BAB II KARAKTERISASI PULAU BERDASARKAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFI SIG
PENDAHULUAN
Dewasa ini sistem informasi geografi SIG telah banyak dimanfaatkan untuk penelitian ekologi seperti di antaranya mempelajari pola dan distribusi
spasial organisme Wadsworth Treweek 1999. Komponen spasial yang berguna untuk mengetahui hubungan interaksi organisme dengan lingkungannya
Gilbert 1997 memungkinkan diukur secara kuantitatif dengan menggunakan SIG. Demikian juga interaksi antar spesies dalam skala lanskap yang mempelajari
perpindahan spesies antar patch habitat sangat terbantu dengan SIG Tischendorf Fahrig 2000. SIG juga mempermudah dalam studi monitoring spesies invasif
melalui pemetaan distribusi pada ekosistemnya berdasarkan lanskap, bioiklim, dan faktor yang memfasilitasi proses invasi Joshi et al. 2004. Bahkan SIG juga
digunakan dalam ilmu genetika sebagai perangkat untuk mempermudah melakukan modeling, seperti penelitian Manel et al. 2003 yang menghubungkan
genetika populasi suatu spesies dengan ekologi lanskap. Menurut Aronoff 1995 SIG merupakan suatu sistem berbasiskan komputer
yang memiliki kemampuan menangani data bereferensi geografi meliputi pemasukan data, manajemen data, analisis dan manipulasi data, serta
menghasilkan data. Dalam penggunaannya, SIG memerlukan komponen berupa komputer, perangkat lunak, data-data geografi, dan sumberdaya manusia untuk
mengoperasikannya. Salah satu perangkat lunak SIG yang banyak digunakan adalah ArcView yang dikembangkan ESRI Environmental Systems Research
Institute. Perangkat lunak tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis fungsi-fungsi dasar SIG seperti membuat peta dan analisis statistik data spasial
Prahasta 2002. Fungsi-fungsi SIG khusus juga dapat dilakukan dengan ArcView yaitu dengan menggunakan ekstensi ArcView. Di antara ekstensi yang
digunakan untuk melakukan analisis data spasial adalah patch analyst Rempel et al. 1998. Perangkat lunak tersebut mempermudah untuk melakukan pengukuran
4 dan penjabaran data spasial meliputi ukuran, bentuk patch, dan keanekaragaman
lanskap. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mempelajari berbagai
karakteristik pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan SIG. Perangkat lunak ArcView akan digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan pemetaan dan
pengukuran karakteristik pulau. Hasil yang diperoleh akan digunakan untuk mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di
Kepulauan Seribu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu yang terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS dengan variasi
luas dan jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa yang berbeda-beda Gambar 1. Informasi awal mengenai pulau-pulau di Kepulauan Seribu diperoleh berdasarkan
1 peta rupabumi Kepulauan Seribu Bakosurtanal 1999 dan 2 SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.19862000 Tanggal 27 Juli 2000. Pulau terdekat dengan
Pulau Jawa yang dipilih adalah Pulau Onrust, sedangkan yang terjauh Pulau Dua Timur. Luas pulau bervariasi antara 0,75 ha Pulau Semak Daun hingga 41,32 ha
Pulau Pari. Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan manusia yaitu berdasarkan keberadaan pemukiman dan dermaga di pulau tersebut.
Walaupun demikian pada beberapa pulau masih memiliki kondisi hutan yang baik seperti Pulau Rambut dan Pulau Bokor.
Pengambilan Data Karakteristik Pulau di Lapangan
Data karakteristik pulau yang akan diukur dan dipelajari pada penelitian ini adalah 1 jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa, 2 luas pulau, 3 bentuk pulau, 4
tipe penggunaan lahan, dan 5 keberadaan dermaga. Pengambilan data jarak isolasi, luas, dan bentuk pulau dilakukan dengan metode pengukuran pulau di
5 lapangan menggunakan GPS global positioning system, sedangkan tipe
penggunaan lahan dan keberadaan dermaga melalui pengamatan secara visual.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu
6 Pengukuran pulau atau pemetaan pulau di lapangan pada penelitian ini
menggunakan GPS Garmin Etrex Vista. Peta rupabumi Kepulauan Seribu Bakosurtanal 1999 digunakan untuk memberikan gambaran awal pada saat
pengukuran pulau di lapangan. Pengukuran pulau dilakukan bila GPS telah mencapai tingkat akurasi di bawah 20 m yaitu dengan cara mengelilingi pulau
sepanjang garis pantai, sehingga akan diperoleh data keliling pulau dan sekaligus bentuk pulau.
Pemetaan Pulau
Data hasil pengukuran di lapangan dengan GPS yang diperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat lunak ArcView
3.3 ESRI 2002. Bentuk pulau dan jenis penggunaan lahan pulau dipetakan dengan melakukan digitasi on-screen pada peta rupabumi Kepulauan Seribu
Bakosurtanal 1999. Hasil pengukuran pulau di lapangan digunakan sebagai referensi geografi sebelum digitasi dilakukan. Peta yang dihasilkan dibuat dalam
dua sistem koordinat yaitu degree minute second DMS dan universal transver mercator UTM. DMS digunakan untuk pembuatan peta lokasi penelitian
sehingga dapat diperlihatkan posisi koordinat dari masing-masing pulau, sedangkan UTM digunakan untuk melakukan pengukuran karakteristik pulau.
Pengukuran Jarak Isolasi dan Luas Pulau
Pengukuran jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa dilakukan dengan menggunakan measure tool dalam perangkat lunak ArcView 3.3. Jarak suatu
pulau ditentukan berdasarkan jarak terdekat pulau dengan tepi pantai Pulau Jawa Gambar 2. Jarak terdekat diperoleh dengan cara melakukan eksplorasi jarak
d” untuk mendapatkan jarak terdekat d antara suatu pulau dengan tepi pantai Pulau Jawa.
Luas dan struktur lanskap masing-masing pulau diukur dengan menggunakan patch analyst Rempel et al. 1998 yang merupakan perangkat
lunak ekstensi ArcView. Hasil analisis dengan menggunakan perangkat lunak tersebut adalah berupa data-data kuantitatif dari masing-masing pulau di antaranya
7 adalah luas area, keliling perimeter, bentuk MSI = mean shape index, dan
keanekaragaman lanskap Elkie et al. 1999.
d = jarak pengukuran terdekat, d” = jarak pengukuran jauh
Gambar 2 Pengukuran jarak pulau di Kepulauan Seribu dengan Pulau Jawa menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akurasi Pemetaan Pulau
Pemetaan yang dilakukan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu dibedakan menjadi dua yaitu pemetaan lapangan dan pemetaan on-screen. Pemetaan
lapangan merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan GPS yang dijadikan sebagai sumber acuan untuk membuat peta pulau dengan
menggunakan teknik digitasi on-screen. Gambar 3 menunjukkan posisi relatif antara pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen. Pengukuran di
lapangan hasilnya cenderung sama dengan digitasi on-screen berdasarkan peta rupabumi Kepulauan Seribu Bakosurtanal 1999. Titik-titik hasil pengukuran di
lapangan terlihat sama mengikuti sepanjang pinggir pulau baik pada Pulau Pari
8 maupun Pulau Putri Barat. Pengukuran di lapangan sangat berguna untuk
melakukan koreksi geografi terhadap peta. Koreksi yang dilakukan bertujuan untuk menetapkan posisi yang sebenarnya dan memberikan ketepatan pada saat
pengukuran variabel pulau termasuk di dalamnya luas dan jarak isolasi pulau.
☼ : pengukuran di lapangan
Gambar 3 Posisi relatif hasil pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen
Keakuratan pengukuran di lapangan bergantung pada penutupan kanopi dan keberadaan awan. Kondisi pulau dengan penutupan kanopi yang tinggi
menjadikan GPS tidak dapat menangkap satelit dengan baik, demikian juga pada saat cuaca sedang berawan. Hal tersebut menjadikan tingkat akurasi atau
ketepatan posisi menjadi rendah. Walaupun demikian, penelitian ini menggunakan ketepatan akurasi GPS di bawah 20 meter. Apabila akurasi masih
di atas 20 meter maka tidak dilakukan pengukuran pulau. Keakuratan dan ketepatan posisi titik pada saat pengukuran di lapangan juga ditentukan oleh jenis
GPS yang digunakan. GPS dengan tingkat akurasi tinggi akan menghasilkan data dengan tingkat akurasi yang tinggi pula.
Pari
Putri Barat
9
Karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu
Jenis penggunaan lahan dari 18 pulau di Kepulauan Seribu disajikan dalam gambar peta penggunaan lahan Gambar 4 – 9. Jenis penggunaan lahan tiap
pulau adalah berdasarkan peta rupabumi Kepulauan Seribu Bakosurtanal 1999, sehingga tidak menggambarkan kondisi sebenarnya pada saat penelitian
dilakukan. Walaupun demikian berdasarkan pengamatan secara visual di lapangan yang dilakukan ground check terdapat kesamaan jenis habitat di
dalamnya, sedangkan luas tiap patch habitat berbeda. Jenis penggunaan lahan tiap pulau juga didiskripsikan berdasarkan kelas penggunaan lahan yaitu I - IV
Tabel 1. Perbedaan jenis penggunaan lahan adalah berdasarkan keberadaan rumah, hutan dan gangguan manusia di pulau tersebut. Pulau yang masuk dalam
kelas I, seperti Pulau Rambut dan Pulau Bokor Tabel 1, merupakan pulau dengan jenis penggunaan lahan hanya terdiri atas hutan dan dengan intensitas
gangguan manusia rendah. Pulau Onrust dan Pulau Lancang Besar termasuk ke dalam kelas IV Tabel 1 karena kedua pulau tersebut hanya terdiri atas
perumahan dan dengan intensitas gangguan manusia tinggi. Pulau Onrust sering dikunjungi manusia karena merupakan daerah tempat wisata. Sedangkan Pulau
Lancang Besar, merupakan pulau yang padat penduduknya sehingga gangguan habitat yang ada di pulau tersebut sangat tinggi. Informasi intensitas gangguan
manusia berguna untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi gangguan habitat pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu.
Bentuk masing-masing pulau di Kepulauan Seribu selain dapat langsung dilihat melalui gambar Gambar 4 – 9, kompleksitasnya juga dapat diketahui
berdasarkan nilai MSI Tabel 1. MSI merupakan indeks yang menggambarkan kompleksitas bentuk suatu pulau, semakin tinggi nilai MSI suatu pulau maka
bentuk pulau tersebut semakin kompleks. Di Kepulauan Seribu bentuk pulau paling sederhana adalah Pulau Dua Timur yaitu dengan nilai MSI 0,9071,
sedangkan bentuk paling kompleks adalah Pulau Tidung Kecil dengan MSI 2,6143 Tabel 1.
Data jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa yang diperoleh berdasarkan SIG berkisar antara 2,2 – 62,6 km Tabel 1. Pulau dengan jarak isolasi terjauh adalah
10 Pulau Dua Timur, sedangkan yang terdekat Pulau Onrust Tabel 1, Gambar 1.
Terdapat sedikit perbedaan antara hasil pengukuran dengan SIG dan pengukuran secara manual Tabel 2 yaitu dengan perbedaan jarak berkisar antara 0 - 6 km.
Perbedaan terjauh adalah hasil pengukuran pada Pulau Putri Barat Tabel 2. Pengukuran jarak secara manual adalah pengukuran berdasarkan peta sehingga
dimungkinkan terdapat kesalahan pada saat pengukuran. Walaupun demikian, ketepatan pengukuran dengan menggunakan SIG relatif bergantung pada akurasi
dan jenis GPS yang digunakan pada saat digitasi di lapangan dilakukan.
Tabel 1 Diskripsi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan SIG
No Pulau Jarak
km
1
Luas pulau ha
MSI
2
Penggunaan lahan
2
Dermaga
3
1. Onrust 2,2
8,23 0,9295
IV P
2. Rambut 4,2
45,80 1,3272
I P
3. Untung Jawa
4,8 39,12
2,0181 III
P 4. Bokor
7,0 16,34
1,0267 I
P 5. Lancang
Besar 9,4
26,43 1,3542
IV P
6. Pari 16,1
52,87 2,3955
III P
7. Payung Besar
20,8 22,74
2,1066 III
P 8. Tidung
kecil 22,8
19,71 2,6143
II P
9. Pramuka 28,6
19,92 1,7803
III P
10. Semak Daun
31,2 1,00
1,1740 I
A 11. Kotok
Besar 34,2
22,65 1,2382
II P
12. Paniki 35,1
5,80 1,6019
I A
13. Bira Kecil
43,2 8,62
1,0032 II
P 14. Putri
Barat 45,9
9,63 1,3327
II P
15. Bundar 52,6
5,76 1,9667
II P
16. Nyamplung 54,9
8,96 1,3493
I A
17. Penjaliran Barat
59,6 21,65
0,9292 I
A 18. Dua
Timur 62,6
21,42 0,9071
I A
1
Jarak = jarak isolasi pulau tersebut dari Pulau Jawa
2
MSI = mean shape index, indeks yang menggambarkan bentuk pulau
2
I = hutan dengan intensitas gangguan manusia rendah, II = perumahan dan hutan dengan intensitas gangguan manusia rendah, III = perumahan dan hutan dengan intensitas gangguan
manusia tinggi, IV = perumahan dengan intensitas gangguan manusia tinggi
3
P = presence, ada dermaga, A = absence, tidak ada dermaga
11
Gambar 4 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Untung Jawa, b Pulau Rambut, dan c Pulau Onrust
c b
a
12
Gambar 5 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Pari, b Pulau Lancang Besar, dan c Pulau Bokor
c b
a
13
Gambar 6 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Pramuka, b Pulau Tidung Kecil, dan c Pulau Payung Besar
c b
a
14
Gambar 7 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Kotok Besar, b Pulau Paniki, dan c Pulau Semak Daun
c b
a
15
Gambar 8 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Bundar, b Pulau Putri Barat, dan c Pulau Bira Kecil
c b
a
16
Gambar 9 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; a Pulau Dua Timur, b Pulau Penjaliran Barat, dan c Pulau Nyamplung
c b
a
17 Tabel 2 Perbandingan data hasil pengukuran secara manual dan data sekunder
SK Gubernur DKI Tahun 2000 dengan pengukuran berdasarkan SIG
Jarak pulau km
1
Luas pulau ha No Pulau
Manual
2
SIG
3
SK Gubernur
4
SIG
3
1. Onrust 3
2,2 12,00
8,23 2. Rambut
5 4,2
20,00 45,80
3. Untung Jawa
6 4,8
40,10 39,12
4. Bokor 7
7,0 18,00
16,34 5. Lancang
Besar 10
9,4 15,13
26,43 6. Pari
16 16,1
41,32 52,87
7. Payung Besar
21 20,8
20,86 22,74
8. Tidung kecil
22 22,8
17,40 19,71
9. Pramuka 27
28,6 16,00
19,92 10. Semak
Daun 29
31,2 0,75
1,00 11. Paniki
30 35,1
3,00 5,80
12. Kotok Besar
32 34,2
20,75 22,65
13. Putri Barat
40 45,9
8,29 9,63
14. Bira Kecil
43 43,2
7,30 8,62
15. Bundar 49
52,6 1,28
5,76 16. Nyamplung
54 54,9
6,58 8,96
17. Penjaliran Barat
57 59,6
17,90 21,65
18. Dua Timur
62 62,6
18,48 21,42
1
Jarak pulau = jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa
2
Manual = pengukuran berdasarkan peta rupabumi Kepulaun Seribu Bakosurtanal 1999
3
SIG = pengukuran dan penghitungan dengan menggunakan ArcView 3.3
4
SK Gubernur = SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.19862000, Tanggal 27 Juli 2000
Hasil pengukuran luas pulau dengan menggunakan SIG berkisar antara 1 ha Pulau Semak Daun hingga 52, 87 ha Pulau Pari Tabel 1. Hasil pengukuran
dengan SIG berbeda dengan data berdasarkan SK Gubernur Tahun 2000, bahkan perbedaan hingga mencapai 25,8 ha yaitu pada Pulau Rambut Tabel 2.
Perbedaan tersebut tidak dapat dijelaskan secara pasti melalui penelitian ini. Diduga terdapat perbedaan dalam metode pengukuran dan penetapan standar
wilayah pulau yang menjadi faktor penyebab ketidaksamaan luas pulau. Data hasil pengukuran berdasarkan SIG akan digunakan pada penelitian
selanjutnya yaitu untuk mempelajari hubungan antara karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Data berdasarkan SIG dinilai lebih
18 menggambarkan kondisi pulau yang sebenarnya karena pengukuran pulau di
lapangan dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh semut, dan lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan hasil pengukuran pulau pada saat itu.
KESIMPULAN
Penggunaan SIG memudahkan dalam pengukuran karakteristik pulau. Bentuk pulau dapat langsung diketahui pada saat melakukan pengukuran pulau di
lapangan dengan menggunakan GPS. Perangkat lunak ArcView mempermudah dalam proses pengambilan data dari GPS, pengukuran karakteristik pulau luas,
jarak isolasi, dan bentuk pulau, dan penampilan data pembuatan peta penggunaan lahan. Luas dan jarak isolasi pulau dapat diukur secara tepat dengan
menggunakan perangkat lunak ArcView. Walaupun demikian, keakuratan penggunaan SIG untuk pengukuran karakteristik pulau ditentukan oleh sumber
data keakuratan GPS yang digunakan dan kondisi lapangan kondisi cuaca dan penutupan kanopi pulau.
BAB III HUBUNGAN KARAKTERISTIK PULAU DENGAN