Pemikiran Amien Rais Tentang Kekuasaan (Studi Analisis Konsep Kekuasaan Pada Pasca Reformasi)

(1)

PEMIKIRAN POLITIK AMIEN RAIS TENTANG KEKUASAAN

(Study Analisis Konsep Kekuasaan pada Pasca Reformasi)

DISUSUN O L E H

080906017

AKHMAD RAMDANI HSB

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AKHMAD RAMDANI HASIBUAN (080906017)

PEMIKIRAN POLITIK AMIEN RAIS TENTANG KEKUASAAN (STUDI ANALISIS TENTANG KEKUASAAN PADA PASCA REFORMASI)

Rincian Isi Skripsi : 70 halaman, 30 buku, 2 jurnal, 5 dari internet (kisaran buku dari tahun 1999-2005)

ABSTRAK

Indonesia adalah merupakan sebuah Negara demokrasi tersebar ke-3 di dunia. Sejak kemerdekaan Indonesia sudah telah terbiasa menjalankan roda pemerintahan dengan sistem demokrasi. Itu dapat di lihat dari perjalanan panjang demokrasi di Indonesia. Berdemokrasi syarat bersinggungan dengan kekuasaan. Misalnya,

pengimplementasian Trias Politica yang dibawa demokrasi itu sendiri. Dalam

penelitian ini yang menjadi objek penelitian ini adalah pemikiran Amien Rais tentang konsep kekuasaan di Indonesia. Penelitian merupakan penelitian yang diperoleh dengan menggunakan data sekunder berupa buku, karya ilmiah, dan jurnal yang relevan dan berkaitan dengan penelitian ini dijadikan sebagai bahan rujukan untuk mengkaji pemikiran tokoh. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu, menggambarkan dan menguraikan pokok permasalahan yang diteliti secara proposional dengan melelui proses analisis.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemikiran Amien Rais yang selalu menghindarkan diri dari interes-interes pribadi dan kepentingan politik sesaat. Dan dalam berbagai kesempatan ia kerap berujar I have nothing to lose. Dari itu ia dikenal dengan memiliki sifat self confident yang tinggi. Dalam kalangan tokoh intelektual kontemporer di Indonesia beliau cukup diperhitungkan lewat pemikiran, ide, gagasan-gagasan segarnya, bahkan aksi politiknya selalu menempatkan Islam sebagai sumber ujung tombak dalam menetapkan landasan politiknya dalam berbangsa dan bernegara, konsep pemikiran beliau berawal dari pemahamannya tentang agama Islam, menjadikan pemikirannya cenderung ke politik Islam yang menurutnya sangat cocok jika disandingkan dengan politik modern. Salah satu konsep yang dipakai Amien Rais seperti konsepsi tauhid yang mana merumuskan dari fase teoritis berdasarkan bahasa dan semangat zaman modern, yaitu demokrasi, hak asasi manusia, keadilan sosial, persamaan, pluralisme, toleransi, dan kedaulatan rakyat.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AKHMAD RAMDANI HASIBUAN (080906017)

POLITICAL THOUGHT OF AMIEN RAIS ABOUT POWER (STUDY ANALYSIS OF POWER IN POST – REFORMATION)

Detail of thesis content: 70 pages, 30 books, two journals, 5 from the internet (range of books in 1999 to 2005)

Abstract

Indonesia is a the 3rd largestdemocratic country in the world. Since the independence of Indonesia had been accustomed to running the government with a democratic system. It can be seen from a long journey of democracy in Indonesia. The democratic system has a close relationship with power. For example, the implementation of the Trias Politica who brought democracy itself. In this study, the object of this study is thought Rais on the concept of power in Indonesia. This research is obtained by using secondary data in the form of books, papers, and journals that are relevant and related to this research be used as a reference to assess the character of thought. This research is descriptive analysis, describe and elaborate on the subject matter studied in proportion to through the process of analysis.

Results of this research is that the thought Amien Rais who always refrain from personal interest and the interest-political interests moment. And on many occasions he often said "I have nothing to lose". he is known to have the properties of high confidence. In the contemporary intellectual figures in Indonesia, he is taken into account through the thoughts, ideas, fresh ideas, even political action always put Islam as a political pioneer in establishing a foundation in the nation. His concept thought was came from the understanding of moslem, making his thought tends to Islamic political thought which it was perfect when be paired with modern politics. One of the concepts was used by Amien Rais was the Tauhid Conception, which was formulated from the theoretical phase based on the language, and the spirit of modern era, namely democracy, human rights, social justice, equality, pluralism, tolerance, and the sovereignty of the people.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Kata pengantar ... vi

Daftar isi ... viii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Teoritis ... 7

1.6.1 Teori dan Konsep Kekuasaan ... 7

1.6.2 Teori Pembagian Kekuasaan ... 12

1.7 Metode Penelitian ... 19

1.7.1 Jenis Penelitian ... 20

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.7.4 Teknik Analisa Data ... 22


(5)

BAB II Biografi Amien Rais

2.1 Pendidikan dan Pengalaman Politik Amien Rais... 27

2.2 Aksi, Pemikiran, dan Karya-karyanya ... 31

2.3 Dari Seorang Pengagum, Hingga Dijuluki “Natsir Muda” ... 35

BAB IIIAnalisis Pemikiran Amien Rais 3.1 Pandangan Politik Amien Rais ... 43

3.1.1. Pandangan Terhadap Kekuasaan Serta Pengaruh Pada Sitem Demokrasi… ... 43

3.2. Aplikasi Transisi Demokrasi Di Indonesia ... 65

3.3.Peran Amien Rais Dalam Transisi Demokrasi 1998 ... 56

3.4.Pemikiran Politik Amien Rais Pada Awal Transisi ... Demokrasi Era Reformasi ... 59

3.4.1.Gagasan Reformis Amien Rais ... 60

3.4.2.Isu Suksesi Kepemimpinan Nasional Amien Rais ... 60

3.5.Awal Transisi Demokrasi Di Indonesia ... 64

3.5.1. Detik-detik Peralihan Kekuasaan………. 65

3.5.2. Pemerintahan B.J.Habibie……… 68

3.5.3. Politik Poros Tengah………. 72

3.5.4. Masa Pemerintahan Megawati……….. 77

BAB IV Kesimpulan 4.1 Kesimpulan ... 79

4.2 Saran ... 81


(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi ini adalah “PEMIKIRAN AMIEN RAIS TENTANG KEKUASAAN (Studi Analisis Konsep Kekuasaan Pada Pasca Reformasi)”. Penelitian ini membahas tentang Pemikiran Amien Rais Tentang Kekuasaan Pada Pasca Reformasi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapat banyak dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak. Karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universits Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, sebagai Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Tony P. Situmorang, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberikan masukan-masukan ilmu positif kepada saya, serta memberikan waktunya untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi saya ini.

4. Bapak Indra Fauzan, S.Hi,M.Soc,Sc, sebagai Dosen Pembaca saya yang juga memberikan waktu, Ilmu dan masukan-masukan positif di dalam menyelesaikan skripsi saya ini.

5. Seluruh Staf pengajar yang telah memberi, membagi ilmunya kepada saya

selama saya menjadi Mahasiswa Departemen Ilmu Politik, begitu juga dengan Staf Pegawai Departemen Ilmu Politik.

6. Terima kasih Terkhusus buat Kedua Orang Tua saya, Bapak Syahrin Anwar

Hasibuan dan Ibu Laila Rani, atas semangat, doa, dukungan, materi dan lainnya. Kalian berdua segalanya buat saya.


(7)

7. Buat kawan-kawan Asrama Putra, Bang Ando, Bang Budi, Bang Reza Said, Bang Hendri (Fredi Mercury), Azir, Risman Sitompul (Dimitri), Alex Marpaung, Sony Togatorop (Job Hunter), Adrian (Adek Gam), Iman Nst, dan lain-lain. Terima kasih semua atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada saya.

8. Buat kawan-kawan seperjuangan di Departemen Ilmu Politik Stambuk 08,

Pahrur Roji, Syahriandi Artel, Sukurdi, Saleh, Hasan, Arfan Habibi, Winner Silaban, Marthin Sinuraya, Anri Panasehat, Vasperton, Intan Khaliza Sirait, Efrida Nst, Winna Hsb, Melisa Sihotang, Fansiska Dabutar, dan kawan-kawan seperjuangan lainnya atas semangat dan dukungannya.

Medan, Februari 2015 Penulis


(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Kekuasaanadalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau dengan kata lainkekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk merupakan konsep yang sering diperbincangkan dalam dunia politik. Dalam aktivitas politik tidak terlepas dari tema kekuasaan. Begitu pentingnya kekuasaan dalam aktivitas politik, maka tidak heran dalam suatu hal dianggap wajar jika para aktor politik melakukan berbagai cara untuk meraih maupun mempertahankan kekuasaan.Seseorang yang memiliki kekuasaan, biasanya menjadi tokoh yang disegani, ditakuti, dan tidak jarang juga dibenci dan dicaci. Namun, selama kekuasaan itu masih melekat kuat pada diri seseorang maka orang tersebut punya kedigdayaan untuk berbuat banyak hal, termasuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain.

Pemerintahan Orde Baru merupakan pergantian kekuasaan dari pemerintahan masa Orde Lama.Pemerintahan Soeharto pada masa Orde Baru bersifat otoriter, dominatif, dan sentralis. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto berkuasa sejak tahun 1966 dan berakhir pada 1998. Periode tersebut merupakan salah satu periode terpenting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Presiden Soeharto berkuasa secara


(9)

mutlak memimpin Indonesia selama 32 tahun. Kekuasaannya dimulai sejak kejatuhan Presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno.

Otoriterisme pada masa Orde Baru merambah segenap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat. Sistim perwakilan bersifat semu, bahkan hanya merupakan cara untuk melancarkan kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan Presiden melalui MPR Soeharto selalu terpilih. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya. Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.Dukungan dari militer yang kuat serta sekelompok kecil masyarakat sipil, membuat rezim ini dapat berkuasa. Militer dengan empat angkatannya, yakni darat, laut, udara, dan Polisi menjadi pilar utama rezim ini. Meskipun banyak kritikan mengenai hal ini, tetapi fakta membuktikan bahwa militer tetap berperan penting bagi rezim Orde Baru.

Pada masa Orde Baru,Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Kondisi politik lebih rumit dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang


(10)

berkuasa.Maka sistem pemerintahan Orde Baru tersebut menyebabkan munculnya perlawanan oleh masyarakat Indonesia.

Gejolak politik yang terjadi pra-reformasi merupakan suatu batu loncatan bagi Indonesia dalam melakukan perubahan sosial dan politiknya. Di bidang sosial, perubahan yang diharapkan yaitu kebebasan menyatakan pendapat maupun kebebasan pers serta segala hal yang menyangkut kehidupan sosial yang menjadi cita - cita reformasi.Suasana politik yang begitu kacaunya mendekati datangnya masa reformasi, dimana terjadinya krisis multidimensi dalam berbangsa dan bernegara.Pada kondisi tersebut masyarakat terus berjuang untuk segera diadakannya reformasi dalam segala bidang kehidupan bangsa Indonesia. Karena kekuasaan Orde Baru dianggap sebagai dalang dari berbagai kekacauan yang terjadi pada masa itu.Kekuasaan Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto dianggap sebagai pihak sangat bertanggung jawab atas terjadinya kekacauan dan krisis multidimensi yang di alami bangsa Indonesia pada masa itu. Karena alasan tersebut, para pejuang reformasi berusaha untuk melengserkan kekuasaan Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Proses lengsernya rezim Soeharto pada masa Orde Baru tak luput dari peran Amien Rais sebagai pencetus gerakan reformasi. Amien Rais merupakan salah satu aktivis politik yangberdiri paling depan untuk menyuarakan berakhirnya rezim Soeharto.ia bahkan pernah akan menggalang people poweryang akhirnya digagalkan


(11)

Pangkostrad Prabowo Subianto. Tak urung posisi ini membuat nama Amien Rais harum sebagai salah seorang tokoh kunci pergerakan reformasi di Indonesia. Tujuan utama Amien Rais dan para aktivis adalah berjuang untuk melakukan reformasi dalam rangka melengserkan presiden Soeharto dan mengosongkan jabatan presiden RI. Dengan pengharapan pada masa era reformasi memunculkan pemerintahan yang lebih bersih dan demokratis dengan pengharapan pemerintahan baru ini dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Para aktivis melakukan berbagai upaya untuk mengubah rezim tersebut. Karena masaOrde Barudianggap sebagai bentuk ketidakadilan dan ketidakberpihakan terhadap rakyat. Munculnya ide para aktivis politik untuk mengubah sistim reformasi karena adanya berbagai bentuk kecurangan diantaranya berupa tindak korupsi, ketidakadilan dalam bidang hukum, pemerintahan yang otoriter (tidak demokratis) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam Orde Baru, kebebasan berpendapat sangat terbatas, penggunaan kekerasan dan pengasingan terhadap yang menentang pemerintah melalui orasi secara terang - terangan atau hanya ditayangkan di televisi meskipun tidak bermaksud apa - apa sama sekali bisa dipenjarakan atau dibumi hanguskan sampai tidak dikeathui lagi kabarnya, dan adanya 5 paket UU serta munculnya demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang.


(12)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui “Bagaimana Pemikiran Politik Amien Rais tentang Kekuasaan Pada Masa era Reformasi”.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalah yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut“Bagaimana pemikiran Amien Rais tentang konsep kekuasaan?”.

1.3.Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalahusaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis adalahKonsep Amien Rais Tentang Kekuasaan Pasca Reformasi?


(13)

1.4.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui bagaimana pemikiran Amien Rais tentang konsep kekuasaan dimasa Orde Baru.

b. Menganalisa bagaimana konsep kekuasaan pasca reformasi.

1.5.Manfaat Penelitian

Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat secara praktis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah referensi pengetahuan dalam konsep kekuasaan, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

b. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya dalam studi pemikiran tentang tokoh politik. Sehingga dapat menambah khazanah kepustakaan politik.


(14)

1.6.Kerangka Teori

1.6.1. Teori dan Konsep Kekuasaan

Dalam sebuah Negara gagasan tentang pemisahan kekuasaan sangat diasumsikan sebaga suatu cara untuk menjadikan negara tidak berpusat pada satu tangan (monarkhi) melainkan harus memiliki batasan-batasan kewenangan. Dalam hal ini Jhon Locke mengemukakan gagasan tentang teori yang memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap Negara kedalam tiga bagian Antara lain:1

1. Kekuasaan Legislatif, yakni kekuasaan untuk membuat undang-undang. 2. Kekuasaan eksekutif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang - undang. 3. Kekuasaan Federatif, yakni kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta

segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan luar negeri.

Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu dari yang lainnya.2

1. Kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (parlemen) Menurut Montesquieu dalam suatu pemerintahan Negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yang melaksanakan :

2. Kekuasaan eksekutif, dilakasanakan oleh pemerintah (presiden atau raja dengan bantuan menteri- menteri atau kabinet)

1Moh. Mahfud MD, 2001. Dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 72 2C.S.T Kansil dan Cristine S.T Kansil, 2003. Sistem pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 8


(15)

3. Kekuasaan Yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan dibawahnya)

Isi ajaran Montesquieu ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan (the

Separation of Power) yang dikenal dengan Istilah Trias Politica istilah yang diberikan oleh Imanuel Kant. Keharusan pemisahan kekuasaan Negara menjadi tiga jenis itu adalah agar tindakan sewenang-wenang oleh raja dapat dihindarkan. Istilah Trias Politica berasa dari kata Yunani yang artinya “Politik Tiga Serangkai”, Menurut ajaran trias Politica dalam setiap pemerintahan Negara harus ada tiga jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan kekuasaan itu harus terpisah.3Ajaran Trias Politica ini nyata-nyata bertentangan dengan kekuasaan yang marak terjadi pada zaman feodalisme pada abad pertengahan. Pada jaman itu yang memegang kekuasaan dalam Negara ialah seorang Raja, yang membuat sendiri undang, menjalankan dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang dibuat dan dijalankan oleh raja tersebut. Setelah pecah revolusi Perancis pada tahun 1789, barulah paham tentang kekuasaan yang bertumpuk di tangan raja menjadi lenyap. Dan ketika itu pula timbul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan yang dipelopori oleh Montesqiueu.4

Prof Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti materil dan pemisahan dalam arti formal. Adapun yang dimaksudkan dengan kekuasaan

3Ibid. hal 8-9


(16)

dalam arti materil ialah pemisahan kekuasaan dalam arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas kenegaraan yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kepada tiga bagian: yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah pembagian kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan jelas.5

Prof. Dr. Ismail Suny S.H.,M.C.L. dalam bukunya yang berjudul Pergeseran Eksekutif mengambil kesimpulan dalam arti materil itu sepantasnya disebut

separation of power (Pemisahan kekuasaan) sedangkan yang dalam arti formal

sebaiknya disebut Division of power. Amerika dianggap sebagai Negara yang

pertama menerapkan ajaran pemisahan kekuasaan trias politika misalnya Presiden Amerika Serikat yang tidak dapat membubarkan kongres. Sebaliknya kongres tidak dapat menjatuhkan Presiden selama jabatan empat tahun. Selain itu para Hakim Agung Amerika Serikat, sekali diangkat oleh Presiden, selama berkelakuan baik, memegang jabatan seumur hidup atau sampai waktunya mengundurkan diri secara sukarela, sebab Mahkamah Agung Amerika Serikat mempunyai kedudukan yang Pemisahan ketiga kekuasaan harus jelas satu sama lain, baik mengenai tugas dan fungsi, maupun mengenai alat perlengkapan atau sebagai organ penyelenggara Negara. Montesqiueu menegaskan, bahwa kemerdekaan individu terhadap tindakan sewenang-wenang pihak penguasa akan terjamin apabila ketiga kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisil diadakan pemisahan yang jelas satu sama lain.

5Pendapat Jennings, Ibid. hal 14


(17)

bebas. Badan Yudisil tertinggi atau “ Mahkamah Agung Amerika Serikat bertanggung jawab untuk menafsirkan undang-undang, mempunyai hak uji materiil atau judicial review atas undang-undang terhadap konstitusi, meskipun hak ini hanya merupakan konvensi ketatanegaraan, tidak tertulis di dalam konstitusi. Berbeda dengan Inggris, perdana menteri dapat membimbing Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden Amerika Serikat tidak dapat membimbing Kongres. Presiden dan para menteri tidak boleh merangkap anggota kongres. Sebaliknya Perdana menteri dan kebanyakan Menteri di Inggris berasal dari Majelis rendah dan turut dalam perdebatan majelis itu. Perdana menteri mengetuai kabinet yang terdiri dari teman separtai dan sekaligus memberi bimbingan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari misalnya dalam soal menentukan prioritas pembahasan.

Oleh karenanya sebagaimana Negara- negara yang menganut sistem Presidensil dalam pemerintahan Negara, Indonesia telah menempatkan Presiden dalam fungsi Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan di Negara Republik Indonesia yang memiliki kekuasaan yakni sebagai berikut:6

1)Kekuasaannya Legislatif ( Pasal 5 dan Pasal 7 ayat 2 ) : 2)Kekuasaannya Administratif ( Pasal 15 dan Pasal 17 ayat 2 ) 3)Kekuasaannya Eksekutif ( Pasal 4 ayat 1)

4)Kekuasaannya Militer ( Pasal 10, 11 dan 12 )


(18)

5)Kekuasaannya Yudikatif ( Pasal 14 ) 6)Kekuasaannya Diplomatik ( Pasal 13 )

Secara lebih terperinci, dapatlah dikemukakan bahwa Presiden Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang dasar 1945 mempunyai kekuasaan:

1)Menjalankan undang- undang

2)Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri

3)Membentuk undang-undang bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

4)Membentuk Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang. 5)Menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang.

6)Mengajukan RAPBN.

7)Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Perang Republik Indonesia. 8)Menetapkan perang dengan persetujuan DPR.

9)Menerima duta dari Negara lain.

10) Memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. 11) Memberi gelar dan tanda jasa

12) Mengangkat duta dan konsulat.

Relasi antara legistatif (DPR) dan eksekutif (Presiden) dalam hal pembuatan Undang – undang, tertuang dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen, berbunyi : Setiap rancangan undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.


(19)

1.6.2. Teori Pembagian Kekuasaan

Pembagian kekuasaan dalam suatu Negara, yaitu diletakkan secara vertikal dan horisontal. Kekuasaan secara vertikal adalah pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, antara beberapa tingkat pemerintahan. Pembagian vertikal ini bila meminjam istilah Carl J. Friedrich merupakan pembagian kekuasaan secara teritorial (territorial division of power).

Konsepsi kekuasaan teritorial terpilah sebagai negara kesatuan, federal atau konfederasi. Seperti pembagian kekuasaan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam Negara persatuan, antara pemerintahan federal dan pemerintah Negara bagian dalam federal. Tetapi di banyak kasus pilihan terhadap Negara dengan sifat kesatuan atau federalis adalah pilihan integrasi dari golongan-golongan dalam suatu wilayah. Namun persoalan sifat kesatuan atau federal dari suatu Negara terkait persoalan pada bentuk Negara dan persoalan Negara bersusun (samengestelde Staten atau Statenverbindungen), yang oleh Hans Kelsen sebagai

form of organization untuk kesemua Negara, baik konfederasi, federasi atau kesatuan yang terdesentralistis.

Pada konfederasi terdiri beberapa Negara berdaulat penuh secara ekstern atau intern, bersatu atas dasar perjanjian intenarsional yang diakui dengan menyelenggarakan alat perlengkapan tersendiri dan mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak mengikat terhadap warga Negara


(20)

masing-masing anggota (lihat Edward M. Said, Political Institutions). Di sini keanggotaan Negara tidak menghilangkan atau pun mengurangi kedaulatannya sebagai anggota konfederasi, sebab kelangsungan konfederasi berdasar keinginan dan kesukarelaan Negara peserta. Konfederasi umumnya dibentuk untuk maksud tertentu umumnya bidang politik luar negeri dan pertahanan bersama.

Sedang bagi Negara kesatuan, merupakan bentuk Negara dimana wewenang legislatif dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat dan tidak di pemerintahan daerah. Sementara kekuasaan daerah diposisikan dari kewenangan pusat berdasarkan hak otonomi. Artinya seluruh kedaulatannya keluar atau ke dalam sepenuhnya menjadi wewenang pemerintahan pusat, hal mendasar adalah kedaulatan pada Negara kesatuan tidak terbagi dan bersifat satu. Adapun dua ciri Negara kesatuan adalah pertama supremasi dewan perwakilan rakyat pusat dan kedua tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. Bentuk Negara kesatuan memang merupakan Negara dengan ikatan serta integrasi yang kokoh dibandingkan yang lain.7

Berbeda dengan Negara kesatuan, pada Negara federalisme agak sukar untuk dirumuskan, mengingat keberadaannya merupakan paduan dari bentuk kesatuan serta konfederasi. Negara federasi mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan yaitu kedaulatan Negara federal dalam keseluruhannya atau kedaulatan


(21)

Negara -negara bagian. Sedangkan penyelenggaraan kedaulatan ke luar dari Negara bagian diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah federal dan kedaulatan ke dalam dibatasi.

Dalam pilihan tersebut terdapat satu prinsip, yakni bahwa soal-soal yang menyangkut Negara keseluruhan diserahkan kepada kekuasaan federal sebagai kepentingan nasional. seperti hal perjanjian internasional atau mencetak uang. Bila merujuk K.C. Wheare dalam Federal Government, prinsip pederal mengatakan bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintahan federal dan pemerintah Negara bagian dalam bidang tertentu bebas satu sama lain. Misal kebebasan pemerintah federal dalam soal hubungan luar negeri dan mencetak uang, sedang dalam soal kebudayaan, kesehatan, dan sebagainya adalah hak- hak kebebasan pemerintah Negara bagian dari intervensi pemerintah federal.

Dari hal perbedaan federasi dan kesatuan setidaknya ada dua kriteria berdasar hukum positif pertama adalah suatu federasi memiliki pouvoir constituent, yaitu suatu wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri serta wewenang mengatur bentuk organisasi sendiri dalam rangka dan batas konstitusi federal. Dalam kesatuan, organisasi bagian - bagian Negara (pemerintah daerah) selalu mengacu atau ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat.

Kedua,dalam Negara federal wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur sesuatu telah terperinci satu persatu dalam konstitusi federal. Sedang


(22)

dalam Negara kesatuan wewenang pembentukan undang-undang pusat ditentukan atau ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan undang-undang yang rendah atau lokal, tergantung pada badan pembentuk undang-undang-undang-undang pusat.

Sisi lain, secara insitusi bahwa dalam Negara federal wewenang legislatif terbagi dua bagian, yakni badan legislatif pusat atau federal dan legislatif Negara -negara bagian. Adapun bagi kesatuan, wewenang legislatif berada pada pusat, sedang kekuasaan legislatif rendahan atau lokal didasarkan dalam bentuk undang-undang organik yang ditentukan oleh badan legislatif pusat. Pembagian di atas terjadi juga pada wewenang eksekutif dan administratif.

Sedang secara fungsi dikenal dalam fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat

eksekutif sebagai fungsi kekuasaan yang melaksanakan undang-undang (rule

application function), legislatif sebagai fungsi pembuat undang-undang (rule making function). dan yudikatif sebagai kekuasaan yang berfungsi mengadili atas

pelanggaran undang-undang (rule adjudication function). Pembagian kekuasaan

menurut fungsi ini dikenal sebagai trias politika atau pembagian kekuasaan (division of power), sebagai pembagian kekuasaan horisontal .

Bersandar Trias politika tersebut dibangun prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang ada tidak diserahkan kepada satu orang, dengan tujuan mencegah penyalahgunaan atau sikap otoriterianisme dari pihak yang berkuasa, tentu dengan


(23)

tujuan agar hak-hak warga Negara menjadi lebih terjamin. Prinsip ini pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755) dan juga ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of powers).

Hal terpenting bagi John Locke dalam bukunya Two Treatises on Civil

Government (1690) merupakan kritik atas kekuasaan absolute dari raja-raja Struat

(Inggris) serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang 1688 (The Glorious

Revolution) yang dimenangkan oleh parlemen Inggris. Locke memang membagi kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu legislative, eksekutif dan federatif, yang terpisah satu sama lainnya. Locke menyatukan kekuasaan eksekutif dan legislatif, sedang Kekuasaan federatif bagi Locke meliputi segala tindakan menjaga keamanan Negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan hubungan luar negeri lainnya.

Montesqueieu mengembangkan lebih lanjut pemikiran Locke disamping melihat ada despotisme raja-raja Bourbon (Perancis) dalam LEsprit des Lois (The Spirit of the Laws) 1748. Dia berkeinginan agar suatu sistem pemerintahan dapat menjamin keberadaan hak-hak dasar warga Negara.

Montesquieu memang lebih menekankan kebebasan badan yudikatif, karena menurutnya di yudikatiflah kemerdekaan individu dan hak asasi manusia dijamin dan dipertaruhkan. Perkembangannya, prinsip dari pemisahan atau pembagian kekuasaan


(24)

Balances, sebagai pengawasan dan keseimbangan agar masing-masing kekuasaan tidak akan melampaui batas wewenangnya. Seperti wewenang Presiden Amerika memveto rancangan undang-undang yang diterima kongres, sementara di sisi lain veto dapat dibatalkan kongres dengan dukungan 2/3 suara dari kedua majelis. Sedang check pada Mahkamah Agung adalah terhadap eksekutif dan legislatif melalui

judicial review (hak uji UU), pada hal lain keberadaan hakim agung yang telah diangkat oleh badan eksekutif seumur hidup dapat dihentikan oleh kongres jika terbukti melakukan tindakan kriminal. Termasuk Juga keberadaan Presiden dapat di

impeach oleh kongres, tentu saja dengan proses validitas sebab musababnya dengan tetap mengacu pada kepentingan Negara.

Dalam konteks Indonesia dari semua hal diatas, para Begawan kemerdekaan memang telah meletakan sistem kekuasaan dalam kebutuhan lokus Indonesia dengan segala kearifan ideologi dan nilai-nilai yang mendasari tentang ke-Indonesia-annya. Seperti pada pilihan kekuasaan yang dimaknai dengan musyawarah mufakat atau permusyawaratan perwakilan yang dipahami sebagai Negara kekeluargaan bukan pilihan demokratisasi ala Barat yang saat ini berlangsung. Juga sikap menjadi Indonesia sebagai Negara Kesatuan berbentuk Republik dan tidak monarki Donstitusional seperti Inggris.

Kehati-hatian bersikap pada bentuk dan karakteristik kekuasaan Indonesia memang terpahami upaya menghindari pertentangan politik antar kelompok serta


(25)

konflik-konflik yang dilatari feodalisme atau politik kedaerahan. Hal itu pula yang tercermati dan menjadi pertimbangan mendasar atas pilihan tersusunnya UUD 1945 ketika itu, yang ke semua diharapkan terakomodasi sebagai satu kesatuan tanpa harus mengorbankan siapapun.

Walaupun dalam sistem kekuasaan atau pemerintahan Negara hukum berciri

kekeluargaan yang direka the founding fathers memang perlu dicermati dan

ditegaskan peraturannya agar Nepotisme dan kekerabatan tidak membentuk peodalisme dan kolusif, yang lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Sehingga pilihan kekuasaan tetap di koridor yang mengedepankan prinsip keadilan, transparansi informasi dan keterbukaan akses, prinsip persamaan atau kesetaraan warga terhadap perlakuan rejim kekuasaan. Kesemua, tentu saja dalam paradigma demokratisasi bahkan bila perlu dalam sistem kekuasaan ala Indonesia.

Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang maupun kelompo lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu mnjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (relationship) dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rule and ruled), satu pihak yang memerintah, satu pihak yang mematuhi perintah. Misalnya, seorang


(26)

presiden membuat undang-undang ( subjek dari kekuasaan), tetap disamping itu juga dia harus tunfuk kepada undang-undang ( objek dari kekuasaan). Namun demikian kekuasaan politik tidaklah mungkin tanpa penggunaan kekuasaaan (machsuitoefening).8

1.7.Metodologi Penelitian

Kekuasaan itu harus digunakan dan dijalankan. Apabila penggunaan kekuasaan itu berjalan efektif, hal ini dapat disebut sebagai “Kontrol” ( penguasaan/ pengendalian). Dengan sendirinya untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang memegang kekuasaan (Mactsniddelen) agar pengguanaan kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik Adapun yang dimaksud dalam kekuasaan politik disini adalah seperti apa yang terdapat dalam Trias Politica.

Berdasarkan dari uraian diatas dan penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif (menggambarkan). Penelitian deskriptif adalah cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data - data yang ada. Penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.9

8 Miriam Budiharjo dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1995. Hal. 35-37

9Bamabang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo

Perasada,2005,hal.42.


(27)

deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta - fakta, sifat- sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antara variabel yang ada, tidak dimaksudkan menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau melakukan pengajian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian eksplantif berarti tidak dimaksudkan membangun dan mengembangkan pembendaharaan teori,10

1.7.1. Jenis Penelitian

sekaligus dapat menjadi argumentasi dalam penulisan skripsi ini. Dalam hal ini metode penelitian dimaksudkan untuk dapat menjelaskan bagaimana rangkuman dari suatu penelitian dalam menjelaskan segala fenomena politik yang telah terjadi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskritif. metodeologi yang dibubutuhkan dalam studi tokoh adalah kualitatif. Dalam penelitian pemikiran tokoh, kerangka yang dipakai dalam penelitian adalah kualitatif.

Menurut Arief Furchan dan Agus Maimun dalam bukunya “Studi Tokoh: Metode

Pelitian mengenai Tokoh”, melalui metode kualitatif, penulis dapat mengenal sang tokoh secara pribadi dan melihat mengembangkan defenisinya tentang dunia dengan

10Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-dasar Aplikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1995,


(28)

berbagai pemikiran, karya dan perilaku yang dijalankan. Disamping itu, metode kualitatif dapat dipergunakan untuk menyelidiki lebih mendalam mengenai konsep-konsep atau ide-ide.

Konsep dan ide yang pernah ditulis dalam karya-karya tokoh akan dapat dikaji dengan melihat kualitas dari tulisan-tuisann yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pemikiran selanjutnya. Pengaruh tersebut tidak hanya dalam perkembangan teori, tetapi juga dalam hal praktek sehingga akan dapat dikatakan apakah pemikiran tokoh tersebut dapat dikatakan ilmiah dan memenuhi kriteria ilmu pengetahuan. Dari pengaruh terhadap perkembangan pemikiranakan terlihat kekuatan dari pemikiran tokoh tersebut.

Objek wacana penelitian ini adalah pemikiran seorang tokoh. Penelitian studi tokoh, seperti yaang dikatakan oleh Arief Furchan dan AgusMaimun, dikategorikan kedalam jennis penelitian kualitatif11

Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi, dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan penelitian mendekati data sehingga mampu mengembangkakan

, yang menelusuri pemikiran melalui karya-karya, peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut dan pengaruh dari karya yang dihasilkan.

10 Bambang Prasetyo dkk, Metode penelitian kuantitatif : Teori dan aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005,

Hal. 42.

11 Sanafiah Faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995,


(29)

komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri. Pada umumnya deskriptif merupakan penelitian non hipotetis sehingga dalam langkah-langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotetis.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Dalam penelitian skripsi ini penulis hanya menggunakan data sekunder, sebab data sekunderdianggap sudah mewakili dari segala pemikiran tentang studi tokoh tersebu. Data sekunder itu didapat pengumpulan data sebagai berikut:Library Research Methods (Metode Penelitian Kepustakaan) (in-depth) yang diambil langsung berasal dari data buku, surat kabar, bahkan didapat dari akses internet dan literatur lain yangberhubungan dengan judul skripsi ini. Dengan demikian diperoleh data sekuder sebagai kerangka kerja teoritis.

1.7.3. Teknik Analisa Data

Data sekunder dikumpulkan untuk memperoleh hasil yang mendalam

(in-depth) dan tidak melebar (out-depth). Setelah data yang diperoleh dirasa memadai untuk mendukung proses analisis, maka tahapan selanjutnya adalah analisa data. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian pemikiran tokoh disini, mempergunakan analisa sejarah. Menurut Tolfsen ada dua unsur pokok yang


(30)

dihasilkan oleh analisa sejarah. Pertama, kegunaan dari konsep periodeisasi atau derivasi darinya. Kedua, rekonstruksi proses genesis, perubahan dan perkembangan. Dengan cara demikianlah, manusia dapat dilacak mula situasi yang melahirkan suatu ide dari seseorang tokoh.

Melalui analisa sejarah pula dapat diketahui bahwa seorang tokoh dalam berbuat atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginan-keinginan dan tekanan-tekanan yang muncul dari dirinya sendiri. Kita dapat melihat tindakan-tindakannya secara mendalam diipengaruhi tidak cuma oleh dorongan internal yang berupa ide, keyakinan, konsepsi-konsepsi awal dalam tertanamdalam dirinya, tetapi juga oleh keadaan eksternal.

1.8.Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka dasar pemikiranmetedeologi penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan.

BAB II : BIOGRAFI AMIEN RAIS

Bab ini berisikan tentang geografi singkat perjalanan hidup dari objek yang diteliti yaitu, Amien Rais, mulai dari lahir, keluarganya, pendidikan yang


(31)

ditempuh sampaipada pengalaman hidupnya. Serta pendidikan yang metarbelangi pemikiran politiknya.

BAB III: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai pemirikan politik Amien Rais tentang kekuasaanyang dimulai dengan landasan berpikir politiknya, penjabaran konsep darinya, dan kiprah beliau diberbagai bidang, khususnya sosial politik sehingga bisa terbukti Aplikasinya di Indonesia.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan analisis dan saran dari hasil penelitian yangdiperoleh


(32)

Bab II

Biografi Amien Rais

Dalam bab ini, secara ringkas akan dipaparkan sepak terjang Amien Rais pada pasca reformasi, riwayat hidup Amien Rais, keadilan sosial politik Negara Indonesia disaat Amien Rais belum menjabat sebagai ketua MPR dan karir politik Amien Rais di Indonesia. Maksudnya adalah untuk memberikan gambaran siapa Amien Rais tersebut. Dengan begitu dapat memudahkan para pembaca dikemudian hari.

Sifat – sifat jujur, istiqamah, dan berani melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang dimilikinya ini, tidak lepas dari bimbingan Ibundanya Ny.Hj.Sudalmiyah, seorang aktivis Aisyiyah Surakarta serta guru agama di SGKP (Sekolah Guru Kepandaian Putri) Negeri dan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) Aisyiyah Surakarta. Ibunya sangat menekankan disiplin dan rasional, baik dalam hal adat maupun agama, dan terkadang terkesan galak di mata anak – anaknya.

Lewat Ibunya itulah Amien mulai menyadari konsekuensi dan resiko melakukan amar ma’ruh nahi munkar sejak kecil. “Saya dulu dididik oleh ibu untuk beramar ma’ruf. Menurut beliau, untuk melakukan amar ma’ruf itu tidak ada resikonya. Orang yang tidak setuju pun tidak marah. Akan tetapi, kalau nahi munkar , banyak resikonya,” kata Amien. Amien Rais dilahirkan di Solo, 26 April 1944. Ayahnya bernama Suhud Rais dan Ibunya bernama Sudalmiyah. Amien Rais adalah


(33)

anak kedua dari enam bersaudara. Urutan saudaranya adalah Fatimah Rais, Amien Rais, Abdul Rozaq Rais, Siti Aisyah Rais, Achmad Dahlan Rais, dan Siti Aisyah Rais. Keluarga Amien Rais berasal dari kalangan santri modernis. Ayahnya lulusan Mualimin Muhammadiyah dan bekerja sebagai pegawai kantor Departemen Agama.12

Amien dinobatkan majalah Ummat sebagai tokoh 1997 dan kemudian ia juga

mendapat penghargaan berupa UII Awards dari Universitas Islam Indonesia,

Ibunya pernah menjabat ketua Aisyiyah (Anak Oraganisasi Muhammadiyah di bidang perempuan) Muhammadiyah Surakarta, Ibunya juga mengajar di SGKP (Sekolah Guru Kepandaian Putri) Negeri dan sekolah Bidan Aisyiyah Surakarta. Kakeknya bernama Wiryosoedarmo adalah pendiri Muhammadiyah Gombong Jateng.

Intelektual dan kritis wacan politik di Indonesia. Banyak orang yang berkata dan berpendapat bahwa Amien pakar suksesi dan penyuara keadilan sosial yang berani mengkritik berbagai wajah kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang dinilai merupakan bagian dari bencana nasional yang kronis. Karena itu, dihadapan berbagai bentuk syirik politik ia menganjurkan untuk bangsa Indonesia untuk melakukan tobat nasional. Baginya, sikap kritis itu bukan sesuatu yang luar biasa karena aturan Islam menyuruhnya kritis. “Qulil-haqqa walau kaana murra” nyatakanlah kebenaran meski terasa getir, begitulah hadist yang sering dikutipnya.

12Ibid., hal.18


(34)

Yogyakarta atas komitmennya menempuh perjuangan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.13

Jenjang pendidikan Amien Rais sejak taman kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) berada di Sekolahan Muhammadiyah. Ia mengawali Sekolah pada tahun 1956 di Sekolah Dasar Hukum Muhammadiyah dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama tahun 1959 dan Sekolah Menengah Atas tahun 1962. Ia juga mengikuti pendidikan agama di Mambaul Ulum dekat Masjid Agung Surakarta yang kemudian pindah ke Madrasah Al-Islam di kota yang sama, pada masa itu sistem pengajaran Sekolah swasta masih berinduk pada Sekolah pemerintah (Negeri)

Sebagai intelktual Islam dan sekaligus ilmuwan politik, ia merupakan kolumnis yang tergolong produktif dalam menuangkan gagasan – gagasannya.

Amien telah banyak menghasilkan sejumlah hasil karya – karyanya seperti Cakrawala Islam, Keajaiban Kekuasaan, Moralitas Muhammadiyah, Visi dan Misi Muhammadiyah, dan lain – lain. Pakar politik dari Universitas Gajah Mada tersebut, kini juga menjadi intelektual pertama yang duduk di pucuk pimpinan Muhammadiyah, Organisasi keagamaan modernis tersebar di Indonesia.

2.1. Pendidikan dan Pengalaman Politik Amien Rais

14

13Ibid., hal.23.

14Firdaus Syam, Amien Rais Politisi yang Merakyat dan Intelektual yang Shaleh (Jakarta: Al-Kautsar,2003),

hal.260-261. Lihat juga dalam Idris Taha, Demokrasi Religius, hal.110

. Orang tuanya sangat moderat dalam mendidik anak-anaknya. Prestasi Amien Rais di Sekolahnya dapat dikatakan baik. Sebelum dan setelah lulus Amien


(35)

sempat bingung untuk menentukan pilihan mau melanjutkan studinya. Ibunya minta agar melanjutkan studi ke al-Azhar, sementara Ayahnya menginginkan di UGM. Waktu itu ia diterima di Fakultas ISIPOL, karena Amien berhasrat menjadi diplomat. Sebagai anak yang baik Amien tidak ingin mengecewakan Ibunya kemudian mendaftarkan ke Fakultas Tarbiyah di IAIN dan diterima hanya sampai sarjana muda karena ada larangan dari pemerintah waktu itu untuk studi ganda dengan sangat terpaksa akhirnya ia meninggalkan IAIN Sunan Kalijaga tahun 1967. Namun harapan Ibunya terkabul karena Amien selama satu tahun (1978-1979) menjadi Mahasiswa luar biasa di Fakultas Bahasa Universitas al-Azhar di Kairo Mesir. Amien melaksanakan sarjananya tahun 1968 dengan predikat terbaik di angkatannya, dengan nilai skripsinya mendapat nilai A dengan judul “Mengapa Politik Luar Negeri Israel Berorentasi Pro Barat”, sehingga menghantarkannya studi di Amerika untuk mengikuti program master di University of Notre Dame dan selesai tahun 1974 dengan tesisnya berjudul “Politik Luar Negeri Mesir di Bawah Anwar Sadat dengan Moscow”, dari Universitas itulah ia memperoleh sertifikat studi tentang Soviet dan Negara Eropa Timur15

Sejak kecil hingga dewasa Amien selalu bergaul dengan tradisi dan budaya modern Barat. Hal itu dapat dilihat dari latar belakang kehidupan ketika kecil dan perjalanan pendidikannya yang sedikit banyak berpengaruh terhadap corak pemikiran

.

15M.Najib dan Kuat, Amien Rais, hal.18-19


(36)

ke depan. Keluarga terutama sang Ibu terlahir dan dibesarkan dalam pendidikan Barat model Belanda. Sang Ibupun menekankan pola ataupun sistem yang menjadi ciri dari kebudayaan Barat yaitu kedisiplinan, kejujuran, transparansi, berani tampil di muka dan lain-lain16. Pola dan sistem kehidupan modern terus melekat pada diri Amien ketika dia dibesarkan di Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi modern. Sebagai organisasi modern prinsip rasioanalitas sangat kental dan dominan17. Di Muhammadiyah nilai-nilai budaya dan tata kehidupan sosial dikembangkan berdasarkan prinsip ibadah dan rasionalitas. pola hidup sehat, tertur, bersih, integrasi, dan dedikasi yang tinggi serta kedisiplinan setidaknya menjadi ciri dari modernitas yang ada pada tubuh Muhammadiyah. Pengaruh dan hubungan dengan budaya Barat pun terus berkembang ketika ia melanjutkan studi ke Amerika. Di sinilah Amien mengenal budaya Amerika lebih dalam khusunya tentang nalar dan demokrasi yang bersumber dari buku-buku teks dimeja koleksinya. Pengalam kehidupan organisasi, di Amerika Amien pernah bertemu Syafii Ma’arif dan Nurcholis Majid yang menjadi teman diskusi dan bertukar pikiran tentang banyak hal terutama yang menyangkut tentang Indonesia, kemiskinan, dan demokrasi18

Di Amerika potensi intelektualitas Amien lebih berkembang karena fasilitas dan akses serta partner lebih mendukung. Di Amerika banyak tersedia koleksi perpustakaan yang lengkap dan lebih banyak, serta juga banyak berkembang

tokoh-.

16Ibid,.hal.18-19

17Zaim Uchrowi, Muhammad Amien Rais, hal.137. 18Ibid, hal.137


(37)

tokoh intelektual dan kawan diskusi yang beragam. Orang-orang intelektual yang dulu pernah belajar disana sewaktu menjadi kuliah, kemudian kembali ke daerah asalnya ternyata lebih tajam. Amien bersama kawan-kawan semasanya pernah

mendirikan wadah intelektual di Yogyakarta dengan nama Limeted groupdengan

Profesor Mukti Ali sebagai mentornya. Dahulu limited groupini adalah wadah

intelektual yang disegani karena di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh akademis dan para aktivis zamannya, Ahmad Wahidpun pernah berkecimpung didalamnya19

Selain sebagai akademis ia juga sebagai seorang cendikiawan atau intelektual

.

Sebelum berangkat ke amerika Amien adalah dosen tetap di fakultas ISIPOL UGM tahun 1970. Sepulang dari Amerika Amien langsung kembali mengajar dan pernah menjadi Ketua Jurusan Hubungan Internasional. Selain mengajar di UGM ia juga pernah menjabat Rektor 1 di bidang Akademik dan kepala LP3M di salah satu Universitas di Yogyakarta. Semenjak ia memimpin Partai PAN (Partai Amanat Nasional) ia mengundurkan diri dari staf pengajarnya dan sebagai Rektor 1 di UMY.

20

19Ibid,hal.138.

20 Zaim Uchrowi, Muhammad Amien Rais, hal.137.

. Oleh karena itu ia juga pernah menjabat sebagai pimpinan umum dari redaksi majalah Proaktif, majalah Media Inovasi, majalah Suara Muhammadiyah,

dan ikut membidani majalah Replubikakemudian ia menjadi dewan redaksi dan

pernah menjadi penulis tetap di kolom Resonansi. Dari semangamat intelektualnya tidak pernah berhenti, Amien dan teman-temannya membangun institusi yang diberi


(38)

nama PPSK (Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan). Selain itu juga Amien dan kawan-kawan mendirikan Yayasan Sholahudin UGM dan menjadi ketua Yayasan tersebut, di dalam Yayasan tersebut berdiri pondok Pesantren yang diberi nama Budi Mulia. Budi Mulia adalah tempat bagi mereka yang mau belajar Ilmu Umum dan Agama. Amien juga mempelopori lahirnya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) dan ikut sebagai dewan pakar21

Amien merupakan anak didik dari Muhammadiyah, diapun langsung bergabung dan aktif dipersyarikatan ini. Karena kepintaran, kecerdasannya Amien langsung menduduki pos-pos penting di Muhammadiyah. Pada tahun 1985 tepatnya Muktamar yang ke-41 di Surakarta, Amien menjadi ketua majelis tabligh pimpinan pusat periode 1990-1995. Pada tahun 1994 Ahmad Basyir menjabat sebagai ketua umum PP.Muhammadiyah meninggal dunia, Amien menjabat sebagai pejabat sementara (pjs) sebagai ketua umum Muhammadiyah sampai tahun 1995. Ketika muktamar yang ke-43 yang digelar di Banda Aceh berhasil menghantarkan Amien Rais menjadi ketua umum PP.muhammadiyah untuk periode 1999-2000

. Itu masih ditambah dengan jabatan sebagai Direktur Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK)

2.2. Aksi, Pemikiran, dan karya-karyanya

22

21Ibid,hal.137

22Ahmad Bahar, Amien Rais: Gagasan dan Pemikiran Menggapai Masa Depan Indonesia Baru (Yogyakarta:

Pena Cendikia,1998),hal.14.

. Amien telah menjadi seorang intelektual Muslim yang disegani dan berpengaruh, ia telah


(39)

masuk dalam jajaran elite intelektual Indonesia yang didengar, diperhitungkan, dan pemikirannya. Ia tidak bosan mengungkapkan berbagai bentuk anomali sosial dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara23

Sebelum memutuskan untuk berani terjun ke Dunia politik amien telah melakukan ijtihad politik terlbih dahulu

.

Dengan keberanian dan kritisnya Amien membuat pemikiran-pemikiran segar dengan mengkritik penyalahgunaan kekuasaan dan hutang, KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dan praktek menyengsarakan rakyat yang dipratekkan pada masa Orde Baru yang termanifes dalam sosok Soeharto. Reformasi yang ia gulirkan telah merubah kehidupannya dari akademisi dan intelektual menjadi seorang politisi yang harus terjun kedalam politik praktis. Reformasi 1998 telah meluncurkan kebimbangan pada dirinya untuk menentukan dan mengarahkan proses reformasi yang sedang berjalan atau kembali menjadi akademis dan intelektual. Kondisi seperti menuntut Amien untuk tidak meninggalkan gelanggang pertarungan untuk terjun ke Dunia politik.

24

23Umaruddin Masdar, Membaca Pemikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka, 1999),hal.83

24Isitlah yang digunakan Amien ketika harus memilih terjun ke politik

. Ijtihad tersebut lantaran dia berada pada posisi yang amat sulit dan dipengaruhi beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang menjadikannya untuk melekukan ijtihad politik adalah ketika dia berkeinginan kembali ke kampus atau menjadi intelektual dan memimpin Muhammadiyah serta


(40)

desakan dari luar yang menginginkan Amien untuk bergabung dalam partai PBB (partai bulan bintang) dan PPP (partai persatuan pembangunan) dan ada pula mendesak Amien untuk mendirikan partai baru. Setalah melalui pertimbangan-pertimbangan yang sangat sulit akhirnya Amien memutuskan untuk terjun ke dunia politik praktis untuk meneruskan dan mengawal reformasi. Amien berijtihad untuk mengundurkan diri sementara waktu dari kampus dan Muhammadiyah serta tidak memilih untuk bergabung dengan partai PBB dan PPP . bersama dengan teman-temannya Amien mendirikan PAN sebagai partai inklusif. PAN didirikan pada tanggal 23 agustus tahun 1998 di Istana Negara.PAN memasukan nama-nama tokoh, lintas Agama, lintas ras, lintas etnis dalam komposisi kepengurusannya25

PAN tidak hanya bisa diisi oleh kalangan Muhammadiyah melainkan pula mereka yang berlatar belakang sosialisme, Kristen, Katholik dan sebagainya. PAN dilahirkan dengan misi dan cita-cita yang berakar pada moral agama, kemanusiaan dan penghargaan yang tulus kepada kemajukan sebagai ciri utama bangsa Indonesia. Dan kemajukan itu diperlukan guna membangun kerjasama lintas etnik, agama, dan golongan guna mencapai cita-cita bangsa. PAN percaya bahwa diskriminasi dan partikularisme yang dilembagakan dalam kehidupan kepartaian justru akan membebani usaha mencapai cita-cita bersama, maka yang dibutuhkan suatu parpol adalah melembagakan kemajukan. Dengan kata lain, PAN berprinsip non-sektarian

.

25Mufti Mubarok, H.Mahtum Maestoem Dkk, Amien Rais Perjalanan Menuju Kursi Presiden (Jakarta:


(41)

dan non-diskriminatif. Dan keputusan mendirikan PAN dapat dilihat sebagai kemampuan Amien dalam meluaskan pergaulan lintas sosial.

Amien juga diangkat sebagai ketua umum partai inklusif ini, sebuah partai yang menjajikan akan kedaulatan rakyat, demokrasi, kemajuan dan keadilan sosial. Semenjak Amien menjadi tokoh politik terkemuka di Indonesia pasca reformasi 1998, Amien juga menduduki sebagai ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), lembaga tertinggi Negara, wadah kedaulatan rakyat kala itu. Terpilihnya Amien sebagai ketua MPR merupakan surprise, jarang yang menduga bahwa Amien akan tampil sebagai ketua MPR. Tidak adanya dugaan itu karena partai Amien tidak memperoleh suara terbanyak, dengan strategi poros tengahnya dia berhasil menduduki jabatan sebagai ketua MPR pada sidang umum MPR tahun1999 untuk periode tahun 1999-200426

Amien juga sebagai publik figur yang tidak lepas dari sorotan media massa dan menjadi perbincangan para intelektual Indonesia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo: “Indonesia beruntung mempunyai publik figur seperti Amien Rais, karena pertama pada zaman global dan cepat berubah ini masyarakat Indonesia masih memiliki figur pemimpin yang dapat dijadikan panutan keteladanan dan bersikap istiqomah dan simbol perjuangan dalam kegigihannya menuntut tegaknya

.


(42)

keadilan.27” kedua, perhatinnya pada masyarakat bawah atas satu keadilan ekonomi dan politik, begitu kuat memancarkan sosok sebagai pemimpin. Amien tidak malu untuk berkeliling sampai tingkat ranting hanya untuk sekedar bertatap muka dengan masyarakat bawah dan berdialog langsung dengan masyarakat untuk membicarakan masalah ada pada masyarakat kalangan bawah. Ketiga, memiliki visi jauh ke depan, visi ini penting bagi tokoh yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural dan terutama dalam menghadapi tantangan global yang kian lama semakin komplek. Visi ini pula yang mendorong Amien untuk menghargai pendapat, bersifat terbuka, menghargai perbedaan pendapat, serta memiliki tujuan terarah dan jelas dalam membawa masyarakat menuju masyarakat adil dan beradap.28

Salah tokoh muslim nasional yan sering menjadi idola dilingkungan Muslim modernis adalah Muhammad Natsir

2.3. Dari Seorang Pengagum, Hingga Dijuluki “Natsir Muda”

29

27Dikutip oleh Harnawi: dalam pengantar Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan Sosial (Bandung:

Mizan,1998).hal.12

28Ibid,hal.12.

29Sebagai seorang tokoh Muslim modernis kenamaan, pemikiran dan perjuangan Muhammad Natsir pernah

diseminarkan dengan tema, pemikiran dan perjuangan Muhammad Natsir, di Jakarta,16-17 Juli 1994.

. Semasa hidupnya, Muhammad Natsir yang juga pernah menjabat sebagai orang nomor satu Masyumi, dikenal sebagai orang yang selalu terbuka terhadap siapa saja, termasuk orang yang berbeda Agama dan aliran. Hanya dengan orang komunis saja yang tidak mau kompromi. Kekerasan sikap Muhammad Natsir dalam soal komunis tampak ketika dirinya menolak konsep


(43)

yang ditawarkan Presiden Soekarno, yaitu Nasionalisme, Agama, dan kominis, yang kemudian terkenal dengan sebutan Nasakom. Karakteristiknya lainnya, Muhammad Natsir termasuk figur yang kritis, berbicaranya lugas dan tegas. Selain itu, sebagaimana kebanyakan muslim modernis, pemikiran Muhammad Natsir juga tampak formal-legalistik.

Muhammad Natsir juga termasuk tokoh yang cenderung manafsirkan doktrin sosial politik Islam kontemporer, sering dikategorikan sebagai kecenderungan kearah “modernisme”.30

30Yusril Ihza Mahendra,”Muhammad Natsir dan Sayyid Abul Aila al-Maududi: Tela’ah tentang Dinamika Islam

dan Transformasinya ke dalam Ideologi Sosial dan Politik”, dalam Anwar Hardjono,dkk., Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1994), hal.79.

Sebagai figur yang menjadi idola, tentu saja banyak orang, terlebih dari cendikiawan muslim modernis, yang berusaha untuk meniru jalan pemikiran, perjuangan, dan juga sikap politik Muhammad Natsir. Atau paling tidak mencoba mencari, siapa saja yang sekiranya pantas untuk dapat mewarisi pemikiran, perjuangan, dan sikap politik dari Muhammad Natsir. Sosok M.Natsir merupakan salah satu figur rujukannya disamping Amien juga sangat apresiatif kepada Sayyid Qutb, Maududi, Ali Shari’ati yang kurang lebih banyak mempengaruhi pemikirannya.pada awal kedatangannya dari Amerika Serikat, Amien Rais tampak menunjukan dengan sangat transparan kebencian terhadap Kapitalisme-liberalisme, sekularisme. Amien juga sering memperlajari ajaran Marxisme-Sosialisme. Bukan hanya itu, Amien Rais dalam beberapa hal ssering menunjukan kemarahannya terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat yang terkadang bersikap ambivlen


(44)

(munafik) dalam menjalankan politik luar Negerinya, terlebih terhadap Negara-negara Islam atau Negara berpenduduk mayoritas Islam.

Sikap kritisnya terhadap Barat agaknya bisa dipahami, mengingat rembesan -rembesan ideologi Barat sangat prenetatif terhadap kaum Muslim selama ini,31dan ini akan semakin memperkuat tesis Samuel Huntington tentang Clash of Civilization, bentrok antar peradaban, yaitu peradaban Islam dan Barat. Sikap kerasnya terhadap Barat itu sebenarnya tak begitu mengherankan, apalagi figur umat Islam Indonesia yang amat dikagumi Amien adalah Natsir. Tentang hal ini, Cak Nun pun sempat berkomentar: “Dia itu sangat Natsiris.”32

M.Amien Rais sangat banyak mewarisi ilmu, semangat dan nafas perjuangan M.Natsir. semula Nurcholis Madjid sempat disebut sebagai “Natsir Muda”. Namun, ketika ia mulai lancarkan ide “sekularisme” yang menghebohkan itu, cap “Natsir Muda” untuk Cak Nur mulai tanggal. Sebab gagasan sekularisme itu sendiri dianggap bertentangan dengan nafas dan semangat perjuangan M.Natsir yang sangat intens sekali memperhatikan Islam. Hubungan yang akrab antara Amien dengan Natsir itu Pada diri Natsir tampak sosok seorang aktivis Islam yang amat tajam kritik-kritiknya terhadap pemikiran Barat alias para orientalis atau pun yang kini dikenal sebagai “Islamisis” itu. Dan, Amien muda begitu mengagumi sosok Natsir yang kritis terhadap Barat.

31Dedi jamaluddin Malik, Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid,M.Amien Rais, Nurcholis Madjid, Jalaluddin Rakhmat, (Bandung: Zaman,1998), hal.111-112.


(45)

sudah diketahui umum. Kalangan keluarga Bulan Bintang pun tidak ada yang menyanggah bahwa Amien adalah tokoh yang seolah-olah sudah menjadi “anak” dari M.Natsir.

Secara intelektual maupun dari nafas perjuangan, gerak langkah Amien adalah sangat dekat Natsir . Amien Rais pun tanpa ragu-ragu mengatakan bahwa dia berdarah masyumi, “saya memang Natsirin dan keturunan Masyumi asli”. Dia mengakui, M.Natsir adalah guru saya, ayah dan juga seorang panutan yang sangat dihormatinya.33

1. Ahmad Hanafi

BIODATA

Nama : Prof. Dr. H.M.Amien Rais

Tempat/tgl.lahir : Solo, 26 April 1944

Istri : Kusnariyati Sri Rahayu

Anak :

2. Hanum Salsabiela

3. Ahmad Mumtaz

4. Tasnim Fauzia


(46)

5. Ahmad Baihaqy

Pendidikan:

- SD Muhammadiyah, Solo, 1956

- SMP Muhammadiyah, Solo, 1959

- SMA Muhammadiyah, Solo, 1962

- Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Kalijaga, Yogykarta, 1968

- Sarjana Jurusan Hubungan Internasional, Fisipol UGM, Yogyakarta, 1969 - M.A. dari University of Norte Dame, USA, 1974

- Mahaisiwa luar biasa, Departemen Bahasa, Universitas Al-Azhar , Mesir 1979 - Ph.D. dari University of Chicago, USA, 1981

- Post Doctoral, George Whasington Unversity dan UCLA, USA, 1988-1989

Pengalaman Kerja:

- Dosen Fisipol UGM, Yogyakarta, 1969-1999

- Direktur Pusat Pengakjian dan Studi Kebijakan Politik, 1988

- Ketua Dewan Direktur PPSK Yogyakarta, sejak 1989

- Ilmuwan Senior BPPT, 1991

- Senior Scientist Menristek/BPPT, 1991-1995

- Dewan Redaksi Harian Umum Republika, 1992


(47)

- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, 1999-2004\

Pengalaman Organisasi

- Ketua Penelitian dan pengembangan AIPI, 1985 - Staf Ahli Majalah Luar Negeri Deparlu, 1985

- Pengurus Muhammadiyah Yogyakarta, 1985

- Wakil Ketua Muhammadiyah, 1991

- Asisten I ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, 1991-1995 - Pejabat Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 8 Juli 1994

- Anggota Dewan Riset Nasional Kelompok V, 1994-1999

- Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (HMI), 1995-1997

- Ketua Dewan Pakar ICMI, 1995-1997

- Ketua Umum PP.Muhammadiyah. 1995-1998

- Pendiri Majelis Amanat Rakyat, 14 Mei 1998

- Pendiri/Ketua Umum PAN, 23 Agustu 1998

Penghargaan:

- Bintang Mahaputera Utama dari Presidan BJ Habibie, 14 Agustus 1998

- Gelar Kanjeng Pangeran dari Keraton Kesultanan Yogyakarta, 28 September

2003


(48)

- Prospek Perdamaian Timur Tengah 1980-an (Litbang Deplu RI) - Perubahan Politik Eropa Timur (Litbang Deplu RI)

- Kepentingan Nasional Indonesia dan Perkembangan Timur Tengah 1990-an

(Litbang Deplu RI)

- Zionisme: Arti dan Fungsi (Fisipol, UGM) Karya Buku-buku, diantaranya:

- Orientalisme dan Humanisme Sekuler, Salahuddin Press, Yogyakarta, 1983.

- Politik dan Pemerintahan Timur Tengah, PAU,UGM

- Tugas Cendikiawan Muslim (terjemahan Ali Syariati), Salahuddin Press,

Yogyakarta, 1985.

- Cakrawala Islam, Antara Cita dan Fakta Mizan, Bandung, 1987. - Timur Tengah dan Krisis Teluk, Amarpress, Surabaya, 1990.

- Keajaiban Kekuasaan: Bentang Budaya, PPSK, Yogyakarta, 1994.

- Moralitas Politik Muhammadiyah, Pena, Yogyakarta, 1994. - Tangan Kecil, UM Jakarta Press, Jakarta, 1995.

- Demi kepentingan Bangsa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.

- Refleksi Amien Rais, dari Persoalan Semut Sampai Gajah, Gema Insani Perss,

Jakarta, 1997.

- Suksesi dan keajaiban Kekuasaan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,1998. - Melangkah Karena dipaksa Sejarah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.


(49)

- Membangun Kekuatan di atas Keberagaman, Pustaka SM, Yogyakarta, 1998.

- Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan, Mizan, Bandung, 1998.

- Membangun Politik AdiLuhung: Membumikan Tauhid Sosial, Menegakkan Amar

Ma’ruh Nahi Munkar, Zaman Wacana Mulia, Bandung, 1998 - Suara Amien Rais, Suara Rakyat: Gema Insani Press, Jakarta, 1998. - Amien Rais Sang Demokrat, Gema Insani Press, Jakarta, 1998.


(50)

Bab III

Penyajian data Analisis

Dalam dunia politik kekuasaan merupakan tujuan politik itu sendiri yang tidak dapat dihindarkan, sedangkan meletusnya transisi demokrasi merupakan dampak dari aplikasi kekuasaan otoriter yang menutup nilai demokrasi. Pandangan demokrasi dan kekuasaan yang dikemukakan Amien Rais bersentuhan dengan praktek demokrasi ala Orde Baru yang memakai gaya kepemimpinan Soeharto yang otoriter.

Dalam bab ini dikemukakan pandang Amien Rais tentang kekuasaan dan hakikat demokrasi. Pandangan Amien Rais tersebut kemudian dikaitkan dengan konsep-konsep demokrasi dan transisi demokrasi secara literal. Selanjutnya di kemukakan juga pandangan politik Amien Rais yang dianggap sebagai reaksi atas model kepemimpinan di Indonesia sejak zaman Orde Lama hingga Orde Baru.

3.1. Pandangan Politik Amien Rais

3.1.1. Pandangan Terhadap Kekuasaan Serta Pengaruh Pada Sistem Demokrasi Dalam konsep tauhid sosial Amien Rais mengemukakan akhlak kekuasaan yang memberikan sinyal bahwa kekuasaan bukanlah ajang eksploitasi penguasa terhadap rakyatnya dan sebaliknya rakyat semestinya tidak melakukan syirik politik yang mensakralkan kekuasaan hingga tidak berani menyentuh medan kekuasaan. Dalam aplikasi demokrasi pandangan Amien Rais memberikan prioritas utama yang


(51)

mengajarkan bukan sekedar to get the power tapi to control the power.34 Dengan begitu pandangan Amien Rais berkaitan dengan konsep demokrasi bahwa rakyat dengan kedaulatannya memiliki fungsi untuk melakukan kontrol terhadap eksekutor. Dalam literatur ilmu politik disebutkan juga bahwa dalam sistim demokrasi seharusnya rakyat memiliki kedaulatan dalam Negara. Hal itu dapat dilihat dari pengertian demokrasi yang secara defenisi berasal dari bahasa Yunani yakni demos

yang berarti rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa.35

Dalam hal ini Amien Rais mengemukakan syarat-syarat Negara bisa dikatakan demokratis: a. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan, b. distribusi pendapatan secara adil, c. kesempatan memperoleh pendidikan, d. ketersediaan dan keterbukaan informasi, e. kebebasan individu, f. semangat kerja sama dan hak untuk protes.

Jadi secara sederhana demokrasi dapat dimaknai sebagai kewenangan rakyat untuk memerintah, rakyat memegang kedaulatan untuk terlibat dalam proses pemerintahan dan kekuasaan. Dalam tradisi ilmu politik demokrasi merupakan sistim politik dinamis yang memberikan kedaulatan pada rakyat untuk memberikan partisipasi politiknya secara terbuka.

36

34Mohammad Amin Rais, Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid Sosial Menegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998),hal.27.

35Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal.50.

36Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani

(Jakarta: Tim ICCE UIN Jakarta, 2002), hal.124.

Pandangan Amien Rais dan pandangan islam lainnya bertemu pada pada nilai sentral demokrasi yaitu kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat.


(52)

Pemikiran Amien Rais dan pemikiran islam juga senada dengan pendapat Aristoteles filsof dari Yunani terkemuka yang juga memperhatikan masalah politik. Aristoteles meletakkan tiga prinsip demokrasi: kebebasan pribadi, pemerintahan berdasarkan

undang-undang dasar, dan pentingnya kelas menengah yang besar.37

Aplikasi demokrasi dizaman modern mengacu pada konsep politik kelembagaan yang mengatur peran kedaulatan rakyat dan kekuasaan pemerintahan dalam bentuk pembagian kekuasaan politik. Konsep ini merupakan aplikasi demokrasi secara substansial maupun prosedural. Pelaksanaan demokrasi semacam itu dimaksudkan sebagai realisasi kedaulatan rakyat melalui lembaga perwakilan yang telah mereka pilih. Ide pemisahan kekuasaan tersebut dikemukana oleh pemikir diabad pertengahan yaitu Montesquieu dan Jhonlocke yang melihat kekuasaan dan kedaulatan Negara sepenuhnya terpusat pada raja yang mendapat berkat dari Gereja. Menurut Montesquieu kekuasaan Negara dibagi menjadi tiga: Pertama, kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan yang berwenang membuat undang-undang. Kedua,

Pendapat Aristoteles inilah yang nampaknya menjadi rujukan bagi pertumbuhan demokrasi modern. Rekaman historis menggambarkan demokrasi modern merupakan hasil metamorfosis sistim kekuasaan dari bangunan demokrasi yang pernah ada disepanjang sejarah terutama bangunan demokrasi klasik Athena yang menjadi pusat inspirasi pemikiran politik modern didunia barat.

37Idris Thaha, Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholis Majid dan M.Amien Rais (Jakarta: Teraju, 2005),


(53)

kekuasaan eksekutif atau kekuasaan yang memiliki wewenang melaksanakan undang-undang. Ketiga, kekuasaan yudikatif yaitu pihak yang berwenang mengadili atas pelanggaran undang-undang.38

Sedangkan prinsipil para ahli politik terkemuka seperti Joseph A.Schmeter mengemukakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan unutk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat sedangkan Philipe C.schmeter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah public oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.

Konsep kekuasaan tersebut lebih dikenal dengan trias politika, secara ideal konsep trias politika menganjurkan agar kekuasaan tidak terpusat pada suatu bagian dan satu orang penguasa, karena hal tersebut akan menimbulkan praktek otoriterianisme dan penyalahgunaan kekuasaan.

39

38Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal.20.

39ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, hal.10.

Dan kenyataannya ketika berhadapan dengan realitas kekuasaan, aplikasi demokrasi mengalami reduksi dan tidak terlaksana dengan prosedur dan prinsipnya. Walaupun konsep trias politika telah diterapkan tapi prinsip yang menjiwai demokrasi justru dimanipulasi, seperti kekuasaan diktator seorang Presiden yang dapat mengendalikan


(54)

keputusan legislatif dan memodifikasi undang-undang untuk kepentingan individual dan kelompok penopang kekuasaannya.

Prosedur dan prinsip demokrasi harus saling berkaitan karena jika hanya prinsip yang terlaksana maka sama halnya dengan demokrasi klasik zaman Yunani kuno yang mudah diruntuhkan melalui peperangan karena sistem politik yang ada hanya berdasarkan kekuasaan rakyat secara langsung. Dan jika hanya konsep prosedural yang dipraktekan maka akan melahirkan pemerintahan diktator yang berkuasa atas nama demokrasi dan hal inilah yang dikritik oleh Amien Rais terhadap ketimpangan demokrasi yang pernah terjadi di Indonesia dalam kurun waktu rezim Orde Baru.

3.2. Aplikasi Transisi Demokrasi Di Indonesia

Aplikasi transisi demokrasi terkait dengan pandangan politik Amien Rais yang memandang demokrasi tidak hanya sekedar kedaulatan ditangan rakyat tapi dalam tataran yang lebih aplikatif Amien Rais memandang demokrasi adalah sistem politik yang tidak menerima kultus individu dan sakralisasi kekuasaan. Pandangan Amien Rais secara sengaja atau tidak menyinggung pola kekuasaan yang pernah melekat di Indonesia yaitu masa Orde Baru dan Orde Lama yang mirip dengan kekuasaan Raja-raja Jawa. Kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru yang menjadikan demokrasi hanya sebagai formalitas dengan sendiri mengantarkan rezim yang


(55)

mengkultuskan individu tersebut pada gejolak transisi demokrasi. Karena kenyataanya demokrasi merupakan cara dan proses terus-menerus menuju perubahan yang lebih baik.

Dalam konteks peralihan rezim dan Orde politik di Indonesia, sejarah mencatat Indonesia mengalami tiga kali masa transisi yaitu:

1.Orde Lama: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin

Era Orde Lama yang dipimpin Soekarno mengalami dua kali pergantian tipe demokrasi yaitu sistem demokrasi parlementer dengan sistem demokrasi terpimpin. Oleh Amien Rais demokrasi dimasa Soekarno ini dikatakan selangkah lebih baik jika dibandingkan dengan Orde Baru. Sekalipun disatu sisi Amien Rais tidak sepakat dengan gaya kepemimpinan Soekarno namun disisi lain Amien Rais nampak menyukai sikap Soekarno yang secara tegas mengatur undang-undang untuk kemakmuran rakyat yang menyatakan bahwa minyak itu milik Negara dan sebesar-besarnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat.40

Dalam demokrasi parlementer susunan kabinet sering mengalami perubahan dan pergantian, ditambah dengan sistem multi partai yang sering sekali mendominasi Sistem parlememter dimasa Soekarno mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam undang dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan undang-undang dasar sementara (UUDS) 1950. Namun dalam demokrasi parlementer justru terjadi keracunan, hal ini ditunjukan dengan melemahnya persatuan bangsa.


(56)

dalam kabinet.41

Demokrasi terpimpin selayaknya bagian dari implimentasi dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai dasar konstitusi Negara. Namun yang terjadi justru sebaliknya secara terang-terangan Soekarno melanggar UUD 45 dengan mengeluarkan penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960 yang membubarkan DPR. Soekarno semakin menampakan sikap otoriternya dengan membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR ) yang secara penuh dikendalikan Soekarno.

Pergantian kabinet yang terlalu sering tersebut berimplikasi pada kebijakan politik yang selalu berubah akibatnya pemerintahan tidak berjalan secara stabil dan menimbulkan situasi ekonomi yang tidak menentu, selain itu banyak menimbulkan konflik internal di antara partai-partai yang duduk dalam kursi kabinet. Keadaan demikian di pandang oleh Soekarno sebagai situasi yang mengancam stabilitas politik, demokrasi parlementer di pandangnya sebagai bentuk demokrasi yang tidak cocok dengan jiwa Indonesia. Oleh karenanya Soekarno segera mengakhiri masa demokrasi parlementer dan menggantinya dengan demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin, kekuasaan sepenuhnya dikendalikan oleh Presiden, Soekarno menjadi pemimpin tertinggi yang cenderung menstir demokrasi berdasarkan kekuasaan individual.

42

41Idris Thaha, Demokrasi Religius, hal. 161-166.

42Anwar Harjono, Perjalanan Politik Bangsa (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal.130.

Hal demikian menyebabkan tidak adanya ruang control sosial dan Check And Balance dari legislatif terhadap eksekutif.


(57)

Sikap otoriter Soekarno tersebut perlahan menuai kecaman dan kritik banyak pihak terutama dari kalangan yang menghendaki penegakan demokrasi, salah satunya oleh liga demokrasi dengan mengeluarkan peraturan No. 8 tahun 1961 tentang larangan adanya organisasi liga demokrasi. Namun disatu sisi Soekarno justru menggandeng pihak komunis. Keakrapan Soekarno dengan komunis mengantarkan Soekarno mencapai puncak kekuasaannya sebagai pemimpin tunggal. Namun dengan sendirinya peristiwa G.30-S/PKI yang dilakukan oleh pihak komunis adalah antiklimaks berakhirnya demokrasi terpimpin sekaligus meruntuhkan rezim Orde Lama yang dikuasai Soekarno.43

Berakhirnya demokrasi terpimpin menjadikan kondisi politik Indonesia pada 1966 berada dalam masa transisi peralihan rezim yang telah didahului oleh berbagai gejolak peristiwa politik. Masa transisi sebagaimana dikemukakan oleh Huntington adalah masa pembalikan atau masa pancaroba dimana Negara mengalami instabilitas sosial dan politik karena kekosongan setelah runtuhnya rezim lama, hingga pada masa peralihan tersebut Negara rentan terhadap gejolak sosial maupun politik. Proses peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru tidak berlangsung melalui proses konstitusional yang sehat, jatuhnya Soekarno menyisakan banyak misteri politik yang hingga kini menuai kotrovesi. Namun secara kasat mata, sejarah menggambarkan bahwa keruntuhan rezim Orde Lama tidak terlepas dari demontrasi mahasiswa dan para kritikus dari kalangan cendikiawan.

43Ibid., hal.137.


(58)

Pada tahun 1966 supersemar berhasil menghantarkan Soeharto menaiki tahta kepresidenan menggantikan Soekarno. Soeharto mengusung demokrasi pancasila dengan platform Orde Baru segera tampil kepermukaan sebagai koreksi total terhadap rezim Orde Lama yang dianggap tidak mampu mengemban amanat demokrasi. Identifikasi pola transisi demokrasi dari rezim Soekarno kearah demokrasi pancasila dibawah komando rezim Soeharto cukup rumit karena terjadi abstraksi historis diseputar proses peralihan kekuasaan pasca terjadinya G.30-S/PKI. Ada yang berpendapat bahwa Soeharto menaiki kursi kepresidenan secara konstitusional, namun ada juga yang berpendapat kuat bahwa naiknya Soeharto sebagai Presiden adalah hasil kudeta militer. Jadi model transisi demokrasi yang mendekati proses

yang menyebabkan lengsernya Soekarno tersebut adalah replementasi dan

transplementasi.

2.Orde Baru: Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru dibangun untuk koreksi atas demokrasi pada masa Orde Lama yang dianggap menyimpang UUD 45, Soeharto menyimpulkan bahwa memburuknya situasi yang terjadi sebelum tahun 1966 adalah implikasi dari penyimpangan-penyimpangan terhadap demokrasi dan landasan dasar Negara. Kemunduran yang terjadi pada masa Orde Lama juga disebabkan oleh terlantarnya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang tidak diperhatikan. Oleh karenanya perjuangan demokrasi pancasila dibangun untuk meluruskan kembali


(59)

UUd 45 dan mengembangkan pembangunan ekonomi sebagai prioritas untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.44

Demokrasi pancasila berasal dari akar konsepsi politik rezim Orde Baru. Soeharto ingin menyatukan seluruh elemen bangsa pada ideologi pancasila yang merupakan landasan dasar Negara itu. Soeharto ingin menciptakan kesatuan pandangan bangsa Indonesia yang pernah terpecah terbagi keberbagai asas dan ideologi pada masa Orde Lama. Oleh karenanya Soeharto menekankan bahwa Negara Indonesia adalah Negara pancasila, dengan menganut ekonomi pancasila, pendidikan pancasila. Terbangunannya sistem demokrasi pancasila diharapkan menjdai aplikasi politik yang ideal dan terhindar dari konflik antar parpol dan terfokus pada

pembangunan kemajuan ekonomi.45

Demokrasi pancasila ternyata hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan Soeharto. Asas tunggal yang diberlakukannya justru menjadi pingitan bagi partai-partai politik dan ormas-ormas. Lembaga dan organisasi terkooptasi kedalam lingkaran rezim dan bagi siapa saja yang keluar dari lingkaran pancasila ditempelkan stigma sebagai anti pemerintah dan inti pancasila. Pemilu yang terlaksana pada masa Orde Baru sebatas formalitas yang tampak dari luar sebagai proses demokrasi namun didalamnya terdapat praktek inkonsitutisional hingga Soeharto menjadi Presiden yang tidak tergantikan.secara garis besar, jika ditelisik dari sudut pandang UUD 45

44Kholid O.Santosa, Perjalanan Sang Jenderal Besar Soeharto 1921-2008 (Bandung: Sega Arsy, 2008), hal.109. 45Ibid., hal.166


(1)

sebiknya masyarakat jangan mengambil keuntungan ketika memasuki dunia berpolitik. Kewajiban menegakkan aspek-aspek moral dalam pemikiran politik adalah tugas dari seluruh bangsa ini, dan malahan juga tugas dari seluruh lapis masyarakat.

3.Salah satu tokoh intelektual Muslim kontemporer Indonesia yaitu Amien Rais cukup diperhitungkan, lewat pemikiran, ide/gagasan-gagasan segarnya, bahkan aksi politiknya selalu menempatkan islam sebagai sumber ujung tombak dalam menetapkan landasan kepolitikannya dalam berbangsa dan bernegara. Konsep pemikiran Amien Rais berawal dari pemahamannya tentang agama Islam, menjadikan pemikirannya condong kepolitik islam yang menurutmya sangat cocok jikan bersandingan dengan politik modern. Dari konsepsi Tauhid, Amien Rais merumuskan derivasi teoritis berdasarkan bahasa dan semangat zaman modern, yaitu demokrasi, hak asasi manusia, keadilan sosial, persamaaan, pluralisme, toleransi, dan keadulatan rakyat.


(2)

4.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh beberapa pihak dalam konteks khususnya yang lebih berorientasi kepada pemikiran-pemikiran politik di Indonesia.

1. Berdasarkan penelitian ini, setidaknya memiliki kelayakan untuk dijadikan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan mengkaji objek penelitian yang sama dengan penelitian ini, dengan metode dan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, kajian tentang pemikiran politik akan semakin menemukan bentuknya. 2. Bagi meraka yang terlibat dalam kancah permainan politik praktis, setidaknya

kontribusi M.Amien Rais melalui politk Adiluhung yang kemudian dikonsepsokannya dengan High Politics ini, dapat dijadikan sebagai referensi etis dalam berperilaku politik maupun membangun sebuah system cita-cita Islam guna mencapai bangunan sebuah masyarakat dan Negara yang adil, terbuka dan demokratis.

Dan yang terakhir, penulis mengakui penelitian yang dilakukan saat ini sangat kurang sempurna. Namun dari ketidaksempurnaan tersebut, justru diharapkan akan dapat ditemukan arus lain dari kajian ini. Oleh peneliti lain yang akan mengkaji tentang pemikiran politik, khususnya yang menyinggung tentang politik di Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ahmad Wahib, Greg Barton juga menyebutkan nama Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Munawir Sjadzali dan Djohan Effendy sebagai Cendikiawan Muslim Neo Modernis. Lebih jauh lihat Greg Barton.

Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh : Metode Penelitian Tokoh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Arie, Iwan Karmawan. Amien Rais Legenda Reformasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Al-Brebesy, Ma’mun Murod. Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais Tentang Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.

BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, Terj., (Jakarta Grafiti, 1985), hlm 159; Deliar Noer,“Islam dan Politik: Mayoritas atau Mioritas dalam PRISMA, Nomor 5, Tahun XVII, 1988

.

Bahar, Ahmad. Amien Rais: Gagasan dan Pemikiran Menggapai Masa Depan Indonesia Baru, Yogyakarta: Pena Cendekia, 1998.

Budihardjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992.

C.S.T Kansil dan Cristine S.T Kansil, Sistem pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi aksara, 2003.


(4)

Fatah, Teori Negara dan Negara Orde Baru, dalam Prisma Nomor 12, Desember 1994.

Fachry Ali Bachtiar Effendy, Menambah Jalan Baru Islam, Bandung : Mizan, 1986. Gani, Soelistyati Ismail Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984.

Harahap, Husein, Syahrin Al-Quran dan Sekularisme. Kajian Kritis terhadap Pemikiran Thoha Husein, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994.

Ibrahim, Idi Subandy. Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung: Mizan, 1996.

Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan. Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Jakarta, Yayasan Paramadina, 1995.

Malik, Deddy Djamaluddin, dan Ibrahim, Idi Subandy. Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat, Bandung : Zaman Wacana Mulia, 1998.

Marbun, B.N., Kamus Politik, edisi revisi. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2007. Moertono, Soemarsaid. ”Budi dan Kekuasaan Dalam Konteks Kesejarahan,” dalam

Miriam Budiardjo, Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

MD. Moh. Mahfud, Dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Muzzaki, Akh. Mengupas Pemikiran Agama & Politik Amien Rais sang Pahlawan Reformasi. Jakarta: Lentera, 2004.


(5)

Rahardjo, M. Dawam dalam Basis Sosial Pemikiran Islam Sejak Orde Baru dalam Prisma Nomor 3 Tahun XX Maret 1991.

Saifullah, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, (Jakarta: Grafiti Press, 1997), hlm. 10; Dien Syamsuddin, “Beberapa Catatan Kritis di Sekitar Usaha Pencarian Konsep tentang Negara dalam Sejarah Pemikiran Politik Islam”, Makalah Seminar Nasional, “Sistem Ketatanegaraan dan Politik dalam Perspektif Islam”, ICMI Pusat dan Ulumul Qur’an, Jakarta, 28 Januari 1993.

Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sofian. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: LP3ES, 1998.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Serabab, dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993.

Suharsono. Cemerlangnya Poros Tengah. Jakarta: Perenial Press, 1999.

Skripsi Nurhabibah Dalimunthe (Mhs. Dept. Ilmu Politik, stb, 2002). Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dengan jurnal Pemikiran Politik Hasan Al-Banna Terhadap Relasi Islam dan Negara. hal 19. Pada tanggal 05 November 2002.

Syam, Firdaus. Amien Rais Politisi Yang Merakyat & Intelektual Yang Shaleh. Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2003.

Thaba, Abdul Azis. Islam dan Negara dalam politik Orde Baru, Jakarta: Gema Insansi Pers, 1997.


(6)

Zainuddin, A. Rahman Kekuasaan dan Negara; Pemirian politik Ibnu Khaldun, Jakarta: gramedia, 1992.

Situs Internet :

http://www.purwakarta.go.id/wacana.php?beritaID=16 diakses

tanggal 20 Juli 2014

Lion, Amien Rais dan Poros Tengah yang Mencurigakan (3), 1999. di akses pada tanggal 20 Juli 2014.

Ibrahim Ali-Fauzi, Dhorifi Zumar, Ahmad Baso, Beda tapi Sama, atau Sebaliknya mengenai konsepsi High Politics Amien Rias dan Gus Dur. Bisa diakses di http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/12/31/0055.html, diakses pada tanggal 05 November2008..

Referensi Lain: Jurnal :

- Jurnal Ilmu Politik 16 oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta: Gramedia, 1996.