28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Habitat Siput Gonggong
Teluk Klabat memiliki bentuk yang cukup unik, seolah-olah terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar melebar di tengah menyempit, dimana terletak
pelabuhan Blinyu dan bagian dalamnya melebar lagi Gambar 7. Lokasi penelitian berada di teluk bagian luar yang dibagi menjadi dua bagian sisi,
bagian Barat dan bagian Timur. Kondisi perairan pada saat pengambilan sampel dalam kondisi surut terendah, Lokasi Timur stasiun 1– 6, memiliki hamparan
pantai pasir yang relatif pendek dengan substrat dasar perairan, berpasir. Lokasi Barat stasiun 7- 14 hamparan pantai pasir yang sangat panjang luas dengan
substrat dasar perairan, pasir berlumpur.
4.2. Karakteristik Fisik dan Kimia Perairan
Hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan selama penelitian di Teluk Klabat dapat dilihat pada Lampiran 1
4.2.1. Suhu
Berdasarkan pengukuran suhu air diseluruh stasiun pengamatan, ada pada kisaran nilai 29,0 – 29,7°C Tabel 2. Suhu terendah ditemukan pada stasiun 6
ST.6 , sedangkan yang tertinggi ditemukan pada stasiun 3,4,13 dan 14 ST 3,4,13 dan St 14 . Menurut Nontji 1993 kisaran suhu permukaan Perairan
Indonesia adalah 28-30° C, kisaran suhu ini masih memungkinkan untuk metabolisme berbagai jenis organisme yang berada di perairan tersebut, termasuk
juga untuk makrozoobentos. Kisaran suhu tersebut merupakan kisaran suhu normal untuk perairan daerah tropis seperti Indonesia. Menurut Romimohtarto
dan Juwana 2001, suhu alami air laut berkisar antara 30-33°C. Suhu di permukaan relatif sama dengan suhu di dasar perairan, hal ini karena pada
lokasi sampling berada di perairan dangkal. Dari nilai-nilai tersebut terlihat bahwa suhu
perairan di semua lokasi pengamatan relatif sama dan berada dalam kisaran normal untuk daerah tropis. Melihat dari kisaran suhu tersebut maka bisa
dikatakan bahwa di lokasi penelitian masih memiliki kisaran suhu yang normal terhadap kelangsungan hidup siput gonggong.
29
Suhu tertinggi 29,7°C dijumpai pada Stasiun 3,4,13 dan 14 Lampiran 1. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan disekitarnya antara lain
kedalaman dan intensitas cahaya matahari serta musim. Suhu terendah di dapatkan pada stasiun 6, hal ini disebabkan kondisi perairannya berada di mulut
Teluk Klabat yang mendapat pengaruh langsung dari massa air laut teluk bagian dalam yang mendapat tambahan massa air dari sungai yang masuk ke Teluk
Klabat dibanding stasiun lainnya, kondisi ini mengakibatkan kolom air lebih stabil.
4.2.2. Salinitas
Kadar salinitas di Teluk Klabat berkisar antara 31,6 ‰ – 33 ‰. Daerah pesisir seperti Pantai Teluk Klabat dimana daerah tersebut dapat terendam pada
saat pasang tertinggi dan muncul ke permukaan pada saat surut terendah, sangat memungkinkan memiliki kadar salinitas yang tinggi sebagai akibat dari
penguapan.
Di perairan Teluk Klabat bagian dalam terdapat dua buah sungai yaitu Sungai Antan dan Sungai Layang mengalirkan airnya ke arah mulut pantai, dan
sampling dilakukan pada saat air laut pasang naik sehingga pengaruh air tawar yang masuk ke pantai tidak sampai mempengaruhi salinitas perairan Teluk Klabat
bagian luar, lokasi dimana pengamatan dan pengambilan sampel data dilakukan. Hal ini disebabkan pengaruh massa air laut Natuna yang cukup besar, sehingga
salinitas menjadi relatif stabil dibanding Pantai Teluk Klabat bagian dalam. Variasi salinitas pada masing-masing lokasi terjadi karena adanya gerak pasang
surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di permukaan, air cenderung mengalir keluar
sedangkan air laut merayap masuk dari bawah. Akibatnya antara ke duanya terjadi percampuran. Menurut Nontji 1993, sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti, pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.
30
4.2.3. Derajat Keasaman pH
Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian cenderung bersifat basa. Dimana
kisaran pH pada Teluk Klabat 7,6 – 7,7. Nilai tersebut memperlihat bahwa pH
perairan cenderung bersifat basa dan termasuk normal bagi pH air laut di Indonesia yang pada umumnya bervariasi antara 6.0 - 8.5. Hutasoit 1991
menyatakan perairan yang mempunyai pH dengan kisaran 6.50 – 7.50 dikategorikan perairan cukup baik sedang perairan yang mempunyai pH dengan
kisaran 7.50 – 8.50 dikategorikan perairan sangat baik. jika dibandingkan dengan hasil penelitian Muchtar, 1993 di Lombok Selatan yang mendapatkan nilai pH
antara 8.3-8.35, maka nilai pH perairan yang diperoleh pada penelitian ini reltif
lebih rendah. Hal ini mungkin saja terjadi melihat kondisi perairan yang berbeda.
Menurut EPA 1996, biota laut memiliki kisaran pH ideal 6,5 sampai 8,5. Ini artinya kadar pH yang terdapat di Pantai Teluk Klabat masih bisa dikatakan
berada dalam keadaan normal yang dibutuhkan bagi biota perairan di daerah tersebut. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan.
Derajat Keasaman pH air laut cenderung berada dalam keseimbangan karena ekosistem air laut mempunyai kapasitas penyangga yang mampu
mempertahankan nilai pH. Menurut Odum 1971, air laut merupakan sistem penyangga yang sangat luas dengan pH relatif stabil sebesar 7 hingga 8,5.
Derajat keasaman merupakan faktor yang penting karena perubahan pH dapat mempengaruhi fungsi fisiologis khususnya yang berhubungan dengan
respirasi Arfiati dkk, 1999. Toleransi organisme air terhadap pH bervariasi, hal ini tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan
kation serta jenis dan stadium organisme. Batas toleransi organisme terhadap pH sangat bervariasi dan pada umumnya sebagian besar dari biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7 - 8.50. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia dalam perairan dan juga akan memberi pengaruh
terhadap keanekaragaman komunitas biologi perairan, pH 6 - 6.50 menyebabkan keanekaragaman bentos akan sedikit menurun Novotny dan Olem 1994 dalam
Effendi 2003. Menurut Odum 1993, . Nilai pH pada suatu perairan akan
mempengaruhi sebaran faktor kimia perairan, hal ini juga akan mempengaruhi
31
sebaran organisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor kimia tersebut.
4.2.4. Komposisi butiran dan Total Organic Matter TOM sedimen
Hasil analisis laboratorium dari ukuran partikel substrat yang merupakan habitat siput gonggong diklasifikasikan menurut skala Wenworth yang
menggolongkan partikel dari lempung clay sampai batu besar boulder dengan diameter 14096 mm sampai 2048 mm, setelah terklasifikasi kemudian didapatkan
persentase rataan ukuran partikel berdasarkan stasiun. Jenis substrat sangat berkaitan dengan kandungan oksigen, sirkulasi air dan ketersediaan nutrien dalam
sedimen. Komposisi butiran sedimen di sisi Timur dan Barat Pantai Teluk Klabat bagian luar memiliki dua jenis yang tidak terlalu berbeda dan didominasi oleh
pasir, oleh karena itu bisa dikatakan secara keseluruhan substrat di Pantai Teluk Klabat pasir berlumpur Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Komposisi Sedimen dan TOM di Pantai Teluk Klabat.
Komposisi substrat, perairan Teluk Klabat secara umum adalah pasir berlumpur. Penyebaran partikel dasar ini disusun dan dikelompokan menurut
Skala Wenworth Tabel 2. Komposisi pasir bisa terbentuk dari patahan karang dan sisa-sisa biota yang telah mati. Sedimen berpasir memiliki kandungan oksigen
relatif lebih besar dibandingkan sedimen yang halus, karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang
lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi kendalanya pada sedimen berpasir tidak terlalu banyak terdapat bahan organik Wood, 1987.
Komposisi sedimen
Kelas Tekstur
TOM Pasir
Debu Liat
mgl 8-0,25mm 0,125mm 0,063 mm
88,61 3,55
7,84 Pasir
0,51-5,89
85,75 3,99
10,25 Pasir
berlumpur 0,98-12,3
32
TOM pada suatu perairan dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di sedimen melalui proses pengendapan ke dasar perairan. Laju pengendapan
tersebut sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus. Partikel yang halus akan terbawa oleh aliran air yang deras. Kisaran TOM pada perairan ini tidak terlalu tinggi yaitu
berkisar antara 0,51 – 12,3 mgl. Kandungan bahan organik terlarut pada masing-
masing stasiun menunjukkan nilai yang bervariasi. TOM tertinggi dijumpai pada stasiun 8 dan 14 dengan rata-rata sebesar 12,33 dan 6,64 mgl yang terendah
dengan rata-rata 0.51 dan 0,98 mgl terdapat pada stasiun 2 dan stasiun 11. Kandungan TOM dalam perairan sangat dipengaruhi oleh pemasukan zat-zat dari
daratan dan adanya erosi dari hulu sungai yang banyak mengandung bahan organik Susetiono, 1999.
Secara keseluruhan nilai TOM lebih tinggi ke arah muara sungai, hal ini sangat berhubungan dengan adanya partikel-partikel lumpur yang terbawa arus
dari dua sungai yang bermuara di Teluk Klabat bagian dalam, kecepatan arus yang semakin kecil ke arah Teluk Klabat bagian luar lokasi penelitian , stasiun 1 dan
stasiun 11 serta stasiun 8 dan stasiun 14 dan juga nilai salinitas yang semakin tinggi, dimana tingginya salinitas sangat berhubungan dengan kandungan bahan-
bahan mineral yang ada dalam perairan tersebut. Tekstur sedimen sangat erat kaitannya dengan fraksi butiran sedimen.
Tingginya bahan organik di Teluk Klabat disebabkan karena banyaknya sisa-sisa biota seperti hewan, serasah dari lamun dan alga yang telah mati
kemudian terendapkan. Menurut Wood 1987, Pada sedimen yang halus, walaupun oksigen sangat terbatas tetapi kandungan bahan organik tersedia dalam
jumlah yang banyak. Sedangkan menurut Susetiono 1999, dari hasil penelitiannya di Teluk Kuta, Lombok, NTB, banyaknya partikel halus dan TOM
di Teluk Kuta menunjukkan bahwa lingkungan Teluk Kuta mempunyai tingkat turbulensi yang rendah.
Rendahnya turbulensi bisa dikarenakan daerah tersebut cenderung terlindungi atau juga karena terdapatnya hamparan lamun yang sangat lebat di
daerah tersebut. Kandungan TOM dalam perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya pemasukan bahan organik dari lingkungan
33
sekitarnya dan kecepatan arus. Kandungan bahan organik terlarut pada masing- masing stasiun menunjukkan nilai yang bervariasi.
4.3. Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Air dan Sedimen