PENGARUH SARI BUAH KIWI (Actinidia deliciosa) TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS SEL HEPAR MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PEMBERIAN PARASETAMOL
commit to user
PENGARUH SARI BUAH KIWI (Actinidia deliciosa) TERHADAP KERUSAKAN
HISTOLOGIS SEL HEPAR MENCIT (Mus musculus) AKIBAT
PEMBERIAN PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
SAVERO IMAN HARI SUKO G0006221
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul :Pengaruh Pemberian Sari Buah Kiwi (Actinidia
deliciosa) terhadap Kerusakan Histologis Sel Hepar Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Parasetamol
Savero Iman Hari Suko, NIM : G.0006221, Tahun: 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari ….….., Tanggal …………...tahun……..
Pembimbing Utama
Nama : Muthmainah, dr., M.Kes
NIP : 196607021998022001 ………
Pembimbing Pendamping
Nama : Veronika Ika Budiastuti, dr., M.Pd.
NIP : 197303122002122001 .………...
Penguji Utama
Nama : S. B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK.
NIP : 194812311976091001 ………
Anggota Penguji
Nama : Endang Sri Hardjanti, dr., PFark.
NIP : 194710071976112001 ………
Surakarta, ………2010
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP :196607021998022001 NIP :194811071973101003
(3)
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, November 2010
SAVERO IMAN HARI SUKO NIM. G0006221
(4)
commit to user
iv
ABSTRAK
Savero Iman Hari Suko, G0006221, 2010. Pengaruh Sari Buah Kiwi (Actinidia
deliciosa) terhadap Kerusakan Histologis Sel Hepar Mencit (Mus musculus)
Akibat Pemberian Parasetamol. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sari
buah kiwi (Actinidia deliciosa) dalam mengurangi kerusakan histologis sel hepar
mencit (Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post
test only controlled group design. Sampel berupa mencit (Mus musculus) jantan,
galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram. Sampel
sebanyak 30 ekor dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari
10 ekor mencit. Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling.
Kelompok kontrol (K), mencit diberi aquades 0,5 ml peroral perhari selama 14 hari. Kelompok perlakuan 1 (PI) mencit diberi aquades 0,5 ml peroral perhari selama 14 hari dan parasetamol dosis 5,07 mg/20gBB mencit pada hari ke 12,13 dan 14. Kelompok perlakuan 2 (PII), mencit diberi sari buah kiwi dosis 0,78g/20gBB mencit peroral setiap hari selama 14 hari dan parasetamol dosis 5,07 mg/20gBB mencit pada hari ke 12,13 dan 14. Hari ke-15 mencit dikorbankan kemudian hepar mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran kerusakan histologis sel hepar mencit diamati dan dinilai berdasarkan jumlah inti yang mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis yang dihitung dari 100 sel hepar di sentrolnuler. Data
dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan
dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) (α =0,05).
Hasil Penelitian : hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna antara K-PI, PI-PII, dan K-PII.
Simpulan Penelitian : Sari buah kiwi (Actinidia deliciosa) dapat mengurangi
kerusakan histologis sel hepar mencit (Mus musculus) akibat pemberian
parasetamol.
(5)
commit to user
v
ABSTRACT
Savero Iman Hari Suko, G0006221, 2010. The Influence of Kiwi Essence
(Actinidia deliciosa) Toward Histologic Damage Liver Cell of Mice (Mus
musculus) due to Exposure of Paracetamol
Objectives: This study aims to determine the influence of kiwi essence (Actinidia
deliciosa) in reducing liver cell damage histologist of mice as a result of induce
paracetamol
Methods: This research was experimental laboratory with post test only
controlled group design. Sample consisted of male mice (Mus musculus) Swiss
Webster, 2-3 months old with body weight ± 20 grams. Sample as many as 30 mice were divided into 3 groups, each group consisted of 10 mice. The sampling technique was incidental sampling. The control group (K), mice were given aquadest 0,5 ml peroral per day for 14 days. Treatment group 1 (PI) mice were given aquadest 0,5 ml peroral per day for 14 days and paracetamol dose 5.07 mg/20g weight of mice on day 12, 13 and 14. Treatment group 2 (PII), mice were given doses of kiwi essence 0.78 g/20g weight of mice per oral every day for 14 days and paracetamol dose 5.07 mg/20g weight of mice on day 12, 13 and 14.
Finally on day 15th, mice were sacrificed and the liver of mice was made
preparations with paraffin blocks methods and Hematoxylin eosin (HE) staining. Damage liver cells of mice were observed and assess based on number of pygnosis, karyorhexis and karyolytic nuclear cells from 100 liver cells in centrolobuler. Data were analyzed with One-Way ANOVA and continued with
Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) (α = 0.05).
Results: The result of One-Way ANOVA test showed significant difference between the three treatment groups. The result of LSD test showed a significant difference between the K-PI, P1-PII, and K-PII.
Conclusions: According to this research, we concluded that the feeding of kiwi essence was able to decrease the liver cell damage of mice due to exposure of paracetamol.
(6)
commit to user
vi
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, yang selalu melimpahkan berkat dan
anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sari
Buah Kiwi (Actinidia deliciosa) terhadap Kerusakan Histologis Sel Hepar
Mencit (Mus musculus) akibat Pemberian Parasetamol”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kendala dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi dan Pembimbing I
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.
3. Veronika Ika Budiastuti, dr., M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.
4. S. B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK., selaku Penguji I yang telah
berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
5. Endang Sri Hardjanti, dr., PFark., selaku Penguji II yang telah berkenan
menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.
6. Seluruh staf bagian skripsi dan staf Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
7. H. Hari Suko W, dr., SpOT., FICS (papa), Hj. Rina Zona BA (mama),
Havina Hari Suko, dr (mbak pipin), Ravasya Iman Hari Suko (dek vasya) atas bantuan, doa, saran dan motivasi di setiap waktu pada penulis.
8. Eriza Kusumawardhani atas bantuan, doa, saran, dan motivasi.
9. Teman-teman veteran perjuangan 06 dan Semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Surakarta, November 2010
(7)
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ……… vi
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR TABEL ………... ix
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR LAMPIRAN ……… xi
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
A. Tinjauan Pustaka ... 5
B. Kerangka Pemikiran ... 21
C. Hipotesis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Lokasi Penelitian ... 23
C. Subjek Penelitian ... 23
D. Teknik Sampling ... 24
E. Rancangan Penelitian ... 24
F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26
H. Alat dan Bahan Penelitian ... 29
I. Cara Kerja ... 30
J. Teknik Analisis Data Statistik ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37
A. Data Hasil Penelitian ... 37
(8)
commit to user
viii
BAB V PEMBAHASAN ... 41
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 45
A. Simpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA... 46 LAMPIRAN
(9)
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan kekuatan buah kiwi disbanding buah-buah lain (per 100 gram)
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel hepar mencit yang mengalami kerusakan pada masing- masing kelompok.
Tabel 3. Ringkasan hail uji LSD (α=0,05)
Tabel 4. Jumlah inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, kariolisis dari tiap 100 sel di zona sentrolobuler untuk kelompok kontrol
Tabel 5. Jumlah inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, kariolisis dari tiap 100 sel di zona sentrolobuler untuk kelompok perlakuan I
Tabel 6. Jumlah inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, kariolisis dari tiap 100 sel di zona sentrolobuler untuk kelompok perlakuan II
Tabel 7. Hasil uji Shapiro-Wilk untuk jumlah kerusakan sel hepar mencit pada 3 kelompok mencit.
Tabel 8. Data deskriptif dari ketiga kelompok menciit
Tabel 9. Hasil uji Test of Homogenity of Variances
Tabel 10. Hasil uji One-Way Anova
Tabel 11. Hasil uji LSD untuk kerusakan sel hepar mencit
Tabel 12. Nilai konversi dosis manusia ke hewan
(10)
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran histologis sentrolobuler hepar mencit kelompok kontrol (pengecatan HE, perbesaran 1000 X ).
Gambar 2. Gambaran histologis sentrolobuler hepar mencit kelompok perlakuan
I (pengecatan HE, perbesaran 1000 X ).
Gambar 3 Gambaran histologis sentrolobuler hepar mencit kelompok perlakuan
(11)
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengamatan pada kelompok kontrol (K)
Lampiran 2. Hasil pengamatan pada kelompok perlakuan I (PI)
Lampiran 3. Hasil pengamatan pada kelompok perlakuan II (PII)
Lampiran 4. Uji statistik Shapiro-wilk untuk jumlah kerusakan sel hepar mencit
Lampiran 5. Uji statistik One-Way ANOVA kerusakan sel hepar mencit
Lampiran 6. Uji statistik LSD kerusakan sel hepar mencit
Lampiran 7. Konversi dosis untuk manusia dan hewan
Lampiran 8. Volume maksimal bahan uji pada pemberian secara oral
(12)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obat-obat yang dapat diperoleh dengan mudah di toko obat atau kedai-kedai di desa atau apotik tanpa resep dokter, dikenal sebagai obat bebas atau
disebut juga golongan obat OTC (Over the Counter Drug). Obat bebas yang
paling banyak digunakan masyarakat adalah obat analgetika (penghilang rasa sakit) (Arifin, 2008). Asetaminofen (N-acetyl-p-aminophenol, APAP, parasetamol) telah menjadi analgetik-antipiretik yang paling banyak digunakan secara luas. Parasetamol merupakan salah satu dari ratusan obat yang diresepkan yang telah digunakan di seluruh dunia. Meskipun obat ini sesungguhnya aman bila digunakan pada dosis terapi, overdosis parasetamol
telah dikenal sebagai penyebab nekrosis hati sejak 1966 (Burns et al., 2008).
Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil
metabolisme parasetamol yang berupa N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI)
tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutation hepar. NAPQI bersifat toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai radikal bebas (Correia dan Castagnoli, 1989). Keracunan serius dapat terjadi dengan kira-kira sedikitnya 12-20 tablet parasetamol @ 500 mg sekaligus telan, tergantung dari kapasitas individual setiap orang. Jadi, parasetamol merupakan bahan toksis hanya dalam jumlah yang besar (Darmansjah, 2002).
(13)
commit to user
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati berperan sentral dalam metabolisme obat. Hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkannya dapat fatal (Bayupurnama, 2006)
Melihat cukup besarnya dampak yang ditimbulkan oleh keracunan parasetamol, maka perlu diketemukan bahan hepatoprotektor baru yang alami dan sedikit menimbulkan efek samping. Salah satu tanaman yang menarik untuk diteliti sebagai bahan hepatoprotektor baru tersebut adalah
buah kiwi (Actinidia Deliciosa) (Astawan dan Leomitro, 2008).
Buah kiwi adalah buah yang kaya nutrisi karena vitamin C yang dikandungnya cukup tinggi dan kiwi mempunyai kapasitas antioksidan yang
kuat karena mempunyai sejumlah phytonutrient meliputi karoten, lutein,
xantophyl, flavonoid, klorofil (Mohammadi et al., 2008). Kapasitas
antioksidan terhadap senyawa radikal bebas buah kiwi bahkan menempati posisi ketiga tertinggi setelah jeruk dan anggur merah. Kulit buah kiwi adalah sumber antioksidan flavonoid yang baik (Ide, 2010).
Di Indonesia, penggunaan buah kiwi di bidang kesehatan memang belum begitu populer dan penelitian empiris tentang efek hepatoprotektif sari buah kiwi belum banyak dilakukan. Efek hepatoprotektif buah kiwi dapat dilihat dari beberapa parameter antara lain parameter pemeriksaan fungsi hepar dan gambaran histologis sel hepar. Dalam penelitian ini peneliti
(14)
commit to user
akan mengamati efek hepatoprotektif buah kiwi dari aspek gambaran histologis sel hepar.
B. Perumusan Masalah
Apakah pemberian sari buah kiwi dapat mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efek hepatoprotektif sari buah kiwi dalam melindungi hepar dari paparan parasetamol.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui pengaruh pemberian sari buah kiwi (Actinidia
deliciosa) dalam mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit
akibat pemberian parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh sari buah kiwi dalam mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol.
(15)
commit to user
2. Manfaat Aplikatif
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
mengembangkan buah kiwi (Actinidia deliciosa) menjadi obat
(fitofarmaka) yang berkhasiat antioksidan
b. Penelitian ini diharapkan dapat lebih mengenalkan manfaat buah
(16)
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kiwi (Actinida deliciosa)
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Ericales
Family : Actinidiaceae
Genus : Actinidia
Species : Actinidia deliciosa
(Liang dan Ferguson, 2010)
b. Asal usul kiwi
Buah kiwi sebenarnya asli dari Cina. Tanaman kiwi tumbuh liar di lembah sungai Yang-Tze, Cina, sejak tahun 1600-an. Di
negara asalnya, buah bernama latin Actinidia Deliciosa ini dikenal
dengan nama yang tao. Nama ’yang tao’ diberikan oleh seorang
kaisar dari Dinasti Khan yang menganggap buah berdaging hijau itu memiliki cita rasa tinggi (Astawan dan Leomitro, 2008).
(17)
commit to user
Sejak tahun 1904 benih kiwi dibawa dari Cina ke Selandia Baru untuk mulai ditanam di dataran Selandia Baru. Orang Selandia
Baru menganggap buah yang disebut yang tao di China itu memiliki
cita rasa gooseberry, meskipun tidak berhubungan keluarga
Grossulariaceae (gooseberry). Baru sekitar tahun 1959 buah tersebut
diberi nama ’buah kiwi’ setelah penetapan burung kiwi sebagai simbol Selandia Baru. Buah kiwi ini sangat populer dengan prajurit Amerika yang ditempatkan di Selandia Baru selama Perang Dunia II, sejak saat itu buah kiwi menjadi populer di seluruh dunia (Ide, 2010).
Kultivar kiwi umumnya berbentuk oval, dengan ukuran
telur ayam (panjang 5-8 cm dan diameter 4,5-5,5 cm). Kulit berwarna hijau gelap kecoklatan dengan daging buah warna hijau terang atau kuning emas dengan barisan biji berwarna hitam kecil yang bisa dimakan. Buah ini teksturnya lembut dan beraroma unik. Kiwi hijau lebih berbulu kulitnya, dengan rasa lebih segar dan lebih tajam. Kiwi kuning kulitnya lebih mulus dan cita rasa manis buah tropis (Ide, 2010)
Di Selandia Baru buah kiwi biasa tumbuh secara alami di
ketinggian antara 2.000 dan 6.500 kaki (600-2.000 m) dengan curah hujan yang berat dan berlimpahnya salju dan es di musim dingin. Dalam musim dingin, buah kiwi dapat hidup di suhu harian minimum dari 4,44°C - 5,56°C dan suhu maksimumnya 13,89°C-15,56°C; di musim panas, suhu rata-rata minimum adalah
(18)
13,33-commit to user
13,89 dan maksimumnya di suhu 23,89°C– 25°C. Dengan curah hujan tahunan adalah 51-64 kali dan kelembapan relatif 76-78% (Morton, 1987).
c. Kandungan buah kiwi
Buah kiwi memiliki banyak kandungan nutrisi, bahkan jumlahnya tersimpan lebih banyak dibanding buah-buahan lain. Di antaranya vitamin E (sebagai antioksidan dan untuk kesehatan jantung serta, vitamin C (sebagai antioksidan dan mengurangi tingkat plasma lipid dan respons agregasi trombosit) (Asim dan Aud, 2004). Selain vitamin C dan E, jenis antioksidan lain yang terkandung dalam buah kiwi adalah senyawa-senyawa fitokimia
tertentu, seperti: karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid dan klorofil
(Astawan dan Leomitro, 2008).
Kapasitas antioksidan terhadap senyawa radikal bebas buah kiwi bahkan menempati posisi ketiga setelah jeruk dan anggur merah. Perbandingan nutrisi kiwi dan buah yang lain (per 100 gram) adalah sebagai berikut:
(19)
commit to user
Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Buah Kiwi Dibanding
Buah-Buah Lain (per 100 gram).
Kiwi hijau
Kiwi
emas Apel Pisang Pir Anggur Jeruk
Energi (Kj) 306 226,6 199 403 169 257 158
Protein (g) 1 1,3 0,4 1,2 0,3 0,4 1,1
Karbohidrat
(g) 15 11,3 11,8 23,2 10 15,4 8,5
Glukosa (g) 3,5 5,2 1,7 4,8 2,3 7,6 2,2
Vitamin C
(mg) 100 108,9 6 11 6 3 54
Vitamin E
(mg) 1,1 2,2 0,6 0,27 0,5 - 0,24
Folat (µg) 30 11 1 14 2 2 31
Kalium
(mg) 331 230 120 400 150 210 150
Kalsium
(mg) 26 21,4 4 6 11 13 47
Besi (mg) 0,4 0,4 0,1 0,3 0,2 0,3 0,1
Zinc (mg) 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2
Serat (g) 3,4 1,4 1,8 1,1 2,2 0,7 1,7
Indeks glikemik
(µg/g)
39 48
28-44 46-70
33-42 43-59
31-51 Sumber : Ide (2010)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa buah kiwi lebih kaya nutrisi dibanding buah-buahan lainnya. Itu berarti bahwa vitamin dan mineralnya lebih banyak per gramnya maupun per kalorinya (Ide ,2010). Kapasitas antioksidan buah kiwi terhadap
(20)
commit to user
senyawa-senyawa radikal bebas menempati posisi ketiga tertinggi
setelah jeruk orange dan anggur merah (Astawan dan Leomitro,
2008).
Vitamin C dan vitamin E telah diketahui peranannya sebagai antioksidan alami yang berperan penting untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab penuaan sel dan pemicu timbulnya berbagai penyakit. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga bebas berikatan dengan berbagai sel dan jaringan serta menjadi pemicu berbagai penyakit kanker, sakit jantung, dan terjadinya proses penuaan dini (Astawan dan Leomitro, 2008).
Vitamin C adalah vitamin larut air yang mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Angka kecukupan vitamin C sehari adalah 75 mg untuk wanita usia 16 tahun ke atas dan 90 mg untuk pria 16 tahun ke atas (Almatsier, 2009). Kandungan vitamin C buah kiwi 17 kali lebih banyak dibanding buah apel, dua kali lebih banyak dibanding jeruk dan lemon. Kandungan vitamin C inilah yang menyebabkan kiwi memiliki antioksidan yang kuat. Vitamin C membantu tubuh
memproduksi pendetoks glutathione. Kadar glutathione dapat
meningkat sampai 50% bila buah kiri dikonsumsi dalam 2 minggu (Ide, 2010).
(21)
commit to user
Kandungan vitamin E dalam buah kiwi dua kali lipat lebih banyak dari buah alpukat. Dalam 100 gram buah kiwi terkandung 1,1 mg vitamin E atau tokoferol yang larut dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air. Karakteristik utamanya adalah bertindak sebagai antioksidan (Almatsier, 2009). Vitamin E terbukti punya efek yang mirip dengan vitamin C, tetapi larut lemak dan fungsinya saling melengkapi dengan vitamin C (Ide, 2010).
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol. Komponen polifenol memberikan manfaat antioksidan pada buah-buahan dan sayuran tertentu termasuk buah kiwi. Senyawa flavonoid dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan laju oksidasi lemak (Astawan dan Leomitro, 2008). flavonoid diketahui dapat menghambat oksidasi lipid dan
pembentukan lipid peroxide melalui mekanisme penangkapan radikal
bebas (Hegazi dan El-Hady, 2007).
Karoten mempunyai dua bentuk utama, yaitu alfa-karoten dan
beta-karoten. Beta-karoten mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan yang dapat berperan penting menstabilkan radikal berinti karbon. Beta-karoten juga dapat bersinergi dengan komponen zat gizi lain. Beta-karoten yang dikonsumsi berbarengan dengan vitamin C dan E mampu meningkatkan kemampuan antioksidan. Sifat antioksidan beta-karoten adalah efektif pada konsentrasi rendah
(22)
commit to user
oksigen, sehingga dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsentrasi tinggi oksigen. Beta-karoten yang bereaksi dengan radikal bebas akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil. Kehadiran vitamin C akan membantu menstabilkan radikal bebas beta-karoten (Astawan dan Leomitro, 2008).
Warna hijau pada buah kiwi disebabkan oleh kadar pigmen klorofil yang tetap tidak berubah pada proses pematangan buah kiwi. Klorofil mempunyai aktivitas biologis yaitu sebagai antioksidan dan antikanker. Selain itu, klorofil juga kaya akan zat anti peradangan, antibakteri, antiparasit (Astawan dan Leomitro, 2008).
Xanthophyll adalah pigmen pemberi warna kuning.
Xanthophylls mempunyai kemampuan antioksidan pemecah rantai
peroksidase dari membrane fosfolipid. Lutein termasuk komponen
utama Xanthophyll yang banyak terdapat pada sayuran dan
buah-buahan. Lutein juga lebih mudah larut dalam air dibandingkan beta-karoten. Kemudahan larut dalam air tersebut disebabkan oleh kandungan hidroksil yang lebih banyak pada lutein sehingga bersifat lebih polar dibandingkan beta-karoten. Lutein dapat berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya mencegah kerusakan DNA (Astawan dan Leomitro, 2008).
Sementara itu, kandungan mineral yang ada dalam buah kiwi antara lain kalium (pottasium), magnesium, kalsium, tembaga, seng, mangan, dan fosfor. Kandungan kalium 5,4 mg/kalori lebih tinggi
(23)
commit to user
dibanding pisang. Senyawa kalium berperan penting dalam menjaga fungsi otot dan gerak refleks sistem saraf. Kalium juga menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Selain itu, senyawa magnesium dalam buah kiwi termasuk yang tertinggi dari 27 jenis buah yang umum dikonsumsi. Rendahnya konsumsi magnesium dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit jantung (Ide, 2010).
2. Struktur Mikroskopis Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh. Hepar dilapisi oleh kapsul tipis yang bernama Kapsul Glisson dan memiliki jaringan pengikat retikuler serta pembuluh darah di antara parenkimnya. Tipe sel yang mendominasi adalah hepatosit. Sel-sel tersebut tersusun dalam satu atau dua lapisan tebal yang dipisahkan oleh sinusoid hepar. Suplai darah hepar berasal dari vena porta dan arteri hepatik. Hepar juga memiliki tiga sistem drainase yaitu vena hepatik, pembuluh limfa, dan saluran empedu (Paulsen, 2000).
a. Lobulus Hepar
Lobulus merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng – lempeng sel hepar yang berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis(Price and Wilson, 1997).
(24)
commit to user
Pembagian lobulus hepar sebagai unit fungsional dibagi
menjadi 3 zona (Leeson et al., 1989):
Zona 1 : Zona aktif, sel – selnya paling dekat dengan pembuluh darah yaitu vena porta dan arteri hepatika, akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk.
Zona 2 : Zona intermedia, sel – selnya memberi respons kedua terhadap darah.
Zona 3 : Zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila kebutuhannya meningkat.
b. Parenkim Hepar
Sel-sel hepar berbentuk polihedral dengan ukuran yang berbeda-beda, nukleusnya lebar, bulat, berada di tengah, mengandung satu atau lebih nukleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Sitoplasma sel hepar bervariasi dalam penampakan, tergantung dari nutrisi dan status fungsionalnya. Mengandung sejumlah besar ribonukleoprotein, mitokondria, droplet lipid,
lisosom, dan peroksisom (Bergman et al., 1996).
c. Sinusoid Hepar
Bagian yang membentuk jaringan intralobuler yang kaya akan susunan pembuluh-pembuluh darah yang saling bertemu satu sama lainnya pada vena sentralis. Menurut tipe kapilernya dibedakan menjadi dua: (1) sinusoid yang lebar dan bervariasi
(25)
commit to user
dalam ukuran diameter, dan (2) sinusoid yang dindingnya terdiri atas dua tipe sel yang dapat dibedakan, yaitu sel endotel dan sel Kupffer (Jones, 1993). Sinusoid mengandung sel-sel darah, dan
pada neonatus mengandung elemen hemopoetik. Di antara sinusoid
terdapat sebuah celah, disebut celah disse, memisahkan permukaan
hepatosit yang menghadap sinusoid dengan barisan sel endotel (Damjanov, 1996)
d. Mikroskopis Kerusakan Hepar Setelah Pemberian Parasetamol
Hepatitis akut, dengan maupun tanpa kolestasis, merupakan
gambaran histologis yang paling umum dari drug-induced liver
injury (DILI) dan obat-obatan seperti parasetamol merupakan
penyebab penting dari hepatitis akut (Ramachandran and Kakar, 2009).
Drug-induced liver injury disebabkan oleh dua mekanisme
utama, yaitu hepatotoksisitas intrinsik dan idiosinkratik.
Hepatotoksin intrinsik menyebabkan kerusakan hepatoselular pada mekanisme yang tergantung pada dosis baik secara langsung oleh obat tersebut maupun melalui metabolitnya. Parasetamol termasuk dalam mekanisme hepatotoksisitas intrinsik ini. Hepatotoksisitas intrinsik bermanifestasi dengan nekrosis hepatoselular dengan sedikit inflamasi, sementara pada hepatotoksisitas idiosinkratik lebih sering terjadi inflamasi (Ramachandran and Kakar, 2009).
(26)
commit to user
Nekrosis zona sentral (zona 3) merupakan karakteristik kerusakan karena asetaminofen dan halotan, serta toksin seperti karbon tetraklorid (Ramachandran and Kakar, 2009).
3. Parasetamol
a. Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral sepert salisilat (Wilmana dan Gunawan, 2007).
Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana dan Gunawan, 2007).
b. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar.
(27)
commit to user
Sebagian besar parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Hasil konjugasi ini akan dieliminasi lewat urin (Parod dan Dolgin, 1992). Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang reaktif dan
toksik yaitu N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et al.,
2006). NAPQI dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-450 (Klaassen dan Watkins, 2003). Metabolit tersebut kemudian didetoksifikasi oleh glutation hepar menjadi metabolit sistin dan metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol menjadi metabolit NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hepar, bahkan kandungan glutation hepar dapat dihabiskan (paling tidak berkurang 20-30% harga normal) (Rochmah, 2000). Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan protein sel hepar secara irreversibel sehingga akan menyebabkan pengikatan kovalen pada makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein. Jika demikian, maka akibat yang parah pada fungsi sel akan segera terlihat dengan nyata
(Murray et al., 2003).
c. Indikasi
Khasiatnya sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak sebagai antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai
(28)
commit to user
antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kodein dan kafein (Tjay dan Raharja, 2002). Parasetamol tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat penghambatan plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri persalinan, dan keadaan lain dimana aspirin efektif sebagai analgesik. Parasetamol tidak efektif untuk mengatasi inflamasi seperti artritis rematoid, sekalipun parasetamol dapat dipakai sebagai obat tambahan analgesik dalam terapi antiinflamasi. Parasetamol lebih disukai daripada aspirin pada pasien dengan hemofilia atau dengan riwayat ulkus peptikum dan juga pada pasien yang mengalami bronkospasme yang dipicu akibat aspirin (Katzung, 2002).
d. Efek samping
Efek samping yang sering terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah (Tjay dan Raharja, 2002). Efek merugikan paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma
hipoglikemik mungkin juga terjadi (Hardman et al., 2008).
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/ kgBB) parasetamol (Wilmana dan Gunawan, 2007). Selain itu overdosis dapat menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, di
(29)
commit to user
samping perlu pemberian zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tjay dan Raharja, 2002).
4. Mekanisme Kerusakan Hepar Oleh Parasetamol Dan Mekanisme
Hepatoprotektor Sari Buah Kiwi.
Pada kondisi normal, parasetamol yang diabsorbsi oleh tubuh dikonjugasi dengan asam glukuronat dan asam sulfat, dan sebagian kecil
diubah menjadi metabolit N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI).
Metabolit NAPQI ini oleh glutation hepar diubah menjadi sistin dan merkapturat yang kemudian dibuang melalui urin (Wilmana dan Gunawan, 2007).
Jika jumlah parasetamol yang dikonsumsi jauh melebihi dosis terapi, maka asam glukoronat dan asam sulfat dalam hepar akan habis cadangannya, kemudian terbentuklah metabolit reaktif NAPQI yang berlebihan. Selama glutation tersedia untuk mendetoksifikasi NAPQI tersebut, maka tidak akan terjadi reaksi hepatotoksisitas. Namun, bila glutation terus terpakai, akhirnya terjadi pengosongan glutation dan
terjadi penimbunan metabolit NAPQI yang toksik dan reaktif.
N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) merupakan metabolit minor dari
(30)
commit to user
Metabolit ini akan bereaksi dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel hepar, seperti protein, menimbulkan hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (Wilmana dan Gunawan, 2007;Katzung 1998). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari
proses atau rantai terbentuknya radikal bebas (Rubin et al.,2005).
Radikal bebas mampu mengubah suatu molekul menjadi radikal bebas baru dan akan membentuk radikal bebas kembali sehingga terjadilah
reaksi rantai (chain reaction) (Widjaja, 1997).
Kerusakan hepar akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi toksik, alergi dan radikal bebas. Biasanya kerusakan yang terjadi merupakan nekrosis di sekitar vena sentralis/nekrosis sentrolobularis karena sitokrom P-450 paling banyak terdapat pada zona tersebut (Wenas, 1996).
Kadar vitamin C dalam buah kiwi membantu tubuh memproduksi glutation. Kadar glutation dapat meningkat 50% dalam 2 minggu (Ide, 2010). Karena glutation meningkat, maka metabolit NAPQI yang bersifat toksik akan berikatan dengan glutation, menghasilkan asam merkapturat yang non toksik (Greiner, 1990).
Penelitian membuktikan bahwa dalam buah kiwi terkandung vitamin C dan vitamin E yang besar bersifat antioksidan yang kuat. Kemampuan antioksidan vitamin C dan vitamin E dan kecenderungan
(31)
commit to user
untuk nitrasi membuatnya merupakan perangkap yang kuat untuk oksidan reaktif dan spesies nitrogen sehingga mampu menangkal radikal bebas hasil dari pembentukan NAPQI pada toksisitas parasetamol (Ide, 2008). Selain vitamin C dan E, jenis antioksidan lain yang terkandung dalam buah kiwi adalah senyawa-senyawa fitokimia tertentu, seperti:
karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid dan klorofil (Astawan dan
(32)
commit to user
5. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: memacu : menghambat
Nekrosis sel hepar
Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi
hipersensitifitas Sari buah kiwi
antioksidan
Parasetamol dosis toksis
Bioaktivasi sitokrom P450 Meningkatkan NAPQI (elektrofilik) Deplesi glutation
Ikatan kovalen NAPQI dgn makromolekul (nukelofilik) Radikal bebas Stres Oksidatif Lipid peroxidase Kerusakan makromolekul Vitamin C Vitamin E Flavonoid Klorofil Karoten Lutein xantophyll
(33)
commit to user 6. Hipotesis
Pemberian sari buah kiwi dapat mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol.
(34)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster
berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.
Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan
berdasarkan rumus Federer yaitu :
(k-1)(n-1) > 15 (3-1)(n-1) > 15 2 ( n-1) > 15 2n > 15+2
n > 9 Keterangan :
(35)
commit to user
n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak 10 ekor mencit (n > 9), dan jumlah kelompok mencit ada 3 sehingga penelitian ini membutuhkan 30 mencit dari populasi yang ada. Sampel didapatkan dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling (Murthi, 2006).
E. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design
(Taufiqqurohman, 2003).
K : (-) O0
PI: (X 1) O1
PII: (X 2) O2
Keterangan :
K = Kelompok kontrol tanpa diberi sari buah kiwi maupun
parasetamol.
PI = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi sari buah kiwi.
Bandingkan dengan uji
statistik Sampel
Mencit 30 ekor
(36)
commit to user
PII = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan sari buah
kiwi.
(-) = Pemberian aquades peroral 0,5 ml/ 20gBB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
X1 = Pemberian aquades peroral sebanyak 0,5 ml/ 20gBB mencit
setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13 dan 14 diberi parasetamol 5,07 mg/ 20gBB mencit perhari.
X2 = Pemberian sari buah kiwi peroral dosis 0,78g/ 20gBB mencit
selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 5,07 mg/ 20gBB mencit 1 jam setelah pemberian sari buah kiwi.
O0 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol.
O1 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PI.
O2 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan
karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PII.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Pemberian sari buah kiwi.
2. Variabel terikat
(37)
commit to user
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan
Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar mencit.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Sari buah kiwi diberikan secara peroral dengan sonde lambung dengan dosis 0,78mg/20 g BB mencit, selama 14 hari berturut-turut.
Buah kiwi yang digunakan adalah buah kiwi yang matang dari jenis
kiwi hijau atau jenis ’Hayward’ (Actinidia deliciosa) produksi Zespri.
Pembuatan sari buah kiwi dilakukan dengan menggunakkan juice
extractor. Sari buah kiwi diberikan pada mencit kelompok perlakuan II
(PII). Jadi kelompok perlakuan II diberi sari buah kiwi dengan dosis 0,78mg/20gBB mencit selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dengan dosis 0,1 ml/20gBB mencit setelah 1 jam pemberian ekstrak sari buah kiwi. Sedangkan dua kelompok lainnya yaitu kelompok kontrol (K) hanya diberikan aquades peroral sebanyak 0,5ml/20gBB setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan kelompok perlakuan I (PI) diberikan aquades peroral sebanyak 0,5ml/20gBB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut, di mana
(38)
commit to user
pada hari ke- 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 0,1ml/20gBB mencit peroral perhari.
2. Variabel terikat
Kerusakan histologis sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar mencit yang dipapar parasetamol setelah diberi sari buah kiwi. Kerusakan histologis dinilai dari banyaknya sel hepar yang intinya mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis pada zona III lobulus hepar (zona sentrolobuler). Banyaknya sel hepar yang mengalami kerusakan dihitung dari tiap 100 sel yang ada di zona III.
Menurut Price dan Wilson (1994) tanda-tanda kerusakan sel adalah :
a. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil,
berwarna gelap batasnya tidak teratur.
b. Sel yang mengalami karyoreksis inti mengalami fragmentasi atau
hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.
c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat,
inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja.
Banyaknya sel hepar yang mengalami kerusakan dihitung dari tiap 100 sel yang ada di zona III. Pengamatan jaringan hepar dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang mengalami kerusakan terberat pada zona III. Dari daerah zona III ini dengan perbesaran 400 kali dilakukan penghitungan
(39)
commit to user
jumlah sel yang mengalami kerusakan. Jadi misalnya dari suatu preparat
dari 100 sel yang diamati ternyata terdapat 10 inti piknosis,15 inti dengan
karyoreksis, dan 5 inti dengan karyolisis, maka jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan dari preparat tersebut adalah 10+15+5=30. Makin banyak jumlah sel yang rusak menggambarkan semakin berat kerusakan hepar. Skala pengukuran ini adalah rasio.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan
melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus)
dengan galur Swiss webster.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25-28o C.
5) Berat badan.
(40)
commit to user
6) Jenis makanan.
Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis, reaksi
hipersensitivitas, dan keadaan awal hepar mencit.
1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antarmencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.
2) Reaksi hipersensitivitas dapat muncul pada beberapa mencit karena
pengaruh pemberian parasetamol atau sari buah kiwi.
3) Keadaan awal hepar mencit tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan heparnya sudah mengalami kelainan.
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat.
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Kandang mencit 3 buah masing-masing untuk 10 ekor mencit.
b. Timbangan hewan.
c. Timbangan obat.
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja
lilin).
(41)
commit to user
f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.
g. Mikroskop cahaya medan terang.
h. Gelas ukur dan pengaduk.
i. Kamera digital
2. Bahan.
Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
a. Parasetamol.
b. Makanan hewan percobaan (pellet).
c. Aquades.
d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.
e. Sari buah Kiwi.
I. Cara Kerja
1. Dosis sari buah kiwi
Dosis yang diberikan ditentukan berdasar hasil konversi dari
manusia ke mencit (Ngatidjan, 1991) dengan menggunakan dosis pada
penelitian Dr. Ronald Prior dari U.S. Department of Agriculture’s (USDA)
yang menguji kapasitas antioksidan buah kiwi dan mengukur peningkatan resistensi sel terhadap kerusakan oksidatif oleh hidrogen peroksida. Dosis yang digunakan adalah 300 gram buah kiwi Hayward per hari pada wanita dewasa (Ide, 2010).
(42)
commit to user
Pada penelitian ini sari buah kiwi diberikan dengan dosis sebesar
0,78 g/20gBB mencit. Sari buah kiwi diberikan sehari sekali selama 14 hari berturut-turut pada kelompok PII
Perhitungan dosis sari buah kiwi: Nilai konversi x 300 g
= 0,0026 x 300 g = 0,78 g mencit
Dari hasil uji pendahuluan diketahui bahwa 100 gram daging buah kiwi jika diblender menghasilkan 60 ml sari buah kiwi, jadi 0,78 gram buah kiwi sama dengan 0,468 ml (dibulatkan menjadi 0,5 ml). Dosis yang diberikan untuk mencit dengan berat 20 gram adalah 0,5 ml sari buah kiwi. Dosis ini diberikan selama 14 hari berturut-turut dimaksudkan untuk meningkatkan kadar antioksidan sehingga kerusakan sel hepar dapat dicegah ketika terpapar parasetamol dosis toksik. Menurut Ide (2010) pemberian buah kiwi selama 2 minggu dapat meningkatkan kadar
glutathione 50% di dalam tubuh.
Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi makan pellet dan minum air PAM
ad libitum.
2. Penentuan dosis parasetamol
LD-50 untuk mencit secara peroral yang telah diketahui adalah 338 mg/KgBB atau 6,76 mg/20 gBB mencit (Alberta, 2006). Dosis parasetamol yang dapat menimbulkan efek kerusakan hepar berupa
(43)
commit to user
LD-50 perhari (Sabrang, 2008). Dosis yang digunakan adalah 338 mg/ KgBB x 0,75 = 253,5 mg/KgBB = 5,07 mg/ 20gBB mencit. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan pada sel hepar berupa nekrosis pada daerah sentrolobularis tanpa menimbulkan kematian pada mencit. Menurut Wilmana dan Gunawan (2007) pemberian parasetamol dosis tunggal sudah dapat menimbulkan kerusakan sel hepar berupa nekrosis pada daerah sentrolobularis dalam waktu 2 hari setelah pemberian parasetamol.
3. Persiapan mencit
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.
4. Pengelompokan subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek dikelompokkan menjadi tiga kelompok secara random, dan masing-masing kelompok terdiri dari 10 mencit. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:
a. K = Kelompok kontrol diberi aquades peroral sebanyak 0,5 ml/
(44)
commit to user
b. PI = Kelompok perlakuan I diberi aquades peroral sebanyak 0,5
ml/20gBB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 5,07mg/20gBB mencit peroral perhari.
c. PII = Kelompok perlakuan II diberi sari buah kiwi dengan dosis
0,78 g/20gBB mencit selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dengan dosis 5,07mg/ 20grBB mencit setelah 1 jam pemberian ekstrak sari buah kiwi.
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan sari buah kiwi, mencit dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian sari buah kiwi agar sari buah kiwi terabsorbsi terlebih dahulu.
5. Pembuatan preparat histologis dan pembacaan hasil
Pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebra servikalis, kemudian organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok paraffin dengan pengecatan HE. Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut, hal ini dilakukan untuk mendapatkan preparat yang seragam. Dari tiap lobus kanan hepar dibuat 3 irisan dengan
(45)
commit to user
tebal tiap irisan 3-8 um. Jarak antar irisan satu dengan yang lain kira-kira 25 irisan. Tiap hewan percobaan dibuat 3 preparat. Dari masing-masing preparat diambil 1 (satu) daerah di sentrolobuler yang terlihat kerusakannya paling berat. Dari 1 (satu) zona tersebut akan didapatkan 1 (satu) angka mengenai jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan. Sehingga dari 1 hewan coba didapatkan 3 angka mengenai jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan. Dalam percobaan ini menggunakan 10 hewan percobaan dalam tiap kelompoknya sehingga akan diperoleh 30 angka untuk tiap kelompok percobaan. Pengamatan preparat dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan preparat, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati pada sentrolobuler lobulus hepar dan dipilih 1 (satu) daerah yang kerusakannya terlihat paling berat. Dari tiap zona sentrolobuler lobulus hepar tersebut dengan pembesaran 400 kali ditentukan jumlah inti yang mengalami piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari tiap 100 sel. Penghitungan jumlah sel dilakukan dengan bantuan alat OptiLap yang disambungkan dengan komputer.
Jadi misalnya dari satu daerah zona sentrolobuler dari 100 sel yang diamati, ternyata terdapat 10 sel dengan inti piknotik, 15 dengan karyoreksis dan 5 dengan karyolisis maka jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan adalah 10 + 15 + 5 = 30. Sehingga dari tiap preparat diperoleh satu nilai angka. Jadi dari 3 preparat dari 1 (satu) hewan coba akan didapatkan 3 angka mengenai jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan. Dalam percobaan ini menggunakan 10 hewan percobaan dalam
(46)
commit to user
tiap kelompoknya sehingga akan diperoleh 30 angka mengenai jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan untuk tiap kelompok percobaan. Selanjutnya data yang diperoleh diuji mengenai jumlah sel hepar yang mengalami kerusakan dari masing-masing kelompok dibandingkan dengan
uji Oneway ANOVA
6. Skema Pemberian Perlakuan
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan 1
Kelompok Perlakuan 2
Dipuasakan selama + 5 jam
Aquades 0,5 ml/ hari Sari buah kiwi
0,78 g/ 20gBB /hari
1 jam Sampel 30 ekor mencit
Aquadest 0,1 ml Parasetamol dengan dosis 5,07mg/ 20 g BB
Perlakuan sampai hari ke-14, dan untuk parasetamol hanya diberikan pada hari ke-12, 13 dan 14. Pembuatan preparat pada hari ke-15.
(47)
commit to user
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Oneway
ANOVA (Analysis of Variant). Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka
dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α
(48)
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian pengaruh sari buah kiwi terhadap kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol, didapatkan hasil pengamatan pada masing – masing kelompok. Hasil pengamatan jumlah inti sel hepar yang mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis untuk masing-masing kelompok dan jumlah total sel hepar yang rusak disajikan pada lampiran 1- 4. Rata-rata jumlah sel hepar mencit yang mengalami kerusakan pada masing-masing kelompok disajikan pada tabel2.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Sel Hepar Mencit yang Mengalami Kerusakan pada Masing-masing Kelompok.
Kelompok Jumlah sel yang rusak SD
K P I P II
33,63 60,83 39,07
5,690 4,450 6,302
Keterangan :
K : Kelompok kontrol PI : Kelompok perlakuan 1 PII : Kelompok perlakuan 2
(49)
commit to user
Rata-rata jumlah sel yang mengalami kerusakan paling tinggi adalah pada kelompok P I yaitu 60,83 ± 4,450 dan paling rendah adalah pada kelompok K yaitu 33,63 ± 5,690.
Gambaran histologis (fotomikrograf) zona sentrolobuler lobulus hepar mencit kelompok kontrol (K), kelompok perlakuan I (PI) dan kelompok perlakuan II (PII) dapat dilihat pada lampiran 9.
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, akan diuji dengan
uji One-Way ANOVA dengan menggunakan program komputer Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows. Adapun syarat
untuk uji One-Way ANOVA adalah :
1. Variabel data berupa variable numerik/kontinu/ rasio.
2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji kolmogorov-
Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada
nilai alfa. Misal, α = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data harus >
0,05.
3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan
uji homogenity of variances, di mana untuk varians data yang sama
akan memiliki nilai p > nilai α
Skala ukuran variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah rasio, sehingga syarat pertama terpenuhi.
(50)
commit to user
Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran data normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorof-Smirnov atau uji
Saphiro-Wilk. Pada penelitian ini karena n untuk tiap kelompok 30 ( ≤ 50 )
maka uju normalitas yang digunakan adalah Saphiro-Wilk. Hasil uji Saphiro-Wilk dapat dilihat pada lampiran 4, tabel 7.
Uji Saphiro –Wilk, nilai p berturut-turut untuk kelompok kontrol, perlakuan 1 dan perlakuan 2 adalah 0,921; 0.851;0,701. Di mana nilai di
atas lebih besar dari α (0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa sebaran data kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2
normal. Sehingga syarat kedua untuk menggunakan uji One-Way ANOVA
terpenuhi.
Syarat ketiga untuk menggunakan uji One-Way ANOVA adalah
varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji
Homogeneity of Variances, di mana untuk varians data yang sama akan
memiliki nilai p > nilai α. Sebaran data secara deskriptif, dan hasil uji
Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai p yang
didapatkan dari uji Homogeneity of Variances adalah 0,122 di mana nilai
ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan bahwa varians data
antarkelompok sama. Syarat ketiga untuk menggunakan uji One-Way
(51)
commit to user
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5, tabel 10.
Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat
perbedaan rerata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2.
Karena didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari tiga
kelompok tersebut maka uji statistik dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk
mengetahui antar kelompok mana perbedaan dapat ditemukan dan uji Post
Hoc yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji LSD. Hasil uji Post Hoc
Multiple Comparisons (LSD) dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun ringkasan
hasil uji LSD dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
K-PI K-PII PI-PII
0,000 0,000 0,000
Bermakna Bermakna Bermakna
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik LSD tampak
(52)
commit to user BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini kerusakan histologis sel hepar dievaluasi dari perubahan inti sel hepar berupa inti piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sel yang mengalami piknotik intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. Sel yang mengalami karioreksis intinya mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Sel yang mengalami kariolisis menunjukkan kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja.
Secara teoritis, sel hepar mencit yang dipapar parasetamol akan mengalami kerusakan yang digambarkan dengan terdapatnya inti sel yang piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sedangkn pemberian parasetamol ditambah sari buah kiwi, derajat kerusakan sel hepar yang didapatkan akan lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian parasetamol tanpa sari kiwi karena sari buah kiwi memiliki efek hepatoprotektif terhadap efek toksik yang disebabkan parasetamol. Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol hanya diberikan aquades sebagai placebo.
Dari uji One-Way ANOVA (α = 0,05) didapatkan perbedaan yang
bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukkan
(53)
commit to user
Dari hasil uji LSD jumlah kerusakan sel hepar didapatkan perbedaan
bermakna antara kelompok K dan kelompok P I. Hal ini disebabkan karena pada kelompok perlakuan I terjadi kerusakan sel hepar akibat pemberian parasetamol dosis toksik. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol pada dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel hepar. Mekanisme kerusakan sel hepar akibat dosis toksik parasetamol dapat terjadi akibat reaksi toksik dan radikal bebas. Reaksi toksik disebabkan langsung oleh ikatan antara NAPQI dengan gugus nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein sehingga mengakibatkan kematian sel atau nekrosis sentrolobuler. Selain itu, radikal bebas hidroksil yang terbentuk akibat dosis
toksik parasetamol juga dapat merusak rantai poly unsaturated fatty acid (PUFA)
menjadi lipid hidroperoksida (COOH). Radikal ini akan memisahkan atom hidrogen dari rantai PUFA dalam membran sel hepar, sehingga terjadi peroksidasi lipid. Penimbunan zat tersebut pada membran sel akan mengakibatkan gangguan fungsi sel sehingga akhirnya terjadi nekrosis sel hepar (Santoso, 2004).
Pada kelompok K didapatkan pula gambaran inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hal ini kemungkinan dikarenakan proses penuaan dan kematian sel secara fisiologis setiap 150 hari serta karena pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan.(Gartner and Hiatt, 2007).
Hasil analisis data antara kelompok PI dan kelompok PII didapatkan perbedaan bermakna. Hal ini berarti pemberian sari buah kiwi dengan dosis yaitu 0,78 g/20gBB mencit selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi jumlah inti sel hepar yang mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol. Menurut
(54)
commit to user
Kumas et al.(2005), hepatotoksisitas dapat dikurangi dengan pemberian
antioksidan. Sari buah kiwi mengandung banyak antioksidan seperti vitamin C,
vitamin E dan fitokimia tertentu, seperti: karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid
dan klorofil (Astawan dan Leomitro, 2008). Fitokimia bertindak secara sinergis untuk meningkatkan kapasitas antioksidan, sehingga efek antioksidannya lebih besar dibanding jika fitokimia itu berdiri sendiri (Ming-Wei, 2006)
Kandungan vitamin C yang tinggi pada buah kiwi menyebabkan kiwi memiliki efek antioksidan yang kuat. Vitamin C membantu tubuh memproduksi
pendetoks glutathione. Kadar glutathione dapat meningkat sampai 50% bila buah
kiri dikonsumsi dalam 2 minggu (Ide, 2010). Melalui mekanisme antioksidan ini sari buah kiwi dapat mencegah kerusakan histologis sel hepar.
Kelompok PII merupakan kelompok perlakuan setelah pemberian sari buah kiwi dosis 0,78 g/20gBB mencit dan parasetamol dosis 5,07 mg/20gBB mencit. Hasil analisis kerusakan sel hepar pada kelompok PII menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol dan kelompok PI, dimana kerusakan sel hepar pada kelompok PII lebih sedikit dari pada kelompok PI tetapi masih lebih banyak dari pada kelompok K. Hal ini berarti pemberian sari buah kiwi dengan dosis 0,78 g/ 20gBB mencit dapat mengurangi kerusakan sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol, tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar pada kondisi seperti kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbukti adanya efek proteksi sari buah kiwi terhadap sel hepar mencit berupa pengurangan jumlah kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol pada dosis
(55)
commit to user
5,07g/20gBB mencit, meskipun hasilnya belum optimal karena hasilnya belum sebanding dengan kelompok kontrol.
Efek antioksidan buah kiwi ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Astawan dan Leomitro (2008) dimana buah kiwi hijau Hayward
mempunyai peran penting sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas.
(56)
commit to user BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:
Pemberian sari buah kiwi (Actinidia Deliciosa) dosis 0,78 g/20gBB
yang diberikan selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi kerusakan
histologis sel hepar mencit (Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif
dalam sari buah kiwi yang paling berperan sebagai hepatoprotektor.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis sari buah kiwi
yang lebih bervariasi dan dengan lama pemberian sari buah kiwi yang lebih bervariasi untuk mendapatkan efek yang optimal dalam melindungi hepar dari kerusakan.
(57)
commit to user DAFTAR PUSTAKA
Astawan M. dan Leomitro A. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, pp:154-160, 128, 129.
Bayupurnama P.2006. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Dalam: Sudoyo A.W.,
Setiyohadi B., Alwi L., Simadibrata K.M dan Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp:471
Bergman R. A, Afifi A. K., and Heidger P. M. 1996. The Digestive System.
In: Saunders Text and Review Series Histology. Philadelphia: W. B. Saunders, p: 208.
Brunton L., Laso J. S., Parker K. L. 2006. Goodman & Gillman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th Edition. McGraw-Hill
Companies, p:174.
Burns M. J., Friedman, S.L., and Larson, A.M, 2008. Pathophysiology and
diagnosis of acetaminophen (paracetamol) poisoning
http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?topicKey=w7Ylglg
LPmR. (20 mei 2010)
Correia M. A., Castagnoli N. 1989. Farmakokineti: Biotransformasi Obat.
Dalam : Bertram G. Katzung. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi III.
Alih Bahasa : Petrus Adrianto dkk. Jakarta: EGC, pp:45-51
Damjanov L. 1996. Hepatobiliary System. In: Colour Atlas of
Histopathology. USA: Williams & Wankins, p: 211.
Darmansjah I. 2002. Benarkah Parasetamol Toksik terhadap Hati?
http://www.iwandarmansjah.web.id/medical.php?id=138. (17 april 2010)
Duttaroy A.K., Jorgensen, A. Effects of Kiwi Fruit Consumption on Platelet
Aggregation and Plasma Lipids in Healthy Human Volunteers.
http://folk.uio.no/asimd/articles/Effects_of_kiwipaper.pdf. (13 mei 2010)
(58)
commit to user
Gartner L.P. and Hiatt J. L. 2007. Color Textbook Of Histology. 3rd ed.
China: Elsevier Inc., p:433
Greiner. 1990. Non Invasive Determination of Acetaminofen Disposition in
Down Sindrome. Clinical Pharmacology and Therapeutics. P:521
Hardman J.G, Limbird L. E, Gilman A.G (ed). 2008. Goodman & Gilman’s
The Pharmalogical Basis of Therapeutics. 10th ed. McGraw-Hill
Companies. p: 683.
Ide P. 2010. Health Secret of Kiwifruit. Jakarta: PT Elex Media
Computindo, pp: 9,11,15,16
Katzung B. 2002. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. Jakarta: Salemba
Medika, pp: 485-6.
Klaassen C. D., Watkins III J. B. (eds). 2003. Casarett and Doull’s
Essentials of Toxicology. The Mcgraw-Hill Companies, Inc.,
pp:194-207
Leeson C. R, Leeson T. R., and Paparo A. A. 1996. Buku Teks Histologi.
Alih Bahasa: Yann Tambayong, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 383-7.
Liang C.F dan Ferguson A,R. 2010.
http://en.wikipedia.org/wiki/kiwifruit. (29 maret 2010).
Ming-Wei Sherry Kao.2006. A Comparative Study of Antioxidant and
Physicochemical Properties of Blackberry and Kiwifruit.
Mohammadi A., Rafiee S., Emam Z., Keyhani A. 2008. Kinetcs Models for
Colour Changes in Kiwifruit Slice During Hot Air Drying.
http://www.idosi.org/wjas/wjas4(3)/15.pdf. (13 mei 2010).
Morton J. 1987. Fruits of warm climates. pp:293-300.
http://www.hort.purdue.edu/newcorp/morton/kiwifruit_ars.html. (29
mei 2010)
Murthi B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Gajah Mada University Press, p:
(59)
commit to user
Murray R. K., Granner D. K., Mayes P. A., Rodwell V. W. 2003. Biokimia
Harper. Jakarta:EGC, pp:743-9.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam
Toksikologi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM,
pp: 94-152.
Paulsen F. D. 2000. Histology and Cell Biology. Lange Medical Book, p:
206.
Parod J. R. Dan Dolgin G. J. 1992. Toxicology: management of acute
poisoning. In: Cedric, M. Smith dan Alan M. Reynord (eds). Text Book
of Pharmacology. Philadelphia: W. S. Saunders, pp: 998-1003
Price S.A. and Wilson L.M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC, pp: 773-5.
Ramachandran R. and Kakar S. 2009. Histological patterns in drug-induced liver disease. J Clin Pathol. 62: 481-2.
Riwidikdo H. 2007. Statistik Kesehatan, Belajar Mudah Teknik Analisis
Data Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press,
pp: 60-70, 140-9.
Robbins dan Kumar, 1995. Buku Ajar Patologi Anatomi I. Edisi IV. Alih
Bahasa Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. pp: 8-10.
Rochmah K. 2000. Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai
Hepatoprotektor. JKY, pp:47-52
Rubin E., Gorstein F., Rubin R., Schwarting R., Strayer D. 2005. Rubin’s
Pathology: Clinicopathologic Foundations of Medicine. 4th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, pp:22-24
Santoso A.B. 2004. Gambaran Histologis Hati Mencit Setelah Pemberian
(60)
commit to user
Taufiqqurohman M.A. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran &
Kesehatan. Surakarta : CSGF.
Tjay TH. & Raharja, K. 2002. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Ed 5. Jakarta: Gramedia, pp: 318-319
Wenas N. T. 1996. Kelainan Hati Akibat Obat. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, p:364.
Widjaja S. 1997. Antioksidan : Pertahanan tubuh terhadap efek oksidan dan
radikal bebas. Maj. Ilm. Fak. Kedokt. Usakti. !6(1), p : 162
Wilmana P.F. dan Gunawan S.G. 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik
Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam:
Gunawan S.G. (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Gaya
(61)
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obat-obat yang dapat diperoleh dengan mudah di toko obat atau kedai-kedai di desa atau apotik tanpa resep dokter, dikenal sebagai obat bebas atau
disebut juga golongan obat OTC (Over the Counter Drug). Obat bebas yang
paling banyak digunakan masyarakat adalah obat analgetika (penghilang rasa sakit) (Arifin, 2008). Asetaminofen (N-acetyl-p-aminophenol, APAP, parasetamol) telah menjadi analgetik-antipiretik yang paling banyak digunakan secara luas. Parasetamol merupakan salah satu dari ratusan obat yang diresepkan yang telah digunakan diseluruh dunia. Meskipun obat ini sesungguhnya aman bila digunakan pada dosis terapi, overdosis parasetamol
telah dikenal sebagai penyebab nekrosis hati sejak 1966 (Burns et al., 2008).
Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil
metabolisme parasetamol yang berupa N-asetil-p-benzokuinon (NAPQI)
tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutation hepar. NAPQI bersifat toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai radikal bebas (Correia dan Castagnoli, 1989). Keracunan serius dapat terjadi dengan kira-kira sedikitnya 12-20 tablet parasetamol @ 500 mg sekaligus telan, tergantung dari kapasitas individual setiap orang. Jadi, parasetamol merupakan bahan toksis hanya dalam jumlah yang besar (Darmansjah, 2002).
(62)
commit to user
2
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati berperan sentral dalam metabolisme obat. Hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkannya dapat fatal (Bayupurnama, 2006)
Melihat cukup besarnya dampak yang ditimbulkan oleh keracunan parasetamol, maka perlu diketemukan bahan hepatoprotektor baru yang alami dan sedikit menimbulkan efek samping. Salah satu tanaman yang menarik untuk diteliti sebagai bahan hepatoprotektor baru tersebut adalah
buah kiwi (Actinidia Deliciosa) (Astawan dan Leomitro, 2008).
Buah kiwi adalah buah yang kaya nutrisi karena vitamin C yang dikandungnya cukup tinggi dan kiwi mempunyai kapasitas antioksidan yang
kuat karena mempunyai sejumlah phytonutrient meliputi karoten, lutein,
xantophyl, flavonoid, klorofil (Mohammadi et al., 2008). Kapasitas
antioksidan terhadap senyawa radikal bebas buah kiwi bahkan menempati posisi ketiga tertinggi setelah jeruk dan anggur merah. Kulit buah kiwi adalah sumber antioksidan flavonoid yang baik (Ide, 2010).
Di Indonesia, penggunaan buah kiwi di bidang kesehatan memang belum begitu populer dan penelitian empiris tentang efek hepatoprotektif sari buah kiwi belum banyak dilakukan. Efek hepatoprotektif buah kiwi dapat dilihat dari beberapa parameter antara lain parameter pemeriksaan fungsi hepar dan gambaran histologis sel hepar. Dalam penelitian ini peneliti
(63)
commit to user
3
akan mengamati efek hepatoprotektif buah kiwi dari aspek gambaran histologis sel hepar.
B. Perumusan Masalah
Apakah pemberian sari buah kiwi dapat mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efek hepatoprotektif sari buah kiwi dalam melindungi hepar dari paparan parasetamol.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui pengaruh pemberian sari buah kiwi (Actinidia
deliciosa) dalam mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit
akibat pemberian parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh sari buah kiwi dalam mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol.
(64)
commit to user
4
2. Manfaat Aplikatif
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
mengembangkan buah kiwi (Actinidia deliciosa) menjadi obat
(fitofarmaka) yang berkhasiat antioksidan
b. Penelitian ini diharapkan dapat lebih mengenalkan manfaat buah
(65)
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kiwi (Actinida deliciosa)
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Ericales
Family : Actinidiaceae
Genus : Actinidia
Species : Actinidia deliciosa
(Liang dan Ferguson, 2010)
b. Asal usul kiwi
Buah kiwi sebenarnya asli dari Cina. Tanaman kiwi tumbuh liar di lembah sungai Yang-Tze, Cina, sejak tahun 1600-an. Di
negara asalnya, buah bernama latin Actinidia Deliciosa ini dikenal
dengan nama yang tao. Nama ’yang tao’ diberikan oleh seorang
kaisar dari dinasti Khan yang menganggap buah berdaging hijau itu memiliki cita rasa tinggi (Astawan dan Leomitro, 2008).
(1)
commit to user
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5, tabel 8. Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat perbedaan rerata jumlah kerusakan sel hepar yang bermakna antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2.
Karena didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari tiga kelompok tersebut maka uji statistik dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk mengetahui antar kelompok mana perbedaan dapat ditemukan dan uji Post Hoc yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji LSD. Hasil uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun ringkasan hasil uji LSD dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3. Ringkasan hasil uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
K-PI K-PII PI-PII
0,000 0,000 0,000
Bermakna Bermakna Bermakna
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik LSD tampak adanya perbedaan yang signifikan pada semua pasangan antar kelompok. Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat pada lampiran 6.
(2)
commit to user
BAB V PEMBAHASAN
Kerusakan sel hepar dapat berupa kerusakan ringan pada sel hepar, dalam bentuk perubahan melalui lesi yang sama dengan hepatitis virus, sampai nekrosis hepatik yang massif. Sel yang mengalami nekrosis ukuran selnya biasanya membesar, sering tidak bisa mempertahankan integritas membrannya, komponen dalam sel tersebut mengalami penghancuran oleh enzim dan sering keluar dari sel yang mengalami nekrosis (Robbins and Kumar, 1995). Umumnya perubahan – perubahan lisis yang terjadi pada sel nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel, tetapi perubahan pada inti sel adalah petunjuk paling jelas pada kematian sel (Price and Wilson, 1997).
Pada penelitian ini kerusakan histologis sel hepar dievaluasi dari perubahan inti sel hepar berupa inti piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sel yang mengalami piknotik intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. Sel yang mengalami karioreksis intinya mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Sel yang mengalami kariolisis menunjukkan kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja.
Secara teoritis, sel hepar mencit yang dipapar parasetamol akan mengalami kerusakan yang digambarkan dengan terdapatnya inti sel yang piknotik, karioreksis dan kariolisis. Sedangkn pemberian parasetamol ditambah sari buah kiwi, derajat kerusakan sel hepar yang didapatkan akan lebih sedikit
(3)
commit to user
dibandingkan dengan pemberian parasetamol tanpa sari kiwi karena sari buah kiwi memiliki efek hepatoprotektif terhadap efek toksik yang disebabkan parasetamol. Kelompok kontrol digunakan sebagai pembanding terhadap kelompok parasetamol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol hanya diberikan aquades sebagai placebo.
Dari uji One-Way ANOVA (α = 0,05) didapatkan perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna pada kelompok K-PI, K-PII, PI-PII.
Dari hasil uji LSD jumlah kerusakan sel hepar didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok K dan kelompok P I. Hal ini disebabkan karena pada kelompok perlakuan I terjadi kerusakan sel hepar akibat pemberian parasetamol dosis toksik. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa parasetamol pada dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel hepar. Mekanisme kerusakan sel hepar akibat dosis toksik parasetamol dapat terjadi akibat reaksi toksik dan radikal bebas. Reaksi toksik disebabkan langsung oleh ikatan antara NAPQI dengan gugus nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein sehingga mengakibatkan kematian sel atau nekrosis sentrolobuler. Selain itu, radikal bebas hidroksil yang terbentuk akibat dosis toksik parasetamol juga dapat merusak rantai poly unsaturated fatty acid (PUFA) menjadi lipid hidroperoksida (COOH). Radikal ini akan memisahkan atom hidrogen dari rantai PUFA dalam membran sel hepar, sehingga terjadi peroksidasi lipid. Penimbunan zat tersebut pada membran sel akan mengakibatkan gangguan fungsi sel sehingga akhirnya terjadi nekrosis sel hepar (Santoso, 2004).
(4)
commit to user
Pada kelompok K didapatkan pula gambaran inti sel hepar yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hal ini kemungkinan dikarenakan proses penuaan dan kematian sel secara fisiologis setiap 150 hari serta karena pengaruh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan.(Gartner and Hiatt, 2007).
Hasil analisis data antara kelompok PI dan kelompok PII didapatkan perbedaan bermakna. Hal ini berarti pemberian sari buah kiwi dengan dosis yaitu 0,78 g/ 20gBB mencit selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi jumlah inti sel hepar yang mengalami kerusakan akibat pemberian parasetamol. Menurut Kumas et al.,(2005), hepatotoksisitas dapat dikurangi dengan pemberian antioksidan. Sari buah kiwi mengandung banyak antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan fitokimia tertentu, seperti: karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid dan klorofil (Astawan dan Leomitro, 2008). Fitokimia bertindak secara sinergis untuk meningkatkan kapasitas antioksidan, sehingga efek antioksidannya lebih besar dibanding jika fitokimia itu berdiri sendiri (Ming-Wei, 2006)
Kandungan vitamin C yang tinggi pada buah kiwi menyebabkan kiwi memiliki efek antioksidan yang kuat. Vitamin C membantu tubuh memproduksi pendetoks glutathione. Kadar glutathione dapat meningkat sampai 50% bila buah kiri dikonsumsi dalam 2 minggu (Ide, 2010). Melalui mekanisme antioksidan ini sari buah kiwi dapat mencegah kerusakan histologis sel hepar.
Kelompok PII merupakan kelompok perlakuan setelah pemberian sari buah kiwi dosis 0,78 g/ 20gBB mencit dan parasetamol dosis 5,07 mg/ 20gBB mencit. Hasil analisis kerusakan sel hepar pada kelompok PII menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol dan kelompok PI, dimana
(5)
commit to user
kerusakan sel hepar pada kelompok PII lebih sedikit dari pada kelompok PI tetapi masih lebih banyak dari pada kelompok K. Hal ini berarti pemberian sari buah kiwi dengan dosis 0,78 g/ 20gBB mencit dapat mengurangi kerusakan sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol, tetapi tidak dapat mengembalikan sel hepar pada kondisi seperti kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbukti adanya efek proteksi sari buah kiwi terhadap sel hepar mencit berupa pengurangan jumlah kerusakan sel hepar mencit yang diinduksi parasetamol pada dosis 5,07 g/ 20gBB mencit, meskipun hasilnya belum optimal karena hasilnya belum sebanding dengan kelompok kontrol.
Efek antioksidan buah kiwi ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Astawan dan Leomitro (2008) dimana buah kiwi hijau Hayward mempunyai peran penting sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas.
(6)
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: Pemberian sari buah kiwi (Actinidia Deliciosa) dosis 0,78 g/20gBB yang diberikan selama 14 hari berturut-turut dapat mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit (Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat aktif dalam sari buah kiwi yang paling berperan sebagai hepatoprotektor. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis sari buah kiwi
yang lebih bervariasi dan dengan lama pemberian sari buah kiwi yang lebih bervariasi untuk mendapatkan efek yang optimal dalam melindungi hepar dari kerusakan.