputi sebagai berikut:15

1) Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan ruang, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai wadah kegiatan;

2) Meminimalisir konflik dari berbagai kepentingan;

3) Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan;

4) Melindungi kepentingan nasional dalam rangka pertahanan dan keamanan. Inti dari penataan ruang adalah mengembangkan tata ruang meningkatkan fungsi kawasan dan mengatur pemanfaatan ruang. Penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang tata cara dan bentuk peran serta masyarakat itu diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat.

Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah:

“Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya dan melakukan serta memelihara kelangsungan hidupnya.”

Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang.

15

Wiratni Ahmadi, Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang (U.U. no. 26 tahun 2007): dilengkapi permasalahan dalam perencanaan tata ruang perkotaan dan kebijakan tata ruang di beberapa negara lain. Mandar Maju, 2008, hlm 100


(21)

Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi.

Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/kota).

Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Pendekatan top-down dan partisipatif dalam perencanaan pembangunan yang ada dalam UU No. 25/2004 terwujud dalam bentuk rangkaian musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan Nasional. Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem perencanaan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan setiap tahun. Secara top down, Pemerintah telah menetapkan rencana kerja pemerintah berikut alokasi anggaran yang ditetapkan dan akan digunakan dalam membiayai kegiatan pembangunan secara nasional.


(22)

Secara partisipatif, proses perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder di pusat dan daerah. Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan pengalokasian sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan- tindakan di masa depan. Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam rencana tata ruang seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007, bahwa penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dengan demikian keterkaitan antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat penting dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yang terbatas dan mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. 16

Selanjutnya dalam penjelasan Bab II pasal demi pasal khususnya Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 memberikan kejelasan makna penyusunan neraca penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lain meliputi aktifitas-aktifitas berikut ini Pertama, Penyajian neraca perubahan

Pola penggunaan tanah perlu disertai pedoman berupa ketentuan penggunaan tanah untuk berbagai kebutuhan pembangunan menurut potensi dan fungsi tanah, baik fisik maupun ekonomi. Secara keseluruhan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengatur aspek-aspek pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah.

2014 pukul 12.00 Wib


(23)

penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain pada rencana tata ruang wilayah. Kedua, Penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain pada rencana tata ruang wilayah. Ketiga, Penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara dan sumber daya alam lain dan penetapan prioritas penyediaannya pada rencana tata ruang wilayah.

Sementara Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyatakan perihal penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan sarana dan prasarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU No 26 tahun 2007 menyebutkan juga hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan kepentingan umum yang sesuai dengan rencana tata ruang dapat dilaksanakan dengan proses pengadaan tanah yang mudah. Sesungguhnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 mengandung implikasi politik hukum yang membahayakan hak atas tanah khususunya subjek hak yang lemah aksesnya atas ekonomi, sosial, politik sehingga akan dapat kehilangan hak atas tanah dengan mudah ketika berhadapan dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dengan alasan demi penataan ruang untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum seperti fenomena penggusuran di hampir setiap daerah di Indonesia setidak sepuluh tahun terakhir.

Pelaksanaan penataan wilayah di Indonesia terutama di daerah padat penduduknya saat ini, baik ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan maupun


(24)

untuk kepentingan lingkungan hidup sebenarnya masih belum optimal seperti apa yang diharapkan/terkandung dalam Undang-undang Penataan Ruang.

E. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan yuridis normatif (penelitian hukum normatif)17

2. Sumber Data Penelitian

, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaipijakan normatif.

Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :18

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, makalah, jurnal, surat kabar, internet dan sebagainya.

17

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 163

18

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm 113


(25)

c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian, sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif berupa data-data yang akan diteliti.


(26)

BAB II

PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007

A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki hukum agraria nasional, walaupun yang diatur di dalamnya baru hal yang pokok-pokok saja. Sejak saat pengundangan itu pula, hukum agraria lama yang merupakan warisan pemerintah kolonial dinyatakan diganti dengan UUPA.19 Menurut Juniarso Ridwan20 konsep dasar hukum penataan ruang, tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yang berbunyi: ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia…”Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke empat, berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut M. Daud Silalahi salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk:21

19

Sudjito, Prona: Persetifikatan Tanah secara Massal dan Penyelesaian Sengketa Tanah yang bersifat Strategis, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm 2

20

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam konsep Kebijakan otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2007, hlm 18

21

M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001, hlm 18


(27)

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas.

Dalam undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tata ruang disebutkan bahwa “perencanaan tata ruang, struktur dan pola tata ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air dan tata guna sumber daya lainnya.” Sehubungan dengan hal tersebut, penatagunaan tanah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penataan ruang atau subsistem dari penataan ruang. Pada saat ini penatagunaan tanah merupakan unsur yang paling dominan dalam proses penataan ruang.22

22


(28)

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.23 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.24 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.25 Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.26 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.27

1. keterpaduan,

Untuk lebih mengoptimalkan konsep penataan ruang, maka peraturan-peraturan peundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

Yang dimaksud dengan “keterpaduan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

23

Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

24

Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

25

Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

26

Pasal 1 angka 4 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

27

Pasal 1 angka 5 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(29)

Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan,

Yang dimaksud dengan “keserasian, keselarasan, dan keseimbangan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. keberlanjutan,

Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,

Yang dimaksud dengan “keberdayagunaan dan keberhasilgunaan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

5. keterbukaan,

Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.


(30)

6. kebersamaan dan kemitraan,

Yang dimaksud dengan “kebersamaan dan kemitraan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

7. pelindungan kepentingan umum,

Yang dimaksud dengan “pelindungan kepentingan umum” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

8. kepastian hukum dan keadilan dan

Yang dimaksud dengan “kepastian hukum dan keadilan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundangundangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. 9. akuntabilitas.28

Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang. Keberadaan undang-undang tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.

28


(31)

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.29

Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa rumusan tujuan (pengaturan penataan ruang) merupakan penerapan bagaimana konsep asas-asas penyelenggaran penataan ruang mengendalikan arah dan sasaran yang hendak dituju oleh suatu pengaturan UU Penataan Ruang ini.

Menurut Hermit30

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang klasifikasi penataan ruang adalah: Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penataan ruang bukan merupakan hal baru dalam pengaturan sistem penataan ruang kita. Pasal UU Penataan ruang ini berbunyi, “Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategi kawasan.”.

29

Pasal 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

30

Herman Hermit, Pembahasan Undangundang Penataan Ruang, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm 37


(32)

sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.31

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa:

32 1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem

internal perkotaan.

2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.

3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.

5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang klasifikasi penataan ruang yakni:33

(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan

a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,

31

Pasal 4 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

32

Pasal 5 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

33


(33)

lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.

(3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

(4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

Dari pasal-pasal tersebut telah jelas klasifikasi penataan ruang baik berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan-kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategi kawasan.

B. Kedudukan Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota merupakan alat pengaturan, pengendalian dan pengarahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kota. Memasuki era otonomi, dimana daerah diberikankewenangan untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya, RTRW seyogyanya menjadi


(34)

dasar pengambilankebijakan pembangunan. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki wewenang dalam penyelenggaraan penataan ruang yang antara lain meliputi pelaksanaan penataaan ruang wilayah kabupaten/kota dan pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Untuk rencana pola ruang wilayah kabupaten di bagi kedalam kawasan lindung, kawasan budidaya dan pola ruang laut. Kawasan lindung sendiri terbagi ke dalam kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya.

Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan.


(35)

Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.34

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan.35

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

Pentingnya kedudukan dan fungsi Rancangan Tata Ruang wilayah (RTRW) dalam pembangunan daerah seperti yang diamanatkan alam Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terkhusus Pasal 60.

34

H. Muchsin dan Imam Koeswoyono, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang, Penerbit Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2008, hal 74

35

Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Tata Ruang Pedesaan Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB Bandung, Bandung, 2008


(36)

a. mengetahui rencana tata ruang;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.36

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupatenmengacu pada:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;

a. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan b. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

2. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi

penataan ruang kabupaten;

b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

36


(37)

f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.37

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunankualitas ruang.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

37


(38)

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a) tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;

b) rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan system jaringan prasarana wilayah kabupaten;

c) rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;


(39)

e) arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

f) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.38

C. Pengaturan, Pemanfaatan dan Pengendalian Penataan Ruang berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.39 Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang.40

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.41Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.42 Pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.43 Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah.44

38

Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

39

Pasal 1 angka 9 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

40

Pasal 12 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

41

Pasal 1 angka 14 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

42

Pasal 32 ayat (1) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

43

Pasal 32 ayat (2) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

44

Pasal 32 ayat (3) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(40)

diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.45 Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya.46Pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.47

Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.48 Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.49 Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.50

a) perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis;

Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:

45

Pasal 32 ayat (4) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

46

Pasal 32 ayat (5) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

47

Pasal 32 ayat (6) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

48

Pasal 33 ayat (1) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

49

Pasal 33 ayat (3) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

50


(41)

b) perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan

c) pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis.

d) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.

e) Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.

f) Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan: standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; standar kualitas lingkungan; dan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.51

Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.52 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.53

Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.

54

Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.55

51

Pasal 34 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

52

Pasal 1 angka 15 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

53

Pasal 35 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

54

Pasal 36 ayat 1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

55

Pasal 36 ayat 2 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(42)

a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional

b. peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.56

Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.57 Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.58Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.59 Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.60Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.61Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.62Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.63

56

Pasal 36 ayat 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

57

Pasal 37 ayat 1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

58

Pasal 37 ayat 2 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

59

Pasal 37 ayat 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

60

Pasal 37 ayat 4 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

61

Pasal 37 ayat 5 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

62

Pasal 37 ayat 6 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

63


(43)

Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.64

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisahdilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.

Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.65

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,berupa:

a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau

b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.66

64

Pasal 38 ayat 1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

65


(44)

Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.

Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.67

a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan c. pemerintah kepada masyarakat.68

Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonas.69

66

Pasal 38 ayat 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

67

Pasal 38 ayat 4 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

68

Pasal 38 ayat 5 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

69

Pasal 39 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Adanya pengenaan sanksi adalah tindakan yang dilakukan untuk penataan ruang yang belum sesuai. Dalam penataan ruang pun masyarakat wajib menaati rencana yang sudah di tetapkan, memanfaatkannya sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang, mematuhi segala ketentuan yang berlaku, memberikan akses apabila kawasan tersebut adalah milik umum. Perlunya kesadaran yang tinggi di


(45)

masyarakat menjadi tombak keberhasilan pengendalian tata ruang. Sanksi tegas yang sudah di tetapkan haruslah di lakukan sesuai dengan ketentuan.

Penataan tata ruang sendiri memang haruslah sesuai dengan perencanaan yang sudah tersusun dengan baik, bila tidak direncanakan dengan baik, di takut kan akan terjadi pembangunan yang terlalu mementingkan kepentingan sebuah golongan tanpa memikirkan kepentingan public. Contohnya saja bila kawasan industry berdekatan dengan daerah pemukiman yang padat penduduk, tentu saja hal itu akan berdampak buruk pada ekosistem maupun kehidupan penduduk di sekitar lingkungan tersebut. Bahkan yang paling buruk pun dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi antar masyarakat. Tentunya kita tidak mau, hal buruk ini terjadi pada lingkungan kita. Maka perlu adanya pengendalian. Memang ada teknik pengendalian tata ruang. Diantaranya pengaturan zonasi, pengaturan ini memang sudah dikembangkan dan digunakan oleh Negara-negara maju seperti Jerman dan Amerika, bahkan Negara tetangga kita Singapura sehingga tidak asing bagi kita, bila kita kesana, tata ruang kota begitu teratur, rapi. Ada juga pengaturan perizinan. Pengaturan ini diatur oleh pemerintah setempat. Peraturan ini pun sudah di atur di dalam undang-undang.70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan peraturan pemerintah.71Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.72

70

Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah

April 2015

71

Pasal 40 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

72


(46)

kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi dilaksanakan oleh setiap kabupaten/kota.73 Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota yang mempunyai lembaga pengelolaan tersendiri, pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.74

Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

Pelaksanaan pengendalian oleh lembaga pengelolaan kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dapat dilakukan secara lebih efektif apabila lembaga dimaksud diberi wewenang oleh seluruh pemerintah kabupaten/kota terkait.

75

Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan oleh setiap kabupaten.76 Untuk kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten yang mempunyai lembaga kerja sama antarwilayah kabupaten, pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.77

73

Pasal 46 ayat 2 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

74

Pasal 46 ayat 3 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

75

Pasal 53 ayat 1 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

76

Pasal 53 ayat 2 Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

77


(47)

BAB III

PELAKSANAAN PEMANFAATAN PENATAAN RUANG DI KABUPATEN LANGKAT

A. Pemanfaatan Penataan Ruang Kabupaten Langkat

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangannya. Dalam penyusunan dan pelaksanaan program masing-masing pemangku kepentingan tetap harus melakukan koordinasi dan sinkronisasi untuk menciptakan sinergi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.78

78

Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta, 2010, hlm 31


(48)

Program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berupa program pembangunan sektoral dan/atau program pengembangan wilayah/kawasan.79 Program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten, rencana pembangunan jangka menengah kabupaten, dan rencana kerja tahunan pemerintah kabupaten.80 Program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dapat berupa: a) program pembangunan sektoral wilayah kabupaten, b) program pengembangan wilayah kabupaten, c) program pengembangan kawasan perkotaan, d) program pengembangan kawasan perdesaan; dan/atau, e) program pengembangan kawasan dan lingkungan strategis yang merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten.81

Salah satu tujuan penataan ruang adalah tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negative terhadap lingkungan. Hal ini berarti dalam penggunaan tanah yang yelah diambil alih (diperoleh) hak atas tanahnya harus mengacu pada tujuan penataan ruang yang telah ditentukan. Di samping itu, setiap orang berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang dan berkewajiban untuk menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.82

79

Pasal 113 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

80

Pasal 113 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

81

Pasal 115 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

82

Adrian Sutedi, Implementasi prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Cetakan kedua, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 228


(49)

Pemanfaatan RTRW tidak bisa dilepaskan dengan pemanfaatan permukaan guna lahan, karena pada umumya pemanfaatan ruang yang terjadi adalah pemanfaatan daratan atau permukaan tanah/lahan. Oleh karena itu pengendalian pemanfaatan ruang bisa dikatakan identik dengan pengendalian pemanfaatan lahan atau pengendalian alih fungsi lahan itu sendiri. Pengendalian dan pengawasan pengembangan tanah/lahan adalah suatu upaya untuk dapat secara kontinyu dan konsisten mengarahkan pemanfaatan, penggunaan dan pengembangan tanah secara terarah, efisien dan efektif sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.83

Sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya, penataan ruang terdiri atas perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.Tahap perencanaan tata ruang, berdasarkan pengetian dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, perencnaan tata ruang

Pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Namun demikian, kompleksitas permasalahan dalam proses perkembangan wilayah dapat mengakibatkan terjadinya pemanfaatan ruang yang menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kesesuaian dalam pemanfaatan ruang terlihat dari kesesuaian antara aktifitas penggunaan ruang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bertujuan untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun sebagai dasar/pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang.

83

Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB Bandung, Bandung, 1986, hlm. 149.


(50)

merupakan proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang mencakup proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana tata ruang berisi rencana struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang.

Indikasi adanya deviasi antara RTRW Kabupaten Langkat dengan kondisi eksisting secara umum dapat dilihat dari komponen rencana tata ruang wilayah yang meliputi tinjauan pemanfaatan ruang (kawasan lindung dan budidaya) yaitu:84

1. Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

Dalam RTRW Kabupaten Langkat luas kawasan lindung Kabupaten Langkat adalah 233.231,15 Ha. Arahan lokasi kawasan lindung menyebar di 8 (delapan) Kecamatan meliputi Kecamatan Bahorok (66.179,80 Ha), Selapian (15.890,63 Ha), Sei Bingei (8.218,23 Ha), Padang Tualang (65.753,11 Ha), Secanggang (5.314,59 Ha), Tanjung Pura (4.205,41 Ha), Sei Lepan (29.522,44 Ha), dan Besitang (42.352,35 Ha). Dikawasan lindung telah terjadi perambahan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan di lima kecamatan yaitu Kecamatan Bahorok (8.375,49 Ha), Batang Serangan (17.839,31 Ha), Besitang (26.217,61 Ha), Selapian (3.495,74 Ha), Sei Bingei (2.440,29 Ha), Secanggang dan Tanjung Pura (1.381 Ha), dengan luas total 59.749,45 Ha atu 25,62% dari luas kawasan lindung.85

84

Laporan Akhir RTRW Kabupaten Langkat Tahun 2013, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat, 2012.

85Ibid,


(51)

Adanya perambahan hutan yang merubah fungsi hutan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya (permukiman, perikanan/tambak, perkebunan dan pertanian tanaman pangan), bahkan mejadi lahan kritis, telah menimbulkan dampak negatif dengan adanya banjir yang melanda Kabupaten Langkat khususnya daerah hilir bencana banjir tersebut kemungkinan diakibatkan oleh dua faktor utama, yakni rendahnya tingkat peresepan air di kawasan resepan dan/atau tidak mencukupinya saluran air dan drainase di wilayah hilir. Dalam kaitannya dengan tata ruang, rendahnya volume dan kualitas vegetasi di kawasan hulu (terutama kawasan lindung) menjadi faktor terpenting yang mengakibatkan bencana banjir. Kondisi tersebut menunjukkan adanya penyimpangan dalam pemanfaatan ruang yang telah direncanakan dalam RTRW Kabupaten Langkat.86

2. Kawasan Budidaya

Tinjauan kawasan budidaya meliputi kawasan budidaya hutan, kawasan budidaya pertanian dan pengembangan pariwisata.

a.Budidaya hutan

Kawasan budidaya hutan terdiri dari kawasan hutan produksi tetap (HPT) dan hutan produksi konversi (HPK). Dalam RTRW Kabupaten Langkat luas kawasan hutan produksi tetap Kabupaten Langkat adalah seluas 48.511,41 Ha. Luas kawasan budidaya hutan di Kabupaten Langkat adalah 74.338,95 Ha yang terddiri dari hutan produksi tetap (HPT) dengan luas 65.851,45 Ha dan hutan produksi (HP) 10.487,50 Ha. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa luas kawasan budidaya hutaan

86Ibid,


(52)

mengalami penambahan seluas 15.340,04 Ha dari rencana RTRW Kabupaten Langkat. Penambahan luas kawasan ini disebabkan adanya selisih tata ruang Provinsi Sumatera Utara dengan Kabupaten Langkat dalam batas poduserasi.87

b. Budidaya Pertanian

Budidaya pertanian dibagi tiga sub sektor, meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan dan perikanan. Kawasan tanaman pangan (sawah) pada RTRW Kabupaten Langkat meliputi seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Salapian, Kuala dan Besitang dengan luas total 48.017,52 Ha. Kawasan pertanian tanaman pangan (sawah) meliputi seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Sawit Seberang, dengan luas lahan 49.337 Ha yang terdiri dari sawah irigasi teknis (3.803 Ha), irigasi setengah teknis (4.625 Ha), irigasi sederhana PU (1.104 Ha) dan sawah tadah hujan (39.896 Ha). Lokasi tanaman perkebunan menurut RTRW Kabupaten Langkat menyebar diseluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Tanjung Pura, dengan luas total 106.000 Ha. Luar terbesar berada di Kecamatan Padang Tualang (49.591,81 Ha) dan Bahorok (15.948,12 Ha) dan kondisi eksisting lokasi perkebunan Kabupaten Langkat mencakup seluruh wilayah kecamatan dengan luas total 185.475,80 Ha. Budidaya perikanan Kabupaten Langkat menurut RTRW, luas perikanan tambak yang direncanakan adalah sebesar 2.632,40 Ha yang meliputi Kecamatan Secanggang (2.059,06 Ha) dan Kecamatan Gebang (573,34 Ha). Luas areal pertambakan di Kabupaten Langkat adalah 7.169,21 Ha menyebar di

87Ibid,


(53)

Kecamatan Secanggang, Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Besitang, Brandan Barat, Sei Lepan dan Pangkalan Susu.88

c. Pengembangan Pariwisata

Menurut RTRW Kabupaten Langkat pengembangan aspek pariwisata diarahkan pada pengamanan dan pelestarian, peningkatan mutu dan pelayanan dan fasilitas penunjang serta pemantapan peran kawasan wisata. Pariwisata yang berkembang diantaranya Rehabilitas Mawas di Bukit Lawang, Hutan Wisata Gunung Leuser, Mesjid Azizi, Pemandian air panas, gua dan air terjun, pemandian alam/sungai dan wisata bahari. Perkembangan kawasan wisata Kabupaten Langkat yang memiliki potensi tinggi hanya kawasan Bahorok dengan alokasi luas penggunaan lahan seluar ± 51.900 Ha.89

d. Pengembangan sektor Pertambangan/Penggalian

Pengembangan sektor pertambangan dan bahan galian perlu perlakuan yang sangat hati-hati, terutama berkaitan dengan aspek lingkungan. Jenis bahan tambang di Kabupaten Langkat diantaranya minyak bumi yang dijumpai di Kecamatan Babalan, Pangkalan Susu dan Sawit Seberang, Faspat di Kecamatan Bahorok, Pasir Kuarsa di Kecamatan Pangkalan Susu, Batu bara (material) di Kecamatan Bahorok dan Batang Serangan, dan Kuala, Batu Gamping di Kecamatan Bahorok dan Salpian. Potensi pertambangan yang telah dijumpai menurut RTRW belum ditindaklanjuti.90

88

Ibid, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat

89Ibid,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat

90Ibid,


(1)

Mengoperasionalisasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota ke dalam bentuk rencana yang lebih rinci serta dilengkapi indikasi program strategis, meningkatkan upaya-upaya pengendalian dan penegakan hukum dalam pemanfaatan ruang baik di tingkat kabupaten/kota, maupun kawasan dan memantapkan kelembagaan penataan ruang di Kabupaten dan masyarakat dalam operasionalisasi penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan. 2. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan penataan

ruang di Kabupaten Langkat sangat penting pada perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan tata ruang di Kabupaten Langkat adalah menyusun rencana umum tata ruang yaitu rencana ruang tata ruang kota/desa dan menyusun rencana rinci tata ruang yaitu rencana tata ruang strategis kota/desa. Rencana ini kemudian di tuangkan dalam bentuk rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang kemudian akan di atur dalam bentuk peraturan daerah dalam jangka waktu tertentu. Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang serta mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dan mengelola perkembangan pembangunan. Penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Langkat dilaksanakan oleh instansi yakni Dinas Tata ruang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat yang terlibat langsung dalam hal ini karena kedudukan, tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut.

3. Kendala dalam pelaksanaan penataan ruang di Kabupaten Langkat adalah pertama, cepatnya pertumbuhan berbagai bidang seperti masalah ekonomi, masalah sosial, masalah daya dukung lingkungan dan masalah tata ruang.


(2)

Kedua, Peraturan perundang-undangan seperti belum mengacu kepada UU No.6 tahun 2007. Ketiga, infrastruktur seperti permasalahan infrastruktur bidang daerah tertinggal, pembangunan infrastruktur bidang sosial, bidang daya dukung lingkungan, pertanian dan pariwisata.

b. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal yakni:

1. Dalam rangka meningkatkan pelatihan harus diadakannya peningkatan SDM. Dalam teorinya kalau dalam prakteknya perlu ada upaya untuk meningkatkan kemampuan SDM yang berkualitas misalnya SDM diberi kesempatan untuk mengikuti jenjang S2 dan rutin dilakukan pelatihan.

2. Hendaknya instansi menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang memadai serta mendukung dalam melaksanakan peran penataan ruang Kabupaten Langkat agar di hasilkan tata ruang kota/desa yang teratur, efisien dalam penggunaan lahan dan tidak merusak keadaan lingkungan.

3. Perlu adanya tindak lanjut oleh pemerintah kabupaten Langkat mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang perkotaan agar pemanfaatannya sesuai dengan apa yang telah di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 9 Tahun 2013 tentang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara Tahun 2013-2033.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Adisasmita, Rahardjo, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta, 2010

Adhie, Brahmana dan Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2002

Ahmadi, Wiratni, Pembahasan Undang-Undang Penataan Ruang (U.U. no. 26 tahun 2007): dilengkapi permasalahan dalam perencanaan tata ruang perkotaan dan kebijakan tata ruang di beberapa negara lain. Mandar Maju, 2008

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013


(4)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Langkat, Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat 2013-2033, Laporan Akhir, 2014, Kabupaten Langkat

Budihardjo, Eko, Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Penerbit Alumni, 1997

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada,University Press, Bandung, 1999

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, cetakan kedua, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010

Hermit, Herman, Pembahasan Undangundang Penataan Ruang, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2008

Hutagalung, Arie S., Tebaran Pemikiran: Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005

Jayadinata, Johara T., Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB Bandung, Bandung, 1986

Limbong, Bernhard, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Penerbit Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011

Mirsa, Rinaldi, Elemen Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2011 Nurlinda, Ida, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria : Perspektif Hukum, Penerbit

Rajawali Pers, Jakarta, 2009

Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam konsep Kebijakan otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2007

Sabari, Hadi Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000

Silalahi, M. Daud, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2006

Sutedi, Adrian, Implementasi prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Cetakan kedua, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Tarigan, Robinson. Perencanaan Pembangunan Wilayah.Jakarta: Bumi Aksara, 2005


(5)

II. Makalah, Majalah dan Jurnal

Direktur Jenderal Penataan Ruang. Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia Tinjauan Teoritis Dan Praktis. Makalah disajikan dalam Studium General Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), Yogyakarta, 2003

Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah, Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia : Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Makalah ini disajikan dalam Studium General Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) di Yogyakarta, 2003

Firmansyah, Pengaruh Implementasi Kebijakan Tata Ruang Terhadap Efektivitas Pemanfaatan Ruang Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Jawa Barat, Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik – Universitas Pasundan Bandung, Jurnal Hukum Volume 10 Nomor 4 Desember 2008

Yeyet Solihat, Hukum Agraria Nasional, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Universitas Singaperbangsa Karawang, Telah Dipublikasikan di Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-86676 Vol. 10 No. 22 Ed. Mar - Mei 2012

III. Undang-Undang dan Peraturan

Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)

Undang- Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah No.9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat

IV. Internet

Agus Eka Setiabudi, Permasalahan Tata Ruang Kota di Indonesia, http://aguseka1991.blogspot.com, html diakses tanggal 4 Maret 2015


(6)

diakses tanggal 20 November 2014 pukul 12.00 Wib