Gambar 4.10 a, b, dan c memperlihatkan permukaan campuran dengan variasi temperatur dan putaran pada formula I. Pada semua gambar yang
diterangkan pada no.1 memperlihatkan adanya kekosongan void diantara DVS dan PE, keberadaan void ini tentunya akan menyebabkan
penurunan kekuatan dari campuran. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya void pada komposit, menurut Femiana Gabsari
void bisa diakibatkan oleh adanya udara yang terperangkap pada saat proses percampuran dilakukan juga proses percampuran menggunakan
mixer yang kurang baik akan mempengaruhi pembentukan void [20]. DVS yang ditambahkan sebagai penguat diperlihatkan no.2 pada seluruh
gambar tidak begitu terlihat, ini dikarenakan PE sebagai pengisi memiliki titik leleh yang rendah oleh sebab itu PE telah terbakar gosong dan
menyatu dengan DVS sebagai penguat. Sedangkan PP sebagai matrik yang diperlihatkan no.3 pada seluruh gambar sedikit terlihat diantara PE dan
DVS. Dari hasil photo mikro tersebut terlihat bahwa material PE dan DVS sangat mudah menyatu homogen. Dapat disimpulkan bahwa seiring
dengan naiknya temperatur akan menyebabkan hampir sebagai material terbakar, kemudian dengan naiknya kecepatan putaran memperlihatkan
bahwa semua material lebih homogen. Pada bentuk gambar a,b dan c yang memiliki nilai kekuatan optimum terdapat pada foto mikro gambar
b, dimana hasil foto mikro menunjukkan meratanya seluruh material PP,PE dan DVS dan juga sangat sedikitnya pembentukan void yang terjadi
pada hasil foto tersebut. Hasil foto mikro ini menunjukkan hasil yang serupa pada bentuk grafik hubungan kekuatan tarik dengan
temperaturputaran.
4.3. Hasil Pengujian Formula II Variasi Putaran Dan Temperatur 4.3.1.
Tabel Hasil Pengujian Tarik Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran
Untuk melihat hasil pengujian tarik formula II dengan variasi temperatur dan putaran dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tarik Formula II dengan Variasi Temperatur dan Putaran
Formula II Specimen
T C
n rpm
Lebar W
mm Tebal
T mm
Luas A
mm
2
Panjang Awal
L mm
Panjang Akhir
L
1
mm Per.
Panjang ∆L
mm F
u
N σ
Nmm
2
ε
Polyethylene 20,
Polypropylene 10,
Debu Vulkanik Sinabung
70
1a 160
52 8.36
6.13 51.25
50 51.73
1.73 550
10.73 3.46
1b 100
8.39 6.13
51.43 50
51.29 1.29
450 8.75
2.58 1c
144 8.36
6.06 50.66
50 52.12
2.12 550
10.86 4.24
2a
170
52 8.45
6.09 51.46
50 51.09
1.09 500
9.72 2.18
2b 100
8.36 6.12
51.16 50
51.64 1.64
300 5.86
3.28
2c 144
8.45 6.05
50.46 50
53.04 3.04
800
15.85
6.08 3a
180 52
8.38 6.03
50.41 50
51.92 1.92
300 5.95
3.84 3b
100 8.37
6.06 50.72
50 52.95
2.95 650
12.82 5.90
3c 144
8.40 6.09
51.16 50
52.81 2.81
700 13.68
5.62
Dengan menggunakan rumus yang sama pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung tegangan tarik dan persen elongation untuk temperatur 160
c, dan putaran 52 rpm, sebagai berikut:
ΔL =
L
I
– L =
51.73 – 50 = 1.73 mm
A = Lebar x Tebal = 8.36 x 6.13 = 51.25 mm
2
Maka kekuatan tarik
σ
maks
stress dan persen elongation
ε
adalah :
σ
max
=
�
���
�
=
550 �
51.25 ��
= 10.73 Nmm
2
Sumber : Lab.Teknik Mesin Polmed, 2015
Universitas Sumatera Utara
ε =
∆� �
x 100 =
1.73 ��
50 ��
x 100 = 3.46
Maka didapat nilai tegangan dari spesimen 1a T=160 c, n = 52 rpm adalah
sebesar 13.88 Nmm
2
dan regangannya adalah sebesar 8.12 . Kemudian untuk
mendapatkan nilai tegangan tarik dan persen regangan untuk spesimen berikutnya
dapat menggunakan rumus perhitungan yang sama.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan diatas untuk variasi temperatur dan putaran dengan variasi komposisi II, maka di dapatlah nilai tegangan tarik dan yang
paling optimum terdapat pada spesimen 2c dengan temperatur 170 c dan putaran 144
rpm yaitu sebesar = 15.85 Nmm
2
dan persen elongation sebesar = 6.08 .
4.3.2. Grafik
Hasil Pengujian Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur dan Putaran
Pada formula II yaitu : PE 20, PP 10, DVS 70, pengujian tarik yang dilakukan mendapatkan bentuk grafik yang sama pada formula I. Hasilnya
akan diperlihatkan pada gambar 4.11 berikut ini :
Gambar 4.11 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur
Gambar 4.11 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PE, PP dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan
Universitas Sumatera Utara
temperatur percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada temperatur 170
c sebesar 15.85 Nmm2. Dilihat dari perbandingan formula I dan II, perbedaan nilai kekuatan tarik begitu signifikan, ini dikarenakan perbedaan
komposisi DVS, dimana penambahan komposisi DVS akan membuat material menjadi getas dan menurunkan kekuatan tarik setelah dilakukan pengujian.
Pengujian tarik perbandingan formula I dan II yang telah dilakukan juga diperoleh elongation campuran, hasilnya seperti diperlihatkan pada gambar
4.12 berikut ini:
Gambar 4.12 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur
Gambar 4.12 memperlihatkan kenaikan temperatur percampuran akan menaikkan elongation campuran. Elongation paling tinggi diperoleh pada
temperature 170 c dengan nilai 6.08 . Perbandingan elongation antara
formula I dan II tersebut sangat jelas berbeda dari bentuk grafik yang didapatkan, ini dikarenakan penambahan komposisi DVS 70 dari yang
sebelumnya 2, dan juga dari material lainnya. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor
yang mempengaruhi elongation.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya sampel pada formula II dengan variasi putaran juga didapatkan hasil kekuatan tariknya, Beriku ini merupakan hasil grafik
hubungan putaran dan kekuatan tarik seperti diperlihatkan pada gambar 4.13 berikut ini :
Gambar 4.13 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran
Gambar 4.13 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan
kecepatan putaran percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada puataran 144 rpm sebesar 15.85 Nmm2. Dilihat dari perbandingan formula I
dan II, perbedaan nilai kekuatan tarik tidak begitu signifikan, hasil dari bentuk kedua grafik tersebut sama, ini dikarenakan seiring dengan tingginya putaran
akan membuat ketiga material tersebut semakin terdistribusi keseluruh bagian material atau menjadi homogen. Setelah didapat grafik tegangan tarik dari
pengaruh variasi putaran, maka didapat pula nilai elongation dari pengaruh variasi putaran formula II tersebut. Hasil grafik diperlihatkan pada gambar
4.14 dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.14 : Grafik Hubungan Elongation Formula II Terhadap Pengaruh Variasi Putaran
Gambar 4.14 memperlihatkan rata-rata kenaikan putaran percampuran cenderung mengalami peningkatan nilai elongation. Elongation paling tinggi
diperoleh pada putaran 144 rpm. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi elongation.
4.3.3. Hasil Pengujian Tarik Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran
Untuk variasi komposisi II dengan temperatur 160 c, 170
c, 180 c, dan
putaran 52 rpm, 100 rpm, 144 rpm dengan komposisi : Polyethylene PE = 20, Polypropylene PP = 10, Debu Vulkanik Sinabung DVS = 70.
Adapun hasil dari perhitungan tersebut didapatkan nilai tegangan tarik optimum pada setiap masing-masing temperatur dan putaran. Berikut bentuk
spesimen yang paling optimum pada formula II setelah di injeksi mengunakan mesin hidrolic hot press akan diperlihatkan pada gambar 4.15 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : Sampel a : T = 160
c, N
3
= 144 rpm Sampel b : T = 170
c, N
3
= 144 rpm Sampel c : T = 180
c, N
3
= 144 rpm
Gambar 4.15 : Sampel Formula II Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press
Setelah di lakukan proses pencetakan sampel paada hidrolic hot press, selanjutnya sampel di lakukan pengujian tarik pada formula II di dapatkan
hasilnya yaitu berbagai bentuk patahan pada sampel yang akan diperlihatkan pada gambar 4.16 berikut ini :
Keterangan :
Sampel a : T = 160 c, N
3
= 144 rpm Sampel b : T = 170
c, N
3
= 144 rpm Sampel c : T = 180
c, N
3
= 144 rpm
Gambar 4.16 : Bentuk Hasil Patahan Sampel Formula II Setelah di lakukan uji Tensile Strength
Dari hasil pengujian tarik di atas dapat di lihat perbedaan letak patahan pada masing-masing sampel dengan variasi putaran yang berbeda pula. Bentuk
patahan yang terjadi terletak pada bagian leher dan bagian tengah sampel. Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk patahan yang terjadi, akan
diperlihatkan pada gambar 4.17 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.17 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula II
Keterangan : Sampel a : T = 160
c, N
3
= 144 rpm Sampel b : T = 170
c, N
3
= 144 rpm Sampel c : T = 180
c, N
3
= 144 rpm Dari ketiga gambar 4.17 diatas memperlihatkan bentuk patahan yang
berbeda, sampel yang memiliki bentuk patahan yang sama yaitu pada gambar a dan gambar c dapat di jelaskan bahwa variasi putaran dan temperatur
yang di gunakan dapat mempengaruhi bentuk patahan dari setiap sampel setelah di lakukan pengujian tarik dan juga pada sampel a dan b terdapat
Void Void
Universitas Sumatera Utara
kekosongan void yang menyebabkan bentuk patahan yang sama yaitu terjadi pada bagian leher sampel.
4.3.4. Hasil Photo Makro Sampel Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran
Photo makro dilakukan untuk melihat bentuk patahan PP, PE dan DVS pada campuran setelah mengalami proses percampuran menggunakan mixer
dengan variasi temperatur dan kecepatan putaran pada formula II, photo hasil percampuran akan diperlihatkan pada gambar 4.18 berikut ini:
Void
Universitas Sumatera Utara
Ket : 1 PP Polypropylene 2 PE Polyethylene
3 DVS Debu Vulkanik Sinabung
Gambar 4.18 : Photo Makro Formula I variasi putaran dan temperatur yang paling Optimum.
Bentuk patahan sampel uji tarik variasi temperatur dan putaran gambar 4.18 pada formula II memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Pada gambar a,b,c memperlihatkan luas penampang yang tidak banyak berserabut. Untuk gambar a terlihat adanya bagian permukaan
yang mengalami void kekosongan. Rata-rata dari seluruh sampel yang patah memiliki bentuk yang sama yaitu memiliki bentuk permukaan patah yang rata,
ini juga menunjukkan sampel memiliki kekuatan yang rapuh getas dibandingkan dengan bentuk patah dari formula I. Keadaan ini juga
dipengaruhi oleh penambahan bahan material DVS yang sangat banyak dari jumlah persen DVS pada formula I, dimana pada gambar a,b,c
memperlihatkan seluruh material DVS sangat merata pada semua penampang specimen. Hasil dari photo mikro ini juga memperlihatkan bahwasannya
seluruh material yang diaduk dengan mixer sangat menyatu homogen antara DVS, PE, dan PP. Nilai tensile strength yang paling tinggi terdapat pada
gambar b yaitu sebesar 15.85 Nmm
2
. Penambahan dari material DVS ini juga menyebabkan menurunnya elongation campuran dibandingkan dengan
Void
Universitas Sumatera Utara
formula I, hal ini dapat dilihat dari karakteristik bentuk patahan sampel formula II dengan formula I, yang memperlihatkan sampel tidak mengalami
pertambahan panjang yang signifikan sebelum mengalami putus. Nilai elongation yang paling rendah diperoleh pada sampel gambar a yaitu sebesar
4.24. Hasil ini juga sama dengan hasil dari foto mikro dan bentuk grafik hubungan tegangan tarik dengan temperaturputaran, pada gambar b
memiliki nilai tegangan yang paling bagus diantara gambar lainnya, ini juga diperlihatkan dari hasil patahan yang menunjukkan gambar b mengalami
patah pada bagian tengah, bentuk patahan yang rata dan juga tidak memiliki bentuk void pada patahan tersebut.
4.3.5. Hasil Photo Mikro Sampel Formula II Dengan Variasi Temperatur dan Putaran
Berikut ini merupakan hasil photo mikro sampel formula II PE 20, PP 10, DVS 70 dengan variasi temperatur dan putaran yang telah melalui
proses pencampuran menggunakan mesin mixer, hasil dari pengujian akan diperlihatkan pada gambar 4.19 dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.19 : Photo Mikro Formula II Paduan PE, PP Dan DVS dengan
pembesaran 200µm aT:160 c, n:144 Rpm, bT:170
c, n:144 Rpm, dan cT:180
c, n:144 Rpm.
Pada gambar 4.19 yang ditunjukkan gambar a pada no.1 memperlihatkan adanya kekosongan void diantara DVS dan PE. Kemudian pada no.2
menandai bahan PE yang telah gosong terbakar dan telah bercampur dengan debu. Terbakarnya PE ini diakibatkan oleh rendahnya titik leleh dari PE
tersebut. Dan pada no.3 menandai dari bahan PP yang agak bewarna putih diantara bahan PE dan debu. Pada gambar b terlihat tidak adanya void yang
terbentuk. Sedangkan pada no.2 menandai bahan PE yang terbakar dan bercampur dengan debu. Dan pada no.3 menandai bahan PP yang hanya
terlihat sedikit dibandingkan pada gambar sebelumnya. Pada gambar c yang ditunjukkan pada no.1 memperlihatkan terbentuknya void sedangkan untuk
bahan PE, debu dan PP tersebut tidak terlihat lagi, ini dikarenakan seiring dengan kenaikan dari temperatur yang membuat seluruh bahan mengalami
kegosongan terbakar dan juga penambahan DVS pada formula. Dapat disimpulkan bahwa bahan PE dan DVS sangat mudah bercampur homogen,
kenaikan temperatur, kecepatan pengadukan dan penambahan debu merupakan faktor yang membuat bahan PE, PP dan debu menjadi homogen.
Sedangkan pada beberapa bagian bahan yang tidak bercampur secara sempurna ini diakibatkan adanya kesalahan pada saat proses pencampuran.
Dilihat dari nilai kekuatan tarik yang paling optimum, hasil foto mikro pada gambar b memiliki nilai kekuatan yang paling bagus diantara gambar a,
dan b. Hasil tersebut dilihat dari bentuk permukaan gambar b yang tidak memiliki void, dan lebih homogen dari gambar lainnya. Hasil foto mikro ini
Universitas Sumatera Utara
juga menunjukkan hasil yang sama pada bentuk grafik hubungan kekuatan tarik dengan temperaturputaran.
4.4. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Tarik Sampel Formula I dan II dengan Polyethylene Murni