BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Di Indonesia, sampai saat ini penyebab kebutaan yang utama adalah akibat katarak, yaitu sebesar 0,78 . Satu-satunya pilihan dalam
penanggulangan kebutaan akibat katarak adalah tindakan operasi. Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut,
namun 10 - 20 buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia usia 40 – 54 tahun, yang termasuk dalam kelompok usia produktif. Menurut Sirlan. F dalam
penelitiannya di daerah pantai Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat mendapatkan penderita buta katarak usia produktif 14 dari seluruh buta
katarak.
1
Buta katarak pada usia produktif ini seharusnya tidak terjadi bila diketahui faktor yang menyebabkannya, sehingga upaya penundaan dapat
dilakukan sedini mungkin. Buta katarak usia produktif sangat mengkhawatirkan karena dapat mengancam sumber daya manusia produktif.
2
Buta katarak berbeda dengan kebutaan lainnya karena buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun,
pelayanan bedah katarak di negara kita belum tersedia secara merata. Dari data tahun 1996 yang baru mendapat pelayanan operatif 25 penderita datang
langsung ke rumah sakit, sedangkan 75 penderita masih bersifat menunggu datangnya pelayanan kesehatan, sehingga terjadi timbunan buta katarak semakin
meningkat yang dikenal dengan cataract backlog. Timbunan katarak cataract
2,3
Universitas Sumatera Utara
backlog ini mencapai jumlah 1,5 juta terutama pada penduduk yang tingkat sosial ekonominya rendah.
Dari setiap tindakan operasi selalu diharapkan akan diperoleh hasil terbaik yang dapat memuaskan baik bagi dokter maupun bagi penderita dan
keluarganya. Berbagai teknik dan alat bantu operasi katarak telah dikembangkan sebagai upaya untuk mencapai hasil operasi katarak telah dikembangkan sebagai
upaya untuk mencapai hasil operasi yang maksimal dengan penyulit seminimal mungkin. Untuk mengatasi keadaan afakia dengan hipermetropia yang tinggi
penggunaan lensa intraokuler adalah pilihan yang terbaik dan menjadi satu bagian yang penting dalam penatalaksanaan penderita katarak menjadi satu bagian yang
penting dalam penatalaksanaan penderita katarak.
1.4
Untuk mencapai hasil terbaik, maka masing-masing tahap dalam penatalaksanaan penderita katarak harus dikerjakan dengan baik. Dimulai dari
tahap pemeriksaan dan diagnosis, tahap persiapan prabedah termasuk informed consent, tahap pembedahan, serta yang tidak kalah penting adalah tahap
perawatan pasca bedah. Berbagai penyulit dapat terjadi pada setiap tahap tersebut.
2,5
Pada setiap tindakan bedah katarak fakoemulsifikasi akan selalu diikuti dengan inflamasi pasca bedah. Iritis yang terjadi pasca bedah katarak dapat
dikatakan normal, oleh karena adanya manipulasi iris, lisis dari zonula serta irigasi bilik mata depan saat operasi. Reaksi inflamasi ini biasanya dengan cepat
menghilang tanpa meninggalkan bekas permanen. Akan tetapi pada beberapa kausus, iritis tidak segera menghilang dan cenderung menjadi kronis, tanpa
diketahui dengan jelas penyebabnya.
1.6
3,7
Universitas Sumatera Utara
Shearing pada tahun 1978 mendapatkan angka komplikasi iritis sebesar 4 dari 90 kasus pasca bedah katarak fakoemulsifikasi dengan
penanaman lensa intraokuler yang diamati selama 15 bulan. Sedangkan Kratz, dkk, pada tahun 1979 melaporkan bahwa dalam 3,5 tahun penelitiannya dari 756
kasus pemasangan lensa intraokuler setelah operasi katarak fakoemulsifikasi didapatkan angka komplikasi iritis sebesar 3,3.
Penanganan inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi adalah dengan pemberian obat anti-inflamasi. Kortikosteroid telah lama diketahui sebagai
obat yang efektif untuk mengatasi inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi. Namun di balik itu kortikosteroid juga dapat memberikan dampak samping yang
tidak diinginkan seperti steroid-induced glaucoma , steroid-induced uveitis, pemanjangan masa penyembuhan luka, serta penurunan daya tahan terhadap
infeksi
3,8
Bagaimana halnya dengan obat topikal anti-inflamasi non steroid? Natrium diklofenak adalah salah satu obat anti-inflamasi yang oleh beberapa
penulis dikemukakan pasca katarak fakoemulfikasi. Di antaranya adalah oleh Robert dan Brennan 1995 yang di dalam penelitiannya melaporkan bahwa
pemberian obat topikal natrium diklofenak sama efektifnya dengan obat topikal prednisolon dalam mengatasi inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi.
4,9
Sepanjang pengetahuan penulis, di Lab Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP. Haji Adam Malik dan RS. Khusus Mata Medan Baru
belum pernah dilakukan penelitian tentang penggunaan obat topikal anti inflamasi non-steroid untuk mengatasi inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi
sebagai alternatif pilihan dari obat topikal steroid
1,10
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian efektifitas tetes mata anti-inflamasi non-steroid natrium diklofenak
terhadap inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi dengan penanaman lensa intraokuler.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat perbedaan efek menekan inflamasi antara tetes mata natrium diklofenak 0,1 dan deksametason 0,1 pada pasca bedah katarak
fakoemulsifikasi dengan penanaman lensa intraokuler di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Khusus mata Medan Baru?
I.3. TUJUAN PENELITIAN