Gambar 2 Skema struktur protein unik dari setiap sub-famili HD-Zip. HD
homeodomain, LZ leucin zipper, CPSCE asam amino konservatif Cys, Pro, Ser, Cys, Glu dengan sandi satu huruf, domain
MEKHLA
asam amino konservatif Met, Glu, Lys, His, Leu, Ala ,
N-term consensus ujung-N, SAD START-adjacent domain,
START steroidogenic acute regulatory protein-related lipid transfer Ariel et al. 2007.
Tabel 3 Sub-famili HD-Zip dan fungsinya
Sub-famili Fungsi
HD-Zip I Respon terhadap cekaman abiotik , respon terdap ABA, de-etiolasi,
sinyal cahaya biru HD-Zip II
Respon terhadap keadaan pencahayaan,toleran naungan Shade avoidance, respon terhadap auxin
HD-Zip III Embriogenesis, pengaturan meristem, inisiasi organ lateral, polaritas daun,
perkembangan jaringan pembuluh, transport auxin HD-Zip IV
Differensiasi sel epidermis, akumulasi antosianin, perkembangan akar, pembentukan trikom
Sumber: Ariel et al. 2007
Analisis Fungsi Gen
Tujuan jangka panjang dari proyek sekuensing genom adalah diketahuinya fungsi setiap gen yang ada di dalam genom dan bagaimana interaksinya dengan
gen lain. Data ini sangat penting dalam memahami biologi tanaman pada level molekuler dan untuk memuliakan tanaman pada masa mendatang. Secara umum
ada 2 pendekatan untuk melakukan analisis fungsi gen, yaitu dengan pendekatan forward dan reverse genetic Peters et al. 2003. Forward genetic adalah
pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab menentukan fenotipe tertentu dalam suatu organisme. Sebaliknya reverse genetic
meliputi pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fenotipe dari suatu gen tertentu.
Forward genetic secara umum dilakukan untuk mengindentifikasi gen atau mutasi gen yang menentukan fenotipe mutan yang spesifik. Fenotipe mutan yang
spesifik menjadi bahan dasar kajian dari forward genetic. Tanaman mutan diperoleh dari hasil mutasi alam atau mutasi buatan. Mutasi alam terjadi sangat
jarang dan kemungkinannya sangat kecil sehingga untuk mendapatkan populasi mutan yang besar diperlukan induksi mutasi. Ada beberapa pendekatan yang
digunakan untuk menginduksi mutasi pada tanaman, yaitu dengan menggunakan senyawa kimia mis. EMS, NaN
3
Secara ringkas tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gen menggunakan teknik map-based cloning atau disebut juga positional cloning
adalah; 1 membuat populasi mapping yang besar dengan menyilangkan tanaman mutan dengan tipe liarnya, 2 mengidentifikasi marka yang bertautan linkage
erat dengan gen target, 3 mengidentifikasi pustaka YAC yeast artificial chromosom atau BAC bacterial artificial chromosom yang berhibridisasi
dengan pelacak marka, 4 membuat atau mencari marker baru dari YAC atau BAC biasanya sekuen dari ujung klon yang berkosegregasi dengan gen target,
5 skrining ulang jika diperlukan dari klon YAC atau BAC yang berbeda untuk memperoleh marker yang berkosegregasi dengan gen target, 6 mengidentifikasi
kandidat gen dari klon BAC atau YAC yang berkosegregasi dengan gen target, 7 melakukan komplementasi genetika, dengan transformasi kandidat gen ke
, radiasi ion mis. sinar gamma, transformasi T-DNA atau dengan penyisipan transposon Ramachandran Sundaresan 2001;
Walden 2002; Kim et al. 2006; Al-Qurainy Khan 2009; Suprasanna et al. 2009. Identifikasi gen dari mutan hasil induksi dengan senyawa kimia atau
iradiasi sinar gamma membutuhkan proses yang panjang dan memerlukan waktu dan tenaga yang banyak karena harus menggunakan teknik map-based cloning
Peters et al. 2003. Sebaliknya, identifikasi gen pada mutan yang diperoleh dengan transformasi T-DNA dan penyisipan transposon lebih mudah dan cepat
dengan menggunakan sequen yang ada pada daerah T-DNA atau transposon sebagai pelacak. Namun, keberhasilan insersi T-DNA dan transposon biasanya
tergantung pada genotipe tanaman yang digunakan dan hanya dapat dilakukan pada tanaman dimana sistem transformasinya sudah dikuasai dengan baik Gepts
et al. 2008.
tanaman mutan, untuk memulihkan fenotipe tipe liar, dan terakhir 8 menyekuen gen dan mengidentifikasi sekuen untuk menentukan fungsinya McClean 1998.
Saat ini banyak teknik yang dikembangkan untuk memudahkan identifikasi gen pada tanaman menggunakan pendekatan insertional mutagenesis. Beberapa
dari teknik tersebut adalah T-DNA tagging, transposon tagging, retrotransposon tagging, activation tagging, dan entrapmen tagging. Masing-masing memiliki
keunggulan dan kelemahan Jeon An 2001; Ramachandran Sundaresan 2001. DNA tagging atau gene tagging secara sederhana dapat diartikan sebagai
penandaan atau pelabelan gen sehingga mudah dilacak. Pada dasarnya tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gen pada mutan hasil insertional
mutagenesis adalah sama meskipun teknik insertional mutagenesis yang dipilih berbeda. Tahapan yang dilakukan meliputi 1 pembentukan populasi mutan yang
besar menggunakan teknik transformasi tanaman, 2 karakterisasi molekuler mutan untuk mencari galur-galur dengan satu salinan, 3 penapisan galur mutan
stabil dengan teknik PCR, 4 penapisan galur stabil dengan fenotipe yang diharapkan, 5 isolasi sekuen DNA yang mengapit daerah yang diberi label mis.
dengan thermal asymmetric interlaced TAIL PCR, adapter-ligated PCR, inverse PCR, atau plasmid rescue, 6 Sekuensing DNA yang mengapit daerah yang
diberi label dan identifikasi sekuen untuk menentukan fungsinya dengan studi bioinformatik Vandenbusschea et al. 2003.
Pendekatan reverse genetic memanfaatkan data yang ada di pangkalan data hasil proyek sekuen genom, EST, atau transcript profiling. Reverse genetic
dimulai dengan pemilihan gen target kemudian melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap fenotipenya akibat perubahan yang dibuat pada gennya.
Secara umum pendekatan yang digunakan untuk mempelajari fungsi gen secara reverse genetika terdiri dari beberapa percobaan; 1 menghilangkan fungsi loss
of function gen target, 2 meningkatkan fungsi gain of function gen target, 3 tracking
dan 4
kajian ekspresi
http:en.wikipedia.orgwikiGenetic_ engineering
Percobaan untuk menghilangkan fungsi suatu gen melibatkan pembuatan atau manipulasi DNA secara in vitro dengan teknik tertentu sehingga gen tersebut
menjadi tidak fungsional. Dalam menghilangkan fungsi suatu gen dikenal istilah
knockout dan silencing gen. Knockout gen menghilangkan fungsi gen dengan mengubah suatu sekuen gen menjadi tidak aktif sedangkan silencing gen
menghilangkan fungsi gen dengan menghambat proses transkripsinya Thorneycroft et al. 2001. Knockout dapat dilakukan diantaranya dengan insersi
T-DNA atau transposon Thorneycroft et al. 2001, sedangkan silencing dapat dilakukan dengan teknik RNAi Kusaba 2004. Konstruk gen dari hasil
modifikasi ditransformasikan kembali ke dalam genom tanaman untuk melihat pengaruhnya pada fenotipe yang dikendalikan.
Kegiatan meningkatkan fungsi gain of function suatu gen adalah kebalikan dari loss of function. Kegiatan ini biasanya diparalelkan dengan loss of function
untuk mendapatkan data atau hasil yang lebih komprehensif. Prosesnya sama seperti loss of function hanya konstruknya dirancang untuk meningkatkan fungsi
gen. Umumnya dengan menambah ekstra salinan gen disertai dengan penggunakan promoter yang lebih kuat Lloyd 2003; Cho Hong 2006
Tracking dilakukan untuk menggali informasi tentang lokalisasi dan interaksi protein terkait. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah
menggabungkan sekuen gen aslinya dengan gen pelapor misalnya green fluorescent protein GFP yang memudahkan visualisasi produk modifikasi
genetika dalam sel atau jaringan tanaman Boulin et al. 2006; Ko et al. 2007. Kajian ekspresi bertujuan mengetahui dimana dan kapan protein tertentu
dihasilkan. Dalam melakukan penelitian ekspressi gen, promoter gen target difusikan dengan suatu gen pelapor mis. gus, atau GFP dan ditransformasikan
kembali ke dalam sistem tanaman. Expresi gen kemudian diamati pada berbagai sel atau jaringan, pada tahap pertumbuhan tertentu, atau pada kondisi lingkungan
tertentu Boulin et al. 2006; Ko et al. 2007.
Transformasi Genetika Tanaman
Transformasi genetika tanaman adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam penelitian biologi molekuler dan pemuliaan tanaman. Transformasi
genetika memungkinkan pemindahan dan penyisipan satu atau beberapa DNAgen dari berbagai sumber bakteri, fungi, hewan dan tumbuhan ke dalam suatu genom
tanaman. Teknik transformasi genetika pada tanaman secara umum dibagi ke
dalam 2 kelompok, yaitu teknik transformasi langsung penembakan DNA, elektroporasi, mikroinjeksi, dan PEG, dan dengan bantuan bakteri Agrobacterium
Jahne et al. 1995; Komari et al. 1998; Tzfira Citovsky 2006 . Teknik
transformasi secara langsung dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, namun cenderung menyisipkan gen dengan jumlah salinan banyak pada satu lokus
Dai et al. 2001. Hal ini menyebabkan tingginya DNA rearrangement penyusunan kembali atau pembungkaman gen, sehingga dapat menimbulkan
kesalahan dalam interpretasi data Kohli et al. 1998; Reddy et al. 2003. Tran
sformasi Agrobacterium merupakan teknik yang paling umum digunakan saat ini, karena memiliki kelebihan antara lain tidak memerlukan peralatan yang
mahal, dapat diaplikasikan secara luas baik pada kelompok tanaman dikotil maupun monokotil, pola integrasi DNA lebih mudah diprediksi dan yang paling
penting adalah kemungkinan untuk mendapatkan tanaman dengan satu salinan gen sangat tinggi
Roy et al. 2000; Dai et al. 2001. Tanaman homozigot dengan
satu salinan gen sangat penting didalam pemuliaan tanaman dan kajian fungsi gen karena tanaman dianggap sudah stabil dan lebih mudah dalam interpretasi
datanya. Secara alami Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen tanah
yang dapat menyebabkan penyakit tumor pada tumbuhan dari kelas dikotiledoneae.
Dalam sistematika mikroorganisme Agrobacterium diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Phylum :
Proteobacteria Class
: Alpha Proteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili :
Rhizobiaceae Genus
: Agrobacterium http:en.wikipedia.orgwiki Agrobacte
rium Tumor disebabkan oleh suatu plasmid Agrobacterium yang sangat besar
yang kemudian disebut dengan plasmid Ti Tumor inducing. Plasmid Ti mengandung T-DNA yang diapit oleh 23 pasang sekuen basa berulang dan satu
set gen virulen virA, virB, virC, virD, virE, virG, dan virH yang diperlukan
untuk mengangkut T-DNA dari sel bakteri dan menyisipkannya ke dalam genom tanaman. T-DNA mengandung gen penyandi senyawa opine octopin, nopalin,
atau leucinopin yang diperlukan oleh Agrobacterium dan gen penyandi hormon pertumbuhan tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan sel tidak terkendali dan
membentuk tumor. Proses transfer gen oleh Agrobacterium sudah banyak diulas sebelumnya diantaranya oleh Sheng dan Citovsky 1996 dan Tinland 1996.
Hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa T-DNA dapat dipisahkan secara fisik dari gen virulen menjadi dua plasmid yang terpisah yang
kemudian dikenal dengan sistim biner Hoekema et al. 1984. Sifat onkogenik tetap terpelihara selama kedua plasmid berada di dalam Agrobacterium yang
sama. Selanjutnya setiap DNA asing yang disisipkan ke dalam T-DNA dapat ditransfer ke dalam sel tanaman. Hal ini sangat menguntungkan karena plasmid
lebih kecil dan mudah dimanipulasi. Selanjutnya onkogen dapat dihilangkan dari T-DNA agar tanaman tumbuh normal, dan situs restriksi unik ditambahkan untuk
memudahkan penyisipan gen asing Riva et al. 1998; Lee Gelvin 2008. Transformasi Agrobacterium kemudian digunakan secara luas pada tanaman
dikotil, namun tidak pada monokotil karena tanaman dari kelompok ini bukan inang dari Agrobacterium. Keberhasilan transformasi dari kelompok monokotil
pertama kali dilaporkan oleh Hiei et al. 1994 pada tanaman padi Japonica kultivar Tsukinohikasi, Asanohikari, dan Koshihikari. Dari berbagai eksplan yang
diuji, kalus embriogenik dari skutellum umur tiga hari adalah bahan yang paling sesuai untuk infeksi Agrobacterium. Kalus diko-kultivasi dengan A. tumefaciens
strain LBA4404 dan EHA101, masing-masing mengandung plasmid pTOK233 atau pIG121Hm, selama tiga hari pada media mengandung 100 µM asetosyringon.
Plasmid pTOK233 dan pIG121Hm masing-masing mengandung gen penanda gus dan penyeleksi hpt. Hasil analisis berdasarkan gen
β-glucuronidase gus dan gen penyeleksi hygromycin phosphotransferase hpt pada tanaman transgenik R1 dan
R2 menunjukkan integrasi, ekspresi, dan pewarisan gen yang stabil Hiei Komari 1996. Meskipun efisiensi transformasi Agrobacterium masih dianggap
rendah pada saat itu dan sulit untuk padi Indica, penelitian ini telah menginspirasi peneliti untuk meningkatkan efisiensi transformasi pada tanaman padi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi pada tanaman banyak
dipelajari, diantaranya pengaruh genotipe tanaman, strain Agrobacterium, plasmid, senyawa penginduksi gen virulen vir, komposisi media, dan jaringan
yang digunakan Opabode 2006. Faktor lain yang juga penting menentukan keberhasilan transformasi tanaman adalah perlakuan osmotik pada eksplan, lama
ko-kultivasi, kerapatan A. tumefaciens, pengeringan eksplan, perlakuan antinekrotik, suhu selama ko-kultivasi, penambahan surfaktan, media inokulasi
dan ko-kultur, antibiotik dan agen penyeleksi yang digunakan. Saat ini transformasi tanaman padi Japonica sangat mudah dilakukan dengan efisiensi
transformasi yang tinggi. Selanjutnya protokol transformasi untuk tanaman padi Indica juga sudah tersedia Toki 1997; Saharan et al. 2004; Lin Zhang 2005;
Hiei Komari 2006. Sejumlah sifat agronomi penting telah ditransformasi ke dalam genom tanaman padi dengan bantuan Agrobacterium untuk meningkatkan
ketahanan cekaman biotik dan abiotik, dan meningkatkan kualitas nutrisinya Roy et al. 2000.
Higga saat ini Agrobacterium masih dianggap sebagai satu-satunya genus bakteri yang mampu melakukan transfer gen ke dalam genom tanaman dan
digunakan secara luas pada tanaman termasuk padi. Namun, kebanyakan teknologi yang terlibat di dalamnya dilindungi oleh paten di berbagai belahan
dunia, yang kebanyakan dipegang oleh perusahaan multi nasional. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemanfaatan teknik ini untuk pemuliaan tanaman
Jambresic 2005, sehingga ada upaya untuk mencari bakteri alternatif selain Agrobacterium.
Adanya kenyataan bahwa gen virulen dan T-DNA yang terlibat dalam transfer gen tidak dipatenkan kemudian dimanfaatkan untuk merekayasa bakteri
selain Agrobacterium untuk digunakan sebagai agen transfer gen. Ide ini pertama kali direalisasikan oleh Broothaerts et al. 2005 yang merekayasa bakteri dari
golongan Rhizobia agar dapat dimanfaatkan sebagai agen transfer gen. Bakteri yang tergolong ke dalam kelompok Rhizobia adalah bakteri tanah yang sudah
lama dikenal berasosiasi dengan tanaman membentuk bintil akar yang penting untuk proses fiksasi nitrogen dari udara Weir 2011. Contoh bakteri yang
tergolong ke dalam kelompok Rhizobia adalah Rhizobium, Mesorhizobium,
EnsiferShinorhizobium, dan Bradyrhizobium. Semua masuk dalam famili Rhizobiaceae.
Proses transfer gen yang terjadi pada Rhizobia hasil rekayasa adalah dengan melibatkan gen virulen dan T-DNA dari Agrobacterium Broothaerts et al.
2005. Ti plasmid dimodifikasi sehingga lebih mudah dimobilisasikan ke berbagai genus Rhizobia
termasuk Rhizobium,
Sinorhizobium dan
Mesorhizobium. Bakteri ini kemudian diuji dengan mentransformasikannya ke tiga tanaman model dari latar belakang genetika yang berbeda, yaitu padi,
tembakau dan Arabidopsis. Ketiga spesies ini mampu melakukan transfer gen pada ketiga tanaman model meskipun dengan efisiensi yang rendah. Efisiensi
transformasi padi dengan S. meliloti hanya 0.6 berdasarkan uji GUS dibandingkan dengan 50-80 menggunakan Agrobacterium. Optimasi
transformasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi pada tanaman perlu dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi transformasi tanaman dengan bantuan Rhizobia. Frekuensi yang rendah transformasi Agrobacterium pada beberapa spesies atau kultivar yang sulit, secara
perlahan dapat ditingkatkan dengan manipulasi pada 20 tahun yang lalu Gelvin 2005. Hingga saat ini informasi tentang penggunaan bakteri selain
Agrobacterium sebagai agen transfer masih sangat terbatas.
III. ANALISIS KOMPARATIF TRANSFORMASI GENETIKA PADI MENGGUNAKAN
AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DAN RHIZOBIUM LEGUMINOSARUM
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik transformasi Rhizobium dengan teknik transformasi yang paling banyak digunakan saat ini,
yaitu transformasi Agrobacterium, pada tiga kultivar padi Ciherang Indica, Nipponbare Japonica, and Rojolele Javanica. Kalus umur 6 hari yang
diinduksi dari embrio padi masak susu immature diko-kultivasi dengan Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 dan Agrobacterium tumefaciens
LBA288 yang membawa plasmid pCAMBIA 5106. Plasmid pCAMBIA 5106 ini mengandung satu set minimal gen virulen dan T-DNA yang penting dalam proses
transfer gen. Didalam T-DNA terdapat gen GUSPlus dan gen hpt masing-masing dikendalikan oleh promoter CaMV 35S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efisiensi transformasi jumlah tanaman PCR positif hpt dibagi jumlah kalus yang diinokulasi bervariasi antara 1,14 hingga 12,05 tergantung pada genotipe dan
bakteri yang digunakan. Efisiensi transformasi dan regenerasi tertinggi 12,05 dan 59,38 diperoleh pada Ciherang yang ditransformasi dengan R.
leguminosarum. Hampir semua tanaman transgenik yang diperoleh baik hasil transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium secara morfologi normal
dan fertil. Integrasi, ekspresi dan pola pewarisan gen dibuktikan dengan analisis molekuler dan genetika pada tanaman T
dan T
1
.
Kata Kunci : Rhizobium leguminosarum, padi, embrio padi masak susu,
Agrobacterium tumefaciens
Abstract
This study was aimed to study the effectiveness of Rhizobium transformation system compared to the most widely used Agrobacterium
mediated transformation system on three rice cultivars, Ciherang Indica, Nipponbare Japonica, and Rojolele Javanica. Six day old calli induced from
immature embryos were inoculated with Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 and Agrobacterium tumefaciens LBA288 that harbored with pCAMBIA
5106. pCAMBIA 5106 is a cointegrate plasmid that contains a minimum set of transfer machinery genes and had a GUSPlus and an hpt gene driven by 35S
CaMV promoter in the T-DNA. The results showed that the transformation frequencies number of PCR positive plants per number of calli inoculated
ranging from 1,14 to 12.05 depend on the genotype and transfer agent used. The highest transformation and regeneration frequency 12.05 and 59.38
respectively was obtained in Ciherang transformed with R. leguminosarum. Most of the transgenic rice obtained by Rhizobium transformation were normal in
morphology and fertile similar to those obtained by Agrobacterium transformation. Integration, expression and inheritance of transgenes were
demonstrated by molecular and genetic analysis in T
and T
1
generations.
Keywords:
Rhizobium leguminosarum, rice, immature embryos, Agrobacterium tumefaciens
Pendahuluan
Transformasi Agrobacterium adalah teknik yang paling banyak digunakan saat ini karena memberikan peluang yang tinggi untuk memperoleh tanaman
dengan salinan gen tunggal. Tanaman transgenik yang memiliki satu salinan gen sangat penting untuk memudahkan analisis fungsi gen. Namun, metode
transformasi dengan Agrobacterium pada tanaman dilindungi oleh ratusan paten di berbagai belahan dunia Rodriguez Nottenburg 2003; Chilton 2005;
Nottenburg Rodriguez 2007. Paten-paten ini umumnya dipegang oleh perusahaan multinasional, sehingga menghambat pemanfaatan teknologi ini untuk
pengembangan pertanian terutama bagi negara-negara berkembang. Oleh karena itu, untuk menghindari paten pada metode transformasi Agrobacterium,
penggunaan bakteri selain Agrobacterium akan sangat membantu upaya perbaikan genetika tanaman di masa mendatang.
Keberhasilan penggunaan bakteri selain Agrobacterium Rhizobium spp NGR234, Shinorhizobium meliloti, dan Mesorhizobium loti sebagai agen
transformasi untuk pertama kalinya dilaporkan oleh Broothaerts et al. 2005 pada tanaman model Arabidopsis thaliana, tembakau, dan padi dengan efisiensi
transformasi yang rendah. Wendt et al. 2010 melaporkan keberhasilan ketiga Rhizobia ini melakukan transfer gen pada tanaman kentang dengan efisiensi
transformasi bervariasi antara 1,86-5,85. Rhizobia sudah lama dikenal berinteraksi dengan tanaman. Rhizobia adalah sekelompok bakteri tanah yang
membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar untuk mengikat nitrogen N
2
bebas dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia NH
4
dan ion nitrat NO
3 -
yang berguna untuk tanaman. Bakteri simbiotik ini telah direkayasa untuk membuat mereka mampu melakukan transfer gen.
Proses transfer gen pada Rhizobia terjadi dengan memanfaatkan sekelompok gen virulen dari plasmid extrakromosom Ti Tumor-inducing yang
telah dimodifikasi. Gen-gen virulen ini berperan penting dalam proses penyisipan T-DNA ke dalam inti sel tanaman. Spesies Rhizobia hasil modifikasi genetika ini
mampu melakukan transfer gen pada ketiga tanaman model yang digunakan, meskipun efisiensi transformasinya rendah. Efisiensi transformasi padi
menggunakan S. meliloti, misalnya, hanya 0,6 dibandingkan dengan 50-80 dengan Agrobacterium. Perbaikan faktor–faktor yang mempengaruhi
keberhasilan transfer dan integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman, seperti: eksplan, vektor-plasmid, strain bakteri, senyawa fenolik sintetik penginduksi gen
virulen, komposisi media kultur, eliminasi bakteri pasca infeksi, dan pengeringan eksplan Roy et al. 2000; Opabode 2006, mungkin dapat meningkatkan efisiensi
transformasi. Efisiensi transformasi Agrobacterium yang rendah pada banyak jenis tanaman yang sulit ditransformasi meningkat secara substansial selama 20
tahun terakhir dengan memanipulasi faktor-faktor tersebut Gelvin 2005. Pada penelitian ini dua sistim transformasi, yaitu Agrobacterium dan
Rhizobium, dibandingkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efisiensi Rhizobium dalam mentransfer gen ke dalam genom tanaman padi dan
membandingkannya dengan Agrobacterium tumefaciens. Untuk tujuan tersebut penelitian ini difokuskan pada efisiensi regenerasi dan transformasi masing-
masing sistem, ekspresi gen target, kecenderungan jumlah salinan gen, pola pewarisan gen, dan penampilan morfologi dan fertilitas tanaman.
Bahan dan Metode
Bahan Tanaman dan Induksi Kalus
Benih padi varietas Ciherang, Rojolele, dan Nipponbare ditanam di rumah kaca. Kalus berumur enam hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu 10-
12 hari setelah antesis digunakan untuk bahan transformasi. Benih dikupas dan disterilisasi dengan 70 etanol selama satu menit dilanjutkan dengan 2,5
larutan natrium klorida NaClO yang mengandung setetes Tween 20 selama 15 menit. Benih kemudian dicuci beberapa kali dengan air steril untuk
menghilangkan larutan NaClO. Embrio dikeluarkan dengan menekan benih menggunakan pinset steril dalam laminar, selanjutnya ditanam pada media induksi
kalus Tabel 4 dan disimpan pada kondisi gelap selama 6 hari.
Strain Bakteri dan Plasmid
Agrobacterium tumefaciens LBA288 pCAMBIA5106, Rhizobium
leguminosarum bv trifolii ANU845 pCAMBIA5106, dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 pCAMBIA0105, diperoleh dari CAMBIA Australia.
Agrobacterium tumefaciens strain LBA288 adalah strain avirulen yang tidak memiliki plasmid Ti. Plasmid pCAMBIA0105 adalah plasmid biner yang
memiliki gen GUSPlus dan hpt di dalam T-DNA. Agrobacterium tumefaciens LBA288 membawa vektor pCAMBIA0105 digunakan sebagai kontrol negatif
untuk transfer DNA. Plasmid pCAMBIA 5106 adalah plasmid cointegratif yang memiliki satu set minimum gen vir dan T-DNA. Pada daerah T-DNA terdapat
gen pelapor GUSPlus yang memiliki intron, dan gen penyeleksi hpt Gambar 3.
Transformasi dan Regenerasi
Transformasi dan regenerasi kalus Ciherang dilakukan mengikuti Hiei dan Komari 2006 dengan beberapa modifikasi. Sedangkan transformasi dan
regenerasi Rojolele dan Nipponbare dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Slamet-Loedin et al. 1996 dan Hiei et al. 1994 dengan beberapa modifikasi.
Agrobacterium atau Rhizobium dibiakkan selama 3 hari pada media LB atau YM yang mengandung antibiotik rifampisin 20 mgL
-1
dan kanamisin 50 mgL
-1
, pada suhu 28
o
C. Bakteri disuspensi dalam media infeksi R2 yang mengandung 0,5 mM acetosyringone hingga mencapai OD
600
0,275. Setiap kalus ditetesi 5μl
suspensi bakteri selanjutnya disimpan pada kondisi gelap. Enam hari kemudian kalus dipindahkan ke media seleksi yang sesuai mengandung higromisin 50 mgL
-1
dan antibiotik cefotaksim 100 mgL
-1
dan timentin 150 mgL
-1
Tabel 4. Kalus tahan higromisin diregenerasikan pada media regenerasi yang sesuai Tabel 4.
Planlet dipindahkan ke media ½MS yang diperkaya dengan 1 mgL
-1
NAA untuk memperbaiki perakaran.
Uji GUS
Uji histokimia GUS pada kalus 6-hari setelah ko-kultivasi dan daun tanaman transgenik dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Hiei et al.
1994.
Gambar 3 T-DNA di dalam pCAMBIA 5106. Sepasang primer, forward FP
and reverse RP, digunakan untuk memperbanyak daerah penyandi gen hpt. Produk PCR P digunakan sebagai pelacak pada analisis
Southern.
Uji Higromisin
Dari setiap tanaman yang diuji dipilih satu daun hijau dan sehat. Untuk keseragaman dipilih daun yang paling muda yang telah membuka sempurna.
Daun ditandai dengan membuat 3 garis menggunakan spidol tahan air. Sebanyak 5 µl larutan higromisin 0,2 mgml
-1
higromisin B, 0,5 gelatin, 0,001 triton-X diteteskan pada setiap garis, dua garis ulangan setiap daun. Reaksi tanpa
higromisin digunakan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah penetesan. Daun dengan gejala nekrotik mengindikasikan tanaman tidak
mengekspresikan higromisin phosphotransferase, sehingga tidak mampu mendetoksifikasi higromisin B. Daun yang tetap hijau, sebaliknya,
mengindikasikan tanaman mengekspresikan higromisin phosphotransferase.
PCR
DNA diekstraksi dari daun seperti yang dijelaskan oleh Heusden et al. 2000. Sepasang primer, forward 5-GCATCTCCCGCCGTGCAC-3 dan
reverse 5-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3 digunakan untuk mengampli- fikasi daerah penyandi gen hpt. Reaksi perbanyakan gen hpt adalah 1 µl sampel
DNA, 2,5 pM masing-masing primer, dan 6,5 µl GoTaq ® Green Master Mix Promega dan air hingga mencapai total reaksi 12,5 µl. Perbanyakan DNA
dilakukan dengan kondisi PCR sebagai berikut: satu siklus denaturasi awal pada suhu 95 ºC selama 3 menit, 35 siklus dimana denaturasi pada suhu 95 ºC selama 1
menit, annealing pada suhu 60 ºC selama 1 menit dan perpanjangan pada 72 ºC selama 1 menit, dan satu siklus polimerisasi DNA pada suhu 72
o
C selama 10 menit. Produk PCR dipisahkan dengan elektrophoresis mengunakan 1 gel
agarosa.
Tabel 4 Media yang digunakan untuk transformasi tiga varietas padi Ciherang,
Nipponbare, dan Rojolele.
Tujuan Varietas
Media Komposisi
Induksi kalus
Rojolele LS
MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl
-1
sukrosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,8 Nipponbare
NB1 N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,3 gl
-1
casamino acids, 0,5 gl
-1
L-prolin, 0,5 gl
-1
L-glutamin, 30 gl
-1
sukrosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,8 Ciherang
NB2 N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl
-1
casamino acids, 0,5 gl
-1
L-prolin, 20 gl
-1
sukrosa, 10 gl
-1
D- glukosa, 2 mgl
-1
2,4-D, 1 mgl
-1
NAA, 1mgl
-1
BAP, 5,5 gl
-1
agarose type I, pH 5,8 Infeksi
Rojolele Nipponbare
Ciherang R2
R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 10 gl
-1
D- glukosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 0,5 mM acetosyringone, pH 5.2 Ko-
kultivasi Rojolele
LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl
-1
sukrosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 0,1 mM acetosyringone, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,2 Nipponbare
R2-As R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 10 gl
-1
D- glukosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 0,1 mM acetosyringone, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,2 Ciherang
NB-As N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl
-1
casamino acids, 0,5 gl
-1
prolin, 20 gl
-1
sukrosa, 10 gl
-1
D- glukosa, 2 mgl
-1
2,4-D, 1 mgl
-1
NAA, 1 mgl
-1
BAP, 0,1 mM acetosyringone, 5,5 gl
-1
agarose type I, pH 5,2 Seleksi
Rojolele LS
MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl
-1
sukrosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 100 mgl
-1
higromisin, 100 mgl
-1
cefotaxime, 150 mgl
-1
timentin, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,8 Nipponbare
R2 R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 30 gl
-1
sukrosa, 2,5 mgl
-1
2,4-D, 50 mgl
-1
higromisin, 100 mgl
-1
cefotaxime, 150 mgl
-1
timentin, 2.5 gl
-1
phytagel, pH 6,0 Ciherang
NBM N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl
-1
casamino acids, 0,5 gl
-1
prolin, 0,3 gl
-1
L-glutamin, 20 gl
- 1
D- maltosa, 36 gl
-1
D-mannitol, 2 mgl
-1
2,4-D, 1 mgl
-1
NAA, 0.2 mgl
-1
BAP, 50 mgl
-1
higromisin, 100 mgl
-1
cefotaxime, 150 mgl
-1
timentin, 5 gl
-1
Gelrite, pH 5,8 Pra-
regenerasi Ciherang
NBPR N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl
-1
casamino acids, 0,5 gl
-1
L-prolin, 0,3 gl
-1
L-glutamin, 30 gl
-1
D- maltosa, 2 mgl
-1
2,4-D, 1 mgl
-1
NAA, 1 mgl
-1
BAP, 7 gl
-1
Gelrite, pH 5,8 Regenerasi
Rojolele, Nipponbare
LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 40 gl
-1
sukrosa, 0,5 mgl
-1
IAA, 0,3 mgl
-1
BAP, 3,75 gl
-1
phytagel, pH 5,8
Ciherang RNM
N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,3 gl
-1
casamino acids, 0,3 gl
-1
L-prolin, 0,3 gl
-1
L-glutamin, 30 gl
-1
D- maltosa, 1 mgl
-1
NAA, 3 mgl
-1
BAP, 4 gl
-1
agarose type I, pH 5,8
Perkem bangan
Ciherang ½MS
½ MS garam mayor, MS garam minor, B5 vitamin, 10 gl
-1
sukrosa, 2 mgl
-1
NAA, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,8 planlet
Rojolele, Nipponbare
½MS ½ MS garam mayor, MS garam minor, B5 vitamin, 10 gl
-1
sukrosa, 0,05 mgl
-1
NAA, 2,5 gl
-1
phytagel, pH 5,8 Sumber: modifikasi dari Hiei et al. 1994; Hiei Komari 2006; dan Slamet Loedin et al.
1996.
Analisis Southern Blot
DNA genom total diekstrak dari daun segar tanaman transgenik positif PCR hpt seperti yang dijelaskan oleh Lodhi et al. 1994. Sampel DNA dipotong
dengan enzim restriksi EcoRI. Southern blot dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya Sambrook et al. 1989. Fragmen DNA hasil PCR 492 bp
menggunakan primer spesifik untuk gen hpt Gambar 3 digunakan sebagai pelacak. Pelacak dilabel dan dideteksi dengan Alkphos labelling and detection
system dari GE Healthcare Amersham Bioscience mengikuti petunjuk produsen.
Morfologi dan Fertilitas Tanaman Transgenik
Tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, jumlah benih total dan jumlah benih bernas diamati pada galur terpilih hasil transformasi
dengan menggunakan Agrobacterium dan Rhizobium. Pengamatan dilakukan pada fase akhir pertumbuhan padi.
Hasil Efisiensi Regenerasi dan Transformasi
Pada penelitian ini, efisiensi regenerasi dan transformasi padi sangat bervariasi tergantung pada agen transformasi dan genotipe tanaman yang
digunakan. Seperti yang diharapkan, kalus yang ditransformasi dengan strain avirulent tidak memiliki plasmid Ti Agrobacterium tumefaciens LBA288
membawa plasmid biner pCAMBIA0105 tidak menghasilkan kalus dan planlet tahan higromisin. Efisiensi regenerasi tanaman padi yang ditransformasi dengan
R. leguminosarum lebih tinggi dibandingkan dengan A.tumefaciens pada ketiga genotipe tanaman yang diteliti. Efesiensi regenerasi tertinggi 59,38 diperoleh
pada padi varietas Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum Tabel 5.
Keberadaan gen hpt dianalisis dengan PCR Gambar 4 pada semua kandidat tanaman transgenik. Hasil PCR menunjukkan bahwa sebahagian besar
tanaman hasil transformasi positif mengandung gen hpt, hanya 7 tanaman escape tidak mengandung transgen. Efisiensi transformasi, yaitu jumlah
tanaman PCR positif dibagi jumlah kalus yang diinokulasi, antara ketiga kultivar
bervariasi dari 1,14 hingga 12,05 tergantung pada genotipe tanaman dan strain bakteri yang digunakan Tabel 5. Efisiensi transformasi kalus yang diko-
kultivasi dengan Rhizobium lebih tinggi dibandingkan dengan Agrobacterium pada ketiga genotipe padi yang diteliti. Efisiensi transformasi tertinggi 12,05
diperoleh dari Ciherang yang ditransformasi dengan Rhizobium diikuti oleh Nipponbare 7,95 yang diko-kultivasi dengan Rhizobium. Sebaliknya, efisiensi
transformasi Ciherang dan Nipponbare yang diinfeksi dengan Agrobacterium secara berturut-turut adalah 3,41 dan 1,14. Efisiensi transformasi pada
Rojolele sangat rendah dibandingkan dengan Ciherang dan Nipponbare baik ketika ditransformasi dengan Agrobacterium 1,14 maupun dengan Rhizobium
2,05.
Tabel 5 Efisiensi transformasi tiga varietas padi hasil transformasi dengan
Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium tumefaciens.
Varietas Bakteri
Total kalus di
infeksi
Jumlah kalus
tahan higro
misin Jumlah
planlet Efisiensi
regene- rasi
Tanaman positif
PCR hpt
Efisiensi transfor
masi
Ciherang Rl
440 96
57 59.38
53 12.05
At 440
43 16
37.21 15
3.41 Nipponbare
Rl 440
127 37
29.13 35
7.95 At
440 50
6 12.00
5 1.14
Rojolele Rl
440 154
9 5.84
9 2.05
At 440
103 5
4.85 5
1.14
Keterangan :
Rl R. leguminosarum pCAMBIA5106, At A. tumefaciens LBA288 pCAMBIA5106 jumlah eksperimen masing-masing 11
Tanaman planlet independen, tanaman berasal dari kalus berbeda, hanya diambil 1 tanaman per kalus
Jumlah tanaman + PCR dibagi jumlah kalus yang diinfeksi
Gambar 4 Amplifikasi fragmen gen hpt tanaman transgenik terpilih hasil
transformasi dengan A. tumefaciens atau R. leguminosarum pembawa plasmid pCAMBIA 5106.
λ. Marka DNA λ
HindIII
, P: Plasmid pCAMBIA5106, C: DNA tanaman positif mengandung
hpt, N: DNA tanaman tidak ditransformasi, W: Kontrol reaksi.
Ekspresi Gen GUSPlus dan hpt
Hasil uji GUS dan higromisin pada daun tanaman transgenik hasil transformasi dengan perantara Agrobacterium maupun Rhizobium menunjukkan
ekspresi GUS dan HPT dengan intensitas yang bervariasi Gambar 5. Tabel 6 menunjukkan bahwa sebahagian besar tanaman positif PCR hpt, baik hasil
transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium mengekpresikan higromisin. Sejumlah tanaman yang berdasarkan uji GUS atau higromisin negatif
atau nekrotik terbukti mengandung gen hpt berdasarkan PCR. Hal ini mengindikasikan terjadinya fenomena pembungkaman silencing. Fenomena ini
telah dilaporkan sebelumnya pada padi Lin Zhang 2005 dan tanaman lainnya Li et al. 2002.
+ higromisin R. leguminosarum
bv trifolii ANU45
A. tumefaciens LBA288
Tidak ditransformasi
a
T1 T2 NC
b
1 mm
- hygromisin
Gambar 5
Daun tanaman padi transgenik yang mengekspresikan β-glucuronida
se a, dan higromisin fosfotransferase b. T1 daun tetap hijau mengindikasikan ekspresi higromisin fosfotransferase, T2 daun
nekrotik mengindikasikan tidak ada ekspresi higromisin fosfotrans ferase, dan NC daun tanaman yang tidak ditransformasi
Tabel 6 Ekspresi GUS dan HPT pada tiga varietas padi hasil transformasi dengan
Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium tumefaciens berdasarkan uji GUS dan higromisin pada daun
Varietas Agen
transformasi Jumlah
planlet Jumlah
tanaman positif
PCR hpt
Jumlah tanaman
independen tahan
higromisin Jumlah
tanaman independen
mengekspresi kan GUS
Ciherang R. leguminosarum
57 53
43 38
A. tumefaciens 16
15 13
13 Nipponbare
R. leguminosarum 37
35 30
23 A. tumefaciens
6 5
5 3
Rojolele R. leguminosarum
9 9
6 6
A. tumefaciens 5
5 4
3
Jumlah Salinan Gen
Jumlah salinan gen hpt dianalisis dengan analisis Southern Gambar 6. Masing-masing 20 tanaman hasil transformasi Agrobacterium atau Rhizobium
yang sudah diketahui PCR positif hpt dipilih untuk dievaluasi lebih lanjut. Jumlah rata-rata salinan gen hpt pada tanaman hasil transformasi dengan
Rhizobium dan Agrobacterium tidak berbeda nyata, secara berturut-turut adalah 1,20 dan 1,35 Tabel 7. Namun, frekuensi tanaman transgenik mengandung satu
salinan gen hpt untuk padi yang diinfeksi dengan Rhizobium lebih tinggi 85 dibandingkan dengan padi yang diinfeksi dengan Agrobacterium 70.
Pola Segregasi
Pola segregasi gen hpt pada tanaman hasil transformasi dengan Rhizobium diamati berdasarkan hasil PCR populasi tanaman T
1
dari 4 galur terpilih. Setiap populasi terdiri dari 30 progeni. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa
gen hpt diwariskan mengikuti pola segregasi Mendel dengan rasio segregasi 3:1 untuk galur Rc162, Rc208, dan Rc214, dan 15:1 untuk galur Rc203 Tabel 8. Hal
ini mengindikasikan bahwa transgen terintegrasi dalam genom padi secara berturut-turut pada satu dan dua lokus independen Clemente et al. 2000.
Gambar 6 Contoh hasil hibridisasi Southern. DNA diisolasi dari daun padi
Ciherang a dan Nipponbare b hasil transformasi dengan R. leguminosarum bv trifolii ANU845 pCAMBIA5106 dan A.
tumefaciens LBA288pCAMBIA5106. Sampel DNA PCR positif hpt, dipotong dengan EcoRI . Produk PCR hasil perbanyakan daerah
penyandi gen hpt digunakan sebagai pelacak. P: Plasmid utuh pCAMBIA5106, C: Ciherang dan N: Nipponbare kontrol tidak
ditransformasi.