BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan kualitas hidup manusia. Tanpa mata, manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada disekitarnya. Dalam penglihatan, mata
mempunyai berbagai macam kelainan refraksi. Kelainan refraksi atau yang sering disebut dengan ametropia tersebut, terdiri dari miopia, hipermetropia, dan
astigmatisme. Kelainan refraksi merupakan gangguan yang banyak terjadi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun kelompok etnis Ilyas, 2009.
Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang paling umum. Hal ini terjadi apabila mata tidak mampu memfokuskan bayangan dengan jelas,
sehingga penglihatan menjadi kabur, dimana kadang-kadang keadaan ini sangat berat sehingga menyebabkan kerusakan pada penglihatan WHO, 2009.
Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Disamping itu, terdapat kelainan fisiologis yang
menyerupai kelainan refraksi yang disebut dengan presbiopia. Keadaan ini berbeda dengan ketiga jenis lainnya dimana presbiopia berhubungan dengan
proses penuaan dan terjadi hampir pada seluruh individu WHO, 2009. Prevalensi kebutaan menurut WHO 1990 adalah berkisar antara 0,08
pada anak-anak sampai 4,4 pada orang dewasa usia diatas 60 tahun. Secara keseluruhan, prevalensinya 0,7. Jumlah orang yang mengalami kebutaan di
dunia meningkat 1-2 juta orang setiap tahunnya Andayani, 2008. Prevalensi kebutaan di ASEAN adalah sekitar 0,8. Angka ini bervariasi,
mulai dari 0,3 di Thailand hingga 1,5 di Indonesia. Negara kita merupakan negara dengan angka kebutaan yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya WHO, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia terutama anak-anak remaja yang golongan ekonomi keluarganya menengah keatas mempunyai angka kejadian miopia yang semakin
meningkat. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan miopia, salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan miopia adalah aktivitas melihat dekat
atau nearwork. Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi, seperti televisi, komputer, video game, dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan aktivitas melihat dekat Sahat, 2006. Faktor gaya hidup mendukung tingginya akses anak terhadap media visual
yang ada. Hampir seluruh murid di sekolah manapun di Indonesia rata-rata mempunyai televisi 94,5, video game 39,4, dan komputer 15,7.
Tingginya akses terhadap media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap perilaku buruk, seperti jarak lihat yang terlalu dekat serta
istirahat yang kurang, tentunya dapat meningkatkan terjadinya miopia Sahat, 2006.
Miopia juga dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau karena indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik,
namun faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin, dan membaca serta bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama
dapat menyebabkan miopia. Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus yang
tidak terkontrol, katarak jenis tetentu, obat anti hipertensi serta obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kekuatan refraksi dari lensa yang dapat
menimbulkan miopi Lee, 2010. Walaupun kelainan refraksi sudah cukup banyak terjadi dan umum di
masyarakat, namun pengetahuan mereka mengenai kelainan refraksi dan kesehatan mata ini masih belum cukup. Padahal pengetahuan ini sangat penting
terutama mengenai koreksi kelainan refraksi. Jika kelainan refraksi tidak dikoreksi dapat menimbulkan komplikasi seperti esotropia juling ke dalam bahkan
kebutaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai
gambaran pengetahuan siswa-siswi SMA penderita miopi mengenai kesehatan mata.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah