Studi Sifat Mekanik Campuran Debu Vulkanik Sinabung (Dvs), Polyethylene (Pe), Dan Polypropylene (Pp) Menggunakan Mesin Mixer

(1)

DAFTAR PUSTAKA

[1] I.Bauman, Solid-solid mixing with static mixer, Chem. Biochem. Eng. Q.15 (4) (2001) 159–16

[2] O. Djuragic, J. Levic, S. Sredanovic dan L. Levic, Evaluation of homogeneity in feed by method of microtracers, Archiva Zoolechnica, 12:4 (2009)85-91.

[3] I.Bauman, D. Curic dan M. Boban, Mixing of solid in different mixing devices, S¯ adhan¯ a Vol. 33, Part 6 (2008) 721–731.

[4] A. Hamsi, “The application of palm oil as a binder for injection molding process”, Proceeding, Malaysian Engineer (2005) pp.80-83.

[5] A. Hamsi, dan Suprianto, “Studi Experimental Pengaruh Variasi Temperatur dan Putaran Pencampuran Terhadap Sifat Mekanik Campuran Polypropylen, Polyethylen Dan Fiber Glass Menggunakan Mesin Mixer Buatan Sendiri”. Jurnal Proceeding, Banjarmasin (2015).pp.1-7.

[6] A. Hamsi, Pengaruh campuran 3% dan 4%PP pada aspal penetrasi 60/70 terhadap kekuatan tekan dan rendam air, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, USU (2014).

[7] Purba, Febrian. 2012. Mesin Pencampur Mixing Equipment. (online), 2015).

[8] Wikipedia, 2010. Elemen Pemanas. (online)

diakses pada tanggal 17 Oktober 2015).

[9] Charis. 2014. Pengetahuan Bahan Teknik dan Bahan Plastik. (online), (http:// charis7512.blogspot.co.id, diakses tanggal 2 November 2015) [10] Allcock, R.Harry. and Lampe, W.Frederick,1981, Contemporary Polymer

Chemistry, Prentice-Hall. New Jersey

[11] Bhatnagar, M.S,2004, A Textbook of Polymers,Volume-II, Indian Institute of Technology. New Delhi

[12] Clark,J.G,1991, Kimia Polimer,diterjemahkan oleh : drs. Harry Firman, M.Pd, ITB. Bandung


(2)

[13] Budinski G.Kenneth, and Budinski K.Michael,2010, Enginnering Materials, Ninth Edition, Pearson Education. New Jersey

[14] Stevens, Malcolm.P,2007, Kimia Polimer,diterjemahkan oleh : Dr.Ir.Iis Sopyan, M.Eng, PT.Pradnya Paramita. Jakarta

[15] Hirokawa, Osamu. 1980. Introduction to Description of Volcanoes and Volcanic Rocks. Bandung: Pusat Pengembangan Teknologi Mineral.

[16] Tarigan Malemta.2014.”Studi Perbandingan Kadar Logam Berat (Fe, Mn, Zn, Pb, Cu, Al) Dan Na Pada Debu Erupsi Gunung Sinabung. Tesis. FMIPA USU.

[17] Hibbeler, R.C,2005, Mechanics of Materials, Sixth Edition, Pearson Education. Singapore

[18] Autodesk, 2015. Education Student and Simulation Moldflow Adviser

Ultimate.(online)

[19] Wikipedia, 2013. Sifat dan Karakteristik Material Plastik Polyethylene. (online) [20] F. Gapsari dan P.H. Setyarini, Pengaruh fraksi volume terhadap kekuatan

tarik dan lentur komposit resin berpenguat serbuk resin, Jurnal rekayasa mesin, Vol.1, No.2 (2010) pp 59-64


(3)

Tidak Berhasil

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

Konsep dari Penelitian ini adalah seperti pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1 : Diagram Alir Penelitian

Studi lapangan dan literatur

Pengadaan mesin mixer dan bahan (PE,PP,DVS)

Pencampuran bahan (PP,PE,DVS) dengan

mesin mixer

Variasi Temperatur 1600C, 1700C, dan 1800C

Variasi Putaran 52, 100, 144 rpm

Hasil Pencampuran

Pengujian Tarik

Foto makro dan mikro Simulasi Moldflow

Adviser Hasil analisa data

Kesimpulan Hidrolic Hot Press

Selesai


(4)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun pengujian ini dilakukan dibeberapa tempat yaitu sebagai berikut : 1. Pengujian pencampuran menggunakan mesin mixer dilakukan di

Laboratorium Teknologi Mekanik, Departemen Teknik mesin Universitas Sumatera Utara dari tanggal 24 Agustus 2015 s/d tanggal 27 November 2015.

2. Pencetakan specimen dan pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan pada tanggal 30 September 2015 s/d tanggal 10 Oktober 2015.

3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Mesin mixer

Mesin mixer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan mesin mixer serbuk yang dilengkapi dengan sistem roda gigi untuk mendapatkan variasi putaran 52 rpm, 100 rpm, 144 rpm dan mesin mixer ini juga dilengkapi dengan sistem pemanas yaitu 1600C, 1700C, dan 1800C. Bentuk mesin diperlihatkan pada gambar 3.2 berikut ini :

Gambar 3.2 : Mesin mixer Spesifikasi mesin mixer:

Putaran : 52 rpm, 100 rpm dan 144 rpm Elektrik anschluss : 220 V


(5)

2. Hidrolic Hot Presss

Mesin hydraulic hot press adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk membentuk suatu perlengkapan dari bahan plastik dengan sistem tekanan dengan aplikasi panas untuk melelehkan bahan, (seperti termoplastik) yang juga disebut termo pembentuk, prosedur ini menciptakan produk dengan tekstur, atau bentuk dapat dipakai sebagai hasil langsung. Operasi ini menggunakan hidrolik untuk mentransfer energi, (dalam bentuk tekanan), berikut ini adalah gambar mesin hidrolic hot press yang digunakan dapat lihat pada gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 : Mesin Hidrolic Hot Press

Spesifikasi mesin:

Type : RN 350

Elektrik anchluss : 220 V 50 Hz 600 W Luftdruck max : 10 bar

Mesin hidrolic hot press ini juga dilengkapi dengan mold atau cetakan untuk pembuatan specimen tensile, bentuk cetakan ditunjukkan pada gambar 3.3 berikut :


(6)

Gambar 3.4 : Cetakan (Mold) Tensile

Cetakan uji tensil ini menggukan standar ASTM D 638, spesifikasi dari standar ASTM tersebut, akan diperlihatkan pada gambar 3.5 berikut ini :

Gambar 3.5 : Spesifikasi Cetakan Uji Tarik Plastik [13]

Tabel 3.1 : Dimensi ASTM D 638, T = 4mm

Dimensi Panjang

(mm)

Toleransi (mm)

W - Width of narrow section 13 ± 0,5

L - Length of narrow section 57 ± 0,5

W0 - Width overall 19 ± 6,4

L0 - Length overall 165 No max

G - Gage Length 50 ± 0,25

D - Distance between grips 115 ± 5

R - Radius of fillet 60 ± 1


(7)

3. Stop watch

untuk mengukur berapa lama proses pengadukan pada saat pengujian berlangsung. Stop watch yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini :

Gambar 3.6 : Stopwatch

4. Mesin Uji Tarik

Mesin uji tarik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan beban maximum 20 Newton, dapat dilihat pada gambar 3.7 berikut ini :

Gambar 3.7 : Mesin uji tarik Spesifikasi Mesin Uji Tarik

Merek : Tarnogrocki Gmbh Type : UPH 100 KN


(8)

5. Gergaji Tangan

Sebelum di lakukan hidrolic hot press, material yang telah di campur dalam mixer di potong kecil-kecil terlebih dahulu, dapat dilihat gambar 3.8 berikut ini :

Gambar 3.8 : Gergaji Tangan

6. Timbangan digital

Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah timbangan digital yang digunakan untuk menimbang material polypropylene, polyethylene dan debu vulkanik sinabung, dapat dilihat gambar 3.9 berikut ini :

Gambar 3.9 : Timbangan digital

7. Thermocouple

Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur suhu di dalam wadah pengaduk yang diperlukan pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.10 berikut ini :


(9)

Gambar 3.10 : Thermocouple

Spesifikasi :

Material : Stainless steel 316 ss Temperatur range : 50 – 5000C 3.3.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Polypropylene (PP)

Polypropylene merupakan plastik polymer yang mudah dibentuk ketika panas. PP sendiri memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia atau Chemical Resistance namun ketahanan pukul atau Impact Strengh rendah, transparan dan memiliki titik leleh 165°C [14]. Dalam penelitian ini PP digunakan sebagai bahan matrix, bentuknya akan diperlihat pada gambar 3.11 berikut :


(10)

2. Polyehtylene (PE)

PE memiliki sifat-sifat diantaranya adalah permukaannya licin, tidak tahan panas, fleksibel, transparan dan memiliki titik leleh sebesar 115°C. Maka dari itulah PE banyak digunakan sebagai kantong plastik, botol plastik, cetakan, dan lain-lain [19]. Pada penelitiaan ini PE digunakan sebagai pengisi (Filler) bentuknya dapat dilihat pada gambar 3.12 berikut ini :

Gambar 3.12 : Polyethylene 3. Debu Vulkanik Sinabung

Dalam penelitian ini Debu Vulkanik Sinabung digunakan sebagai penguat untuk campuran polypropylene dan polyethylene, bentuknya dapat dilihat pada gambar 3.13 berikut ini :


(11)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam pengujian ini meliputi:

1. Data sekunder, merupakan data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. 2. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil pengujian

yang menggunakan alat uji tarik, hasil dari foto mickro dan makro, adapun data yang diperoleh dari pengujian ini yaitu:

a. Tegangan maksimum dan minimum dari setiap sampel I dan II. b. Elongation dari setiap sampel I dan II

c. Kehomogenan material pada setiap sampel.

d. Bentuk permukaan yang putus pada setiap sampel yang sudah melalui uji tarik.

3.5 Pengamatan dan Prosedur Penelitian Pada penelitian yang akan diamati adalah:

1. Parameter Temperatur efektif mesin mixer terhadap kekuatan tarik 2. Parameter Putaran efektif mesin mixer terhadap kekuatan tarik 3. Parameter variasi campuran terhadap PE murni

Adapun langkah-langkah prosedur penelitian ini, yaitu pencampuran komposisi polypropylene, polyethylene, dan debu vulkanik sinabung untuk variasi temperatur 1600c, 1700c, 1800c dan putaran 52 rpm, 100 rpm, dan 144 rpm. Adapun alat yang digunakan dalam pencampuran ini adalah :

1. Mesin mixer sebagai alat untuk mencampur polypropylene, polyethylene dan debu vulkanik sinabung.

2. Thermocouple sebagai alat untuk mengetahui suhu yang digunakan. 3. Cok sambung sebagai alat penghubung arus listrik.

4. Tang sebagai penjepit.

5. Timbangan digital sebagai alat untuk menentukan jumlah material yang akan dicampur.

6. Stop watch untuk menentukan waktu yang akan di pakai. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :


(12)

2. Timbang bahan dengan timbangan digital yaitu dengan komposisi yang sudah ditentukan.

3. Setelah ditimbang masukan semua komposisi campuran kedalam wadah mixer.

4. Setelah dimasukan dalam wadah , atur suhu pada pemanas mixer yaitu : Untuk formula 1 menggunakan temperature T1 1600c dengan putaran

N1=52, N2=100, dan N3=144 rpm. T2 1700c dengan putaran yang sama,

dan sampai T3 1800c juga dengan putaran yang sama.

5. Kemudian setelah temperatur sudah di atur hidupkan mesin mixer dan kemudian campur semua komposisi. Dalam pencampuran ini waktu yang dibutuhkan rata-rata 5 menit atau sampai melelehnya bahan PE dan PP. 6. Setelah itu keluarkan bahan dari mixer jika sudah cukup meleleh dan

dinginkan.

7. Setelah di ambil maka untuk formula I telah selesai dicampur.

8. Setelah selesai formula I, kemudian dilanjut ke formula II dengan langkah yang sama dan komposisi yang berbeda, hanya saja temperatur dan putaran yang sama.

Untuk selanjutnya yaitu prosedur pencetakan specimen uji tarik dan pengujian tarik. Adapun pencetakan specimen uji tarik dan pengujian uji tariknya sebagai berikut :

1. Hasil pencampuran dari setiap formula I dan II tersebut kemudian di potong kecil-kecil agar bisa di injeksi dengan mesin hidrolic hot press, dan dari setiap formula diatas akan dibentuk specimen uji tarik sebanyak 9 sampel.

2. Kemudian selanjutnya membentuk specimen tensile dengan menggunakan Hidrolic Hot Press. Proses pengujian tarik diperlihatkan pada gambar 3.14 dibawah ini :


(13)

Gambar 3.14 : Proses Pencetakan Sampel Tensile Strength

3. Setelah sampel sudah selesai dicetak, selanjutnya dilakukan pengujian tarik pada setiap sampel gunanya untuk mengetahui kekuatan tegangan tarik dan pertambahan panjang dari hasil pencampuran polypropylene, polyetylene dan debu vulkanik sinabung, proses pengujian tarik diperlihatkan pada gambar 3.15 dibawah ini :

Gambar 3.15 : Proses Pengujian Tarik (Tensile Strength)

4. Setelah pengujian tarik selesai dilakukan, kemudian data yang didapat dicatat dan dilakukan perhitungan data setiap sampelnya.


(14)

Tidak Berhasil

3.6. Proses Simulasi Moldflow Adviser

Setelah dilakukan proses pencampuran sampai dengan pengujian tarik, maka proses selanjutnya yaitu melakukan simulasi injection molding dengan menggunakan software moldflow adviser pada spesimen. Simulasi ini dilakukan pada spesimen yang memiliki nilai tegangan tarik yang paling optimum dan juga berdasarkan variasi temperatur yang paling bagus (efektif) dari semua spesimen formula I dan II. Untuk lebih ringkasnya prosedur simulasi yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.16 berikut ini :

Gambar 3.16 : Diagram Alir Prosedur Simulasi

Penggambaran dilakukan dengan menggunakan Software Autocad sedangkan untuk melakukan simulasi menggunakan Software Moldflow Adviser. Berikut cara pembuatan pemodelan hingga menjalankan simulasi :

1. Pertama sekali yang dilakukan ialah membuat gambar 3D dari specimen uji tarik menggunakan software autocad. Berikut hasil dari penggambaran 3D spesimen yang diperlihatkan pada gambar 3.17 berikut ini :

Pembuatan Geometry di Autocad

Export file dari Autocad ke Autodesk Moldflow

Menentukan titik Injeksi

Menentukan jenis material

Fill Analisis

Hasil simulasi Mulai


(15)

Gambar 3.17 : Hasil gambar 3D sampel uji tarik

2. Setelah membuat gambar sampel 3D uji tarik, proses selanjutnya ialah melakukan simulasi menggunakan software moldflow adviser. Langkah yang pertama dilakukan ialah mengeksport dari software autocad ke software moldflow adviser. Berikut hasil gambar dari hasil eksport yang selesai dilakukan yang diperlihatkan pada gambar 3.18 berikut ini :

Gambar 3.18 : Hasil eksport gambar dari software autocad ke software moldflow

3. Kemudian langkah selanjutnya dalam simulasi ialah membuat titik runner (saluran masuk) pada sampel tersebut. Gambar hasil dari pembuatan titik runner diperlihatkan pada gambar 3.19 berikut ini :


(16)

Gambar 3.19 : Hasil pembuatan titik runner pada sampel

4. Setelah pembuatan titik runner selesai, maka selanjutnya ialah menentukan jenis material yang akan disimulasikan. Pada simulasi ini material yang digunakan ialah Polypropylene. Pemilihan material dapat dilihat pada gambar 3.20 beriku ini :

Gambar 3.20 : Pemilihan jenis material

5. Setelah memilih material polypropylene, langkah berikutnya ialah menentukan parameter proses yang dipakai selama proses injection molding yaitu temperatur cetakan (mold temperature), temperatur leleh (melt temperature), tekanan injeksi (injection pressure) dan waktu penekanan (injection time). Penentuan parameter akan diperlihatkan pada gambar 3.21 berikut ini :


(17)

Gambar 3.21 : Menentukan parameter proses simulasi

6. Langkah berikutnya adalah memilih jenis analisa yang akan diterapkan pada proses Injection Molding, pada simulasi ini jenis analisa yang diterapkan yaitu

fill. Pemilihan jenis analisa proses simulasi akan diperlihatkan pada gambar 3.22 berikut ini :

Gambar 3.22 : Menentukan jenis analisa simulasi

Setelah penentuan jenis analisa proses simulasi selesai dilakukan, maka selanjutnya ialah melakukan simulasi.


(18)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah proses pengujian telah selesai dilaksanakan maka data yang didapat dari hasil pengujian untuk selanjutnya di lakukan pengolahan terhadap data tersebut berupa tabel, grafik, foto mikro dan makro.

4.1. Hasil Pengujian Peralatan Mesin Mixer

Mixer yang digunakan merupakan mixer yang dilengkapi sistem roda gigi untuk mendapatkan putaran yang diinginkan pada proses percampuran, adapun gambar mesin seperti diperlihatkan pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 : Mesin Mixer Sistem Gear Box Keterangan :

1. Elektromotor 2. Gear Box

3. Roda Gigi Payung 4. Poros Pengaduk

5. Wadah Tempat Mengaduk 6. Rangka Mesin

Hasil pengujian memperlihatkan temperatur max yang dicapai pada pengujian sebesar 1800c dengan waktu 8 menit. Temperatur sudah dianggap cukup karena penelitian menggunakan polypropylene, polyethylene dan Debu


(19)

sebagai komponen utama atau pengisi pada penelitian ini memiliki titik leleh diatas 1350c dan titik rekristalisasi 105-1150c [18]. Efektivitas pemanasan ini bergantung kepada jenis elemen pemanas serta jenis isolasi yang digunakan. Putaran mesin mixer menggunakan sistem gear box ini menghasilkan putaran 52, 100 dan 144 rpm.

4.2. Hasil Pengujian Formula I Variasi Putaran Dan Temperatur

4.2.1. Tabel Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Untuk melihat hasil pengujian tarik formula I dengan variasi temperatur dan putaran dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Formula I Specimen T (0C)

n (rpm) Lebar (W) (mm) Tebal (T) (mm) Luas (A) (mm2)

Panjang Awal

(L0) (mm)

Panjang Akhir

(L1) (mm) Per. Panjang (∆L) (mm) Fu (N) σ

(N/mm2)

ε (%) Polyethylene (60%), Polypropylene (38%), Debu Vulkanik Sinabung (2%) 1a 160

52 8.32 6.06 50.42 50 54.12 4.12 700 13.88 8.24

1b 100 8.22 6.10 50.14 50 51.81 1.81 400 7.97 3.62

1c 144 8.33 6.01 50.06 50 51.62 1.62 400 7.99 3.24

2a

170

52 8.32 6.00 49.92 50 52.56 2.56 650 13.02 5.12

2b 100 8.31 6.03 50.11 50 52.60 2.60 750 14.97 5.20

2c 144 8.29 6.00 49.74 50 52.40 2.40 800 16.08 4.80

3a

180

52 8.30 6.03 50.05 50 52.93 2.93 800 15.98 5.86

3b 100 8.33 6.11 50.90 50 51.78 1.78 550 10.80 3.56

3c 144 8.27 5.99 49.54 50 52.67 2.67 650 13.12 5.34


(20)

Dari Tabel 4.1 diatas cara untuk menentukan tegangan tarik dan nilai persen reganganya maka kita dapat menggunakan rumus persamaan berikut ini :

σ

max=����

�0

...(4.1)

Persen (Elongation )

ε

=

�1−�0

�0

x 100% ………...(4.2) Untuk mencari pertambahan panjang dan luas maka menggunakan persamaan berikut ini :

ΔL = LI – L0………..…...(4.3)

A0 = Lebar x Tebal ………...(4.4)

Dari persaman diatas maka dapat dihitung tegangan tarik dan persen elongationnya untuk temperatur 1600c, dan putaran 52 rpm, sebagai berikut:

ΔL = 54.12 – 50 = 4.12 mm

A0= 8.32 x 6.06 = 50.42 mm2

Maka kekuatan tarik

σ

maks (stress) dan persen elongationnya (

ε

) adalah :

σ

max = ����

�0

=

700 �

50.42 �� = 13.88 N/mm 2

ε =

∆�

�0

x 100 % = 4.12 ��

50 �� x 100 % = 8.12 %

Maka didapat nilai tegangan dari spesimen 1a (T=1600c, n=52 rpm) adalah sebesar 13.88 N/mm2 dan regangannya adalah sebesar 8.12 %. Kemudian untuk mendapatkan nilai tegangan tarik dan persen regangan untuk spesimen berikutnya dapat menggunakan rumus perhitungan yang sama.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan diatas untuk variasi temperatur dan putaran dengan variasi komposisi I maka di dapatlah nilai tegangan tarik dan yang paling optimum terdapat pada spesimen 2c dengan temperatur 1700c dan putaran 144 rpm yaitu sebesar = 16.08 N/mm2 dan persen elongation sebesar = 4,80 %.

4.2.2. Grafik Hasil Pengujian Tarik Formula I Pengaruh Variasi Temperatur dan Putaran

Pengujian tarik dilakukan untuk mendapatkan kekuatan material yang telah mengalami proses percampuran menggunakan mixer. Hasil


(21)

pengujian tarik formula I (PE 60%, PP 38%, DVS 2%) pengaruh variasi temperatur akan diperlihatkan pada gambar 4.2 berikut ini :

Gambar 4.2 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur

Pembuatan grafik berdasarkan dari tabel hasil pengujian tarik yang telah dilakukan, dimana nilai yang diambil merupakan nilai rata-rata tegangan tarik yang tertinggi setiap temperatur. Gambar 4.2 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan temperatur percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada temperatur 1700c sebesar 16.08 N/mm2 , temperatur ini PE umumnya telah mengalami rekristalisasi dan mulai mengalami pelelehan dan pada temperatur 1600c material masih menuju proses rekristalisasi, maka hal ini berpengaruh terhadap material DVS yang belum melekat pada material lainnya yang menyebabkan kekuatan tarik tidak begitu maksimum. Sedangkan pada temperatur 1800c material sebagian besar mengalami pelelehan, hal ini tentunya akan mempengaruhi distribusi dari tiap elemen pada campuran, disamping juga temperatur yang tinggi akan menyebabkan sebagian elemen mulai terbakar sehingga menurunkan kekuatan campuran. Dari pengujian tarik yang telah dilakukan juga didapat nilai persen elongation. Berikut grafik yang diperlihatkan pada gambar 4.3 dibawah ini:


(22)

Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur

Gambar 4.3 memperlihatkan rata-rata kenaikan temperatur percampuran cenderung mengalami penurunan nilai elongation, dikarenakan peningkatan temperatur yang membuat sebagian material terbakar dan mengalami kelelahan. Elongation paling tinggi diperoleh pada temperatur 1600c. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi elongation. Hasil dari pengujian tarik ini juga dilihat dari pengaruh variasi putaran terhadap kekuatan tarik sampel pada formula I. Berikut ini merupakan hasil grafik hubungan kekuatan tarik terhadap variasi putaran pada formula I yang diperlihatkan pada gambar 4.4 dibawah ini :


(23)

Gambar 4.4 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran

Gambar 4.4 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kecepatan putaran percampuran. Ini dikarenakan semakin tinggi putaran pengadukan maka material DVS akan semakin menyebar rata keseluruh bagian material atau semakin homogen. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada putaran 144 rpm sebesar 16.08 N/mm2. Setelah itu didapat pula nilai elongation dari pengaruh variasi putaran formula I tersebut. Hasil grafik diperlihatkan pada gambar 4.5 dibawah ini:

Gambar 4.5 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran

4.2.3. Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Untuk variasi komposisi I dengan temperatur 1600c, 1700c, 1800c, dan putaran 52 rpm, 100 rpm, 144 rpm dengan komposisi : Polyethylene (PE) = 60%, Polypropylene (PP) = 38%, Debu Vulkanik Sinabung (DVS) = 2%. Adapun hasil dari perhitungan tersebut didapatkan nilai tegangan tarik optimum pada setiap masing-masing temperatur dan putaran. Berikut bentuk spesimen yang paling optimum pada formula 1 setelah di injeksi


(24)

mengunakan mesin (hidrolic hot press) akan diperlihatkan pada gambar 4.6 berikut ini :

Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N1 = 52 rpm

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm

Sampel c : T = 1800c, N1 = 52 rpm

Gambar 4.6 : Sampel Formula I Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press

Setelah di lakukan proses pencetakan sampel paada hidrolic hot press, selanjutnya sampel di lakukan pengujian tarik pada formula I di dapatkan hasilnya yaitu berbagai bentuk patahan pada sampel yang akan diperlihatkan pada gambar 4.7 berikut ini :

a)

b)

c)

a)

b)


(25)

Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N1 = 52 rpm

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm

Sampel c : T = 1800c, N1 = 52 rpm

Gambar 4.7 : Bentuk Hasil Patahan Sampel Formula I Setelah di lakukan uji Tensile Strength

Dari hasil pengujian tarik di atas dapat di lihat perbedaan letak patahan pada masing-masing sampel dengan variasi putaran yang berbeda pula. Bentuk patahan yang terjadi terletak pada bagian leher dan bagian tengah sampel. Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk patahan yang terjadi, akan diperlihatkan pada gambar 4.8 berikut ini :

Gambar 4.8 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula I Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N1 = 52 rpm (Patahan pada bagian tengah sampel)

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm (Patahan pada bagian leher sampel) Void


(26)

Sampel c : T = 1800c, N3 = 100 rpm (Patahan pada bagian leher sampel)

Dari ketiga gambar 4.8 diatas memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda dapat di jelaskan bahwa variasi putaran dan temperatur yang di gunakan dapat mempengaruhi bentuk patahan dari setiap sampel setelah di lakukan pengujian tarik dan juga pada setiap sampel terdapat kekosongan void yang menyebabkan bentuk patahan yang berbeda terjadi pada bagian tengah sampel dan leher sampel.

4.2.4. Hasil Photo Makro Sampel Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Photo makro dilakukan untuk melihat bentuk patahan PP, PE dan DVS pada campuran setelah mengalami proses percampuran menggunakan mixer dengan variasi temperatur dan kecepatan putaran pada formula I, photo hasil percampuran akan diperlihatkan pada gambar 4.9 berikut ini:


(27)

Ket : (1) PP (Polypropylene) (2) PE (Polyethylene)

(3) DVS (Debu Vulkanik Sinabung)

Gambar 4.9 : Hasil Photo Makro Formula I variasi putaran dan temperatur yang paling Optimum

Bentuk patahan sampel uji tarik variasi temperatur dan putaran (gambar 4.9) pada formula I memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pada gambar (a) memperlihatkan luas penampang yang sangat berserabut dari pada penampang lainnya ini dikarenakan PE yang menumpuk pada satu titik dan juga memperlihatkan bahwa material PE belum terdistribusi merata ke seluruh bagian material seiring rendahnya putaran dan temperatur yang digunakan sebelum sampel mengalami putus seluruhnya, hal ini sejalan dengan elongation bahan yang tinggi. Penambahan variasi temperature dan putaran yang digunakan juga akan menyebabkan menurunnya elongation campuran, hal ini dapat dilihat dari karakteristik bentuk patahan sampel gambar (b) yang memperlihatkan sampel tidak mengalami pertambahan panjang yang signifikan sebelum mengalami putus. Bentuk patahan sampel (gambar b) terlihat tidak begitu berserabut hal ini menandakan sampel memiliki keuletan yang rendah. Nilai elongation yang paling rendah diperoleh pada putaran 100 rpm sampel (b), permukaan patahan sampel ini memperlihatkan banyaknya butiran DVS yang berkumpul dipermukaan tidak menyatu dengan PE. Kemudian untuk sampel (c) memperlihatkan bentuk patahan yang melengkung yang sedikit ulet dari pada sampel (b), ini disebabkan karena distribusi PE lebih merata keseluruh bagian material dan juga pengaruh temperatur yang membuat material PE meleleh. Hasil dari foto ini juga


(28)

menunjukkan hasil yang sama pada hasil foto mikro dan hubungan grafik kekuatan tarik dengan temperatur/putaran, dimana nilai tegangan tarik yang optimum diperlihatkan pada gambar (b) yang memiliki bentuk fisik patahan yang tidak berserabut diantara gambar lainnya.

4.2.5. Hasil Photo Mikro Sampel Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Photo mikro dilakukan menggunakan mikroskop optik untuk melihat permukaan sampel variasi temperatur dan kecepatan putaran percampuran pada formula I (PE 60%, PP 38%, DVS 2%) dengan menggunakan mixer, hasil pengujian akan diperlihatkan pada gambar 4.10 berikut ini:

Gambar 4.10 : Photo Mikro Formula I Paduan PE, PP Dan DVS dengan pembesaran 200µm a)T:1600c, n:52 Rpm, b)T:1700c, n:144 Rpm, dan c)T:1800c, n:52 Rpm.


(29)

Gambar 4.10 a, b, dan c memperlihatkan permukaan campuran dengan variasi temperatur dan putaran pada formula I. Pada semua gambar yang diterangkan pada no.(1) memperlihatkan adanya kekosongan (void) diantara DVS dan PE, keberadaan void ini tentunya akan menyebabkan penurunan kekuatan dari campuran. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya void pada komposit, menurut Femiana Gabsari void bisa diakibatkan oleh adanya udara yang terperangkap pada saat proses percampuran dilakukan juga proses percampuran menggunakan mixer yang kurang baik akan mempengaruhi pembentukan void [20]. DVS yang ditambahkan sebagai penguat diperlihatkan no.(2) pada seluruh gambar tidak begitu terlihat, ini dikarenakan PE sebagai pengisi memiliki titik leleh yang rendah oleh sebab itu PE telah terbakar (gosong) dan menyatu dengan DVS sebagai penguat. Sedangkan PP sebagai matrik yang diperlihatkan no.(3) pada seluruh gambar sedikit terlihat diantara PE dan DVS. Dari hasil photo mikro tersebut terlihat bahwa material PE dan DVS sangat mudah menyatu (homogen). Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan naiknya temperatur akan menyebabkan hampir sebagai material terbakar, kemudian dengan naiknya kecepatan putaran memperlihatkan bahwa semua material lebih homogen. Pada bentuk gambar (a),(b) dan (c) yang memiliki nilai kekuatan optimum terdapat pada foto mikro gambar (b), dimana hasil foto mikro menunjukkan meratanya seluruh material PP,PE dan DVS dan juga sangat sedikitnya pembentukan void yang terjadi pada hasil foto tersebut. Hasil foto mikro ini menunjukkan hasil yang serupa pada bentuk grafik hubungan kekuatan tarik dengan temperatur/putaran.

4.3. Hasil Pengujian Formula II Variasi Putaran Dan Temperatur

4.3.1. Tabel Hasil Pengujian Tarik Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Untuk melihat hasil pengujian tarik formula II dengan variasi temperatur dan putaran dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :


(30)

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tarik Formula II dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Formula II Specimen T (0C)

n (rpm) Lebar (W) (mm) Tebal (T) (mm) Luas (A) (mm2)

Panjang Awal

(L0) (mm)

Panjang Akhir

(L1) (mm) Per. Panjang (∆L) (mm) Fu (N) σ

(N/mm2)

ε (%) Polyethylene (20%), Polypropylene (10%), Debu Vulkanik Sinabung (70%) 1a 160

52 8.36 6.13 51.25 50 51.73 1.73 550 10.73 3.46

1b 100 8.39 6.13 51.43 50 51.29 1.29 450 8.75 2.58

1c 144 8.36 6.06 50.66 50 52.12 2.12 550 10.86 4.24

2a

170

52 8.45 6.09 51.46 50 51.09 1.09 500 9.72 2.18

2b 100 8.36 6.12 51.16 50 51.64 1.64 300 5.86 3.28

2c 144 8.45 6.05 50.46 50 53.04 3.04 800 15.85 6.08

3a

180

52 8.38 6.03 50.41 50 51.92 1.92 300 5.95 3.84

3b 100 8.37 6.06 50.72 50 52.95 2.95 650 12.82 5.90

3c 144 8.40 6.09 51.16 50 52.81 2.81 700 13.68 5.62

Dengan menggunakan rumus yang sama pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung tegangan tarik dan persen elongation untuk temperatur 1600c, dan putaran 52 rpm, sebagai berikut:

ΔL = LI – L0 = 51.73 – 50 = 1.73 mm

A0= Lebar x Tebal = 8.36 x 6.13 = 51.25 mm2

Maka kekuatan tarik

σ

maks (stress) dan persen elongation (

ε

) adalah :

σ

max =

����

�0

=

550 �

51.25 �� = 10.73 N/mm 2


(31)

ε =

∆�

�0

x 100 % = 1.73 ��

50 �� x 100 % = 3.46 %

Maka didapat nilai tegangan dari spesimen 1a (T=1600c, n = 52 rpm) adalah sebesar 13.88 N/mm2 dan regangannya adalah sebesar 8.12 %. Kemudian untuk mendapatkan nilai tegangan tarik dan persen regangan untuk spesimen berikutnya dapat menggunakan rumus perhitungan yang sama.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan diatas untuk variasi temperatur dan putaran dengan variasi komposisi II, maka di dapatlah nilai tegangan tarik dan yang paling optimum terdapat pada spesimen 2c dengan temperatur 1700c dan putaran 144 rpm yaitu sebesar = 15.85 N/mm2 dan persen elongation sebesar = 6.08 %.

4.3.2. Grafik Hasil Pengujian Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur dan Putaran

Pada formula II yaitu : PE 20%, PP 10%, DVS 70%, pengujian tarik yang dilakukan mendapatkan bentuk grafik yang sama pada formula I. Hasilnya akan diperlihatkan pada gambar 4.11 berikut ini :

Gambar 4.11 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur

Gambar 4.11 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PE, PP dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan


(32)

temperatur percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada temperatur 1700c sebesar 15.85 N/mm2. Dilihat dari perbandingan formula I dan II, perbedaan nilai kekuatan tarik begitu signifikan, ini dikarenakan perbedaan komposisi DVS, dimana penambahan komposisi DVS akan membuat material menjadi getas dan menurunkan kekuatan tarik setelah dilakukan pengujian. Pengujian tarik perbandingan formula I dan II yang telah dilakukan juga diperoleh elongation campuran, hasilnya seperti diperlihatkan pada gambar 4.12 berikut ini:

Gambar 4.12 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur

Gambar 4.12 memperlihatkan kenaikan temperatur percampuran akan menaikkan elongation campuran. Elongation paling tinggi diperoleh pada temperature 1700c dengan nilai 6.08 %. Perbandingan elongation antara formula I dan II tersebut sangat jelas berbeda dari bentuk grafik yang didapatkan, ini dikarenakan penambahan komposisi DVS 70% dari yang sebelumnya 2%, dan juga dari material lainnya. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi elongation.


(33)

Selanjutnya sampel pada formula II dengan variasi putaran juga didapatkan hasil kekuatan tariknya, Beriku ini merupakan hasil grafik hubungan putaran dan kekuatan tarik seperti diperlihatkan pada gambar 4.13 berikut ini :

Gambar 4.13 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran

Gambar 4.13 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kecepatan putaran percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada puataran 144 rpm sebesar 15.85 N/mm2. Dilihat dari perbandingan formula I dan II, perbedaan nilai kekuatan tarik tidak begitu signifikan, hasil dari bentuk kedua grafik tersebut sama, ini dikarenakan seiring dengan tingginya putaran akan membuat ketiga material tersebut semakin terdistribusi keseluruh bagian material atau menjadi homogen. Setelah didapat grafik tegangan tarik dari pengaruh variasi putaran, maka didapat pula nilai elongation dari pengaruh variasi putaran formula II tersebut. Hasil grafik diperlihatkan pada gambar 4.14 dibawah ini:


(34)

Gambar 4.14 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran Gambar 4.14 memperlihatkan rata-rata kenaikan putaran percampuran cenderung mengalami peningkatan nilai elongation. Elongation paling tinggi diperoleh pada putaran 144 rpm. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi elongation.

4.3.3. Hasil Pengujian Tarik Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Untuk variasi komposisi II dengan temperatur 1600c, 1700c, 1800c, dan putaran 52 rpm, 100 rpm, 144 rpm dengan komposisi : Polyethylene (PE) = 20%, Polypropylene (PP) = 10%, Debu Vulkanik Sinabung (DVS) = 70%. Adapun hasil dari perhitungan tersebut didapatkan nilai tegangan tarik optimum pada setiap masing-masing temperatur dan putaran. Berikut bentuk spesimen yang paling optimum pada formula II setelah di injeksi mengunakan mesin (hidrolic hot press) akan diperlihatkan pada gambar 4.15 berikut ini :


(35)

Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N3 = 144 rpm

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm

Sampel c : T = 1800c, N3 = 144 rpm

Gambar 4.15 : Sampel Formula II Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press

Setelah di lakukan proses pencetakan sampel paada hidrolic hot press, selanjutnya sampel di lakukan pengujian tarik pada formula II di dapatkan hasilnya yaitu berbagai bentuk patahan pada sampel yang akan diperlihatkan pada gambar 4.16 berikut ini :

Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N3 = 144 rpm

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm

Sampel c : T = 1800c, N3 = 144 rpm

Gambar 4.16 : Bentuk Hasil Patahan Sampel Formula II Setelah di lakukan uji Tensile Strength

Dari hasil pengujian tarik di atas dapat di lihat perbedaan letak patahan pada masing-masing sampel dengan variasi putaran yang berbeda pula. Bentuk patahan yang terjadi terletak pada bagian leher dan bagian tengah sampel. Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk patahan yang terjadi, akan diperlihatkan pada gambar 4.17 berikut ini :


(36)

Gambar 4.17 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula II Keterangan :

Sampel a : T = 1600c, N3 = 144 rpm

Sampel b : T = 1700c, N3 = 144 rpm

Sampel c : T = 1800c, N3 = 144 rpm

Dari ketiga gambar 4.17 diatas memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda, sampel yang memiliki bentuk patahan yang sama yaitu pada gambar (a) dan gambar (c) dapat di jelaskan bahwa variasi putaran dan temperatur yang di gunakan dapat mempengaruhi bentuk patahan dari setiap sampel setelah di lakukan pengujian tarik dan juga pada sampel (a) dan (b) terdapat

Void Void


(37)

kekosongan void yang menyebabkan bentuk patahan yang sama yaitu terjadi pada bagian leher sampel.

4.3.4. Hasil Photo Makro Sampel Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Photo makro dilakukan untuk melihat bentuk patahan PP, PE dan DVS pada campuran setelah mengalami proses percampuran menggunakan mixer dengan variasi temperatur dan kecepatan putaran pada formula II, photo hasil percampuran akan diperlihatkan pada gambar 4.18 berikut ini:


(38)

Ket : 1) PP (Polypropylene) 2) PE (Polyethylene)

3) DVS (Debu Vulkanik Sinabung)

Gambar 4.18 : Photo Makro Formula I variasi putaran dan temperatur yang paling Optimum. Bentuk patahan sampel uji tarik variasi temperatur dan putaran (gambar 4.18) pada formula II memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pada (gambar a,b,c) memperlihatkan luas penampang yang tidak banyak berserabut. Untuk gambar (a) terlihat adanya bagian permukaan yang mengalami void (kekosongan). Rata-rata dari seluruh sampel yang patah memiliki bentuk yang sama yaitu memiliki bentuk permukaan patah yang rata, ini juga menunjukkan sampel memiliki kekuatan yang rapuh (getas) dibandingkan dengan bentuk patah dari formula I. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh penambahan bahan material DVS yang sangat banyak dari jumlah persen DVS pada formula I, dimana pada (gambar a,b,c) memperlihatkan seluruh material DVS sangat merata pada semua penampang specimen. Hasil dari photo mikro ini juga memperlihatkan bahwasannya seluruh material yang diaduk dengan mixer sangat menyatu (homogen) antara DVS, PE, dan PP. Nilai tensile strength yang paling tinggi terdapat pada (gambar b) yaitu sebesar 15.85 N/mm2. Penambahan dari material DVS ini juga menyebabkan menurunnya elongation campuran dibandingkan dengan Void


(39)

formula I, hal ini dapat dilihat dari karakteristik bentuk patahan sampel formula II dengan formula I, yang memperlihatkan sampel tidak mengalami pertambahan panjang yang signifikan sebelum mengalami putus. Nilai elongation yang paling rendah diperoleh pada sampel gambar (a) yaitu sebesar 4.24%. Hasil ini juga sama dengan hasil dari foto mikro dan bentuk grafik hubungan tegangan tarik dengan temperatur/putaran, pada gambar (b) memiliki nilai tegangan yang paling bagus diantara gambar lainnya, ini juga diperlihatkan dari hasil patahan yang menunjukkan gambar (b) mengalami patah pada bagian tengah, bentuk patahan yang rata dan juga tidak memiliki bentuk void pada patahan tersebut.

4.3.5. Hasil Photo Mikro Sampel Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Berikut ini merupakan hasil photo mikro sampel formula II (PE 20%, PP 10%, DVS 70%) dengan variasi temperatur dan putaran yang telah melalui proses pencampuran menggunakan mesin mixer, hasil dari pengujian akan diperlihatkan pada gambar 4.19 dibawah ini:


(40)

Gambar 4.19 : Photo Mikro Formula II Paduan PE, PP Dan DVS dengan pembesaran 200µm a)T:1600c, n:144 Rpm, b)T:1700c, n:144 Rpm, dan c)T:1800c, n:144 Rpm.

Pada gambar 4.19 yang ditunjukkan gambar (a) pada no.1 memperlihatkan adanya kekosongan (void) diantara DVS dan PE. Kemudian pada no.2 menandai bahan PE yang telah gosong (terbakar) dan telah bercampur dengan debu. Terbakarnya PE ini diakibatkan oleh rendahnya titik leleh dari PE tersebut. Dan pada no.3 menandai dari bahan PP yang agak bewarna putih diantara bahan PE dan debu. Pada gambar (b) terlihat tidak adanya void yang terbentuk. Sedangkan pada no.2 menandai bahan PE yang terbakar dan bercampur dengan debu. Dan pada no.3 menandai bahan PP yang hanya terlihat sedikit dibandingkan pada gambar sebelumnya. Pada gambar (c) yang ditunjukkan pada no.1 memperlihatkan terbentuknya void sedangkan untuk bahan PE, debu dan PP tersebut tidak terlihat lagi, ini dikarenakan seiring dengan kenaikan dari temperatur yang membuat seluruh bahan mengalami kegosongan (terbakar) dan juga penambahan DVS pada formula. Dapat disimpulkan bahwa bahan PE dan DVS sangat mudah bercampur (homogen), kenaikan temperatur, kecepatan pengadukan dan penambahan debu merupakan faktor yang membuat bahan PE, PP dan debu menjadi homogen. Sedangkan pada beberapa bagian bahan yang tidak bercampur secara sempurna ini diakibatkan adanya kesalahan pada saat proses pencampuran. Dilihat dari nilai kekuatan tarik yang paling optimum, hasil foto mikro pada gambar (b) memiliki nilai kekuatan yang paling bagus diantara gambar (a), dan (b). Hasil tersebut dilihat dari bentuk permukaan gambar (b) yang tidak memiliki void, dan lebih homogen dari gambar lainnya. Hasil foto mikro ini


(41)

juga menunjukkan hasil yang sama pada bentuk grafik hubungan kekuatan tarik dengan temperatur/putaran.

4.4. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Tarik Sampel Formula I dan II dengan Polyethylene Murni

Setelah didapat nilai kekuatan material dari hasil pengujian tarik semua sampel, maka selanjutnya ialah membandingkan sampel formula I,II dengan polyethylene murni, tujuan dari perbandingan ini yaitu untuk melihat kekuatan material yang sudah diproses menggunakan mesin mixer, dimana nilai dari polyethylene murni yaitu sebesar 13.00 N/mm2[13]. Berikut adalah hasil dari perbandingan kekuatan tarik sampel formula I dan II dengan polyethylene murni yang diperlihatkan pada gambar 4.20 dibawah ini :

Gambar 4.20 : Grafik Perbandingan Hubungan Kekuatan Tarik Sampel Formula I Dan II Dengan Polyethylene Murni

Gambar 4.20 memperlihatkan hasil pengujian tarik tiga jenis material polyethylene murni, formula I (PE 60%, PP 38%, DVS 2%) dan formula II (PE20%, PP10%, DVS70%). Bahan PE murni memperlihatkan kekuatan yang lebih rendah sebesar 13,00 N/mm2 bila dibandingkan dengan material DVS 2% yang telah ditambahkan pada formula I yang memiliki nilai tegangan optimum sebesar 16.08 N/mm2 pada putaran 144 rpm, dan temperature 1700c, dan juga pada formula II yang telah ditambahkan material DVSnya 70% yang memiliki nilai tegangan optimum sebesar 15.85 N/mm2.


(42)

Dalam proses pembuatan simulasi autodesk moldfow adviser, pemodelan geometri yang digunakan untuk simulasi uji tarik dibuat dalam bentuk 3D (tiga dimensi) dengan menggunakan software autocad. Dimensi yang digunakan pada geometri tersebut sesuai dengan ukuran hasil eksperimen dilapangan. Setelah geometri spesimen dibuat langkah selanjutnya ialah simulasi menggunakan Autodesk moldflow adviser. Software ini memiliki beberapa jenis analisa yang dapat dilakukan, jenis analisa yang dilakukan dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Adapun jenis analisis simulasi autodesk moldflow adviser yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Fill Time Analysis 2. Air Traps

4.5.1 Fill Time Analysis

Fill time analysis merupakan waktu yang diperlukan untuk mengisi material plastik ke seluruh bagian cavity. Analisa ini juga bertujuan unutk mengetahui aliran material plastik akan mengisi cavity secara bersamaan kemudian membandingkannya dengan hasil manual Hidrolic Hot Press. Berikut ini merupakan hasil simulasi Fill Time dengan temperature 170oc dapat dilihat pada gambar 4.21 berikut ini :


(43)

Pada gambar 4.21 menunjukkan variasi warna menandakan bahwa setiap warna mewakili variasi temperatur. Pada warna merah menunjukkan waktu terlama aliran menuju dasar cetakan yaitu 6 detik sedangkan pada warna biru merupakan waktu tercepat aliran material menuju cetakan. Pada proses pengisian aliran material kedalam cetakan, aliran akan menuju ke bawah cetakan terlebih dahulu hingga memenuhi cetakan. Pada proses pengisian aliran material kedalam cetakan dengan menggunakan Hidrolic Hot Press, waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cetakan mencapai 10 detik. Jadi waktu yang di perlukan menggunakan simulasi moldflow adviser lebih cepat di bandingkan dengan menggunakan mesin hidolic hot press.

4.5.2 Air Traps

Air traps merupakan udara yang terjebak dimana terdapat gelembung udara pada spesimen hasil cetakan. Gelembung udara terjadi karena rongga cetak tidak memiliki saluran pembuangan udara. Pada gambar 4.22 berikut ini yang merupakan hasil simulasi Air Traps menunjukkan dilokasi tersebut perlu diberi saluran udara karena pada daerah tersebut dindikasikan banyak terperangkap udara. Dengan pemberian saluran udara, diharapkan udara yang terperangkap dapat keluar sehingga tidak merusak produk plastic saat dikeluarkan dari cetakan.


(44)

Dari gambar 4.22 diatas, hasil analisis terjadinya Air Traps dalam simulasi ini terjadi pada ujung bagian bawah sampel. Sedangkan pada saat proses Hidrolic Hot Press udara yang sering terjebak terdapat pada ujung rongga cetakan, leher sampel dan bagian tengah sampel. Dan kemungkinan terjadinya Air Traps pada saat proses manual di Hidrolic Hot Press lebih banyak didapat pada seluruh bagian sampel dibandingkan dilihat pada hasil simulasi Autodesk Moldflow Adviser. Terbentuknya Air Traps pada saat pencetakan spesimen ini akan sangat mempengaruhi hasil dari nilai tegangan tarik tersebut.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh variasi campuran terhadap sifat mekanik paduan PE, PP dan DVS dapat dibuatkan kesimpulan:

1. Dari sifat mekanis yang telah dilakukan pada formula I (PE 60%, PP 38%, DVS 2%) tensile strength mengalami peningkatan sebesar 16.08 N/mm2 dengan dibandingkan dengan formula II (PE20%, PP10%, DVS70%) yang memiliki tensile strength 15.85 N/mm2 dan Polyetyhlene murni yang sebesar 13.00 N/mm2. Hal ini juga disebabkan semakin tinggi penambahan kadar Debu Vulkanik Sinabung maka akan menyebabkan material menjadi getas dan menurunkan kekuatan material tersebut.

2. Kecepatan putaran pengaduk mempengaruhi kekuatan campuran, kekuatan tarik rata-rata paling optimum diperoleh pada formula I (PE 60%, PP 38% dan DVS 2%) pada putaran 144 rpm, dan temperatur 1700c sebesar 16.08 N/mm2. Variasi temperatur campuran juga mempengaruhi kekuatan tarik. Kenaikan temperatur akan menaikkan kekuatan tarik campuran PE, PP dan DVS. Pada formula I dan II hasil menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik tertinggi terjadi dengan formula I (PE 60%, PP 38% dan DVS 2%) pada range temperatur 1700c sebesar 16.08 N/mm2.

3. Regangan (elongation) mengalami hasil yang berbeda pada masing-masing campuran komposisi. Penurunan seiring dengan kenaikan temperature percampuran terjadi pada formula I (PE 60%, PP 38% dan DVS 2%), nilai yang paling optimum diambil pada range T:1600c, n:52 rpm sebesar 8.24 N/mm2. Sedangkan pada formula II (PE 20%, PP 10%, DVS 70%) mengalami peningkatan, nilai yang paling optimum diambil pada range T:1700c, n:144 rpm sebesar 6.08 N/mm2.


(46)

4. Dari hasil foto mikro dan makro memperlihatkan bahwa bentuk permukaan sampel menunjukkan hasil yang merata (homogen) pada seluruh bagian sampel. Hal ini juga mempengaruhi nilai Tensile Strength pada sampel tersebut. Dimana pada bentuk permukaan sampel yang merata memiliki nilai Tensile Strength yang baik.

5. Hasil simulasi Autodesk Moldflow Adviser pada proses Fill Time menunjukkan hasil yang berbeda pada proses manual Hodrolic Hot Press, yaitu pada hasil simulasi Fill Time yang dicapai membutuhkan waktu selama 6 detik sedangkan pada manual diperoleh waktu 10 detik untuk memenuhi cetakan. Dan pada proses Air Traps juga menunjukkan hasil yang berbeda pada hasil manual Hodrolic Hot Press, yaitu pada hasil simulasi Air Traps terjadi pada ujung bagian bawah sampel sedangkan pada manual Air Traps terjadi pada leher sampel, dan bagian tengah sampel. Terbentuknya Air Traps pada saat pencetakan spesimen ini akan sangat mempengaruhi hasil dari nilai tegangan tarik tersebut.

5.2. Saran

Adapun saran dari penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh variasi campuran terhadap sifat mekanik paduan PE, PP dan DVS yaitu :

1. Menambahkan variasi putaran pada mesin mixer agar memiliki 5 variasi putaran.

2. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dalam hal kontrol parameter proses pada saat pencetakan spesimen uji tarik yang menggunakan sistem Hidrolic Hot Press, oleh karena itu disarankan pada penelitian selanjutnya untuk melihat pengaruh parameter Hidrolic Hot Press terhadap kualitas campuran.

3. Sistem gear box yang menghubungkan gigi payung agar lebih disempurnakan sehingga putaran menjadi halus. Dan pada peralatan pengontrol suhu dibuat lebih akurat.

4. Sistem isolasi pada drum pencampur dapat dibuat lebih sempurna sehingga panas tidak terbuang keluar.


(47)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mesin Mixer

Mesin mixer merupakan salah satu dari berbagai jenis mesin yang digunakan untuk mencampur berbagai jenis material, penggunaannya di bidang industri maupun penelitian. Seperti penggunaan mesin mixer internal atau dua buah rol pada proses pembuatan komposit yang masih bisa menimbulkan resiko degradasi terhadap komposit itu sendiri, namun hal ini dapat diperbaiki dengan dengan melakukan metode melt-mixing pada material.

Proses pencampuran dua atau lebih material sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter proses seperti kecepatan pengadukan,komposisi maupun temperatur. Kecepatan sebagai salah satu parameter pengadukan akan mempengaruhi sifat mekanik material. Selain kecepatan pengadukan pada beberapa material seperti concrete memperlihatkan bahwa waktu pengadukan akan yang lebih lama mengakibatkan penurunan terhadap kekuatan kompresi material.[7]

Pada skala tertentu dari pengamatan distribusi material-material ini memperlihatkan adanya fenomena segregasi dari campuran. Campuran yang diaduk bisa cairan juga padatan yang berbentuk serbuk, Menurut Bauman.I [3] bahwa jenis mixer statis, blender type-V juga jenis turbula dapat digunakan untuk percampuran serbuk (powder) dengan karakteristik yang berbeda. Penggunaan mixer statis juga memiliki keuntungan dibanding mixer jenis lain dikarenakan lebih murah pada saat operasional dan sangat mudah dipasang dan dibersihkan.

Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis mixer yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu propeller dan mixer dengan dua propeller. Mixer dengan satu propeller adalah mixer yang biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan mixer dengan dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas tinggi. Hal ini


(48)

karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan massa dari bahan pencampur (emulsi), selain itu ketinggi emulsi bervariasi dari waktu ke waktu.[1] 2.2. Pengertian Pencampuran

Dalam proses rekayasa industri, pencampuran adalah operasi unit yang melibatkan memanipulasi sistem fisik heterogen, dengan maksud untuk membuatnya lebih homogen. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai unit proses yang bertujuan memberi perlakuan sedemikian rupa pada dua atau lebih dari dua komponen yang terpisah atau belum tercampur sehingga tiap partikel dari suatu bahan terletak sedekat mungkin dan kontak dengan bahan atau komponen lain. Pencampuran juga didefinisikan sebagai proses yang cenderung mengakibatkan pengocokan partikel yang tidak sama dalam suatu sistem. Pencampuran diperlukan untuk menghasilkan distribusi dari dua atau lebih bahan sehomogen mungkin. Peristiwa elementer pencampuran adalah penyisipan antar partikel jenis yang satu diantara partikel jenis lain (atau beberapa jenis bahan yang lain) dalam kimia, suatu pencampuran adalah sebuah zat yang dibuat dengan menggabungkan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi (obyek tidak menempel satu sama lain). Sementara tak ada perubahan fisik dalam suatu pencampuran, properti kimia suatu pencampuran, seperti titik lelehnya, dapat menyimpang dari komponennya. Pencampuran dapat dipisahkan menjadi komponen aslinya secara mekanis. Pencampuran dapat bersifat homogen atau heterogen. [7]

Tujuan pencampuran adalah untuk melapisi partikel dengan pengikat, untuk memutus aglomerat, dan untuk mencapai distribusi seragam pengikat dan ukuran partikel seluruh bahan baku. Selanjutnya beberapa komponen dari binder harus tipis dan tersebar diantara partikel, untuk mendapatkan ini beberapa detail harus menjadi pertimbangan yang penting. Untuk binder thermoplastic pencampuran dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi atau menengah.[2]

2.2.1. Jenis-Jenis Mesin Pencampur 1. Planetary Mixer


(49)

dengan pencampuran pada bahan cair, proses pencampuran bahan yang viscous memerlukan tenaga yang lebih banyak. Planetary mixer terdiri dari wadah atau bejana yang bersifat stasioner sedangkan pengaduk yang digunakan mempunyai gerakan melingkar sehingga ketika berputar, pengaduk secara berulang mendatangi seluruh bagian pada bejana. Pada saat proses pencampuran berlangsung ruang pencampuran berada dalam keadaan tertutup. Hal itu dimaksudkan agar bahan yang sedang bercampur tidak sampai tumpah keluar karena perputaran dari pengaduk[7]. Bentuk dari mixer tersebut diperlihatkan pada gambar 2.1. dibawah ini :

Gambar 2.1 : Mesin Planetary Mixer [7] 2. Ribbon Blender

Ribbon Blender merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga menghasilkan suatu dispersi/adonan yang seragam atau homogen. Sumber tenaga pada Ribbon Blenderberfungsi sebagai penggerak dalam proses pengadukan. Tenaga dari motor penggerak untuk pengaduk ditransmisikan secara langsung dengan menggunakan besi.Pengaduk itu sendiri memiliki fungsi untuk mengalirkan bahan dalam alat pengaduk yang bergerak dan wadah yang diam. Pengaduk juga berfungsi untuk mengaduk selama proses penampungan dan untuk menghindari pengendapan.Proses pencampuran adonan dengan Ribbon Blender bertujuan untuk memperoleh adonan yang elastis dan menghasilkan pengembangan gluten yang


(50)

diinginkan[6]. Bentuk dari mesin tersebut diperlihatkan pada gambar 2.2. dibawah ini :

Gambar 2.2 : Mesin Ribbon Blender [7]

3. Double Cone Blender

Double cone mixer merupakan alat pencampur yang cocok untuk bahan halus dan rapuh. Penggunaan energi dalam pencampurannya kecil. Untuk spesifikasi alat ini adalah kapasitas alat ini dari 2 sampai 100.000 liter dan muatannya bekerja secara otomatis. Keuntungan dari double cone mixer ini adalah mudah digunakan untuk pencampuran berbahan halus, higienis dan mudah dibersihkan.[7] Bentuk dari mesin tersebut diperlihatkan pada gambar 2.3. dibawah ini :


(51)

4. Vertical Double Rotary Mixer

Vertical double rotary mixer digunakan untuk mencampurkan bahan yang padatpadat. Mixer ini digunakan untuk kontinyu adalah padat-padat dan padat-cair pencampuran untuk medium untuk produksi besar secara terus menerus. Mixer ganda memiliki poros pencampuran disesuaikan dengan dayung dalam mixer vertikal tujuan pencampuran dapat diselesaikan di bawah gaya gravitasi dengan dampak diasingkan. [7] Bentuk dari mixer tersebut diperlihatkan pada gambar 2.4. dibawah ini :

2.2.2. Kecepatan Pencampuran

Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran adalah kecepatan putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran pengaduk bisa memberikan gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses pengadukan dan pencampuran. Secara umum klasifikasi kecepatan putaran pengaduk dibagi tiga, yaitu : kecepatan putaran rendah, sedang dan tinggi. Variasi putaran ini akan mempengaruhi kualitas pencampuran material yang diperoleh. Kecepatan putaran rendah berkisar 400 rpm, menengah 1150 rpm dan kecepatan tinggi berkisar 1750 rpm[8]

Pengaduk berfungsi untuk menggerakkan bahan didalam bejana pengaduk yang digunakan. Alat pengaduk ini biasanya terdiri atas sumbu pengaduk dan sirip


(52)

pengaduk yang dirangkai menjadi satu kesatuan. Alat pengaduk dibuat dan didesain sesuai dengan keperluan pengadukan. Jenis pengaduk harus disesuaikan dengan faktor berikut ini yakni : Jenis dan ukuran pengaduk, Jenis bejana pengaduk, Jenis dan jumlah bahan yang dicampur. Pemilihan alat pengaduk dari sejumlah besar alat pengaduk yang ada hanya dapat dilakukan melalui percobaan dan pengalaman.Jenis-jenis pengaduk yang biasa digunakan yakni pengaduk baling-baling (propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle) dan pengaduk helical ribbon.

1. Pengaduk Baling-baling

Pengaduk jenis ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750 rpm (revolution per minute) dan digunakan untuk bahan berupa cairan dengan viskositas rendah. Terdapat 3 jenis pengaduk baling-baling yang sering digunakan yaitu Marine propeller, hydrofoil propeller, dan high flow propeller. Bentuk dari pengaduk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini :

2. Pengaduk Dayung (Paddle)

Pengaduk jenis ini digunakan pada kecepatan rendah diantaranya 20 hingga 200 rpm. Pengaduk jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk bahan dengan viskositas tinggi seperti padatan. Terdapat beberapa jenis pengaduk dayung yaitu Paddle anchor, paddle flat beam-basic, paddle double-motion, paddle gate, paddle horseshoe, paddle glassed steel, paddle finger, paddle helix, dan multi helix. Bentuk salah satu dari pengaduk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini :


(53)

Gambar 2.6 : Pengaduk Dayung [7]

3. Pengaduk Turbin

Pengaduk turbin memiliki bentuk dasar yang sama dengan pengaduk dayung hanya saja pengaduk turbin memiliki daun yang lebih banyak dan pendek. Pengaduk jenis ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun basah. Pengaduk turbin dengan daun berbentuk datar memberikan aliran yang radial. Pengaduk turbin jenis ini baik digunakan untuk mendispersi gas sebab gas akan dialirkan dari bagian bawah pengadukan dan akan menuju bagian daun pengaduk lalu terpotong-potong menjadi gelembung gas. Ada pun beberapa jenis pengaduk turbin adalah sebagai berikut: turbine disc flat blade, turbine hub mounted curved blade, turbine pitched blade, turbine bar, danturbine shrouded. Pengaduk turbin dengan daun berbentuk miring 450 banyak digunakan untuk bahan dengan viskositas tinggi / padatan, hal ini karena pengaduk jenis ini menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar. Bentuk dari jenis pengaduk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut ini :

4. Pengaduk Helical- Ribbon

Pengaduk jenis Helical- Ribbon memiliki bentuks eperti pita (ribbon) yang dibentuk dalam sebuah bagian yang bentuknya seperti baling- baling


(54)

helicopter dan ditempelkan kepusat sumbu pengaduk (helical). Pengaduk jenis ini memiliki rpm yang rendah dan digunakan untuk bahan-bahan dengan viskositas tinggi. Ada pun beberapa jenis pengaduk helical-ribbon adalah sebagai berikut: ribbon impeller, double ribbon impeller, helical screw impleller, sigma impleller, dan z-blades.[7] Bentuk dari jenis pengaduk tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini :

Gambar 2.8 : Pengaduk Helical Ribbon [7]

2.3. Elemen Pemanas

Elemen pemanas listrik merupakan mesin yang mengubah energi listrik menjadi energi panas melalui proses Joule Heating. Prinsip kerja elemen panas adalah arus listrik yang mengalir pada elemen menjumpai resistansinya, sehingga menghasilkan panas pada elemen.[8] Pembuatan elemen pemanas harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

a. Harus tahan lama pada suhu yang dikehendaki, Sifat mekanisnya harus kuat pada suhu yang dikehendaki, Koefisien muai harus kecil, sehingga perubahan bentuknya pada suhu yang dikehendaki tidak terlalu besar, Tahanan jenisnya harus tinggi, Koefisien suhunya

b. Harus kecil, sehingga arus kerjanya sedapat mungkin konstan.

Trip heater adalah elemen pemanas yang terbuat dari kumparan kawat/pita bertahanan listrik tinggi yang kemudian dilapisi oleh isolator tahan panas dan pada


(55)

stainless steal yang kemudian dibentuk menjadi lempengan heater berbentuk strepe.[8]

Adapun salah satu bentuk dari elemen pemanas tersebut diperlihatkan pada gambar 2.9 dibawah ini :

Gambar 2.9 : Elemen Pemanas Pada Mesin Mixer 2.4. Pengertian Plastik

Plastik adalah polimer rantai-panjang dari atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang atau monomer. Sejarahnya, tahun pada 1920 Wallace Hume Carothers, ahli kimia lulusan Universitas Harvard, mengembangkan nylon yang pada waktu itu disebut Fiber 66. Pada tahun 1940-an nylon, acrylic, polyethylene, dan polimer lainnya digunakan untuk menggantikan bahan-bahan alami yang waktu itu semakin berkurang. Inovasi lainnya dalam plastik yaitu penemuan polyvinyl chloride (PVC). Ketika mencoba untuk melekatkan karet dan metal, Waldo Semon, seorang ahli kimia di perusahaan ban B.F. Goodrich menemukan PVC. Sedangkan pada tahun 1933 Ralph Wiley, seorang pekerja lab di perusahaan kimia Dow secara tidak sengaja menemukan plastik jenis lain yaitu polyvinylidene chloride atau populer dengan sebutan saran dan pada tahun yang sama, dua orang ahli kimia organik bernama E.W. Fawcett dan R.O. Gibson yang bekerja di Imperial Chemical Industries Research Laboratory menemukan polyethylene. pada tahun 1938 seorang ahli kimia bernama Roy Plunkett menemukan teflon. [9]

Polimer atau kadang-kadang disebut sebagai makromolekul, adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana.

Kesatuan-kesatuan berulang itu setara dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer. Akibatnya molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa


(56)

molekul yang sangat besar. Sebagai contoh, polimer poli (feniletena) mempunyai harga rata-rata massa molekul mendekati 300.000. Hal ini yang menyebabkan polimer tinggi memperlihatkan sifat sangat berbeda dari polimer bermassa molekul rendah, sekalipun susunan kedua jenis polimer itu sama. [10] Adapun klasifikasi polimer berdasarkan ketahanan terhadap panas dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1. Polimer Termoplastik

Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang termasuk polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang. [11] Bentuk struktur termoplastik diperlihatkan pada gambar 2.10 berikut.

Polimer termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut. a. Berat molekul kecil dan fleksibel.

b. Tidak tahan terhadap panas dan titik leleh rendah.

c. Jika dipanaskan akan melunak dan dapat dibentuk ulang (daur ulang). d. Jika didinginkan akan mengeras dan mudah larut dalam pelarut . e. Mudah untuk diregangkan dan memiliki struktur molekul linear. Contoh plastik termoplastik sebagai berikut:

Gambar 2.10 : Struktur bercabang thermoplastic [14]


(57)

a. Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan. b. Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit

sintetis, ubin plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol detergen.

c. Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil.

d. Polistirena = Insulator, sol sepatu, penggaris, gantungan baju. Tabel 2.1 : Simbol Daur Ulang

Simbol Daur

Ulang Jenis Plastik Sifat-Sifat Aplikasi Kemasan

Polietilen Tereftalat (PET, PETE)

Bening, Kuat, Tangguh, Non Permeabel (Gas dan

uap Air)

Soft drink, Botol air

High Density Polietilen (HDPE)

Kaku, Kuat, Tangguh, Tahan lembab

Susu, Jus buah, Kantong belanja

Polivinil Klorida (PVC)

Tangguh, Kuat, Mudah dicampur

Botol jus, pipa air, bungkus plastik

Low Density Polietilen (LDPE)

Mudah diproses, Kuat, Tangguh, Fleksibel, Mudah disegel, Tahan

lembab

Kantong makanan beku, botol remas, (kecap, saus, madu)

bungkus plastik

Polipropilen (PP) Kuat, Tangguh, Tahan panas, Tahan lembab

Peralatan dapur, peralatan microwave,

wadah yoghurt, piring dan mangkuk

sekali pakai

Polistiren (PS) Mudah dibentuk dan diproses Karton telur, stirofom, mangkuk sekali pakai Plastik lain (Polikarbonat atau ABS)

Tergantung dari jenis polimernya

Botol minuman, botol susu bayi, barang-barang elektronika


(58)

2. Polimer Termosetting

Polimer termoseting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi. Plomer termoseting memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.[11] Bentuk struktur termoplastik diperlihatkan pada gambar 2.11 berikut.

Gambar 2.11 : Struktur ikatan silang thermosetting [14]

Sifat polimer termoseting sebagai berikut: a. Keras dan kaku (tidak fleksibel) b. Jika dipanaskan akan mengeras.

c. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang). d. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.

e. Jika dipanaskan akan meleleh. f. Tahan terhadap asam basa.

g. Mempunyai ikatan silang antarrantai molekul. Contoh plastik termoseting :


(59)

Dalam teknik otomotif banyak sekali bahan-bahan yang digunakan dalam kendaraan otomotif baik bahan logam ferro ataupun logam non-ferro, bahan non logam seperti plastik, karbon, kaca, bahan pelumas dan lain-lain. Penggunaan bahan logam baik ferro atau non-ferro banyak di aplikasikan pada komponen-komponen yang harus kuat dan tahan terhadap tekanan dan suhu yang tinggi seperti mesin, bodi dan kerangka (chasis) kendaraan dan lain-lain. Sedangkan penggunaan bahan non logam berguna pada komponen-komponen yang kekuatannya tidak terlalu kuat namun lebih mementingkan faktor keindahan, dan bobot komponen. Penerapan bahan non logam ini banyak ditemukan pada komponen interior ataupun pada komponen kendaraan otomotif modern seperti dashboard, tempat duduk, bumper atau bahkan pada bodi kendaraan yang tergolong modern semua bagian dari bodi kendaraan terbuat dari bahan non logam seperti carbon atau serat karbon yang memiliki bobot ringan namun dengan kekuatan yang cukup kuat apabila dibandingkan dengan bahan plastik. Plastik merupakan sebuah bahan yang paling populer dan paling banyak digunakan sebagai bahan pembuat komponen otomotif selain bahan logam berupa besi. Plastik merupakan sebuah zat kimia buatan yang memiliki kekuatan bervariasi dan ketahanan terdapat suhu yang bervariasi pula. Plastik merupakan bahan recycle atau bahan yang bisa didaur ulang, maka dari itulah banyak cara pengolahan-pengolahan plastik. Selain itu plastik juga merupakan bahan kimia yang sulit terdegradasi atau terurai oleh alam, membutuhkan waktu beratus-ratus atau bahkan ribuan tahun untuk menguraikan plastik oleh alam.[9]

2.4.1. Sumber Plastik

Terdapat dua macam polymer yang terdapat di kehidupan yaitu polymer alami dan polymer buatan atau polymer sintesis[11].

1. Polimer Alami

Alam juga menyediakan berbagai macam polymer yang bisa langsung digunakan oleh manusia sebagai bahan. Polymer tersebut ialah : Kayu, kulit binatang, kapas, karet alam, rambut dan lain sebagainya.


(60)

Semakin meningkatnya dan beragamnya kebutuhan manusia menyebabkan manusia harus mencari jalan untuk mencukupinya dengan cara membuat kebutuhannya tersebut. Termasuk juga polymer, manusia membuat polymer melalui reaksi kimia (sintesis) yang tidak disediakan oleh alam. Ada banyak sekali macam-macam polymer sintesis hasil rekayasa manusia diantaranya adalah :

a. Tidak terdapat secara alami : Nylon, polyester, polypropilen, polystiren b. Terdapat di alam tetapi dibuat oleh proses buatan: karet sintetis

c. Polimer alami yang dimodifikasi : seluloid, cellophane (bahan dasarnya dari selulosa tetapi telah mengalami modifikasi secara radikal sehingga kehilangan sifat-sifat kimia dan fisika asalnya).

Berdasarkan jumlah rantai karbonnya : a. 1 ~ 4 Gas (LPG, LNG)

b. 5 ~ 11 Cair (bensin)

c. 9 ~ 16 Cairan dengan viskositas rendah

d. 16 ~ 25 Cairan dengan viskositas tinggi (oli, gemuk) e. 25 ~ 30 Padat (parafin, lilin)

f. 1000 ~ 3000 Plastik (polistiren, polietilen dan lain-lain.

2.4.2. Mesin Produksi Berbahan Baku Plastik

Ada banyak cara yang bisa digunakan dalam memproduksi plastik, dengan menggunakan metode berbeda-beda dan alat yang berbeda-beda pula. Adapun mesin yang digunakan untuk memproduksi plastik adalah sebagai berikut : [12] 1. Proses Injection Molding

Termoplastik dalam bentuk butiran atau bubuk ditampung dalam sebuah hopper kemudian turun ke dalam barrel secara otomatis (karena gaya gravitasi) dimana ia dilelehkan oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan oleh gesekan akibat perputaran sekrup injeksi. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi (yang juga berfungsi sebagai plunger) melalui


(61)

dan mengeras dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong hidraulik yang tertanam dalam rumah cetkan selanjutnya diambil oleh manusia atau menggunakan robot. Pada saat proses pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik sehingga begitu produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan menutup, plastik leleh bisa langsung diinjeksikan,[13] proses injection moulding diperlihatkan pada gambar 2.12 berikut :

Gambar 2.12 : Proses Injection Molding [13]

2. Proses Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses untuk membuat benda dengan penampang tetap. Keuntungan dari proses ekstrusi adalah bisa membuat benda dengan penampang yang rumit, bisa memproses bahan yang rapuh karena pada proses ekstrusi hanya bekerja tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik tidak ada sama sekali. Aluminium, tembaga, kuningan, baja dan plastik adalah contoh bahan yang paling banyak diproses dengan ekstrusi. Contoh barang dari baja yang dibuat dengan proses ekstrusi adalah rel kereta api. Khusus untuk ekstrusi plastik proses pemanasan dan pelunakan bahan baku terjadi di dalam barrel akibat adaya pemanas dan gesekan antar material akibat putaran screw.[13] Proses ekstruksi diperlihatkan pada gambar 2.13 berikut :


(62)

Gambar 2.13 : Proses Ekstruksi [13]

3. Proses Blow Molding

Blow molding adalah proses manufaktur plastik untuk membuat produk-produk berongga (botol) dimana parison yang dihasilkan dari proses ekstrusi dikembangkan dalam cetakan oleh tekanan gas. Pada dasarnya blow molding adalah pengembangan dari proses ekstrusi pipa dengan penambahan mekanisme cetakan dan peniupan. [13] Proses blow molding diperlihatkan pada gambar 2.14 berikut :


(63)

4. Proses Thermoforming

Thermoforming adalah proses pembentukan lembaran plastik termoset dengan cara pemanasan kemudian diikuti pembentukan dengan cara pengisapan atau penekanan ke rongga mold. Plastik termoset tidak bisa diproses secara thermoforming karena pemanasan tidak bisa melunakkan termoset akibat rantai tulang belakang molekulnya saling bersilangan. Contoh produk yang diproses secara thermoforming adalah bakelit.[13] Proses thermoforming diperlihatkan pada gambar 2.15 berikut :

Gambar 2.15 : Proses Thermoforming [13]

5. Proses Calendering

Calendaring adalah sebuah proses dimana lembaran – lembaran dari material thermoplastik dibuat dengan cara melewatkan polimer halus yang dipanaskan diantara dua buah rol atau lebih. Dalam proses calendering, plastik dibuat menjadi gulungan antara dua rol yang membuatnya ke sebuah yang kemudian lewat sekitar satu atau lebih tambahan gulungan sebelum melepas sebagai film berkelanjutan. Kain atau kertas dapat diberi umpan melalui gulungan yang terakhir, sehingga mereka menjadi diresapi dengan plastik. [13] Proses calendering diperlihatkan pada gambar 2.16 berikut :


(64)

Gambar 2.16 : Proses Calendering [13]

6. Proses Casting

Casting pada plastik adalah proses pembentukan produk plastik dengan cara memasukan plastik panas kedalam cetakan kemudian cetakan diberikan tekanan. Tetapi berbeda dengan proses injeksi. Material plastik yang biasa digunakan adalah PE,PVC,ataupun PP.[13] Proses casting diperlihatkan pada gambar 2.17 berikut :

Gambar 2.17 : Proses Casting [13]

7. Proses Pemintalan

Pembentukan fiber dilakukan dengan temperatur di atas titik leleh polyester, dengan bantuan gear pump yang menentukan ukuran fiber yang keluar melalui spinneret. Spinneret disini akan menentukan cross section atau bentuk dari fiber yang diinginkan, seperti bulat, segitiga, dan lain-lain.Fiber tipe ranting atau single straind di lewatkan melalui sebuah wadah yang berisi


(65)

arah radial dan tangensial.[13] Proses pemintalan diperlihatkan pada gambar 2.18 berikut :

Gambar 2.18 : Proses Pemintalan [13]

2.4.3. Sifat, Jenis dan Kegunaan Plastik

Dewasa ini banyak ditemukan varian baru dalam dunia teknik mengenai macam-macam plastik, masing-masing plastik memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda-beda.[10] Adapun macam-macam dari plastik itu sendiri adalah sebagai berikut :

1. PET (PolyEtylene Terephthalate)

Menurut Septera (2013) “PET bersifat jernih, kuat, tahan bahan kimia dan panas, serta mempunyai sifat elektrikal baik yang Jika. Pemakaiannya dilakukan secara berulang, terutama menampung air panas, lapisan polimer botol meleleh mengeluarkan zat karsinogenik dan dapat menyebabkan Kanker.” PET digunakan sebagi pembungkus minuman berkarbonasi (soda), botol juice buah, peralatan tidur dan fiber tekstil. PET memiliki sifat tidak tahan panas, keras, tembus cahaya (transparan), memiliki titik leleh 85ºC. [14] bentuk struktur dapat dilihat pada gambar 2.19 berikut :


(66)

2. PP (Polypropylene)

Krisnadwi (2013) mengungkapkan “Polypropylene merupakan plastik polymer yang mudah dibentuk ketika panas, rumus molekulnya adalah (-CHCH3-CH2-)n.” PP sendiri memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia atau Chemical Resistance namun ketahuan pukul atau Impact Strengh rendah, transparan dan memiliki titik leleh 165°C. PP banyak digunakan pada kantong plastik, film, mainan, ember dan komponen-komponen otomotif [14], bentuk struktur dapat dilihat pada gambar 2.20 berikut :

Gambar 2.20 : Struktur Ikatan Polymer PP [14]

3. PE (Polyethylene)

PE memiliki monomer etena (CH2 = CH2), PE bila ditinjau dari jenis rantai

karbonnya ada dua macam yaitu Polyetylene linier dan Polyetylene bercabang. PE memiliki sifat-sifat diantaranya adalah permukaannya licin, tidak tahan panas, fleksibel, transparan/tidak dan memiliki titik leleh sebesar 115°C. Maka dari itulah PE banyak digunakan sebagai kantong plastik, botol plastik, cetakan, film dan pada dunia modern digunakan untuk pembungkus kabel.[14] Bentuk struktur dapat dilihat pada gambar 2.21 berikut :


(67)

4. PVC (PolyVinyl Cloride)

Menurut Krisnadwi (2013) “PVC adalah Polyvinyl Chloride – Rumus molekulnya adalah (-CH2 – CHCl -)n. Ini merupakan resin yang liat dan keras

yang tidak terpengaruh oleh zat kimia lain.” Sifat dari PVC ini sendiri adalah keras, kaku, dapat bersatu dengan pelarut, memiliki titik leleh 70°-140° C. Kegunaan dalam kehidupan adalah sebagai pipa plastik (paralon), peralatan kelistrikan, dashboard mobil, atap bangunan dan lain-lain,[14] bentuk struktur dapat dilihat pada gambar 2.22 berikut :

Gambar 2.22 : Struktur ikatan Polymer PVC [14]

5. PS (Poly Styrene)

Menurut Septera (2013) “Mengandung bahan bahan Styrine yang berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi dan sistem saraf.” Sifat-sifat yang dimiliki oleh PS adalah kaku, mudah patah, tidak buram dan memiliki titik leleh 95°C. PS banyak digunakan sebagai penggaris plastik, cardridge printer, rambu-rambu lalu lintas dan gantungan baju.[14] Bentuk struktur dapat dilihat pada gambar 2.23 berikut :


(68)

2.5 Pengertian Abu Vulkanik

Abu vulkanik terdiri dari kata abu dan vulkanik. Abu adalah material padat yang tersisa setel halus yang terembus ketika gunung berapi meletus, kadang-kadang partikel ini berembus tinggi sekali sehingga jatuh di tempat yg sangat jauh. Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer. Abu vulkanik menjadi isu lingkungan yang penting karena jumlahnya yang cukup banyak dan menganggu keseimbangan lingkungan. Abu vulkanik merupakan material piroklastik yang sangat halus namun memiliki ciri bentuk dan karakteristik yang beragam. Hal ini terbentuk selama ledakan gunung berapi, dari longsoran panas batuan yang mengalir menuruni sisi gunung berapi, atau dari merah-panas cair lava semprot. Debu bervariasi dalam penampilan tergantung pada jenis gunung berapi dan bentuk letusan.[15] Pada gambar 2.24 dibawah ini merupakan salah satu letusan gunung berapi sinabung.


(1)

4.3.2 Grafik Hasil Pengujian Tarik Formula II Variasi

Temperatur dan Putaran ... 65

4.3.3 Grafik Hasil Pengujian Tarik Formula II Variasi Temperatur dan Putaran ... 68

4.3.4 Hasil Photo Makro Sampel Formula II Variasi Temperatur dan Putaran ... 71

4.3.5 Hasil Photo Makro Sampel Formula II Variasi Temperatur dan Putaran ... 73

4.4 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Tarik Sampel Formula I dan II dengan Polyethylene Murni ... 75

4.5 Hasil Simulasi Autodesk Moldflow Adviser ... 76

4.5.1 Fill Time Analysis ... 76

4.5.2 Air Traps ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... xiii LAMPIRAN


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Mesin Planetary Mixer ... 8

Gambar 2.2 : Mesin Ribbon Blender ... 9

Gambar 2.3 : Mesin Double Cone Blender ... 9

Gambar 2.4 : Mesin Vertical Double Rotary Mixer ... 10

Gambar 2.5 : Pengaduk Baling-Baling ... 11

Gambar 2.6 : Pengaduk Dayung ... 12

Gambar 2.7 : Pengaduk Turbin ... 12

Gambar 2.8 : Pengaduk Helical Carbon ... 13

Gambar 2.9 : Elemen Pemanas Pada Mesin Mixer ... 14

Gambar 2.10 : Struktur Bercabang Thermoplastik ... 15

Gambar 2.11 : Struktur Ikatan Silang Thermosetting ... 17

Gambar 2.12 : Proses Injection Molding ... 20

Gambar 2.13 : Proses Ekstruksi ... 21

Gambar 2.14 : Proses Blow Molding ... 21

Gambar 2.15 : Proses Thermoforming ... 22

Gambar 2.16 : Proses Calendering ... 23

Gambar 2.17 : Proses Casting ... 23

Gambar 2.18 : Proses Pemintalan ... 24

Gambar 2.19 : Struktur ikatan Polymer PET ... 24

Gambar 2.20 : Struktur ikatan Polymer PP ... 25

Gambar 2.21 : Struktur ikatan Polymer PE ... 25

Gambar 2.22 : Struktur ikatan Polymer PVC ... 26

Gambar 2.23 : Struktur ikatan Polymer PS ... 26

Gambar 2.24 : Letusan Gunung Berapi Sinabung ... 27

Gambar 2.25 : Proses Pembentukan Abu Vulkanik ... 29

Gambar 2.26 : Foto SEM debu vulkanik ... 31

Gambar 2.27 : Foto Mikro Debu Vulkanik Sinabung ... 32

Gambar 2.28 : Grafik Hubungan Tegangan-Regangan ... 34

Gambar 3.1 : Diagram Alir Penelitian ... 36


(3)

Gambar 3.3 : Mesin Hidrolic Hot Press ... 38

Gambar 3.4 : Cetakan (Mold) Tensile ... 39

Gambar 3.5 : Spesifikasi Cetakan Uji Tarik Plastik ... 39

Gambar 3.6 : Stopwatch ... 40

Gambar 3.7 : Mesin Uji Tarik ... 40

Gambar 3.8 : Gergaji Tangan ... 41

Gambar 3.9 : Timbangan Digital ... 41

Gambar 3.10 : Thermocouple ... 42

Gambar 3.11 : Polypropylene ... 42

Gambar 3.12 : Polyethylene ... 43

Gambar 3.13 : Debu Vulkanik Sinabung ... 43

Gambar 3.14 : Proses Pencetakan Sampel Tensile Strength ... 46

Gambar 3.15 : Proses Pengujian Tarik (Tensile Strength) ... 46

Gambar 3.16 : Diagram Alir Prosedur Simulasi ... 47

Gambar 3.17 : Hasil Gambar 3D Sampel Uji Tarik ... 48

Gambar 3.18 : Hasil Eksport Gambar Dari Software Autocad Ke Software Moldflow ... 48

Gambar 3.19 : Hasil Pembuatan Titik Runner Pada Sampel ... 49

Gambar 3.20 : Pemilihan Jenis Material ... 49

Gambar 3.21 : Menentukan Parameter Proses Simulasi ... 50

Gambar 3.22 : Menentukan Jenis Analisa Proses Simulasi ... 50

Gambar 4.1 : Mesin Mixer Variasi Putaran Sistem Gear Box ... 51

Gambar 4.2 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur ... 54

Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur ... 55

Gambar 4.4 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran ... 56

Gambar 4.5 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran ... 56

Gambar 4.6 : .. Sampel Formula I Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press ... 57


(4)

uji Tensile Strength ... 58

Gambar 4.8 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula I ... 59

Gambar 4.9 : Hasil Photo Makro Formula I ... 60

Gambar 4.10 : Photo Mikro Formula I Pembesaran 200µm ... 61

Gambar 4.11 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur ... 65

Gambar 4.12 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur ... 66

Gambar 4.13 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran ... 67

Gambar 4.14 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran ... 68

Gambar 4.15 : Sampel Formula II Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press .. 69

Gambar 4.16 : Bentuk Hasil Patahan Sampel Formula II Setelah di lakukan uji Tensile Strength ... 69

Gambar 4.17 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula II ... 70

Gambar 4.18 : Hasil Photo Makro Formula I ... 72

Gambar 4.19 : Photo Mikro Formula I Pembesaran 200µm ... 73

Gambar 4.20 : Grafik Perbandingan Hubungan Kekuatan Tarik Sampel Formula I dan II Dengan Polyethylene Murni ... 75

Gambar 4.21 : Hasil Simulasi Fill Time Analysis ... 76


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Simbol Daur Ulang ... 16 Tabel 3.1 : Dimensi ASTM D 638, T = 4 mm ... 39 Tabel 4.1 : Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur

dan Putaran ... 52 Tabel 4.2 : Hasil Pengujian Tarik Formula II dengan Variasi Temperatur dan Putaran ... 64


(6)

DAFTAR NOTASI

Lambang Keterangan

σmax Tegangan Tarik N/mm2

Satuan

Fmax Gaya N

A0 Luas Penampang mm

ε Elongation %

ΔL Pertambahan Panjang mm

L0 Panjang Awal mm