Hasil Pengujian Peralatan Mesin Mixer Hasil Pengujian Formula I Variasi Putaran Dan Temperatur 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah proses pengujian telah selesai dilaksanakan maka data yang didapat dari hasil pengujian untuk selanjutnya di lakukan pengolahan terhadap data tersebut berupa tabel, grafik, foto mikro dan makro.

4.1. Hasil Pengujian Peralatan Mesin Mixer

Mixer yang digunakan merupakan mixer yang dilengkapi sistem roda gigi untuk mendapatkan putaran yang diinginkan pada proses percampuran, adapun gambar mesin seperti diperlihatkan pada gambar 4.1 berikut ini: Gambar 4.1 : Mesin Mixer Sistem Gear Box Keterangan : 1. Elektromotor 2. Gear Box 3. Roda Gigi Payung 4. Poros Pengaduk 5. Wadah Tempat Mengaduk 6. Rangka Mesin Hasil pengujian memperlihatkan temperatur max yang dicapai pada pengujian sebesar 180 c dengan waktu 8 menit. Temperatur sudah dianggap cukup karena penelitian menggunakan polypropylene, polyethylene dan Debu Vulkanik Sinabung sebagai bahan yang akan dicampur di dalam wadah. PE Universitas Sumatera Utara sebagai komponen utama atau pengisi pada penelitian ini memiliki titik leleh diatas 135 c dan titik rekristalisasi 105-115 c [18]. Efektivitas pemanasan ini bergantung kepada jenis elemen pemanas serta jenis isolasi yang digunakan. Putaran mesin mixer menggunakan sistem gear box ini menghasilkan putaran 52, 100 dan 144 rpm. 4.2. Hasil Pengujian Formula I Variasi Putaran Dan Temperatur 4.2.1. Tabel Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran Untuk melihat hasil pengujian tarik formula I dengan variasi temperatur dan putaran dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran Formula I Specimen T C n rpm Lebar W mm Tebal T mm Luas A mm 2 Panjang Awal L mm Panjang Akhir L 1 mm Per. Panjang ∆L mm F u N σ Nmm 2 ε Polyethylene 60, Polypropylene 38, Debu Vulkanik Sinabung 2 1a 160 52 8.32 6.06 50.42 50 54.12 4.12 700 13.88 8.24 1b 100 8.22 6.10 50.14 50 51.81 1.81 400 7.97 3.62 1c 144 8.33 6.01 50.06 50 51.62 1.62 400 7.99 3.24 2a 170 52 8.32 6.00 49.92 50 52.56 2.56 650 13.02 5.12 2b 100 8.31 6.03 50.11 50 52.60 2.60 750 14.97 5.20 2c 144 8.29 6.00 49.74 50 52.40 2.40 800 16.08 4.80 3a 180 52 8.30 6.03 50.05 50 52.93 2.93 800 15.98 5.86 3b 100 8.33 6.11 50.90 50 51.78 1.78 550 10.80 3.56 3c 144 8.27 5.99 49.54 50 52.67 2.67 650 13.12 5.34 Sumber : Lab.Teknik Mesin Polmed, 2015 Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 4.1 diatas cara untuk menentukan tegangan tarik dan nilai persen reganganya maka kita dapat menggunakan rumus persamaan berikut ini : σ max = � ��� � ...............................................................................................................4.1 Persen Elongation ε = � 1 −�0 � x 100 ……….................................................4.2 Untuk mencari pertambahan panjang dan luas maka menggunakan persamaan berikut ini : ΔL = L I – L …………………………………..…........................................4.3 A = Lebar x Tebal ………………………..................................................4.4 Dari persaman diatas maka dapat dihitung tegangan tarik dan persen elongationnya untuk temperatur 160 c, dan putaran 52 rpm, sebagai berikut: ΔL = 54.12 – 50 = 4.12 mm A = 8.32 x 6.06 = 50.42 mm 2 Maka kekuatan tarik σ maks stress dan persen elongationnya ε adalah : σ max = � ��� � = 700 � 50.42 �� = 13.88 Nmm 2 ε = ∆� � x 100 = 4.12 �� 50 �� x 100 = 8.12 Maka didapat nilai tegangan dari spesimen 1a T=160 c, n=52 rpm adalah sebesar 13.88 Nmm 2 dan regangannya adalah sebesar 8.12 . Kemudian untuk mendapatkan nilai tegangan tarik dan persen regangan untuk spesimen berikutnya dapat menggunakan rumus perhitungan yang sama. Dari hasil perhitungan yang dilakukan diatas untuk variasi temperatur dan putaran dengan variasi komposisi I maka di dapatlah nilai tegangan tarik dan yang paling optimum terdapat pada spesimen 2c dengan temperatur 170 c dan putaran 144 rpm yaitu sebesar = 16.08 Nmm 2 dan persen elongation sebesar = 4,80 .

4.2.2. Grafik Hasil Pengujian Tarik Formula I Pengaruh Variasi Temperatur

dan Putaran Pengujian tarik dilakukan untuk mendapatkan kekuatan material yang telah mengalami proses percampuran menggunakan mixer. Hasil Universitas Sumatera Utara pengujian tarik formula I PE 60, PP 38, DVS 2 pengaruh variasi temperatur akan diperlihatkan pada gambar 4.2 berikut ini : Gambar 4.2 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur Pembuatan grafik berdasarkan dari tabel hasil pengujian tarik yang telah dilakukan, dimana nilai yang diambil merupakan nilai rata-rata tegangan tarik yang tertinggi setiap temperatur. Gambar 4.2 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan temperatur percampuran. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada temperatur 170 c sebesar 16.08 Nmm2 , temperatur ini PE umumnya telah mengalami rekristalisasi dan mulai mengalami pelelehan dan pada temperatur 160 c material masih menuju proses rekristalisasi, maka hal ini berpengaruh terhadap material DVS yang belum melekat pada material lainnya yang menyebabkan kekuatan tarik tidak begitu maksimum. Sedangkan pada temperatur 180 c material sebagian besar mengalami pelelehan, hal ini tentunya akan mempengaruhi distribusi dari tiap elemen pada campuran, disamping juga temperatur yang tinggi akan menyebabkan sebagian elemen mulai terbakar sehingga menurunkan kekuatan campuran. Dari pengujian tarik yang telah dilakukan juga didapat nilai persen elongation. Berikut grafik yang diperlihatkan pada gambar 4.3 dibawah ini: Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Temperatur Gambar 4.3 memperlihatkan rata-rata kenaikan temperatur percampuran cenderung mengalami penurunan nilai elongation, dikarenakan peningkatan temperatur yang membuat sebagian material terbakar dan mengalami kelelahan. Elongation paling tinggi diperoleh pada temperatur 160 c. Temperatur, keseragaman, bahan penambah dan adanya cacat pada material merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi elongation. Hasil dari pengujian tarik ini juga dilihat dari pengaruh variasi putaran terhadap kekuatan tarik sampel pada formula I. Berikut ini merupakan hasil grafik hubungan kekuatan tarik terhadap variasi putaran pada formula I yang diperlihatkan pada gambar 4.4 dibawah ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 : Grafik Hubungan Tegangan Tarik Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran Gambar 4.4 memperlihatkan rata-rata kekuatan tarik campuran PP, PE dan DVS cenderung mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan kecepatan putaran percampuran. Ini dikarenakan semakin tinggi putaran pengadukan maka material DVS akan semakin menyebar rata keseluruh bagian material atau semakin homogen. Kekuatan tarik maksimum dicapai pada putaran 144 rpm sebesar 16.08 Nmm2. Setelah itu didapat pula nilai elongation dari pengaruh variasi putaran formula I tersebut. Hasil grafik diperlihatkan pada gambar 4.5 dibawah ini: Gambar 4.5 : Grafik Hubungan Elongation Formula I Terhadap Pengaruh Variasi Putaran

4.2.3. Hasil Pengujian Tarik Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Untuk variasi komposisi I dengan temperatur 160 c, 170 c, 180 c, dan putaran 52 rpm, 100 rpm, 144 rpm dengan komposisi : Polyethylene PE = 60, Polypropylene PP = 38, Debu Vulkanik Sinabung DVS = 2. Adapun hasil dari perhitungan tersebut didapatkan nilai tegangan tarik optimum pada setiap masing-masing temperatur dan putaran. Berikut bentuk spesimen yang paling optimum pada formula 1 setelah di injeksi Universitas Sumatera Utara mengunakan mesin hidrolic hot press akan diperlihatkan pada gambar 4.6 berikut ini : Keterangan : Sampel a : T = 160 c, N 1 = 52 rpm Sampel b : T = 170 c, N 3 = 144 rpm Sampel c : T = 180 c, N 1 = 52 rpm Gambar 4.6 : Sampel Formula I Setelah di Cetak Pada Hidrolic Hot Press Setelah di lakukan proses pencetakan sampel paada hidrolic hot press, selanjutnya sampel di lakukan pengujian tarik pada formula I di dapatkan hasilnya yaitu berbagai bentuk patahan pada sampel yang akan diperlihatkan pada gambar 4.7 berikut ini : a b c a b c Universitas Sumatera Utara Keterangan : Sampel a : T = 160 c, N 1 = 52 rpm Sampel b : T = 170 c, N 3 = 144 rpm Sampel c : T = 180 c, N 1 = 52 rpm Gambar 4.7 : Bentuk Hasil Patahan Sampel Formula I Setelah di lakukan uji Tensile Strength Dari hasil pengujian tarik di atas dapat di lihat perbedaan letak patahan pada masing-masing sampel dengan variasi putaran yang berbeda pula. Bentuk patahan yang terjadi terletak pada bagian leher dan bagian tengah sampel. Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk patahan yang terjadi, akan diperlihatkan pada gambar 4.8 berikut ini : Gambar 4.8 : Jenis Bentuk Patahan Sampel Formula I Keterangan : Sampel a : T = 160 c, N 1 = 52 rpm Patahan pada bagian tengah sampel Sampel b : T = 170 c, N 3 = 144 rpm Patahan pada bagian leher sampel Void c Universitas Sumatera Utara Sampel c : T = 180 c, N 3 = 100 rpm Patahan pada bagian leher sampel Dari ketiga gambar 4.8 diatas memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda dapat di jelaskan bahwa variasi putaran dan temperatur yang di gunakan dapat mempengaruhi bentuk patahan dari setiap sampel setelah di lakukan pengujian tarik dan juga pada setiap sampel terdapat kekosongan void yang menyebabkan bentuk patahan yang berbeda terjadi pada bagian tengah sampel dan leher sampel.

4.2.4. Hasil Photo Makro Sampel Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Photo makro dilakukan untuk melihat bentuk patahan PP, PE dan DVS pada campuran setelah mengalami proses percampuran menggunakan mixer dengan variasi temperatur dan kecepatan putaran pada formula I, photo hasil percampuran akan diperlihatkan pada gambar 4.9 berikut ini: Void Universitas Sumatera Utara Ket : 1 PP Polypropylene 2 PE Polyethylene 3 DVS Debu Vulkanik Sinabung Gambar 4.9 : Hasil Photo Makro Formula I variasi putaran dan temperatur yang paling Optimum Bentuk patahan sampel uji tarik variasi temperatur dan putaran gambar 4.9 pada formula I memperlihatkan bentuk patahan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pada gambar a memperlihatkan luas penampang yang sangat berserabut dari pada penampang lainnya ini dikarenakan PE yang menumpuk pada satu titik dan juga memperlihatkan bahwa material PE belum terdistribusi merata ke seluruh bagian material seiring rendahnya putaran dan temperatur yang digunakan sebelum sampel mengalami putus seluruhnya, hal ini sejalan dengan elongation bahan yang tinggi. Penambahan variasi temperature dan putaran yang digunakan juga akan menyebabkan menurunnya elongation campuran, hal ini dapat dilihat dari karakteristik bentuk patahan sampel gambar b yang memperlihatkan sampel tidak mengalami pertambahan panjang yang signifikan sebelum mengalami putus. Bentuk patahan sampel gambar b terlihat tidak begitu berserabut hal ini menandakan sampel memiliki keuletan yang rendah. Nilai elongation yang paling rendah diperoleh pada putaran 100 rpm sampel b, permukaan patahan sampel ini memperlihatkan banyaknya butiran DVS yang berkumpul dipermukaan tidak menyatu dengan PE. Kemudian untuk sampel c memperlihatkan bentuk patahan yang melengkung yang sedikit ulet dari pada sampel b, ini disebabkan karena distribusi PE lebih merata keseluruh bagian material dan juga pengaruh temperatur yang membuat material PE meleleh. Hasil dari foto ini juga Universitas Sumatera Utara menunjukkan hasil yang sama pada hasil foto mikro dan hubungan grafik kekuatan tarik dengan temperaturputaran, dimana nilai tegangan tarik yang optimum diperlihatkan pada gambar b yang memiliki bentuk fisik patahan yang tidak berserabut diantara gambar lainnya.

4.2.5. Hasil Photo Mikro Sampel Formula I Dengan Variasi Temperatur dan Putaran

Photo mikro dilakukan menggunakan mikroskop optik untuk melihat permukaan sampel variasi temperatur dan kecepatan putaran percampuran pada formula I PE 60, PP 38, DVS 2 dengan menggunakan mixer, hasil pengujian akan diperlihatkan pada gambar 4.10 berikut ini: Gambar 4.10 : Photo Mikro Formula I Paduan PE, PP Dan DVS dengan pembesaran 200µm aT:160 c, n:52 Rpm, bT:170 c, n:144 Rpm, dan cT:180 c, n:52 Rpm. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.10 a, b, dan c memperlihatkan permukaan campuran dengan variasi temperatur dan putaran pada formula I. Pada semua gambar yang diterangkan pada no.1 memperlihatkan adanya kekosongan void diantara DVS dan PE, keberadaan void ini tentunya akan menyebabkan penurunan kekuatan dari campuran. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya void pada komposit, menurut Femiana Gabsari void bisa diakibatkan oleh adanya udara yang terperangkap pada saat proses percampuran dilakukan juga proses percampuran menggunakan mixer yang kurang baik akan mempengaruhi pembentukan void [20]. DVS yang ditambahkan sebagai penguat diperlihatkan no.2 pada seluruh gambar tidak begitu terlihat, ini dikarenakan PE sebagai pengisi memiliki titik leleh yang rendah oleh sebab itu PE telah terbakar gosong dan menyatu dengan DVS sebagai penguat. Sedangkan PP sebagai matrik yang diperlihatkan no.3 pada seluruh gambar sedikit terlihat diantara PE dan DVS. Dari hasil photo mikro tersebut terlihat bahwa material PE dan DVS sangat mudah menyatu homogen. Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan naiknya temperatur akan menyebabkan hampir sebagai material terbakar, kemudian dengan naiknya kecepatan putaran memperlihatkan bahwa semua material lebih homogen. Pada bentuk gambar a,b dan c yang memiliki nilai kekuatan optimum terdapat pada foto mikro gambar b, dimana hasil foto mikro menunjukkan meratanya seluruh material PP,PE dan DVS dan juga sangat sedikitnya pembentukan void yang terjadi pada hasil foto tersebut. Hasil foto mikro ini menunjukkan hasil yang serupa pada bentuk grafik hubungan kekuatan tarik dengan temperaturputaran. 4.3. Hasil Pengujian Formula II Variasi Putaran Dan Temperatur 4.3.1.