hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina Sativa, 2003.
2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
a. Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar
pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata Sativa, 2003. b.
Susunan peningkatan tekanan Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon
terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan
tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan
intraokular 60 mmHg Sativa, 2003.
2.2.6. Gambaran Klinis
Gejala utama adalah gangguan penglihatan jarak jauh buram. Tanda- tanda mata miopia antara lain adalah bola mata memanjang, kamera okuli anterior
dalam, dan pupil melebar Abrams, 1993. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur rabun
jauh. Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau mendapatkan efek pinhole lubang kecil
Ilyas, 2009. Pada pemeriksaan dengan funduskopi, pembuluh darah koroid terlihat
jelas, atrofi sebagian koroid sehingga sklera tampak terbayang putih, cakram optik lebar dan pucat, pada sisi temporal terdapat tanda myopic crescent, sedangkan
pada sisi nasal terdapat supertraction crescent. Perubahan degeneratif pada retina biasanya terjadi pada miopia progresif yang sebanding dengan derajat miopia,
bercak atrofi putih biasanya timbul di makula, namun perdarahan koroid tiba-tiba dapat menimbulkan bercak bulat merah gelap berbentuk kasar dibagian luar
makula Abrams, 1993.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh
penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau melihat benda dari jarak dekat. Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi
yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif. Cara subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snellen dan
trial lenses; dan cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan retinoskopi Ilyas, 2009.
Pengukuran status refraksi terlebih dahulu ditentukan dengan penentuan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dinilai melalui bayangan terkecil yang
terbentuk di retina, dan diukur melalui obyek terkecil yang dapat dilihat jelas pada jarak tertentu. Makin jauh obyek dari mata, maka makin kecil bayangan yang
terbentuk pada retina sehingga ukuran bayangan tidak hanya merupakan fungsi ukuran obyek namun juga jarak obyek dari mata Abrams, 1993.
Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak pemeriksa dan penderita sebesar 6 m, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan pemeriksaan ini
harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun penderita. Visus yang terbaik adalah 66, yaitu pada jarak pemeriksaan 6 m dapat terlihat huruf yang
seharusnya terlihat pada jarak 6 m Ilyas, 2000. Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada dasar putih, pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal
terlihat pada jarak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka visus sebesar 260. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak dapat terlihat,
maka pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah dan meminta penderita mengatakan arah gerakan
tersebut pada bermacam-macam jarak Muhdahani, 1994. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada jarak 300 m, jika
penderita hanya dapat melihat gerakan tangan pada jarak 1 m, maka visusnya
Universitas Sumatera Utara
1300. Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan sinar atau cahaya
dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada mata penderita dari segala arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada pemeriksaan ini
penderita harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan
dikatakan visusnya 1~ dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa
tempat tidak dapat terlihat maka berarti retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat
oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina secara keseluruhan dan dikatakan dengan visus 0 nol atau buta total Muhdahani, 1994.
Pemeriksaan kelainan refraksi secara obyektif dilakukan dengan menggunakan retinoskopi untuk melihat refleks fundus dan ultrasonografi USG
untuk mengukur panjang aksis bola mata sehingga dapat dipastikan bahwa miopia yang tejadi bersifat aksial, namun pemeriksaan dengan USG memerlukan biaya
yang relatif mahal Muhdahani, 1994.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk melihat kelainan dan keadaan fundus okuli, dengan dasar cahaya yang dimasukkan ke dalam fundus
akan memberikan refleks fundus dan akan terlihat gambaran fundus Ilyas, 2000. Retinoskopi atau yang dikenal juga dengan skiaskopi atau shadow test,
merupakan suatu cara untuk menemukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasi. Retinoskopi memungkinkan pemeriksa secara objektif menentukan
kesalahan refraktif spherosilindris, dan juga menentukan apakah astigmatisma regular dan irregular untuk menilai kekeruhan dan ketidakaturan. Prinsip
retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa pada saat cahaya dipantulkan dari cermin ke mata, maka arah bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil
bergantung pada keadaan refraktif mata Siregar, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.2.8. Penatalaksanaan