BAB III HUBUNGAN KARAKTERISTIK PULAU DENGAN
KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU
PENDAHULUAN
Semut merupakan kelompok hewan terestrial paling dominan di daerah tropik Atkins 1980. Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai
predator, scavenger, herbivor, detritivor, dan granivor, serta memiliki peranan yang unik dalam interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau
serangga lain Holdobler Wilson 1990. Keberadaan semut sangat terkait dengan kondisi habitatnya. Menurut Andersen 2000 terdapat faktor pembatas
utama yang mempengaruhi keberadaan semut yaitu suhu rendah, habitat yang tidak mendukung untuk pembuatan sarang, sumber makanan yang terbatas, dan
daerah jelajah yang tidak mendukung. Adanya aktivitas dan keberadaan manusia juga mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu ekosistem Suarez et al.
1998; Gibb Hochuli 2003; Graham et al. 2004; Schoereder et al. 2004. Beberapa spesies semut bahkan telah beradaptasi dan hidupnya berasosiasi sangat
dekat dengan manusia, sehingga disebut sebagai semut tramp. Beberapa spesies semut tramp memiliki sifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur
yang dibuat oleh manusia Schultz McGlynn 2000, serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi terhadap gangguan manusia Gibb
Hochuli 2003. Spesies semut yang bersifat invasif tersebut juga dapat menjadi faktor pembatas keberadaan semut yang lain Suarez et al. 1998; Andersen 2000;
Holway et al. 2002; Hill et al. 2003. Keberadaan semut di daerah kepulauan dapat dipengaruhi oleh luas pulau
dan jarak isolasi pulau tersebut dengan pulau utama. Semakin luas ukuran suatu pulau maka akan semakin tinggi keanekaragaman semutnya Wilson 1961.
Model equilibrium dalam teori biogeografi kepulauan yang dikemukakan oleh MacArthur Wilson 1967 dapat digunakan untuk memprediksi jumlah spesies
semut di suatu pulau berdasarkan luas dan jarak isolasi pulau tersebut dari sumber kolonisasi. Karakteristik pulau yang lain seperti umur pulau atau sejarah
20 gangguan habitat pada suatu pulau juga dapat mempengaruhi keanekaragaman
semut di pulau tersebut. Hasil penelitian Badano et al. 2005 pada kepulauan di danau buatan Cabra Corral yang terletak di Timur Laut Argentina menunjukkan
bahwa umur pulau memiliki kontribusi dalam pembentukan struktur komunitas semut di dalamnya.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Karakteristik pulau yang
digunakan merupakan hasil pengukuran dengan sistem informasi geografi SIG meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan
dermaga. Data berdasarkan SIG dinilai lebih menggambarkan kondisi pulau yang sebenarnya karena 1 pengukuran pulau di lapangan dilakukan bersamaan dengan
pengambilan contoh semut, dan 2 lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan hasil pengukuran pulau pada saat itu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian lapangan adalah kegiatan pengambilan contoh
semut di Kepulauan Seribu. Penelitian lapangan dilaksanakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu yang terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ -
06°00’ LS. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan SIG, karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan
lahan, dan keberadaan dermaga berbeda-beda untuk setiap pulaunya Tabel 3. Luas pulau bervariasi antara 1 ha Pulau Semak Daun hingga 52,87 ha Pulau
Pari. Pulau terdekat dengan Pulau Jawa adalah Pulau Onrust yaitu 2,2 km, sedangkan pulau terjauh Pulau Dua Timur yaitu 62,6 km. Penggunaan lahan
terdiri atas tiga jenis yaitu 1 pulau yang hanya terdapat perumahan seperti Pulau Onrust, 2 pulau yang terdapat hutan dan perumahan seperti Pulau Untung
Jawa, dan 3 pulau yang hanya terdiri atas hutan seperti Pulau Bokor.
21 Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan manusia yaitu
ditunjukkan dengan keberadaan dermaga di pulau tersebut. Walaupun demikian, ada beberapa pulau yang tidak memiliki dermaga seperti Pulau Penjaliran Barat
dan Pulau Dua Timur Tabel 3. Penelitian laboratorium merupakan kegiatan penanganan spesimen semut
hasil koleksi di lapangan. Penanganan spesimen yang dilakukan meliputi kegiatan sortasi dan identifikasi spesimen semut yang dilaksanakan di
Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Tabel 3 Diskripsi lokasi penelitian semut meliputi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu beserta jumlah plot contoh dan waktu pelaksanaan
penelitian
No Pulau Jarak
km
1
Luas pulau ha
Penggunaan lahan
2
Dermaga
3
Jumlah plot
Waktu pengambilan contoh
1. Onrust 2,2
8,23 R
P 7
8 Mei
2005 2. Rambut
4,2 45,80
H P
11 9 - 10 Mei 2005
3. Untung Jawa 4,8
39,12 HR
P 17
10 - 12 Mei 2005 4. Bokor
7,0 16,34
H P
10 5
Mei 2005
5. Lancang Besar 9,4
26,43 R
P 15
6 - 7 Mei 2005 6. Pari
16,1 52,87
HR P
20 1, 2, 4 Mei 2005
7. Payung Besar 20,8
22,74 HR
P 16
6 - 8 April 2005 8. Tidung kecil
22,8 19,71
HR P
11 15-16 April 2005
9. Pramuka 28,6
19,92 HR
P 17
26, 29 April 2005 10. Semak Daun
31,2 1,00
H A
8 12 Maret 2005
11. Kotok Besar 34,2
22,65 HR
P 15
30 April 2005 12. Paniki
35,1 5,80
H A
8 10-11
Maret 2005
13. Bira Kecil 43,2
8,62 HR
P 8
13-14 April 2005 14. Putri Barat
45,9 9,63
HR P
9 12 April 2005
15. Bundar 52,6
5,76 HR
P 9
28 April
2005 16. Nyamplung
54,9 8,96
H A
8 27
April 2005
17. Penjaliran Barat 59,6
21,65 H
A 12
10 April 2005 18. Dua Timur
62,6 21,42
H A
9 9 April 2005
1
Jarak = jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa
2
H = hutan, R = perumahan, HR = hutan dan perumahan
3
P = presence, ada dermaga, A = absence, tidak ada dermaga
22
Pengambilan Contoh Semut
Pengambilan contoh semut dilaksanakan dari bulan Maret hingga Mei 2005 Tabel 3. Setiap pulau dilakukan pengambilan contoh semut pada plot berukuran
5 m x 5 m dengan jumlah plot bergantung pada jenis penggunaan lahan keanekaragaman patch di suatu pulau dan kelengkapan spesies semut yang
diperoleh. Pulau yang heterogen, plot pengambilan contoh semut ditempatkan mewakili keseluruhan patch Gambar 10. Spesies semut pada suatu pulau dinilai
lengkap mewakili keseluruhan spesies semut yang ada di suatu pulau apabila tidak ditemukan lagi spesies semut yang baru dengan penambahan jumlah plot.
■ : plot pengambilan contoh semut
Gambar 10 Penempatan plot pengambilan contoh semut pada pulau dengan jenis penggunaan lahan 1 heterogen dan 2 homogen
Pulau Lancang Besar
Pulau Pramuka
Pulau Semak Daun
Pulau Bokor 1
2
23 Setiap plot dilakukan pengambilan contoh semut dengan metode koleksi
intensif Bestelmeyer et al. 2000; Delabie et al. 2000; Hashimoto et al. 2001. Koleksi intensif semut dilakukan pada tiga habitat yaitu 1 di dalam serasah atau
tanah, 2 di atas permukaan tanah, dan 3 pada tumbuhan vegetasi. Lama pengambilan contoh semut untuk satu plot berkisar 15 – 30 menit. Jenis semut
yang sama pada satu plot hanya dikoleksi beberapa individu saja, sehingga data kekayaan spesies yang diperoleh berupa data presence-absence atau ada tidaknya
spesies semut pada suatu plot. Semut yang dikoleksi dimasukkan dalam micro tube yang berisi alkohol
70 dan diberi label. Selanjutnya spesimen semut tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan sortasi dan identifikasi. Identifikasi awal dilakukan
sampai tingkat morfospesies genus dengan menggunakan buku Identification Guide to The Ant Genera of The World Bolton 1997 dan selanjutnya spesimen
dikirim kepada ahli taksonomi semut Prof. Seiki Yamane, Universitas Kagoshima - Jepang untuk dilakukan pengecekan ulang dan identifikasi hingga
tingkat spesies.
Analisis Data
Kelengkapan pengambilan contoh semut di Kepulauan Seribu yang dilakukan ditampilkan dalam bentuk kurva akumulasi spesies Colwell
Coddington 1994; Willot 2001. Kelengkapan pengambilan contoh semut ditunjukkan berdasarkan kurva kejenuhan, yang berarti bahwa jumlah plot yang
digunakan dapat menggambarkan keseluruhan spesies semut yang ada di Kepulauan Seribu. Kurva tersebut diperoleh dengan menggunakan perangkat
lunak EstimateS 5 Colwell 1997. Kurva akumulasi spesies yang halus dihasilkan dengan melakukan pengacakan sebanyak 50 kali.
Kekayaan spesies semut yang terdapat pada suatu pulau atau keseluruhan pulau diduga dengan menggunakan incidence-based coverage estimator ICE
yang merupakan penduga kekayaan spesies berdasarkan data presence-absence Colwell Coddington 1994. Nilai ICE diperoleh dengan menggunakan
perangkat lunak EstimateS 5 Colwell 1997.
24 Indeks Sorenson Magurran 1988 digunakan untuk mengetahui kemiripan
komposisi dan kekayaan spesies semut antar pulau. Indeks tersebut dihitung dengan menggunakan Biodiv 97 yang merupakan perangkat lunak macro untuk
Microsoft Excel Messner 1997. Matrik kemiripan yang diperoleh kemudian dianalisis lanjut dengan menggunakan analisis multidimensional scaling MDS
Hair et al. 1998; Cheng 2004. Kemiripan kekayaan spesies semut antar pulau adalah berdasarkan kedekatan jarak antar obyek yang digambarkan pada grafik
dua dimensi. Ketepatan obyek pada posisinya ditunjukkan dari nilai stress. Semakin rendah nilai stress mendekati nol maka posisi obyek semakin tepat.
Perangkat lunak Statistica for Windows 5.0 StatSoft 1995 digunakan untuk melakukan analisis MDS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Estimasi Kekayaan Spesies Semut
Metode koleksi intensif telah digunakan untuk pengambilan contoh semut pada keseluruhan habitat di setiap plot meliputi habitat tanah atau serasah,
permukaan tanah, dan vegetasi. Hal tersebut untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai kekayaan spesies semut yang ada pada suatu pulau,
sehingga data kekayaan spesies semut tersebut dapat dibandingkan dengan data kekayaan spesies semut yang pada pulau yang lain. Penelitian ini menggunakan
kurva akumulasi spesies dan penduga ICE Colwell Coddington 1994 untuk mengetahui kekayaan spesies suatu pulau berdasarkan jumlah plot yang dilakukan
pada pulau tersebut. Berdasarkan keseluruhan plot 210 plot yang digunakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu, spesies semut yang ditemukan berjumlah 48
spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus Tabel 4. Kelengkapan pengambilan contoh semut berdasarkan penduga ICE pada
tiap pulau berbeda-beda Tabel 4. Prediksi kekayaan spesies semut terendah pada Pulau Onrust yaitu hanya ditemukan 67,02 dari total spesies semut yang
ada di pulau tersebut, sedangkan prediksi tertinggi pada Pulau Payung Besar yaitu
25 96,70 spesies semut berhasil ditemukan dari total spesies semut yang ada.
Rendahnya prediksi kekayaan spesies semut berdasarkan ICE pada Pulau Onrust dan beberapa pulau yang lain disebabkan kurangnya jumlah plot pengambilan
contoh yang dilakukan. Penentuan cukup tidaknya plot pengambilan contoh sesuai dengan ICE sulit diprediksi di lapangan. Pengambilan contoh semut
diprediksi kelengkapannya di lapangan berdasarkan tidak ditemukannya lagi spesies semut yang baru dengan ditambahnya jumlah plot. Hal tersebut dilakukan
untuk efisiensi pelaksanaan penelitian di lapangan.
Tabel 4 Kekayaan spesies semut pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu
Total spesies No Pulau
Subfamili Genus
Obs
1
Sp ICE
2
1. Onrust 3
10 14
20,89 67,02
2. Rambut 5
21 34
49,37 68,87
3. Untung Jawa
4 21
29 37,42
77,50 4. Bokor
4 20
32 36,51
87,65 5. Lancang
Besar 4
18 27
31,06 86,93
6. Pari 5
24 34
37,18 91,45
7. Payung Besar
4 18
24 24,82
96,70 8. Tidung Kecil
5 21
26 31,89 81,53
9. Pramuka 5
20 30
36,86 81,39
10. Semak Daun
4 13
17 21,43
79,33 11. Kotok
Besar 4
19 29
36,20 80,11
12. Paniki 5
20 27
30,85 87,52
13. Bira Kecil
5 21
27 29,11
92,75 14. Putri
Barat 5
19 27
30,39 88,85
15. Bundar 4
18 25
29,12 85,85
16. Nyamplung 5
19 28
34,25 81,75
17. Penjaliran Barat
5 14
21 26,07
80,55 18. Dua
Timur 5
14 19
26,47 71,78
Total 5
28 48
49,55 96,87
1
Obs = kekayaan spesies semut dari hasil observasi
2
ICE = incidence-based coverage estimator, prediksi keseluruhan spesies semut; Sp = jumlah spesies semut berdasarkan prediksi, = persentase spesies hasil observasi dengan spesies hasil
prediksi
26 Gambar 11 Kurva akumulasi spesies semut di Kepulauan Seribu
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
110 120
130 140
150 160
170 180
190 200
210
Jumlah plot Ju
m la
h sp
esi es
Spesies ICE 96.87
27 Nilai prediksi ICE yang sempurna memungkinkan diperoleh apabila
dilakukan sensus dan dengan jumlah unit pengambilan contoh yang banyak Colwell Coddington 1994. Tingginya perbedaan spesies antar plot yang
diperoleh menyebabkan nilai prediksi ICE menjadi rendah setelah dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak EstimateS 5 Tabel 4. Nilai prediksi ICE
yang rendah pada jumlah plot rendah ditunjukkan dari fluktuasi nilai prediksi jumlah spesies semut pada kisaran unit pengambilan contoh 1 sampai 20 plot
Gambar 11. Walaupun demikian, secara keseluruhan pengambilan contoh semut yang
dilakukan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa 96,87 spesies semut berhasil diperoleh dari penelitian ini Tabel 4. Hal tersebut berarti
bahwa pengambilan contoh semut telah lengkap dan dapat menggambarkan keseluruhan spesies semut yang ada di Kepulauan Seribu. Pengambilan contoh
yang lengkap ditunjukkan dengan kejenuhan kurva akumulasi spesies hasil observasi Gambar 11.
Hubungan Keanekaragaman Semut dengan Karakteristik Pulau
Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada masing- masing pulau di Kepulauan Seribu memiliki perbedaan Tabel 4. Perbedaan
tersebut diduga terkait dengan karakteristik masing-masing pulau yang berbeda meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan
dermaga. Analisis MDS digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut yang ada di dalamnya. Kemiripan
komposisi spesies semut antar pulau yaitu berdasarkan indeks Sorenson yang digunakan dinilai lebih dapat menggambarkan hubungannya dengan karakteristik
pulau dibandingkan hanya berdasarkan jumlah spesies semut. Hal tersebut sejalan dengan Cheng 2004 yang menyatakan bahwa MDS merupakan cara terbaik
untuk menggambarkan variasi dari keanekaragaman spesies bila dibandingkan dengan analisis multivariat yang lain.
Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa secara umum terdapat kecenderungan karakteristik pulau mempengaruhi keanekaragaman semut. Luas
28 pulau yang berbeda cenderung memiliki perbedaan keanekaragaman semut.
Komposisi spesies semut pada kelompok luas pulau antara 0 - 20 ha L1 terlihat berbeda pengelompokannya dengan kelompok pulau dengan luas di atas 20 ha
L2 Gambar 12a. Hal tersebut sejalan dengan Wilson 1961 bahwa terdapat hubungan antara luas suatu pulau dengan keanekaragaman semut di dalamnya.
Ukuran pulau yang luas akan mendukung pertambahan ukuran populasi spesies semut karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai MacArthur
Wilson 1967. Walaupun demikian, adanya irisan antara L1 dan L2 menunjukkan bahwa perbedaan luas pada beberapa pulau memiliki komposisi spesies semut
yang sama. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan luas pulau di Kepulauan Seribu yang rendah dan pengaruh karakterisitik pulau yang lain.
Jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa juga cenderung memiliki hubungan dengan komposisi spesies semut. Hal tersebut berdasarkan adanya pemisahan
antara kelompok pulau dengan kisaran jarak 0 – 15 km J1, 16 – 31 km J2, 32 – 47 km J3, dan 48 – 63 km J4 Gambar 12b. Jarak isolasi suatu pulau terkait
dengan kemampuan dispersal penyebaran spesies semut untuk melakukan migrasi ke suatu pulau. Semakin jauh jarak isolasi suatu pulau dari utama
sumber kolonisasi maka semakin tinggi hambatan spesies semut untuk melakukan migrasi ke pulau tersebut. MacArthur Wilson 1967 menyatakan
bahwa spesies dengan kemampuan menyebar rendah, tidak akan ditemukan pada pulau yang terisolasi sangat jauh dengan sumber kolonisasi. Walaupun demikian,
hasil penelitian ini belum dapat menyimpulkan batas jarak isolasi pulau yang menyebabkan perbedaan keanekaragaman semut. Hal tersebut ditunjukkan
menyatunya kelompok J3 dengan J1 dan J4 Gambar 12b. Pulau dengan jenis penggunaan lahan berbeda juga cenderung memiliki
keanekaragaman semut yang berbeda pula Gambar 12c. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemisahan antara kelompok pulau yang memiliki jenis habitat
hutan H, hutan dan perumahan HR, dan perumahan saja R. Adanya irisan antara H, HR, dan R menunjukkan bahwa beberapa pulau memiliki kemiripan
spesies semut walaupun jenis penggunaan lahannya berbeda. Hal tersebut diduga disebabkan masih terdapatnya habitat yang sesuai untuk spesies semut tertentu.
29 Karakteristik pulau yang lain diduga juga memberikan pengaruh keanekaragaman
semut yang ada.
1 = Pulau Onrust, 2 = Pulau Rambut, 3 = Pulau Untung Jawa, 4 = Pulau Bokor, 5 = Pulau Lancang Besar, 6 = Pulau Pari, 7 = Pulau Payung Besar, 8 = Pulau Tidung Kecil, 9 = Pulau
Pramuka, 10 = Pulau Semak Daun, 11 = Pulau Kotok Besar, 12 = Pulau Paniki, 13 = Pulau Bira Kecil, 14 = Pulau Putri Barat, 15 = Pulau Bundar, 16 = Pulau Nyamplung, 17 = Pulau
Penjaliran Barat, 18 = Pulau Dua Timur L1 = 0 – 20 ha, L2 = 20 ha
J1 = 0 – 15 km, J2 = 16 – 31 km, J3 = 32 – 47 km, J4 = 48 – 63 km H = hutan, R = perumahan, HR = hutan dan perumahan
P = ada dermaga, A = tidak ada dermaga
Gambar 12 MDS komposisi spesies semut dari tiap pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan indeks kemiripan Sorenson. Pengelompokan pulau berdasarkan
a luas pulau, b jarak isolasi pulau, c jenis penggunaan lahan, dan d keberadaan dermaga
13 4
15 18
11 5
16
1 12
6 7
17 9
14 2
10 8
3
-2.5 -2.0
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
Dimension 1 -1.4
-1.2 -1.0
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
D imensi
on 2 stress: 0,1718
J1 J2
J3 J4
13 4
15 18
11 5
16
1 12
6 7
17 9
14 2
10 8
3
-2.5 -2.0
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
Dimension 1 -1.4
-1.2 -1.0
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
D imensi
on 2 stress: 0,1718
HR R
H
13 4
15 18
11 5
16
1 12
6 7
17 9
14 2
10 8
3
-2.5 -2.0
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
Dimension 1 -1.4
-1.2 -1.0
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
D imensi
on 2 stress: 0,1718
L1 L2
13 4
15 18
11 5
16
1 12
6 7
17 9
14 2
10 8
3
-2.5 -2.0
-1.5 -1.0
-0.5 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
Dimension 1 -1.4
-1.2 -1.0
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2
D imensi
on 2 stress: 0,1718
P A
a b
c d
30 Keberadaan dermaga pada suatu pulau juga terlihat cenderung
mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu pulau. Hal ini ditunjukkan dengan pemisahan yang sangat jelas antara kelompok pulau yang ada dermaga di
dalamnya P dan kelompok pulau yang tidak ada dermaganya A Gambar 12d. Keberadaan dermaga berhubungan dengan kemudahan manusia mengakses pulau
tersebut sehingga memfasilitasi penyebaran spesies semut tertentu. Spesies semut tramp misalnya sangat terbantu dengan keberadaan manusia Schultz McGlynn
2000; Gibb Hochuli 2003. Keberadaan manusia dan semut tramp akan mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu habitat Suarez et al. 1998;
Andersen 2000; Holway et al. 2002; Gibb Hochuli 2003; Hill et al. 2003; Graham et al. 2004; Schoereder 2004.
Beradasarkan hal tersebut di atas, kombinasi keseluruhan karakteristik pulau memiliki hubungan yang kuat terhadap keanekaragaman semut di Kepulauan
Seribu. Pulau yang luas dan dengan jenis penggunaan lahan hutan memiliki keanekaragaman semut yang tinggi, walaupun ditentukan juga oleh jarak isolasi
pulau tersebut dengan Pulau Jawa. Pulau Pari misalnya, dengan luas pulau 52,87 ha memiliki kekayaan spesies semut sama tingginya dengan Pulau Rambut yang
memiliki luas pulau lebih rendah 45,80 ha tapi dengan jarak isolasi dari Pulau Jawa lebih dekat Tabel 4. Kedua pulau tersebut memiliki jenis penggunaan
lahan yang berbeda. Keseluruhan habitat di Pulau Rambut adalah hutan dengan tingkat gangguan manusianya rendah. Sedangkan jenis penggunaan lahan Pulau
Pari adalah kombinasi antara perumahan dan hutan. Jarak isolasi pulau yang dekat juga tidak selalu menentukan tingginya
keanekaragaman spesies semut pada suatu pulau. Pulau Onrust misalnya, keanekaragaman semut yang ada pada pulau tersebut paling rendah walaupun
jaraknya paling dekat dengan Pulau Jawa. Habitat yang sangat terganggu diduga menyebabkan banyak spesies semut yang tidak dapat bertahan atau bahkan
mengalami kepunahan, sehingga menjadikan tidak banyak ditemukannya spesies semut pada pulau tersebut. Spesies semut yang mendominasi Pulau Onrust adalah
kelompok semut tramp yang hidup berasosiasi dengan manusia. Tingginya intensitas gangguan pada Pulau Onrust karena pulau tersebut merupakan daerah
31 wisata yang selalu dikunjungi manusia. Lokasinya yang sangat dekat dengan
Pulau Jawa menjadikan akses manusia ke pulau tersebut sangat mudah. Bahkan, berdasarkan PEMDA DKI 2003 gangguan habitat di Pulau Onrust telah terjadi
sejak penjajahan Belanda yaitu digunakan untuk tempat perbaikan kapal dan juga pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan.
KESIMPULAN
Metode koleksi intensif merupakan cara yang efektif untuk dapat menggambarkan kekayaan spesies semut pada suatu pulau. Hubungan
karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut dapat diketahui dengan menggunakan analisis MDS. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu
dipengaruhi oleh karakteristik pulau yaitu meliputi luas area, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga pada pulau tersebut. Kombinasi
keseluruhan karakteristik pulau memiliki hubungan yang kuat terhadap keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Pulau yang luas dengan jenis
penggunaan lahan hutan dan memiliki jarak yang dekat dengan pulau Jawa memiliki keanekaragaman semut yang tinggi walaupun terdapat dermaga di
dalamnya.
BAB IV POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI