BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. BEDAH KATARAK FAKOEMULSIFIKASI DENGAN PENANAMAN
LENSA INTRAOKULAR
Bedah Katarak fakoemulsifikasi kembali diperhatikan sejalan dengan berkembangnya teknik bedah mikro dan lensa tanam intraokuler pada
bilik mata belakang, di mana akan menghasilkan pulihnya tajam penglihatan dengan baik pada seorang penderita katarak.
Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak fakoemulifikasi dengan penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan reaksi
inflamasi pasca bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah : II.1.1. Pemberian asam mefenamat 500 mg atau indometasin 50 mg peroral 1 – 2
jam sebelum operasi. II.1.2. Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui
insisi kecil pada kornea, dengan metode CCC. II.1.3. Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti lensa
dari korteks kemudian dilakukan fakoemulsifikasi dengan teknik horizontal choop menggunakan mesin fako unit.
II.1.4. Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin fako unit .
II.1.5. Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan secara in the bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik untuk
mengurangi komplikasi.
Universitas Sumatera Utara
II.1.6. Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin fako unit.
II.1.7. Luka operasi ditutup tanpa jahitan dengan cara membuat oedem luka operasi.
II.1.8. Diberikan suntikan antibiotika Gentamisin 0,5 ml dan kortikostroid Kortison Asetat 0,5 ml, subkonjutiva.
II. 1.9. Pasca bedah diberikan tetes mata antibiotika Neomycin-Polymixin B dan anti inflamasi Deksametason 0,1 ml., setiap 8 jam sekali.
5,11
II.2. INFLAMASI PASCA BEDAH FAKOEMULSIFIKASI
Pada dasarnya, suatu tindakan bedah akan menimbulkan trauma yang memberi akibat kerusakan jaringan dari organ yang dioperasi. Secara normal
tubuh akan mengadakan reaksi dengan tujuan mengadakan proses penyembuhan pada jaringan yang mengalami kerusakan tersebut. Reaksi tersebut secara umum
dikenal sebagai keradangan atau reaksi inflamasi. Pada kerusakan jaringan terjadi robekan membran sel yang dengan
aktivasi oleh enzim fosfolipase A
5,7,12
2
akan terbentuk asam arakidonat. Melalui jalur siklo-oksigenase, arakidonat akan mengalami transformasi membentuk
prostaglandin. Adanya prostaglandin pada jaringan akan menimbulkan tanda- tanda klasik dari inflamasi yaitu dolor, rubor dan vasodilatasi.
Selain itu, melalui jalur lipoksigenase, asam arakidonat akan membentuk leukotrien yang kemudian akan menimbulkan peningkatan juga
permeabilitas vaskuler dan edema. Leukotrien juga mengaktifkan sistem
5,13
Universitas Sumatera Utara
komplemen jaringan serta melibatkan faktor-faktor khemotaktik pada tempat terjadinya trauma dan memberikan reaksi inflamasi pada jaringan.
Neufeld dan Sears pertama kali menemukan prostaglandin yang dapat diisolasi dari jaringan iris dan menyebutkan sebagai irin. Ambache 1957
menemukan bahwa rangsangan mekanis terhadap iris dan pada tindakan parasintesis akan dilepaskan suatu substansi yang disebut irin ke bilik mata depan.
Meningkatnya konsentrasi irin atau prostaglandin akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas epitel badan silier sehingga menimbulkan perubahan
respon peradangan.
8,14
5,15,16
Universitas Sumatera Utara
Diagram repon molekuler rantai inflamasi pada trauma jaringan Diambil dari : Shlevin, HH The Pharmacology of the Nonsteroidal Agents,
Proceding of the Ophthalmic NSAID Roundtable, 1996, p21
Sama halnya dengan tindakan operasi yang lain, pada pasca bedah ekstraksi katarak juga akan terjadi reaksi inflamasi yaitu berupa iritis atau
iridosiklitis. Pada setiap tindakan bedah katarak fakoemulsifikasi, bahkan pada pembedahan yang sangat hati-hati sekalipun, akan selalu diikuti oleh iritis atau
iridosiklitis. Hal ini terjadi akibat adanya manipulasi iris, lisis dari zonula, adanya tindakan irigasi pada bilik mata depan, serta adanya kemungkinan sisa
Universitas Sumatera Utara
Materi lensa yang tertinggal. Biasanya iritis terjadi minimal dan dapat menghilang dengan sendirinya, tanpa meninggalkan bekas yang permanen. Tetapi pada
beberapa kasus dapat terjadi dimana reaksi tersebut tidak cepat menghilang dan cendrung menjadi kronis atau bertambah berat, sehingga dapat menimbulkan
berbagai penyulit yang lain seperti penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada pupil, terjadinya sinekia anterior atau posperior, glaucoma
skunder dan lain-lain Inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi ditandai dengan
rasa tidak nyaman discomfort pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi konjungtiva dan prikornea, sertam adanya plare dan sel pada bilik mata depan. Kimura,
thygeson dan Hogan 1959 membuat gradasi flare dan sel radang pada bilik mata depan sebagai berikut
6,16
7,17
:
Pemeriksaan balik mata depan untuk mengamati adanya flare dan cells radang dilakukan dengan lampu celah biomikroskop dalam ruangan gelap,
lebar celah 1 mm, tinggi celah 3 mm, sudut 45°
,
pembesar serta intensitas cahaya pada ukuran maksimal.
11,18 GRADING OF ANTERIOR CHAMBER FLARE AND CELLS
Antrerior chanber flare Anterior chamber cells
0 None 1+ Flaint flare barely dectetable
2+ moderate flare iris and lens details clear 3+ Merked flare iris and lens detail hazy
4+ Intens flare fixed, coagulated aqueous Humor with considerable fibrin
None 1+ 5 – 10 cells per field
2+ 10 – 20 cells per field 3+ 20 – 50 cells per field
4+ 50 - cells per field Grading done with wide beam
and narrow slit
Universitas Sumatera Utara
Kerja dari natrium diklofenak dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga dapat pula menghambat tranformasi dari asam
arakidonat menjadi prostaglandin yang terjadi pada proses inflamasi. Selain itu, natrium diklofenak memacu perpindahan asam arakidonat yang diubah menjadi
leukotrien melalui jalur lipoksigenase menjadi berkurang. Melalui penghambatan pada kedua jalur inflamasi tersebut, maka reaksi inflamasi yang terjadi akan
terhambat. Penggunaan natrium diklofenak secara umum adalah dengan
pemberian secara systemic proral, sebagai anti inflamasi dan analgesic untuk pengobatan simtomatik pada kasus arthritis rheumatoid, asteoartritis atau
ankylosing apondilitis.
9,19
Penggunaan topikal pada mata dalam bentuk tetes 0,1 sebagai anti infalamasi pada kasus pasca bedah dan kasus konjungtivitas alergi, sebagai
anti-inflamasi dan analgesic pada kasus pasca laser excimer. Kraff, M.C.dkk, pada tahun 1994 mengemukakan angka penurunan inflamasi sebesar 83 pada
penelitiannya terhadap 99 orang penderita yang diberikan tetes mata nutrium diklofenak 0,1 pasca bedah katarak fakoemulsifikasi dengan penanaman lensa
okuler.
6,20
Avci.R. dkk, serta Othenin-Girard, P. dkk, melaporkan dari hasil penelitian mereka bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara tetes mata
deksametason dan tetes mata natrium diklofenak dalam mengatasi inflamasi pasca bedah katarak Fakoemulsifikasi + LIO.
16,21
8,22
Universitas Sumatera Utara
Reberts, C.W dan Brennan, K.M, dalam penelitiannya
mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara tetes mata deksametason dan tetes mata natrium diklfenak dalam mengatasi inflamasi pasca
bedah katarak fakoemulsifikasi + LIO. Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan topical
adalah adanya reaksi hipersensitifitas terhadap bahan nutrium diklofenak, sedangkan efek samping yang lain belum diketahui secara pasti.
18,23
20,24
II.3. DEKSAMETASON