Metode Penarikan kesimpulan Analisis Yuridis Permohonan Menjadiwali Oleh Seorang Nenek Terhadap Cucu-Cucunya Ketika Ibu Kandung Masih Hidup (Studi Kasus Putusan MA No.372k/ PDT/ 2008)

23 penelitian yang benar dan akurat serta dapat direpresentasikan dalam bentuk deskriptif. 36

5. Metode Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif-induktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. 37 Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. 38 36 Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1999 hal.6 37 Soerjono Soekanto, op.cit, hal.6 38 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif Malang: Bayumedia Publishing, 2005 hal.339 Universitas Sumatera Utara 24

BAB II PENGATURAN PERWALIAN KARENA PERCERAIAN

A. Sejarah Etnis Cina di Indonesia

Berhubung dalam penelitian ini si Pemohon adalah orang keturunan Cina, ada baiknya di ceritakan sedikit mengenai sejarah etnis Cina di Indonesia yang diawali dari mulai masuknya mereka sampai dengan di jaman mulai masuknya orang-orang Belanda yang awalnya ingin melakukan perdagangan di Indonesia. Sistem kekeluargaan yang dianut dalam hukum adat Cina adalah sistem kekeluargaan patrilineal, yakni bahwa yang menentukan garis keturunan adalah dari pihak laki-laki. Pihak laki-laki memegang peranan yang sangat penting dalam suatu keluarga, artinya bahwa anak laki-laki memiliki posisi dan kedudukan yang istimewa dalam keluarga karena merupakan penerus marga atau nama keluarga. 39 Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia, disebutkan bahwa istilah Cina berasal dari nama dinasti Chin abad ketiga sebelum Masehi yang berkuasa di Cina selama lebih dari dua ribu tahun sampai tahun 1913. Adanya bencana banjir, kelaparan dan peperangan memaksa orang-orang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Kemudian sekitar abad ke tujuh orang-orang ini mulai masuk ke Indonesia. Pada abad ke sebelas, ratusan ribu bangsa Chin mulai berdiam di kawasan Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatra dan di Kalimantan Barat. Bangsa Chin yang merantau dari Cina ini di Indonesia kemudian disebut dengan Cina perantauan. 39 Lodewik, Tinjauan Yuridis terhadap Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat Cina oleh Hakim, tesis magister Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011 24 Universitas Sumatera Utara 25 Orang-orang Cina perantauan ini mudah bergaul dengan penduduk lokal sehingga mereka bisa diterima dengan baik. Para perantau yang membawa keluarga mereka kemudian membentuk perkampungan yang disebut dengan “Kampung Cina”, di kota-kota dimana terdapat banyak orang Cina bertempat tinggal, kampung ini lalu disebut dengan Pecinan. Orang-orang yang tinggal di Pecinan ini kemudian banyak yang menjadi pedagang. Ketika bangsa barat, terutama Belanda dengan perusahaan dagangnya VOC memasuki Indonesia dan memonopoli perdagangan di Indonesia, para pedagang dari negeri Chin yang sudah menguasai perdagangan selama beratus-ratus tahun ini bentrok dengan bangsa Belanda. Akibatnya, VOC dan kemudian pemerintah Belanda memberikan beberapa konsesi berupa hak-hak istimewa kepada bangsa Cina di Indonesia. Salah satunya adalah mereka dianggap sebagai penduduk Timur Asing yang dianggap mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi daripada warga penduduk pribumi. 40 Orang Cina, bersama dengan orang Arab, secara hukum digolongkan sebagai Orang Timur Asing dengan implikasi bahwa hukum yang diberlakukan pada mereka bukan hukum Belanda atau hukum adat pribumi. Dampaknya adalah bahwa mereka itu tidak tergolong sebagai Belanda dan tidak tergolong pula sebagai pribumi. Mereka adalah Orang Asing dari Timur. Mereka mempunyai hak untuk mengajukan diri menjadi warga negara Belanda, sehingga hukum yang diberlakukan kepada mereka 40 Julyana, Analisis Yuridis Pembagian Harta Bersama Milik Orang Tua Yang Dilakukan Anak Dikala Kedua Orang Tua Masih Hidup Putusan MA Tanggal 27 Oktober 2004, No. 1187 K Pdt 2000, tesismagister Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010 Universitas Sumatera Utara 26 adalah sama dengan yang diberlakukan terhadap orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. 41 Penggunaan istilah Cina, untuk menyebut warga negara Indonesia keturunan Cina yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara atau warga negara keturunan Cina, yang dalam bahasa asingnya ialah Indonesian Citizens of Chinese descent, apabila digunakan dalam bahasa Indonesia melukai perasaan golongan tersebut, sebab dirasakan sebagai penghinaan. Istilah tersebut dalam peredaran masa mengalami devaluasi, karena seolah-olah diasosiasikan dengan sifat atau watak yang jelek seperti Cina mindring lintah darat, Cina loleng jorok dan pula menggambarkan status sosial yang inferior yang dialami golongan itu pada masa penjajahan, meskipun jauh lebih baik dari golongan pribumi. Oleh karena itu di kalangan orang-orang Cina sebutan untuk menunjukkan orangnya diusahakan untuk diganti dengan sebutan Cina yang tidak mengandung konotasi yang kurang baik seperti istilah yang lain. Sedangkan sebutan untuk negaranya, dipakai istilah Tiongkok. Kedua istilah tersebut pada tahun 1928 diakui oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda sebagai istilah resmi. Penggunaan istilah Cina dan Tiongkok ini menyebar pula ke Tanah Semenanjung dan Singapura, karena eratnya hubungan antar negeri tersebut dengan Sumatera yang telah menggunakan sebutan Cina dan Tiongkok. Kesadaran dari 41 Parsudi Suparlan, Hubungan Antar sukubangsa, Jakarta: YPKIK, 2004 hal.253 Universitas Sumatera Utara 27 orang-orang Cina yang berbahasa Melayu juga mendorong memperluas penggunaan sebutan itu. 42 Pada akhir abad ke 19 Pemerintah Belanda bermaksud hendak memisah golongan Cina dari golongan Timur Asing. Usaha pertama kali pada tahun 1896 gagal. Akhirnya pemerintah Belanda berhasil dan tidak ragu-ragu lalu diterbitkanlah staatsblaad 1917 no.129 dan dinyatakan mulai berlaku pada 1 Mei 1919. Dengan berlakunya Stbl.1917 no.129 bagi golongan Timur Asing Cina maka berlakulah hukum kekayaan dan hukum waris testamenter Barat, hukum keluarga, termasuk hukum perkawinan Barat bagi golongan Timur Asing Cina itu. Dengan demikian golongan Timur Asing Cina takluk kepada KUH Perdata, kecuali beberapa peraturan mengenai formalitas sebelum perkawinan, tidak boleh beristri lebih dari seorang dan perkawinan dilangsungkan di hadapan Kantor Catatan sipil. Sebelum masa berlakunya Stbl.1917 no.129, laki-laki dan wanita Cina yang akan melangsungkan perkawinannya mereka tunduk dan dilakukan sesuai dengan hukum adat mereka, yaitu dimulai lebih dahulu dengan suatu pertunangan yang dilakukan oleh pihak laki-laki calon suami dan calon isteri. Setelah semua ketentuan dipenuhi,dimana calon pengantin pria menyerahkan sejumlah uang kepada calon pengantin, lalu dapatlah dilangsungkan perkawinan. Diatas suatu kursi merah ditandulah pengantin wanita, diiringi dengan bunyian musik dan digotong ke rumah pengantin pria. Setelah kedua mempelai ini dipertemukan dilakukan makan bersama. 42 Paulus,Kewarganegaraan RI ditinjau dari UUD 1945 Khususnya Kewarganegaraan Peranakan Cina Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1983 hal. 29-30 Universitas Sumatera Utara 28 Upacara itu dihadiri oleh keluarga dan sahabat kenalan. Dan setelah itu selesailah upacara perkawinan. 43 Kemudian dalam tahun 1917 mulailah diadakan pembedaan antara golongan Cina dan bukan Cina yaitu untuk golongan Cina diadakan satu peraturan sendiri mengenai hukum perdata mereka yang diletakkan dalam S.1917 No. 129 berlaku untuk seluruh Indonesia sejak 1 September 1925, yang menaklukkan orang-orang Cina pada hukum perdata Eropa hampir seluruhnya, termasuk juga hukum perkawinan pada umumnya. Sesudah berjalannya Stbl. 1917 no. 129, yaitu untuk Jawa-Madura pada 1 Mei 1919 di Jawa dan Madura dan 1 September 1925 di seluruh Indonesia, jika ada kiranya orang-orang Cina melaksanakan perkawinan menurut cara adatnya yang lama tidak berdasarkan Stbl. 1919 no. 129, maka jika perkawinan-perkawinan tersebut lahir anak-anak maka anak-anak yang lahir itu dianggap anak-anak yang lahir diluar perkawinan yang sah. Sebelum Stbl. 1917 no. 129 itu orang-orang Cina yang mempunyai isteri disebut isterinya itu “bini kawin” dan sementara itu masih juga dapat mengambil seorang isteri kedua dan yang disebut dalam istilah mereka “bini muda”. Anak-anak yang lahir dari “bini muda” ini merupakan anak yang sah dengan segala akibat-akibat hukum, menerima pusaka dan sebagainya. 43 Jafizham, Persintuhan Hukum di Indonesia dengan Hukum Perkawinan Islam, Medan: C.V Percetakan “Mestika”, 1977 hal.47-48 Universitas Sumatera Utara 29 Seorang pria yang sudah punya “bini kawin” dapat memelihara “bini muda”, dan prosedurnya tidaklah serupa dengan upacara “bini kawin”, tanpa dengan pertunangan, tanpa ditandu, tanpa musik dan tanpa surat kawin. Yang ada adalah pembayaran dan makan bersama. Anak yang lahir dari “bini muda” tidak sama dengan anak yang lahir dari “bini kawin”, jika pengambilan “bini muda” itu dilaksanakan sesudah 1 satu September 1925 diseluruh Indonesia. Dengan berlakunya Stbl. 1917 no. 129, yang mengatur hukum perkawinan bagi golongan Timur Asing Cina, maka tidaklah lenyap seluruh hukum adat untuk bangsa Cina tersebut di Indonesia. Hukum adat untuk orang Cina masih terus berjalan dan diantaranya ada yang dipertahankan dengan mendapat aturan, diantara lain adalah tentang pengambilan anak pungut, yaitu suatu adat yang berkembang didalam golongan Cina. Adat pengambilan anak pungut ini tetap dipertahankan dan diatur dalam Stbl. 1917 no. 129, Bab II yang isinya antara lain, hanya boleh mengangkat anak laki-laki, sedangkan untuk pengangkatan anak perempuan boleh dilakukan, hanya jika menggunakan akta otentik, selain dari itu batal demi hukum. 44 Untuk pengangkatan anak dalam adat Cina ada tiga jenis yaitu yang pertama anak tersebut adalah anak yatim piatu yang tidak diketahui marganya atau nama orang tuanya, biasanya jenis pengangkatan seperti ini orang tua angkatnya dapat memberi nama anak tersebut beserta marganya dan menganggap dia sebagai anggota keluarga sendiri. 44 H.M Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia Jakarta: Ghalia Indonesia,1985 hal. 18 Universitas Sumatera Utara 30 Yang kedua anak tersebut anak yatim piatu dan memiliki nama marga. Anak angkat jenis ini tidak perlu diberi nama marga lagi cukup nama anak saja. Anak angkat ini juga masih bisa tinggal dalam lingkungan keluarganya sendiri. Yang ketiga anak asuh atau anak yang di kwepang, dalam tradisi Cina yang dimaksud dengan anak yang di kwepang adalah anak yang kondisi badannya kurang sehat atau tidak cocok dengan orang tuanya menurut perhitungan hong shuinya peruntungannya. Anak yang di kwepang adalah anak yang memiliki orang tua, memiliki nama marga dan nama sendiri. Biasanya anak yang di kwepang masih tinggal bersama orang tua aslinya, dan memanggil keluarga orang tua angkat sebagai anggota keluarga dalam. Biasanya ada beberapa alasan mengangkat anak diantaranya yaitu yang pertama karena tidak memiliki keturunan, biasanya mengangkat anak dari keluarga sendiri dan biasanya anak laki-laki yang marganya sama yang kemudian diasuh oleh orang tua angkatnya. Si anak ini nantinya yang akan memenuhi kewajiban mengurus orang tua angkatnya bukan kepada orang tua kandungnya. Yang kedua karena masalah ciong yaitu dimana tanggal lahir si anak dianggap tidak cocok dengan orang tua kandungnya yang menurut mitos akan menyebabkan sakit, kematian ataupun kebangkrutan yang dapat ditangkis dengan cara mengangkat anak orang lain. Untuk proses pengangkatan anak ini menggunakan upacara adat. Jika orang tua angkatnya meninggal, dia harus ikut “tuaha” atau memakai baju belacu menurut adat istiadat acara kematian orang Cina. Tetapi si anak angkat tidak memiliki Universitas Sumatera Utara 31 hak mewaris dari orang tua angkatnya kecuali diberi wasiat, tapi tetap memiliki hak mewaris dari orang tua kandungnya. Yang ketiga untuk mendapatkan keturunan dengan “mancing” anak, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh suami isteri yang belum memiliki keturunan dengan cara mengangkat anak yang biasanya dari anak kerabat sendiri untuk dianggap sebagai anak, dirawat dan dipelihara dengan baik, dengan harapan supaya dengan mengangkat anak tersebut nantinya dapat juga melahirkan keturunan sendiri. Si anak angkat akan tinggal dengan orang tua angkatnya yang hanya bersifat sementara saja, sampai si orang tua angkat mempunyai anak sendiri. Setelah adanya keturunan dari orang tua angkat, si anak angkat dapat tetap tinggal di rumah itu atau dikembalikan kepada orang tua kandungnya, hal itu terserah keputusan dari orang tua angkatnya. Kalaupun seandainya si anak angkat dipulangkan kembali ke orang tua kandungnya biasanya akan diberikan kado atau hantaran karena berhasil “mancing” anak. Anak yang berhasil “mancing” anak ini dapat dua sampai tiga kali “mancing” yang berarti nanti dia akan mempunyai dua sampai tiga orang tua angkat. Si anak angkat tidak berhak mewaris dan tidak wajib melakukan “tuaha” kalau orang tua angkatnya meninggal. 45 Adat Cina hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat Cina itu sendiri. Bertahan atau tidaknya sebahagian maupun keseluruhan dari kebiasaan dan adat istiadat Cina tergantung kepada masyarakat etnis Cina itu sendiri, 45 Siao Fung, “ Dalam Tradisi Cina Ada Tiga Jenis Pengangkatan Anak”, Cinanews.com, 13 Nopember 2011 Universitas Sumatera Utara 32 apakah masih sesuai adat- istiadat tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari dengan mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Agama merupakan faktor penting yang menentukan berlanjutnya kebiasaan budaya Cina. Bagi keluarga yang menganut kepercayaan Budha dan Tao misalnya, kedekatan dengan kebudayaan Cina masih kuat karena banyak upacara keagamaan. 46 Seperti misalnya untuk orang-orang Cina yang beragama non Budha sudah tidak lagi melakukan upacara-upacara adat keagamaan pada perayaan hari-hari besar adat Cina dibandingkan dengan orang-orang Cina yang beragama Budha yang masih tetap mempertahankan upacara-upacara keagamaan dalam melakukan perayaan hari- hari besar adat Cina. Salah satu contohnya pada perayaan Tahun Baru Cina imlek bagi orang- orang Cina yang beragama Buddha mereka masih melakukan serangkaian acara sembahyang, yaitu sembahyang dua hari sebelum imlek di kuil. Kemudian sehari sebelum imlek mereka melakukan sembahyang leluhur siang hari di rumah setelah itu malamnya mereka akan mengadakan acara makan malam berkumpul bersama keluarga. Pada tengah malamnya mereka akan melakukan sembahyang menghormati dewa langit. Keesokan harinya barulah acara imlek, yang mana pagi harinya mereka akan melakukan kembali acara sembahyang leluhur dilanjutkan dengan acara makan- makan bersama keluarga dan kerabat sembari saling mengucapkan selamat Tahun Baru satu sama lain diikuti dengan pemberian angpao. Angpao hanya diberikan oleh mereka yang telah menikah kepada anak-anak atau mereka yang belum menikah 46 Lodewik, op.cit Universitas Sumatera Utara 33 dengan melihat usia juga. Biasanya bagi mereka yang belum menikah tapi sudah berumur tidak mendapat ang pao lagi. Bagi mereka orang-orang Cina yang beragama Katolik dalam merayakan imlek mereka sudah tidak melakukan acara adat sembahyang, mereka hanya melakukan acara makan-makan berkumpul bersama keluarga dan kerabat, namun masih diikuti dengan pemberian ang pao.

B. Perceraian

Salah satu penyebab terjadinya perwalian adalah dikarenakan perceraian, yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua. Mengapa hanya menjelaskan perceraian dalam penelitian ini sebagai penyebab terjadinya perwalian? Karena putusan MA No. 372K PDT 2008 dalam penelitian ini adalah permohonan perwalian yang diawali dari suatu perceraian di antara kedua orang tuanya. Berbagai hukum mengenai perceraian di Indonesia adalah sebagai berikut : 47 1. Bagi orang-orang Eropa dan keturunan Eropa, berlaku KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek BW; 2. Bagi orang-orang Cina dan keturunan Cina berlaku KUH Perdata atau BW; 3. Bagi orang-orang Timur Asing bukan Cina Arab, India dan sebagainya berlaku hukum adat mereka masing-masing 4. Bagi orang Indonesia asli berlaku bermacam-macam aturan yaitu : a Bagi orang beragama Islam, berlaku hukum Islam sebagai bagian dari hukum adat; 47 H.M Djamil Latif, op.cit., hal.22 Universitas Sumatera Utara 34 b Bagi yang beragama Kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon berlaku Huwelijkes Ordonnantie Christien Indonesiers HOCI S 1933 No 74; c Bagi mereka yang tidak termasuk a dan b berlaku hukum adatnya diatur dalam Pasal 131 ayat 6 Indische Staatsregeling IS. 5. Bagi mereka yang berada dalam perkawinan campuran berlaku Gemengde Huwelijken Regeling GHR S 1898 No 158. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan UUP bagi semua warga negara pada tanggal 1 Oktober 1975 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UUP, maka berbagai hukum tersebut di atas yang berdasarkan Pasal 131 IS menjadi terhapus, sepanjang ketentuan Pasal 66 UUP. Pasal 66 UUP telah menghapus semua ketentuan-ketentuan mengenai dan berhubungan dengan perkawinan yang dijumpai dalam BW, HOCI, GHR dan peraturan-peraturan lain sejauh materinya telah diatur dalam UUP. Jadi menurut Pasal ini yang dihapus, atau tidak berlaku itu adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam beberapa peraturan yang telah ada, sejauh hal-hal itu telah diatur dalam undang- undang ini, bukan peraturan perundangan itu secara keseluruhan, sehingga hal-hal yang tidak diatur dan tidak bertentangan dengan UUP, masih tetap dipakai. Penelitian ini menyangkut golongan keturunan etnis Cina maka untuk penerapan hukum perwalian yang digunakan untuk menganalisis kasus ini berpedoman kepada KUH Perdata karena dalam UUP masih belum banyak mengatur mengenai perwalian karena perceraian sebanyak yang diatur dalam KUH Perdata, Universitas Sumatera Utara 35 maka hal-hal yang tidak diatur dan tidak bertentangan dengan UUP, masih tetap dipakai pengaturan dalam KUH Perdata. Semua peraturan yang mengatur hubungan-hubungan masyarakat seperti pengaturan perkawinan, perceraian, perwalian disebut dengan hukum objektif. Peraturan itu tertuju kepada semua orang secara umum tanpa menunjukkan kepada orang-orang tertentu. Artinya peraturan itu tidak memihak, karena jika memihak tentu sulit, bagaimana caranya untuk membuat peraturan yang berlaku kepada setiap orang? Hukum objektif adalah peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan-hubungan sosial. 48 Perceraian di dalam KUH Perdata didahului dengan adanya pisah meja dan ranjang antara pasangan suami isteri. Perpisahan meja dan ranjang ini harus dilakukan sampai genap lima tahun. Apabila tidak diikuti dengan adanya perdamaian antara suami-isteri maka dapatlah dilakukan perceraian dengan putusan Hakim. Perceraian menurut UUP hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak untuk dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang 48 Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 2004 hal. 172 Universitas Sumatera Utara 36 menyangkut konsekuensi terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan perceraian. 49 Dalam mengajukan gugatan perceraian, alasan bercerai menjadi pertimbangan penting bagi pengadilan untuk menindaklanjuti gugatan cerai tersebut. Karena itu Penggugat harus memiliki alasan bercerai yang dibenarkan dan sah menurut hukum. Di lain sisi, alasan bercerai juga menjadi pertimbangan atau tolak ukur bagi pengadilan dalam memutuskan sejumlah persoalan lain yang terkait erat dengan proses perceraian itu sendiri. Alasan-alasan perceraian menurut KUH Perdata ada empat macam yaitu : 50 1. Zina overspel; 2. Ditinggalkan dengan sengaja kwaadwillige verlating 3. Penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan melakukan suatu kejahatan dan 4. Penganiayaan berat atau membahayakan jiwa. Kemudian empat alasan dalam Pasal 209 KUH Perdata ini diperluas oleh Jurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 12 Juni 1968 Nomor 105 K Sip 1968, tentang diterimanya onheelbare tweespalt yaitu dalam hal terjadi perselisihan atau pertengkaran antara suami-isteri secara terus menerus dan tidak mungkin didamaikan lagi, sebagai alasan perceraian. 51 49 Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007 hal.20 50 Subekti, op.cit.,hal.42-43 51 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga Bandung: Nuansa Aulia, 2007 hal. 124 Universitas Sumatera Utara 37 Setelah diundangkannya UUP maka maka ditambahkan dua alasan lagi termasuk di dalamnya alasan karena perselisihan dari Jurisprudensi MA RI disebutkan diatas : 1. Salah satu pihak mendapat cacad badan penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri; 2. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga Pasal 19 PP 9 1975. Umumnya proses pengajuan gugatan perceraian ditempuh melalui sejumlah tahapan, yaitu sebagai berikut : 52 1. Mengajukan permohonan atau gugatan perceraian 2. Pengadilan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan tersebut diajukan, harus memanggil pasangan suami-isteri terkait untuk diminta penjelasan atas alasan gugatan perceraian yang diajukan. Namun sebelumnya, pengadilan harus mengupayakan jalan perdamaian. 3. Proses persidangan mulai dari pengajuan gugatan sampai dengan putusan. 4. Tahap eksekusi, sejumlah dampak yang timbul akibat eksekusi perceraian adalah, sebagai berikut : a Terhadap suami-isteri, hubungan ikatan perkawinan menjadi putus. b Terhadap anak, adanya penjatuhan hak asuh anak. 52 Budi Susilo, op.cit., hal.18-19 Universitas Sumatera Utara 38 c Terhadap harta benda, harta bersama dibagi rata, terkecuali harta bawaan dan perolehan, selama tidak diatur lain dalam perjanjian, dan diluar penentuan kewajiban nafkah dari pihak pria untuk mantan isteri dan anak. Akibat perceraian menurut KUH Perdata : 53 1. Istri mendapatkan kembali statusnya sebagai wanita yang tidak kawin. 2. Persatuan harta perkawinan menjadi terhenti, dan dapat dilakukan pemisahan dan pembagiannya, harta bersama dibagi dua Pasal 128 KUH perdata, dalam hal perkawinan yang kedua kalinya diatur dalam Pasal 181 dan 182 KUH Perdata. 3. Kekuasaan orang tua juga terhenti, untuk anak di bawah umur terserah kepada Pengadilan, siapa yang akan ditunjuk menjadi wali Pasal 229 ayat 1 KUH Perdata. Kewajiban memberi nafkahpun akan terhenti kecuali apa yang diatur dalam Pasal 225 KUH Perdata. Pasal 225 KUH Perdata mengatur mengenai ketidakmampuan salah satu pihak dari orang tua yang bercerai yang ditunjuk untuk menafkahi anak-anak maka dari pihak yang satu baik si mantan suami atau si mantan isteri diharuskan membayar sebagian tunjangan yang telah ditentukan oleh Pengadilan Negeri untuk membantu pihak yang tidak mampu. Hubungan antara bekas suami dan bekas isteri tetap ada, apabila pihak yang minta bercerai dan yang dimenangkan oleh Hakim, tidak mempunyai cukup kekayaan 53 Djaja S. Meliala,op.cit, hal. 124-125 Universitas Sumatera Utara 39 untuk biaya hidup dalam hal mana pihak yang dikalahkan dapat ditentukan oleh Hakim untuk memberi nafkah kepada pihak yang lain Pasal 225 KUH Perdata. 54 Kepada si isteri, jika ia tidak mempunyai penghasilan cukup dan kepada anak- anak yang diserahkan pada si isteri itu oleh Hakim dapat ditetapkan tunjangan nafkah yang harus dibayar oleh suami tiap waktu tertentu. Permintaan untuk diberikan tunjangan nafkah ini oleh si isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatannya untuk mendapatkan perceraian atau tersendiri. Penetapan jumlah tunjangan oleh Hakim diambil dengan mempertimbangkan kekuatan dan keadaan si suami. Apabila keadaan ini tidak memuaskan, suami dapat mengajukan permohonannya supaya penetapan itu oleh Hakim ditinjau kembali. Adakalanya juga, jumlah tunjangan itu ditetapkan sendiri oleh kedua belah pihak atas dasar kesepakatan. Juga diperbolehkan untuk mengubah dengan perjanjian ketentuan-ketentuan mengenai tunjangan tersebut yang sudah ditetapkan dalam keputusan Hakim. Jika seorang janda kawin lagi, ia kehilangan haknya untuk menuntut tunjangan dari bekas suaminya. 55 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut UUP ialah : 1. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; 54 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia Jakarta: Sumur Bandung, 1991 hal.154 55 Subekti, op.cit, hal. 44 Universitas Sumatera Utara 40 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana Bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut; 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Dari kedua penjelasan mengenai akibat perceraian menurut KUH Perdata dengan UUP terdapat perbedaan, di dalam KUH Perdata disebutkan akibat dari perceraian menimbulkan perwalian sedangkan di dalam UUP akibat dari perceraian hanya mengatur kewajiban dari orang tua khususnya Bapak terhadap anak. Jadi melihat dari pengaturan perceraian dalam KUH Perdata maka bagi anak yang orang tuanya bercerai mereka berada di bawah perwalian karena kekuasaan orang tua telah berakhir. Bagi orang-orang yang takluk pada KUH Perdata, yaitu bagi orang-orang Cina dan Eropa, berlaku Pasal-pasal 229 sampai dengan 230c KUH Perdata, yang pada pokoknya menguasakan kepada Pengadilan Negeri untuk menentukan siapa dari kedua orang tua yang bercerai itu, diwajibkan memelihara anak-anaknya. 56 Isi Pasal 229 KUH Perdata : “Setelah perceraian diperintahkan, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan kedua orang tua dan sekalian keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak yang belum dewasa. Pengadilan Negeri menetapkan terhadap tiap-tiap anak, siapakah dari kedua orang tua itu, kecuali sekiranya keduanya telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua mereka, harus melakukan perwalian atas anak-anak itu, 56 R. Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hal.89 Universitas Sumatera Utara 41 dengan mengindahkan keputusan-keputusan Hakim yang dulu-dulu, dengan mana kiranya pernah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. Penetapan ini berlaku setelah hari keputusan perceraian memperoleh kekuatan mutlak. Sebelum itu pemberitahuan tak usah dilakukan dan perlawanan atau permintaan bandingan tak boleh dimajukan. Terhadap Penetapan itu, si bapak atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali, boleh melakukan perlawanan, apabila ia atas panggilan termaksud dalam ayat pertama, telah tidak datang menghadap. Perlawanan itu harus dimajukan dalam waktu tiga puluh hari setelah Penetapan diberitahukan kepadanya. Si bapak atau si ibu yang setelah datang menghadap atas panggilan tidak dijadikan wali, atau yang perlawanannya telah ditolak, boleh memajukan permintaan banding terhadap penetapan tersebut, dalam waktu tiga puluh hari setelah hari tersebut dalam ayat kedua. Ayat keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan kedua orang tua”. Isi Pasal 230 KUH Perdata: “Berdasar atas hal-hal yang terjadi setelah keputusan perceraian memperoleh kekuatan mutlak, Pengadilan Negeri berkuasa mengubah penetapan-penetapan yang diberikan menurut ayat pertama pasal yang lalu, atas permintaan kedua orangtua atau salah seorang mereka dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan kedua orang tua itu, wali pengawas dan para keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak yang belum dewasa. Penetapan ini boleh dinyatakan, segera dapat dilaksanakan, kendati perlawanan atau banding, dengan atau tanpa ikatan jaminan Apa yang ditentukan dalam ayat ke lima Pasal 206, berlaku dalam hal ini”. Isi Pasal 230a KUH Perdata : “Jika kiranya anak-anak yang belum dewasa itu tidak sesungguhnya telah berada dalam kekuasaan seorang, yang menurut Pasal 229 atau 230 diwajibkan melakukan perwalian, atau dalam kekuasaan si suami, si isteri, atau Dewan Perwalian, kepada siapa anak-anak itu dipercayakannya, menurut Pasal 214 ayat kesatu, maka dalam penetapan harus diperintahkan pula penyerahan anak-anak tersebut. Ketentuan dalam ayat kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku dalam hal ini”. Isi Pasal 230b KUH Perdata : “Dalam penetapan termaksud dalam ayat kesatu Pasal 229, Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti teratur pula dalam ayat tersebut, dan setelah mendengar Dewan Perwalian, jika kiranya ada kekhawatiran, bahwa si bapak atau si ibu, yang tidak diangkat menjadi wali, tidak akan memberi tunjangan secukupnya guna pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum Universitas Sumatera Utara 42 dewasa boleh memerintahkan pula kepada orang tua itu supaya untuk keperluan tersebut tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau triwulan memberikan sejumlah uang, yang ditentukan pula dalam penetapan, kepada Dewan Perwalian. Ketentuan-ketentuan dalam ayat kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 229 berlaku juga terhadap perintah ini”. Pengadilan Negeri yang menentukan siapa yang menjadi wali setelah memeriksa keadaan orang tua apakah ada diantara mereka yang telah dipecat dari kekuasaan orang tuanya. Penetapan wali berlaku setelah keluarnya keputusan perceraian yang berkekuatan hukum mutlak. Apabila dari pihak bapak atau Ibu yang tidak diangkat menjadi wali keberatan terhadap hasil penetapan tersebut dapat mengajukan perlawanan dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari setelah penetapan wali keluar, apabila perlawanannya ditolak dapat mengajukan banding. Suatu penetapan pengangkatan wali dapat diubah oleh Pengadilan Negeri apabila ada yang mengajukan keberatan namun sebelumnya mendengarkan penjelasan dari kedua orang tua, wali pengawas dan para keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak yang belum dewasa atau di bawah umur tersebut. Penetapan ini sifatnya harus segera dilaksanakan setelah hari keputusan perceraian memperoleh kekuatan mutlak Pasal 229 KUH Perdata. Sebelum putusan dijatuhkan, selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan demi kebaikan suami isteri beserta anak-anaknya, pengadilan dapat mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah. Demikian pula proses perceraian yang sedang terjadi antara suami-isteri, tidak dapat dijadikan alasan bagi suami untuk melalaikan tugasnya memberikan nafkah kepada isterinya dan Universitas Sumatera Utara 43 anak-anaknya. Harus dijaga jangan sampai harta kekayaan baik yang dimiliki bersama oleh suami isteri maupun harta kekayaan suami atau isteri menjadi telantar atau tidak terurus dengan baik, sebab hal seperti itu tidak hanya menimbulkan kerugian kepada suami isteri, melainkan mungkin juga mengakibatkan kerugian bagi pihak lain atau pihak ketiga. Oleh karena itu, selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat, pengadilan dapat : 1. Menentukan nafkah yang harus ditanggung suami; 2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, seperti biaya sekolah, biaya makan sehari-hari, biaya kesehatan dan lain sebagainya 3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak isteri. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas bermaksud untuk melindungi kepentingan-kepentingan anak-anak yang masih di bawah umur korban perceraian kedua orang tuanya, agar hidup mereka tetap selalu terjamin ke depannya hingga mereka dewasa meskipun sudah tidak lagi tinggal serumah dengan kedua orang tua yang utuh. Menurut Pasal 230c KUH Perdata : “Dalam hal tak adanya perintah seperti termaksud dalam ayat kesatu Pasal yang lalu. Dewan Perwalian boleh menuntut akan tunjangan itu di muka Hakim, setelah Putusan perceraian dibukukan dalam register catatan sipil”. Universitas Sumatera Utara 44 Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat perkawinan, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 57

C. Perwalian

Untuk pengaturan perwalian di Indonesia dilihat dari dua paradigma yaitu saat sebelum dan setelah diberlakukannya Undang-undang terbaru yaitu Undang-undang Perkawinan Nomor I tahun 1974 tentang Perkawinan yang ditetapkan pada tanggal 2 Januari 1974. 1. Sebelum diberlakukannya UUP Negara Indonesia menganut tiga sistem hukum yaitu sistem Hukum Adat, sistem Hukum Islam, dan sistem Hukum Barat Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dimana ketiga sistem hukum ini memiliki karakteristik dan ciri khas masing-masing yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pluralisme hukum di Indonesia. Pada masa sebelum kemerdekaan negara Indonesia, ketiga sistem hukum tersebut diberlakukan bagi golongan-golongan penduduk yang berbeda-beda seperti yang diatur dalam ketentuan pasal 163 IS yang berasal dari pasal 109 RR baru menyatakan, bahwa dalam hubungan berlakunya BW di Indonesia, penduduk di Hindia Belanda dibagi dalam 3 golongan yaitu golongan Eropa, golongan Timur 57 Rachmadi Usman, op.cit., hal. 408 Universitas Sumatera Utara 45 asing dan golongan Bumiputera Indonesia asli. 58 Pembagian golongan mejadi tiga kelompok tersebut juga berdampak kepada bidang hukum yang diberlakukan untuk golongan-golongan tersebut. Untuk golongan Eropa terdiri dari orang-orang Belanda, orang-orang Eropa diluar Belanda, orang-orang Jepang, semua orang yang berasal dari wilayah lain dengan ketentuan wilayah itu tunduk kepada hukum keluarga yang secara substansial memiliki asas hukum yang sama dengan hukum Belanda. Untuk golongan Timur Asing terdiri dari orang-orang yang bukan merupakan orang Eropa atau pribumi yaitu orang-orang Arab, India atau Pakistan dan Cina. Untuk golongan Pribumi terdiri dari orang-orang Indonesia asli. Setelah mengetahui pembagian ketiga golongan penduduk tersebut di atas maka kemudian dibedakan pemberlakuan ketentuan hukum bagi ketiga kelompok tersebut. Untuk golongan orang-orang Eropa diberlakukan KUH Perdata Burgerlijk Wetboek dan peraturan pencatatan sipilnya sebagaimana dimuat dalam Staatsblaad 1849 Nomor 25. Untuk golongan Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan KUH Perdata dengan sedikit perubahan dan penambahan dan peraturan pencatatan sipilnya sebagaimana diatur dalam staatsblaad 1917 Nomor 130, sedangkan bagi golongan Timur Asing lainnya yaitu Arab, India atau Pakistan berlaku hukum adat dan agama mereka masing-masing sepanjang tidak 58 Asis Safioedin,Beberapa Hal Tentang Burgerlijk Wetboek Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1990 hal.7 Universitas Sumatera Utara 46 melakukan penundukan diri terhadap hukum perdata barat. Untuk golongan pribumi yang kemudian dibagi lagi menjadi golongan pribumi yang beragama Islam berlaku hukum perkawinan Islam yang telah diterima dalam hukum adat dan untuk pencatatannya telah diatur dalam Undang-undang tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk Nomor 32 Tahun 1954 yang berasal dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, talak, dan Rujuk yang semula berlaku untuk Jawa dan Madura, yang mencabut Huwelijks Ordonnantie Buitengewesten Staatsblaad 1932 Nomor 482 dan juga semua peraturan-peraturan dari Pemerintah Swapraja tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk untuk Umat Islam yang berlainan dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1946 sedangkan bagi golongan pribumi beragama Kristen di Jawa, Minahasa, dan Ambon berlaku Huwelijkes Ordonnantie Christen Indonesia Ordonansi Perkawinan Kristen Indonesia dan sebagaimana dimuat dalam staatsblaad 1933 Nomor 74 dan peraturan pencatatan sipilnya dimuat dalam staatsblaad 1933 Nomor 75 dan bagi golongan pribumi lainnya berlaku hukum adat. Bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Perkawinan Campuran Regeling op de gemengde Huwelijken sebagaimana dimuat dalam Staatsblaad 1898 Nomor 158 dan peraturan pencatatan sipil bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran ini mengikuti aturan-aturan dalam Staatsblaad 1904 Nomor 279. 59 Peraturan-peraturan yang digunakan antara lain: a Kitab Hukum Perdata KUH Perdata 59 Rachmadi Usman, op.cit., hal.263-264 Universitas Sumatera Utara 47 Mengutip definisi perwalian dari Subekti tersebut di atas, perwalian adalah pengawasan anak di bawah umur. Anak di bawah umur yang berarti belum dewasa, menurut KUH Perdata pasal 330 adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Perwalian memiliki tiga asas 60 : 1 Asas tidak dapat dibagi-bagi kecuali, apabila seorang wali Ibu moedervoogdes kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi medevoogd. 61 2 Asas persetujuan dari keluarga, dalam perwalian ini keluarga harus diminta persetujuan. Dalam hal keluarga tidak ada persetujuan dan tidak datang sesudah diadakan pemanggilan, maka dapat dituntut atas dasar pasal 524 KUH pidana. 62 3 Asas orang-orang yang dipanggil menjadi wali atau yang diangkat menjadi wali. Asas pertama menyebutkan, bahwa perwalian hanya ada satu wali, hal ini dapat dilihat dalam pasal 331 KUH Perdata yang menyebutkan perwalian mulai berlaku: 63 1 Jika seorang wali dianggap oleh Hakim dan pengangkatan dilakukan dalam kehadirannya. Jika terjadi pengangkatan tidak dalam kehadirannya, saat pengangkatan harus diberitahukan kepadanya; 64 60 Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Jakarta: Sinar Grafika,2004 hal.56 61 Subekti, op.cit.,hal.53 62 Soedharyo Soimin, op.cit., hal.57-58 63 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia,Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,2001,hal.63-64 Universitas Sumatera Utara 48 2 Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tuanya, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya memperoleh kekuatan untuk berlaku dan si yang diangkat menyatakan sesanggupannya menerima pengangkatan itu; 3 Jika seorang perempuan bersuami diangkat sebagai wali, baik oleh Hakim maupun oleh salah satu dari kedua orangtuanya pada saat ia dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau dengan kuasa dari Hakim menyatakan kesanggupannya menerima pengangkatan itu; 4 Jika suatu perhimpunan yayasan atau lembaga amal atas permintaan atau kesanggupan sendiri diangkat menjadi wali pada saat mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; 5 Dalam hal termaksud dalam pasal 358 pada saat pengesahan; 6 Jika seorang menjadi wali karena hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwaliannya. Dalam segala hal, bilamana suatu pemberitahuan tentang pengangkatan wali diatur oleh pasal-pasal dalam KUH Perdata. Balai Harta Peninggalan wajib menyelenggarakan pemberitahuan itu selekas-lekasnya. Menurut Pasal 331b KUH Perdata jika terhadap anak-anak belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka berakhirlah perwalian yang pertama pada saat perwalian yang kedua mulai berlaku, kecuali Hakim menentukan saat yang lain. 64 Soedharyo Soimin, op.cit, hal.56 Universitas Sumatera Utara 49 Dalam Pasal 377 KUH Perdata yang dapat dibebaskan dari perwalian adalah sebagai berikut : 1 Mereka yang dalam melakukan jawatan negara berada di luar Indonesia; 2 Anggota-anggota tentara darat dan laut dalam menunaikan tugasnya; 3 Mereka yang melakukan jawatan umum di luar keresidenan mereka; atau pun merekalah, yang karena jawatan itu diwajibkan pergi ke luar keresidenan pada saat-saat tertentu; orang-orang tersebut dalam nomor-nomor yang lalu boleh meminta supaya dilepas dari perwalian, apabila alasan-alasan tertera di dalamnya, timbul setelah angkatan mereka; 4 Mereka yang telah mencapai umur genap enam puluh tahun; jika mereka diangkat sebelumnya, maka bolehlah mereka meminta supaya dilepas dari perwalian, setelah berumur enam puluh lima tahun; 5 Mereka yang terganggu oleh sesuatu penyakit atau kesusahan yang berat dan cukup terbukti; mereka terakhir boleh meminta dilepas, jika penyakit atau kesusahan itu timbul setelah angkatan mereka sebagai wali; 6 Mereka yang diserahi tugas memangku dua perwalian, sedangkan mereka sendiri tidak mempunyai anak-anak. 7 Mereka yang diserahi tugas memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai anak-anak; 8 Mereka yang pada hari pengangkatan mempunyai anak sah lima atau lebih; Universitas Sumatera Utara 50 9 Orang-orang perempuan. Orang perempuan yang dalam keadaan tak bersuami telah menerima suatu perwalian, boleh meminta supaya dilepas, apabila ia kawin. 10 Mereka yang tidak bertalian keluarga sedarah atau semenda dengan anak yang belum dewasa, jika dalam daerah hukum Pengadilan Negeri, dimana perwalian itu diperintahkan, ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Pengaturan untuk yang dikecualikan dari Perwalian diatur dalam Pasal 379 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut : 1 Mereka yang sakit ingatan; 2 Mereka yang belum dewasa; 3 Mereka yang ada di bawah pengampuan; 4 Mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian, namun yang demikian itu hanya terhadap anak-anak belum dewasa, yang mana dengan ketetapan Hakim mereka telah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian mereka, dan dengan tak mengurangi ketentuan dalam pasal 318g dan 382d; 5 Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, juru buku dan agen Balai Harta Peninggalan, kecuali terhadap anak-anak tiri mereka sendiri. b Hukum adat Universitas Sumatera Utara 51 Dalam perwalian yang berhak dan wajib melaksanakan adalah dimulai dari orangtua, saudara-saudara yang bertali darah, bertali adat atau bertali emas, atau dalam hubungan perkawinan menurut susunan masyarakat adat bersangkutan dan bentuk perkawinan yang dilakukan orangtua si anak perkawinan jujur, perkawinan semenda, perkawinan bebas. Pada umumnya menurut hukum adat semua anak yang belum dewasa ataupun sudah dewasa, belum kawin atau sudah kawin, kesemuanya berada di bawah pengaruh kekuasaan orangtua dan keluarga atau kerabatnya menurut susunan kemasyarakatan adat dan bentuk perkawinan yang dilakukan orangtuanya. Begitu pula baik orangtua maupun anggota keluarga atau kerabat dari anak dapat mewakili anak dalam perbuatan hukum di dalam atau di luar pengadilan. Perbuatan mewakili itu disesuaikan dengan persoalan yang dihadapi dan kepentingan yang akan diselesaikan bagi anak yang bersangkutan. Begitu pula harus diingat bahwa yang dimaksud dengan anak dalam keluarga atau kerabat adat tidak diukur menurut batas umur, dewasa atau belum dewasa, belum kawin atau sudah kawin, begitu pula apakah itu anak kandung ataukah anak adat, anak tiri, anak angkat, anak akuan, anak asuh, anak pungut dan lain sebagainya. Di lingkungan masyarakat yang patrilineal patriarchat yang berkuasa atas pemeliharaan anak dan pendidikan anak, termasuk harta kekayaan, penguasaannya berada terutama di tangan bapak dan anggota keluarga atau kerabat menurut garis pria. Pengertian penguasaan di tangan bapak dan anggota keluarga atau kerabat pria, ialah segala sesuatunya yang terutama mengatur kepentingan si anak adalah pihak Universitas Sumatera Utara 52 bapak, yang pengaturannya berdasarkan musyawarah kesepakatan kerabat pria. Hal ini tidak berarti bahwa pihak ibu atau pihak wanita tidak diikutsertakan tetapi yang lebih besar peranannya adalah menurut garis bapak, sedangkan pihak ibu sebagai pelengkap. Mungkin juga pihak Ibu yang aktif menyelesaikan tetapi tetap apa yang dilakukannya adalah atas nama pihak bapak si anak. Dalam masyarakat yang susunannya matrilineal matriachat, yang terutama berperanan adalah pihak ibu. Kaum pria dari pihak ibu si anak, sedangkan pihak bapak menjadi pelengkap. Hal mana tidak berarti dari pihak bapak tidak dapat mewakili si anak, namun kedudukannya sebagai wakil adalah atas nama dari pihak ibu. Di dalam masyarakat yang bersifat parental ataupun bilateral yang berkuasa atas pemeliharaan anak dan pendidikan anak terutama adalah orangtua, yaitu bapak dan ibunya bersama-sama. Jika salah satu dari orangtua sudah tidak ada, maka ayah atau ibu yang masih hidup bertanggung jawab; apabila semua orangtua sudah tidak ada lagi, maka terserah diantara saudara-saudara ayah atau saudara-saudara ibu yang mampu dan bersedia untuk mendidik dan memelihara anak itu. Kalau juga tidak ada di antara anggota keluarga atau kerabat dari orangtua yang dekat atau jauh yang bersedia melaksanakan kekuasaan orangtua dan menjadi wali si anak, dapat saja dilaksanakan oleh para tetangga atau sahabat kenalan orangtua yang bersedia. Pada umumnya keluarga-keluarga Indonesia dalam memelihara dan mendidik anak kemenakannya tidak suka memperhitungkan sebagai kerugian, dikarenakan pengaruh rasa kekeluargaan, rasa keagamaan, dan perikemanusiaan. Hal ini tidak berarti tidak adanya lintah darat dalam pengurusan anak yang memiliki harta warisan Universitas Sumatera Utara 53 dari orangtuanya. Dalam hal terjadi demikian dapat saja anggota keluarga terdekat lainnya mengajukan masalahnya ke pengadilan, agar kekuasaan orangtua dari si anak atau wali si anak dicabut dan dialihkan kepada orangtua atau wali yang lain, apabila musyawarah keluarga kerabat bersangkutan tidak dapat mengatasinya. 65 c Hukum Islam Di dalam hukum Islam tidak ada aturan yang khusus mengatur kekuasaan orangtua dan perwalian terhadap anak. Namun berdasar kaidah-kaidah yang sudah ada dapat diketahui bahwa yang berhak dan wajib melaksanakan kekuasaan dan perwalian terhadap anak secara berurut dalam urutan pertama adalah bapak atau kakek atau buyut yang masih hidup yang mampu dan tidak ada halangannya. Menurut hukum Islam syarat untuk menjadi wali adalah beragama Islam, sudah dewasa, berakal sehat dan dapat berlaku adil, dan terutama ditarik menurut garis lelaki patrilineal. Apabila pada urutan pertama sudah tidak ada atau tidak mampu atau berhalangan, maka yang berhak dan wajib melaksanakan kekuasaan orangtua dan perwalian adalah pada urutan kedua, yaitu salah satu dari saudara lelaki yang seibu sebapak atau sebapak saja. Jadi dapat saja kakak lelaki menjadi wali dari adik dan sebaliknya, baik yang sekandung maupun yang sebapak saja. Apabila pada urutan kedua tersebut tidak ada, tidak mampu atau berhalangan, maka yang berhak dan wajib melaksanakan kekuasaan orangtua atau bertindak sebagai wali adalah pada 65 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: perundangan,hukum adat,hukum agama Mandar Maju,2003,Bandung hal.152-153 Universitas Sumatera Utara 54 urutan ketiga yaitu, para paman yang sebapak seibu dengan ayah atau paman yang sebapak saja dengan ayah; apabila urutan ketiga tidak ada, tidak mampu dan berhalangan, maka yang berhak dan harus bertanggung jawab adalah urutan keempat yaitu para anak dari paman yang sekandung dengan ayah atau yang sebapak dengan ayah. Dengan demikian perwalian bagi anak-anak sama dengan wali nikah. Jadi jika kita mengikuti mahzab Syafi’i maka semua anggota keluarga atau wanita mulai dari ibu tidak berhak melaksanakan kekuasaan orangtua dan perwalian anak. Lain halnya dengan mahzab Hanafi, Ibu atau anggota keluarga atau kerabat lain yang wanita boleh melaksanakan kekuasaan orangtua dan perwalian anak. Jika kesemua urutan yang berhak tersebut tidak ada sama sekali, tidak mampu atau berhalangan semua, maka yang dapat menjalankan kekuasaan orangtua dan perwalian terhadap anak adalah Sultan pejabat pemerintahan, atau Kadhi Hakim, sebagaimana hadis riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan Ibn Hibban bahwa Nabi menyatakan,’Sultan itu wali bagi orang yang tidak mempunyai wali’. Bahkan menurut mahzab Maliki dan Hambali kalau wali Hakim tidak ada tidak mampu atau berhalangan maka setiap orang Islam yang adil dapat menjadi wali. 66 Menurut pendapat Soerjono Soekanto mengenai penggolongan penduduk adalah sebagai berikut : 67 “Dewasa ini, di antara mereka yang tidak tergolong ke dalam golongan Indonesia, banyak yang telah menjadi Warga negara Indonesia, akan tetapi bagi mereka tetap berlaku hukum yang berbeda. Jelaslah bahwa sistem hukum yang demikian tidak 66 Ibid, hal. 155-156 67 Soerjono Soekanto,Pokok-pokok Sosiologi Hukum,Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2003 hal.117 Universitas Sumatera Utara 55 mungkin dipertahankan oleh karena tertinggal jauh oleh bidang-bidang lain- lainnya yang menyangkut kebutuhan masyarakat.” Pada tanggal 2 Januari 1974 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor I tahun 1974 dalam rangka menyatukan pengaturan perkawinan, termasuk di dalamnya mengatur perwalian yang berlaku bagi semua warga negara Indonesia. 2. Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UUP UUP berlaku untuk setiap warga negara Indonesia yang merupakan Undang- undang unifikasi, yang tadinya dianggap oleh para ahli hukum tidak mungkin didalam hukum perkawinan. Undang-undang ini mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menampung segala kenyataan yang hidup di dalam masyarakat dewasa ini, yaitu unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya. Undang-undang ini mengandung asas monogami, tetapi memberikan kesempatan bagi mereka yang menurut agamanya dapat beristri lebih dari seorang dengan mengatur dengan cara memenuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang ini. Perceraian dipersempit, hanya dapat dilakukan dimuka Pengadilan. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Dalam UUP Perwalian diatur dalam BAB XI Pasal 50 : Universitas Sumatera Utara 56 a Anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah kekuasaan wali. b Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Mengenai kewajiban dan tanggung jawab wali diatur dalam Pasal 51 UUP. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan dua orang saksi. Mengenai pencabutan kekuasaan wali diatur dalam Pasal 52 UUP. Seorang wali yang telah menyebabkan kerugian harta benda anak yang di bawah kekuasaannya dapat dituntut untuk mengganti kerugian tersebut Pasal 54 UUP. Namun dalam penerapan di lapangan UUP ternyata masih belum cukup mengakomodir kebutuhan semua golongan suku yang ada di Indonesia. Melihat kenyataan tersebut maka ketentuan-ketentuan hukum mengenai perkawinan yang belum diatur dalam UUP diberlakukan ketentuan-ketentuan hukum perkawinan yang sebelumnya. Setelah keluarnya UUP tersebut mengenai perwalian diatur juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Disebutkan didalam Undang-undang tersebut di atas : Universitas Sumatera Utara 57 “dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya, dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak maka kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam hal orang tua melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya tersebut terhadap anak mereka terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orangtua dapat dicabut. Dengan pencabutan tersebut maka salah satu orangtua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa asuh orangtua atau melakukan tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu. Pengaturan perwalian dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan, untuk menjadi wali tersebut diperlukan penetapan pengadilan., Pengaturan perwalian diantara KUH Perdata, UUP dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dapat disimpulkan sebagai berikut perwalian menurut UUP adalah untuk anak dibawah umur belum mencapai delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya Universitas Sumatera Utara 58 menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak yang pengangkatannya dilakukan melalui penetapan pengadilan. Dari ketiga peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa perwalian terjadi ketika seorang anak di bawah umur yang tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tua dan juga belum pernah melangsungkan perkawinan yang berada di bawah pengurusan seseorang atau badan yang ditunjuk oleh Hakim melalui penetapan Pengadilan. Anak yang berada di bawah perwalian adalah: 1. Anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orangtua; 2. Anak sah yang orangtuanya telah bercerai; 3. Anak yang lahir diluar perkawinan Selain dari ketiga peraturan di atas perwalian untuk anak luar kawin diatur juga di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Di dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia disebutkan untuk anak warga negara Indonesia yang merupakan anak luar kawin, belum berusia 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia. Untuk pencatatan kelahirannya sendiri dari anak luar kawin di bawah umur tersebut menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia. Namun apabila Universitas Sumatera Utara 59 ternyata di negara setempat tidak dilakukan pencatatan kelahiran bagi anak luar kawin di bawah umur tersebut maka pencatatan dilakukan di perwakilan Republik Indonesia setempat yang kemudian mencatat peristiwa kelahiran tersebut dalam register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta kelahiran yang dilaporkan kepada instansi pelaksana paling lambat 30 hari sejak warga negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke Indonesia. Untuk prosedur pengakuan anak luar kawin yang di bawah umur yang belum kawin diatur juga di dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu bahwa pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 tiga puluh hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh Ayah dan disetujui oleh Ibu dari anak yang bersangkutan. Kewajiban melaporkan pengakuan anak tidak diberlakukan bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam karena dalam agama Islam tidak dibenarkan pengakuan anak luar kawin, yang dilahirkan bukan dari perkawinan yang sah dalam hal ini termasuk ke dalam kategori anak zina atau anak haram. Oleh karena itu maka untuk pengakuan anak luar kawin merupakan wewenang dari Pengadilan Negeri tidak dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama karena Pengadilan Agama tidak mengakui adanya pengakuan anak luar kawin. Pencatatan tersebut dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil. Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak. Untuk kategori Anak di bawah umur atau belum dewasa terdapat perbedaan antara KUH Perdata dengan UUP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Universitas Sumatera Utara 60 Perlindungan Anak, menurut KUH Perdata menyatakan bahwa mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin adalah anak di bawah umur. Sedangkan menurut UUP untuk anak di bawah umur adalah mereka yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya. Untuk Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, definisi untuk anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Untuk penerapan umur mana yang dipakai penelitian ini menggunakan asas lex spesialis derogat lex generalis, dengan demikian anak di bawah umur adalah anak yang di bawah usia delapan belas tahun.

D. Perwalian Karena Perceraian

Perceraian mempunyai akibat, bahwa kekuasaan orang tua ouderlijke macht berakhir dan berubah menjadi perwalian voogdij. Karena itu, jika perkawinan dipecahkan oleh Hakim, harus pula diatur tentang perwalian itu terhadap anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan wali oleh Hakim dilakukan setelah mendengar keterangan keluarga dari pihak ayah maupun dari pihak ibu yang rapat hubungannya dengan anak-anak tersebut. Hakim merdeka untuk menetapkan ayah atau ibu menjadi wali, tergantung dari siapa yang dipandang paling cakap atau baik mengingat Universitas Sumatera Utara 61 kepentingan anak-anak. Penetapan wali ini juga dapat ditinjau kembali oleh Hakim atas permintaan ayah atau ibu berdasarkan perubahan keadaan. 68 Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah mengenai pemeliharaan anak. Pemeliharaan anak dan perwalian menurut Martiman Projohamidjojo : “kewajiban memelihara dan mendidik anak tidak sama dengan kewajiban menjadi seorang wali dari anak-anak.Baik bekas suami maupun bekas isteri berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan anak. Suami dan isteri bersama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya. Apabila suami tidak mampu, maka pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu yang memikul biaya anak-anak. Sedangkan terhadap perwalian anak-anak, apakah wali itu jatuh pada suami atau isteri tersebut ditetapkan oleh Hakim. Perwalian tidak bersifat abadi. Jika pihak yang menerima perwalian dalam pengasuhan anaknya buruk, atau melalaikan kewajiban sebagai wali, maka perwalian dapat dicabut oleh hakim dan digantikan kepada pihak lainnya.Perwalian voogdij ialah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta benda anak yang belum dewasa, jika anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya”. Mengenai perwalian karena perceraian ini ada ketentuan-ketentuan seperti berikut : 69 1. Setelah oleh Hakim dijatuhkan putusan di dalam hal perceraian ia harus memanggil bekas suami-isteri dan semua keluarga sedarah dan semenda dari anak-anak yang belum dewasa untuk didengar tentang pengangkatan seorang wali. Hakim kemudian menetapkan untuk tiap anak siapa dari antara dua orang tua yang harus menjadi wali. Hakim hanya dapat menetapkan salah satu dari orang tua. Siapa yang ditetapkan itu terserah kepada Hakim sendiri. Dalam hal ini bisa saja terjadi bahwa ada beberapa anak yang diserahkan 68 Subekti, op.cit,hal.44 69 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Jakarta: Rineka Cipta,2004 hal.133-134 Universitas Sumatera Utara 62 kepada perwalian si ayah dan yang lainnya kepada si ibu. Orang atau pihak ketiga dapat ditetapkan juga menjadi wali pengawas. Juga bisa terjadi bahwa salah seorang dari orang tua ditetapkan menjadi wali dan lainnya menjadi wali pengawas. Penetapan wali ini baru berlaku setelah putusan perceraian mempunyai kekuatan mutlak, yaitu dibukukannya dalam register Catatan Sipil. Sebelum itu penetapan tidak usah diberitahukan, dan juga tidak boleh dijalankan permintaan banding. Pihak yang tidak diangkat menjadi wali, jika pada waktu pertemuan untuk mengangkat wali itu, tidak hadir, dapat mengadakan perlawanan. Hal ini harus dilakukan dalam waktu 30 hari setelah penetapan pengangkatan wali diberitahukan kepadanya. Jika pihak itu datang pada waktu diadakan pertemuan atau jika perlawanannya ditolak, maka ia dapat mengadakan permintaan banding, di dalam waktu 30 hari setelah perceraian dibukukan dalam register. 2. Jika setelah perceraian mempunyai kekuatan mutlak, terjadi sesuatu hal yang penting, maka atas permintaan bekas suami atau isteri, penetapan pengangkatan wali dapat diubah oleh Hakim. Perihal anak-anak yang belum dewasa dari bekas suami dan bekas isteri, pengadilan, menurut pasal 229 KUH Perdata, harus menentukan sekali, kepada siapa dari kedua belah pihak anak-anak itu harus turut. Apabila pihak yang diserahi anak itu, tidak mampu memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, maka menurut pasal 230h KUH Perdata, Hakim dapat menentukan sejumlah uang, yang pihak lain harus memberi untuk turut membayar biaya tadi. Universitas Sumatera Utara 63 Pada akhirnya pasal 232a KUH Perdata menentukan bahwa apabila bekas suami dan bekas isteri kemudian kawin lagi satu sama lain, maka segala perhubungan antara mereka dikembalikan kepada keadaan sebelum ada perceraian perkawinan. 70

E. Penunjukan Wali

Menurut KUH Perdata ada tiga macam penunjukan perwalian, yaitu: 1. Perwalian menurut undang-undang yang diatur di dalam Pasal 345 KUH Perdata yaitu Jika salah satu orang tua meninggal, menurut undang-undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak-anaknya. 71 Perwalian menurut KUH Perdata diatur secara resmi atau otentik dengan ketentuan bahwa, apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup lebih lama, sekedar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya. 2. Perwalian dengan wasiat diatur dalam Pasal 355 KUH Perdata yang berbunyi: “Masing-masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua, atau wali bagi seorang anaknya atau lebih, berhak mengangkat seorang wali bagi anak- anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum atau pun karena penetapan Hakim menurut ayat terakhir Pasal 353 tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain. Badan-badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan dilakukan dengan wasiat, atau dengan akta 70 Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hal.154 71 Subekti, op.cit., hal.53 Universitas Sumatera Utara 64 notaris yang dibuat untuk keperluan itu semata-mata.Dalam itu boleh juga beberapa orang diangkatnya, yang mana menurut nomor urut pengangkatan mereka, orang yang kemudian disebutnya akan menjadi wali, bilamana orang yang tersebut sebelumnya tidak ada”. 3. Perwalian yang diangkat oleh Hakim pasal 359 KUH Perdata Dalam hal tidak ada wali menurut Undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh Hakim dapat ditetapkan diangkat seorang wali. 72 Menurut Pasal 359 KUH Perdata sebagai berikut : “Bagi sekalian anak belum dewasa, yang tidak bernaung di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya telah diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. Apabila pengangkatan itu diperlukan berdasarkan ketakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh Pengadilan diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketakmampuan itu ada. Atas permintaan orang yang digantinya, wali itu boleh dipecat lagi, apabila alasan yang menyebabkan pengangkatannya tidak lagi ada. Apabila pengangkatan itu diperlukan karena ada atau tak adanya si Bapak atau si Ibu tak diketahui, atau karena tempat tinggal atau kediaman mereka tak diketahui, maka oleh Pengadilan diangkat juga seorang wali. Atas permintaan orang yang digantinya, wali ini dipecat lagi apabila alasan yang menyebabkan pengangkatannya tidak lagi ada. Atas 72 Djaja S. Meliala, op. cit., hal.105 Universitas Sumatera Utara 65 permintaan ini Pengadilan mengambil ketetapannya, setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan peminta, si wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda si belum dewasa dan akan Dewan Perwalian; sekiranya permintaan itu berkenaan dengan perwalian seorang anak luar kawin, maka Pengadilan mengambil ketetapannya setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti teratur dalam Pasal 354a. Permintaan dikabulkannya, kecuali ada kekhawatiran yang beralasan kalau-kalau si Bapak atau si Ibu akan menelantarkan si anak. Terhadap pemeriksaan orang-orang itu ketentuan dalam ayat ke empat Pasal 206 berlaku dengan persesuaian sekadarnya. Selama Perwalian termaksud dalam ayat kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua tertangguh. Dalam segala hal, bilamana harus terjadi pengangkatan seorang wali, maka jika perlu oleh Balai Harta Peninggalan, baik sebelum, maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna pengurusan diri dan harta kekayaan si belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku”. Ada pendapat lain yang mengatakan penunjukan wali dibedakan menjadi 5 lima macam : 73 1. Wali menurut hukum de legitieme voogdij adalah seorang yang dengan sendirinya menjadi wali dari anak dibawah umur tanpa diperlukan keputusan atau Penetapan Pengadilan Negeri. Timbulnya perwalian menurut hukum : 73 Syamsul Bahri dan Syahril Sofyan, Hukum Keluarga dan Harta benda Perkawinan, Diktat, Universitas Sumatera Utara Medan: 2010 Universitas Sumatera Utara 66 a Terhadap anak sah, karena salah seorang orang tua meninggal dunia, maka orang tua yang hidup terlama de langslevende ouder dengan sendirinya jadi wali bagi anak dibawah umur Pasal 345 KUH Perdata. b Terhadap anak yang diakui sah, dengan adanya pengakuan terhadap anak alami, maka yang mengakui demi hukum menjadi wali dari anak yang diakuinya Pasal 306 KUH Perdata jo.Pasal 353 KUH Perdata 2. Wali berdasarkan Penetapan Keputusan Pengadilan Negeri a Terhadap anak sah, dalam hal: 1 Bila kedua orang tua meninggal 2 Bila kedua orang tua cerai hidup 3 Bila dibebaskan dari kekuasaan orang tua 4 Bila dipecat dari kekuasaan orang tua 5 Karena ketidak hadiran b Terhadap anak yang diakui sah apabila ibu dan bapak yang mengakui tidak melakukan perwalian atas anak yang diakuinya itu, maka harus diangkat wali tersendiri dengan penetapan Pengadilan Negeri. 1 Terhadap anak alam, anak sumbang dan anak zinah : untuk mereka ini diperlukan pengangkatan wali dari Pengadilan Negeri, sementara belum diangkat maka Balai Harta Peninggalan BHP bertindak sebagai wali sementara Pasal 359 KUH Perdata. Balai itulah yang bermohon untuk mengangkat wali ke Pengadilan Negeri. Universitas Sumatera Utara 67 3. Wali yang ditunjuk dengan surat wasiat de testamentaire voogdij pasal 355 KUH Perdata hanya mempunyai akibat bagi anak sah dan anak yang diakui serta harus dipenuhi syarat berikut : a Harus dilakukan pada saat masih menjalankan kekuasaan orang tua atau wali b Sesudah meninggal dunia, perwalian menurut hukum atau putusan Pengadilan Negeri bukan merupakan hak dari orang tua lainnya. c Perwalian yang diperintahkan kepada perkumpulan, yayasan badan sosial yang telah berstatus badan hukum de gestichten voogdij, ini sebenarnya termasuk ke dalam golongan wali yang diangkat dengan putusan hakim karena untuk berfungsinya suatu perkumpulan, yayasan atau badan sosial yang berstatus badan hukum memerlukan keputusan atau tap Pengadilan Negeri. 4. Wali sementara di Indonesia ditugaskan kepada BHP berdasarkan Pasal 359 ayat 6 KUH Perdata, berfungsi sebelum wali yang definitif ditentukan atau diangkat oleh Pengadilan Negeri, atau sebelum wali yang diangkat itu mulai bertugas sebagai wali hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar anak dibawah umur itu jangan sampai berada dalam ketiadaan wali. Penunjukan wali menurut UUP dapat dilakukan dengan: a Surat wasiat b Lisan di hadapan dua orang saksi c Ditunjuk oleh Pengadilan, dalam hal pencabutan kekuasaan seorang wali Universitas Sumatera Utara 68 Selama perkawinan orang tua berlangsung maka anak-anak mereka yang belum dewasa berada di bawah kekuasaan orang tuanya sejauh orang tuanya tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan itu setelah salah satu dari orang tuanya meninggal dunia maka orang tua yang hidupnya lebih lama anak berada di bawah perwalian voogdij, perwalian meliputi pribadi anak maupun harta bendanya. 74

F. Tugas Wali

Tugas Wali menurut KUH Perdata : 1. Harus menyeleggarakan pemeliharaan dan pendidikan si anak sesuai dengan harta kekayaannya Pasal 383 2. Harus mewakilinya dalam segala tindakan hukum atau perdata Pasal 383 3. Harus mengurus harta kekayaan anak Pasal 385 4. Setelah perwalian mulai berlaku wali harus segera membuat perincian inventarisasi akan barang-barang kekayaan si anak Pasal 386 5. Pada permulaan setiap perwalian wali harus menentukan jumlah uang, yang akan dihabiskan oleh si anak setiap tahunnya beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan tadi Pasal 388 6. Wali wajib mengusahakan agar dijual segala meja-kursi atau perabot rumah yang merupakan bagian dari harta kekayaan si anak, penjualan dilakukan di muka umum oleh pegawai yang berhak dengan memperhatikan adat kebiasaan seetempat Pasal 389 74 Martiman Prodjohamidjojo, op.cit.,hal.63 Universitas Sumatera Utara 69 7. Wali wajib membungakan barang-barang yang tersisa setelah pendapatan dikurangkan, apabila saldonya melebihi seperempat dari pendapatan biasa si anak Pasal 391 8. Wali wajib melakukan pemindahan atas nama si anak ke dalam buku besar jika dalam harta kekayaan si anak terdapat sertifikat-sertifikat utang nasional Pasal 392 9. Setiap wali wajib pada akhir perwaliannya mengadakan perhitungan tanggung jawab penutup Pasal 409 Untuk surat inventaris yang dibuat oleh Wali mengenai harta kekayaan anak yang di bawah umur dapat dibuat di bawah tangan namun pemberesannya nanti harus dikuatkan dengan sumpah Wali di hadapan Balai Harta Peninggalan, jika surat inventaris tersebut dibuat dengan bawah tangan maka surat tersebut harus diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan tersebut. Jika anak di bawah umur tersebut memiliki hutang terhadap si Wali maka hal tersebut harus disebutkan dalam surat invetaris. Penjualan barang-barang anak di bawah umur yang di bawah perwalian harus dilakukan di muka Pengadilan dengan ijin Hakim oleh pegawai yang berhak dengan memperhatikan adat kebiasaan setempat Pasal 389 KUH Perdata. Tugas wali menurut UUP Pasal 51 yaitu : 1. Wajib mengurus si anak berikut harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. Universitas Sumatera Utara 70 2. Wajib membuat daftar inventaris atas harta benda si anak pada awal memulai jabatannya sebagai wali dan mencatat semua perubahan harta benda si anak. 3. Bertanggung jawab atas harta benda si anak serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. Tugas wali menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan terhadap Anak : 1. Wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan Pasal 33 2. Dapat mewakili si anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi si anak Pasal 34.

G. Berakhirnya Perwalian

Perwalian berakhir : 75 1. Jika mereka yang belum dewasa, setelah berada di bawah suatu perwalian dipulangkan kembali di bawah kekuasaan orang tua, pada saat penetapan untuk keperluan itu diberitahukan kepada si wali. 2. Jika mereka yang belum dewasa, setelah berada di bawah suatu perwalian, dipulangkan kembali di bawah kekuasaan orang tua menurut Pasal 206b atau 232b, pada saat berlangsungnya perkawinan 3. Jika anak-anak belum dewasa luar kawin dan telah diakui menurut undang- undang, disahkan pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan absahnya anak-anak itu, atau saat pemberian surat-surat pengesahan. 75 Soedharyo Soimin, op.cit., hal.57 Universitas Sumatera Utara 71 4. Jika dalam hal teratur dalam Pasal 453, orang yang berada di bawah pengampuan, memperoleh kembali kekuasaan orangtuanya, pada saat pengampuan itu berakhir. Ada pendapat lain mengenai berakhirnya perwalian apabila : 76 1. Anak yang berada di bawah perwaliannya telah dewasa; 2. Anak yang berada di bawah perwaliannya telah melangsungkan perkawinan; 3. Anak yang berada di bawah perwaliannya meninggal dunia; 4. Kekuasaan wali sebagai wali telah dicabut oleh Pengadilan, berhubung tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali dan selanjutnya diganti dengan orang lain sebagai wali; 5. Walinya meninggal dunia. Kekuasaan seorang wali terhadap anak yang berada di bawah perwaliannya, dapat dicabut dengan putusan pengadilan, baik atas permintaan orang tuanya kalau masih hidup maupun keluarga dalam garis lurus ke atas sampai derajat ketiga serta saudara kandungnya yang telah dewasa, karena wali melalaikan kewajibannya terhadap anak yang berada di bawah perwaliannya atau wali berkelakuan buruk sekali. Dalam hal ini kekuasaan seorang wali dicabut berdasarkan keputusan pengadilan kemudian pengadilan yang bersangkutan akan menunjuk orang lain atau suatu badan hukum untuk menggantikan wali yang telah dicabut kekuasaannya. 76 Rachmadi Usman, op.cit., hal. 368 Universitas Sumatera Utara 72 Selain karena pencabutan sebagai wali yang dilakukan dengan putusan pengadilan, perwalian dapat berakhir dengan kembalinya anak di bawah umur ke dalam kekuasaan orang tua, seperti dalam anak di bawah umur yang orang tuanya bercerai maka anak di bawah umur tersebut berada di bawah perwalian dari salah satu orang tua tapi kemudian kedua orang tua anak di bawah umur tersebut rujuk maka kekuasaan wali dari salah satu orang tuanya berakhir karena adanya kembali kekuasaan orang tua dari anak di bawah umur tersebut. Selain itu juga anak di bawah umur telah menjadi dewasa yaitu berumur di atas delapan belas tahun dianggap telah cakap melakukan tindakan hukum sendiri. Perwalian juga dapat berakhir jika anak di bawah umut tersebut telah melakukan perkawinan, namun jika anak di bawah umur tersebut kemudian bercerai tidak dapat kembali ke keadaan belum dewasa meskipun umurnya masih di bawah delapan belas tahun. Kemudian ada juga karena anak yang dibawah umur yang di bawah perwalian meninggal dunia. Atau dapat juga sebaliknya walinya yang meninggal dunia terlebih dahulu, untuk hal ini pengadilan akan mengangkat wali yang baru. Melihat pembahasan mengenai perwalian di bab ini, meskipun telah diatur dalam UUP namun dalam penerapannya di lapangan UUP ternyata masih belum cukup mengakomodir kebutuhan semua golongan suku yang ada di Indonesia. Dapat dikatakan UUP masih gelap, belum jelas mengatur mengenai hukum perkawinan sampai detil berdasarkan pembagian golongan suku di Indonesia. Melihat kenyataan tersebut maka ketentuan-ketentuan hukum mengenai perkawinan termasuk di dalamn ya kekuasaan orang tua, perwalian, perceraian, dan pembagian warisan yang belum Universitas Sumatera Utara 73 diatur dalam dalam UUP diberlakukan kembali ketentuan-ketentuan hukum perkawinan yang sebelumnya. Contohnya yang berkaitan dengan penelitian ini, untuk golongan keturunan Cina di Indonesia diberlakukan kembali Pasal-pasal dalam KUH Perdata yang mengatur tentang perwalian. Sedangkan untuk golongan pribumi yang beragama Islam untuk perkawinan dan pembagian warisan berlaku hukum Islam sedangkan untuk hal-hal seperti perwalian berlaku hukum adat masing-masing. Mengenai berlakunya kembali KUH Perdata Burgerlijk Wetboek menurut Menteri Kehakiman Sahardjo menganggap Burgerlijk Wetboek bukan sebagai Wetboek tetapi hanya sebagai rechtboek yang kemudian disetujui oleh Mahkamah Agung dengan Surat Edaran No. 3 1963, harus dipandang sebagai anjuran kepada para Hakim untuk jangan ragu-ragu atau takut-takut menyingkirkan Pasal atau suatu ketentuan dari Burgerlijk Wetboek itu sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman atau keadaan kemerdekaan sekarang ini. Oleh karenanya secara yuridis formil kedudukan Burgerlijk Wetboek tetap sebagai undang-undang sebab Burgerlijk Wetboek tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun, pada waktu sekarang Burgerlijk Wetboek bukan lagi sebagai KUH Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula diundangkan. Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dalam lapangan perdata yang menggantikannya, maupun karena disingkirkan dan mati oleh putusan-putusan Hakim yang merupakan yurisprudensi karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat Burgerlijk Wetboek dikodifikasi. 77 77 Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Hukum Perdata: Hukum Orang dan Keluarga Medan: USU Press, 2011 hal. 14 Universitas Sumatera Utara 74

BAB III GUGURNYA PERWALIAN SEORANG IBU

A. Kekuasaan Orang Tua Ouderlijke Macht

Seorang anak sah sampai sebelum mencapai usia dewasa dan melakukan perkawinan, berada di bawah kekuasaan orang tuanya ouderlijke macht selama kedua orang tua itu terikat dalam hubungan perkawinan. Karena pada umumnya seorang anak yang masih di bawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri khususnya dalam hal melakukan tindakan hukum, oleh karena itu si anak yang masih di bawah umur ini perlu diwakili oleh orang tua. Dengan demikian, kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tuanya dihapuskan. Ada juga karena pencabutan kekuasaan orang tua oleh Hakim ontzet atau orang tua itu dibebaskan ontheven dari kekuasaan itu, karena sesuatu alasan tertentu. Untuk pembebasan kekuasaan orang tua oleh Hakim yaitu karena seorang Bapak atau Ibu yang memangku kekuasaan orang tua tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajibannya memelihara dan mendidik anak-anaknya Pasal 319a KUH Perdata. Menurut KUH Perdata kekuasaan orang tua adalah sebagai berikut : 1. Wajib memelihara dan mendidik anak yang belum dewasa di bawah dua puluh satu tahun Pasal 298 2. Harus mengurus dan bertanggung jawab atas harta kekayaan dari anak belum dewasa yang berada di bawah kekuasaan orang tua Pasal 308 74 Universitas Sumatera Utara 75 3. Berhak menikmati segala hasil harta kekayaan anak-anaknya yang belum dewasa namun juga wajib membiayai penguburan anak Pasal 311 Kekuasaan orang tua tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Hanyalah dalam hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang, yaitu mengenai benda- benda yang tak bergerak, surat-surat sero effecten dan surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari Hakim. Orang tua mempunyai “vruchtgenot” atas benda atau kekayaan anaknya yang belum dewasa, yaitu mereka berhak untuk menikmati hasil atau bunga renten dari benda atau kekayaan si anak. Dari peraturan ini dikecualikan kekayaan yang diperoleh si anak sendiri dari pekerjaan dan kerajinannya sendiri. Sebaliknya pada orang tua yang mempunyai “vruchtgenot” atas kekayaan anaknya itu diletakkan beban seperti seorang “vruchtgebruiker”, yaitu ia wajib memelihara dan menjaga benda itu sebaik-baiknya, sedangkan biaya pemeliharaan dan pendidikan si anak harus dianggap sebagai imbalan dari “vruchtgenot” tersebut. Dalam kasus pembebasan kekuasaan orang tua ontheffing tidak menghilangkan “vruchtgenot”dari orang tua yang dibebaskan kekuasaan orang tuanya. 78 Kekuasaan orang tua dimiliki oleh kedua orang tua bersama, tapi lazimnya dilakukan oleh si ayah. Hanyalah apabila si ayah itu tidak mampu untuk melakukannya, misalnya sedang sakit keras, sakit ingatan, sedang bepergian dengan 78 Subekti, op. cit., hal. 51 Universitas Sumatera Utara 76 tidak ada ketentuan tentang nasibnya, atau sedang berada di bawah pengampuan curatele kekuasaan itu dilakukan oleh istrinya. Menurut Pasal 433 KUH Perdata, setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan juga yang karena keborosannya harus di bawah pengampuan. Menurut UUP kekuasaan orang tua meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya berlaku sampai anak-anak mereka kawin atau berdiri sendiri Pasal 45 2. Dalam hal perbuatan hukum, orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan Pasal 47 3. Dalam hal harta kekayaan anak, karena masih di bawah umur di bawah delapan belas tahun anak dianggap belum cakap melakukan perbuatan hukum maka untuk segala pengurusan dan tanggung jawab harta kekayaan si anak diwakili oleh kedua orang tuanya Pasal 48. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kekuasaan orang tua adalah berkewajiban dan bertanggung jawab Pasal 26 untuk : 1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; 2. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan 3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak Universitas Sumatera Utara 77 Kekuasaan orang tua, terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian dan perumahan.

B. Kekuasaan Wali Voogdij

Untuk kekuasaan wali itu sendiri hampir sama dengan kekuasaan orang tua yaitu untuk memelihara dan mengurus anak yang dibawah umur tetapi dengan menggunakan harta kekayaan yang dimiliki oleh anak di bawah umur yang bersangkutan. Yang membedakan kekuasaan orang tua dengan kekuasaan wali yang bukan merupakan orang tua dari anak di bawah umur adalah wali bukan sebagai seorang“vruchtgebruiker” yaitu penikmat hasil dari kekayaan yang diperoleh sendiri oleh anak di bawah umur yang bersangkutan. Kekuasaan wali berlaku sejak pengangkatan wali dilakukan. Menurut Pasal KUH Perdata setiap wali harus mengurus pemeliharaan dan pendidikan dari anak yang masih di bawah umur sesuai dengan harta kekayaan anak yang bersangkutan, si Wali juga harus mewakilinya dalam segala tindak perdata dari anak di bawah umur yang bersangkutan Pasal 383 KUH Perdata. Begitupun didalam UUP Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu Pasal 51. Di dalam Undang- undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa wali yang ditunjuk oleh Hakim harus dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Universitas Sumatera Utara 78

C. Pencabutan Kekuasaan Orang Tua

Berlainan dengan pembebasan kekuasaan orang tua ontheffing ada juga yang dinamakan dengan pencabutan kekuasaan orang tua ontzetting. Pencabutan kekuasaan orang tua dapat dimintakan kepada Hakim berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang. Permohonan pencabutan kekuasaan orang tua ini dapat diajukan oleh isteri terhadap suaminya begitupun sebaliknya, dapat juga diajukan oleh anggota keluarga yang terdekat. Selain itu dapat juga diajukan permohonannya oleh Dewan Perwalian voogdij atau Kejaksaan. 79 Kekuasaan orang tua terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu dapat dicabut berdasarkan keputusan Pengadilan jika orang tua melalaikan grove verwaarlozing kewajibannya terhadap anaknya atau ia berkelakuan buruk slecht levens gedrag sekali.Menurut KUH Perdata kekuasaan orang tua yang dapat dicabut adalah: 1. Apabila ternyata seorang Bapak atau Ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajibannya memelihara dan mendidik anak-anaknya. 2. Telah menyalahgunakan kekuasaan orang tuanya, atau terlalu mengabaikan kewajibannya dalam memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih 3. Kelakuannya yang buruk 4. Telah mendapat hukuman dengan Putusan yang telah memperoleh kekuatan mutlak, karena sengaja telah turut serta dalam sesuatu 79 Loc.cit. Universitas Sumatera Utara 79 5. Kejahatan terhadap seorang anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya 6. Telah mendapat hukuman dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan mutlak, karena sesuatu kejahatan yang tercantum dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX buku kedua KUH Pidana, dilakukan terhadap seorang anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya 7. Telah mendapat hukuman badan dua tahun lamanya atau lebih, dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan mutlak. Menurut UUP kekuasaan orang tua yang dapat dicabut, yaitu apabila : 1. Sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya 2. Berkelakuan sangat buruk sekali Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kekuasaan orang tua yang dapat dicabut atau perlu diadakannya pengawasan oleh penetapan Pengadilan adalah apabila dalam hal orang tua melalaikan kewajibannya untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Namun pencabutan kekuasaan dengan Penetapan Pengadilan yang dimaksud sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya juga mengenai tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya dan berisi batas waktu pencabutan. Kekuasaan orang tua yang dicabut ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali nikah. Universitas Sumatera Utara 80 Pencabutan kekuasaan orang tua terhadap anak hanya dilakukan atas permintaan pihak-pihak di bawah ini: 80 1. Orang tua yang lain ayah atau Ibu; 2. Keluarga anak dalam garis lurus ke atas sampai derajat ketiga; 3. Saudara kandung yang telah dewasa; atau 4. Pejabat yang berwenang Permohonan tindakan pencabutan kuasa orang tua tersebut diajukan kepada Pengadilan untuk mendapatkan penetapan Pengadilan tentang pencabutan kuasa orang tua apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu. Apabila salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai dengan derajat ketiga, tidak dapat melaksanakan fungsinya maka pencabutan kuasa orang tua tersebut dapat juga diajukan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu. Penetapan Pengadilan dapat menunjuk orang perseorangan atau lembaga pemerintah masyarakat untuk menjadi wali bagi yang bersangkutan. Khusus untuk perseorangan yang melaksanakan pengasuhan anak yang kekuasaan orang tuanya dicabut, harus seagama dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya. Pencabutan kekuasaan orang tua terhadap anaknya tidak menyebabkan berakhirnya kewajiban mereka untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Walaupun orang tua telah dicabut kekuasaannya, namun mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada anak yang bersangkutan. 80 Rachmadi Usman, op.cit., hal. 362 Universitas Sumatera Utara 81 Dengan dicabutnya kekuasaan orang tua tersebut maka anaknya tersebut berada di bawah perwalian. 81 Selain pencabutan dari kekuasaan orang tua, ada juga pembebasan dari kekuasaan orang tua. Menurut Pasal 319 KUH Perdata apabila ternyata salah satu orang tua tidak cakap atau tidak mampu menjalankan perannya sebagai orang tua yaitu berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya maka pembebasan dari kekuasaan orang tua tersebut dilakukan oleh Dewan Perwalian atau atas tuntutan Jawatan Kejaksaan.

D. Gugurnya Perwalian

Perwalian dapat digugurkan atau dibatalkan apabila dilakukannya pemecatan menjadi wali oleh Hakim sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata. Berikut pemecatan perwalian oleh Hakim menurut Pasal 380 KUH Perdata dikarenakan wali itu : 1. Mereka yang berkelakuan buruk; 2. Mereka yang dalam menunaikan perwalian memperlihatkan ketakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan, atau mengabaikan kewajiban mereka; 3. Mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1 dan 2 Pasal ini, atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut Pasal 319a ayat kedua nomor 1 dan 2; 4. Mereka yang dalam keadaan pailit; 81 Ibid, hal. 364 Universitas Sumatera Utara 82 5. Mereka yang untuk diri-sendiri, atau yang bapaknya, ibunya, istri suaminya atau anak-anaknya melancarkan perkara di muka Hakim, melawan si anak belum dewasa, dan terlibatlah di dalamnya, kedudukan si anak belum dewasa, harta kekayaan atau sebagian besar barang-barangnya; 6. Mereka yang mendapat penghukuman, yang telah memperoleh kekuatan mutlak, karena sengaja telah turut serta dalam sesuatu kejahatan terhadap seorang anak belum dewasa, yang ada dalam kekuasaan mereka; 7. Mereka yang mendapat penghukuman, yang telah memeperoleh kekuatan mutlak karena sesuatu kejahatan tercantum dalam BAB XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX buku kedua KUH Pidana, dilakukan terhadap seorang anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya. 8. Mereka yang mendapat hukuman yang dapat ditiadakan lagi dengan hukuman badan selama dua tahun atau lebih. Si bapak dan si Ibu tak boleh dipecat dalam hal-hal tersebut di bawah nomor 4 dan 5, pun tidak boleh karena tak cakap. Suatu perhimpunan, yayasan atau lembaga amal boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah nomor 2,3,4, dan 5, apabila Hakim berpendapat, bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya. Badan-badan yang bersangkutan tersebut boleh dipecat apabila dilalaikannya pemberitahuan dengan surat termaksud dalam Pasal 365a ayat kedua, atau, apabila pengunjungan-pengunjungan yang tercantum di dalamnya dihalang Universitas Sumatera Utara 83 halanginya. Dalam paham kejahatan, termasuk juga turut membantu dan mencoba melakukan kejahatan itu. Menurut UUP mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan gugurnya perwalian disamakan dengan alasan-alasan pencabutan kekuasaan orang tua Pasal 49, yaitu: 1. Wali sangat melalaikan kewajibannya terhadap si anak 2. Wali berkelakuan buruk sekali Di dalam UUP tidak diatur mengenai perwalian oleh perkumpulan yang berbadan hukum. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang menyebabkan gugurnya perwalian adalah karena : 1. Jika orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka dapat ditunjuk wali baru dari anak yang bersangkutan Pasal 33. 2. Apabila dikemudian hari wali yang ditunjuk sebelumnya tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan Pasal 36. 3. Wali meninggal dunia maka ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan Pasal 36. Universitas Sumatera Utara 84

E. Gugurnya Perwalian seorang Ibu

Dalam Pasal 345 KUH Perdata disebutkan bahwa apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian jatuh ke orang tua yang hidup terlama, kecuali orang tua yang hidup terlama tersebut tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya. Walaupun Ibu sebagai orang tua yang hidup terlama dapat digugurkan perwaliannya atas anak-anaknya. Menurut Pasal 381 KUH Perdata disebutkan dalam hal pemecatan ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, hal itu dilakukan oleh Pengadilan Negeri di tempat dilakukannya tuntutan perceraian itu. Pemecatan seorang wali dapat dilakukan atas permintaan seorang keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat empat dari yang belum dewasa, atas permintaan Dewan Perwalian atau kejaksaan. Permintaan untuk pemecatan itu juga harus berdasarkan suatu bukti-bukti dari peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang dapat memperkuat untuk dilakukannya pemecatan seorang wali tersebut. Salah satu sebab gugurnya perwalian salah satu orang tua, dalam KUH Perdata Pasal 359 dalam hal keberadaan Bapak atau Ibu dari anak-anak yang bersangkutan tidak diketahui, atau karena tempat tinggal atau kediaman mereka tidak diketahui. Dalam UUP, gugurnya perwalian oleh Bapak atau Ibu tidak disebutkan secara lebih terperinci hanya dikarenakan melalaikan kewajibannya dan bertindak sangat buruk sekali. Universitas Sumatera Utara 85 Di dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga diatur mengenai gugurnya perwalian Bapak atau Ibu jika tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya maka ditunjuk wali yang baru melalui penetapan pengadilan. Dari dua pengaturan diatas yaitu KUH Perdata dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sama-sama disebutkan salah satu penyebab gugurnya perwalian orang tua adalah jika tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya maka ditunjuk wali yang baru melalui penetapan pengadilan. Sumber pengaturan domisili atau tempat kediaman atau tempat tinggal bagi golongan Eropa, termasuk golongan Timur Asing lain daripada Cina dan golongan Cina, diatur di dalam Buku Kesatu Titel Ketiga dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 25 KUH Perdata. Adanya pengaturan domisili ini dimaksudkan untuk menentukan pelaksanaan kewenangan bertindak seseorang. Jadi domisili berfungsi sebagai tempat perbuatan hukum yang akan dilaksanakan. KUH Perdata membedakan domisili menjadi dua yaitu : domisili menurut hukum woonplaats in rechtskundige zin dan domisili menurut kenyataan feitelijke woonplaats. Dalam Pasal 17 KUH Perdata menentukan, bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggalnya, dimana ia menetapkan kediaman pokoknya. Akan tetapi, dalam hal tidak adanya tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal senyatanya. Universitas Sumatera Utara 86 Domisili dibedakan atas : 82 1. Domisili yang sebenarnya de eigenlijke of algemene woonplaats yakni domisili seseorang dalam keseharian berdiam melaksanakan dan memenuhi hak dan kewajiban keperdataannya pada umumnya. Domisili yang sebenarnya ini dibedakan lagi atas : a Domisili yang bebas atau sukarela atau berdiri sendiri, apabila seseorang dalam menentukan domisilinya tidak berdasarkan hubungannya dengan orang lain, dirinya bebas untuk menetapkan domisilinya; b Domisili yang terikat atau wajib atau lanjutan, apabila seseorang dalam menentukan domisilinya harus memperhatikan hubungannya dengan orang lain, dirinya terikat denngan orang lain dalam menetapkan domisilinya, seperti domisili seorang perempuan bersuami di kediaman suaminya; anak- anak yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal orang tua atau wali mereka; orang-orang dewasa yang ditaruh di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu mereka; pekerja buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka jika ikut diam di kediaman majikan; pegawai yang ditugaskan pada jawatan-jawatan umum dianggap mempunyai tempat tinggal ditempatnya bertugas Pasal-Pasal 20, 21, dan 22 KUH Perdata. 2. Domisili yang ditentukan atau dipilih gekozen woonplaats, yakni domisili yang ditentukan atau dipilih oleh seseorang berhubung akan melaksanakan 82 Rachmadi Usman, op.cit, hal.89 Universitas Sumatera Utara 87 perbuatan hukum tertentu, umumnya dalam suatu perjanjian biasanya ditentukan pilihan domisili atau forum atau hukum apabila terjadi pertikaian di dalam pelaksanaannya. Ketentuan dalam Pasal 24 KUH Perdata antara lain menentukan dalam suatu sengketa perdata di muka pengadilan, kedua belah pihak yang berperkara atau salah satu dari mereka, berhak bebas menentukan atau memilih tempat tinggal lain dari tempat tinggal mereka yang sebenarnya. Untuk itu dibuatkan sebuah aktanya. Domisili yang jelas sangat penting bagi seorang individu, diperlukan untuk kegiatan surat menyurat, mengetahui tempat tinggal seseorang agar dapat dihubungi bila terjadi sesuatu hal dan yang terpenting adalah sebagai tempat untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu. Bagi anak-anak yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal orang tua atau walinya, apabila orang tua atau wali tidak memiliki tempat tinggal yang tetap dan jelas akan menjadi hal yang tidak baik bagi perkembangan anak-anak di bawah umur itu nantinya. Universitas Sumatera Utara 88

BAB IV PENGATURAN PERWALIAN KARENA PERCERAIAN MENURUT KUH

PERDATA TERHADAP KASUS PERMOHONAN MENJADI WALI OLEH SEORANG NENEK TERHADAP CUCU-CUCUNYA KETIKA IBU KANDUNG MASIH HIDUP PUTUSAN MA NO.372K PDT 2008 A. Kronologis kasus Tuan Suwandi Alain Widjaja menikah dengan Nyonya Jely Nonny di Medan pada tanggal 1 satu Maret 2000 dengan akta perkawinan No. 176 2000 tertanggal 1 satu Maret 2000. Dari perkawinan tersebut dilahirkan 3 tiga orang anak yaitu : 1. Cindyana, lahir di Medan tanggal 12 Maret 2000 2. Melvina, lahir di Medan tanggal 6 Desember 2001 3. Ricky Wijaya, lahir di Medan tanggal 8 Mei 2004 Terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh Nyonya Jely Nonny membuat Tuan Suwandi Alain Widjaja sudah berkeinginan untuk tidak meneruskan perkawinan mereka. Pada tanggal 10 sepuluh April 2005 Nyonya Jely Nonny membuat surat pernyataan yang dibuat dalam akta di bawah tangan yang telah dilegalisir yang isinya menyatakan bahwa Nyonya Jely Nonny Ibu kandung dari Cindyana, Melvina, dan Ricky Wijaya tidak akan membawa anak-anak tersebut apabila cerai dengan Tuan Suwandi Alain Widjaja. Kemudian pada tanggal 15 September 2005 perkawinan antara Tuan Suwandi Alain Widjaja dengan Jely Nonny tersebut telah putus karena perceraian, sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Medan No.156 Pdt.G 2005 P. Mdn dan akta 88 Universitas Sumatera Utara 89 Perceraian No. 59 2005 tertanggal 5 lima Desember 2005, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas kependudukan kota Medan; Pada tahun 2007 keluar penetapan Pengadilan Negeri Medan No.31 Pdt.P 2007 PN.Mdn tertanggal 8 delapan Maret 2007 yang isinya menetapkan bahwa sejak Tuan Suwandi Alain Widjaja bercerai dengan Nyonya Jely Nonny anak-anak mereka berada di bawah asuhan pemeliharaan Tuan Suwandi Alain Widjaja. Namun pada tanggal 10 sepuluh April 2007 tiba-tiba Nyonya Jely Nonny yang setelah beberapa tahun meninggalkan anak-anaknya dengan tanpa diketahui keberadaan domisilinya mendatangi Tuan Suwandi Alain Widjaja dengan maksud meminjam anaknya yang kedua Melvina hingga sampai permohonan penetapan ini tidak dikembalikan, bahkan tidak diberi kebebasan anak sebagaimana layaknya sehari-hari dengan saudara-saudara kandungnya yang lain Cindyana dan Ricky Wijaya. Dengan perlakuan yang demikian itu hingga pada saat permohonan penetapan ini Melvina belum mendapat pendidikan formal mengingat usianya yang sudah 6 enam tahun. Pada tanggal 7 tujuh November 2007 Tuan Suwandi Alain Widjaja meninggal dunia, maka sejak itu yang mengasuh dan memelihara anak-anak di bawah umur tersebut adalah Ibu dari almarhum Tuan Suwandi Alain Widjaja yaitu Nyonya Tjong Gek Hong Pemohon. Untuk kepentingan dari anak-anak almarhum yang juga merupakan cucu-cucu dari Pemohon maka Pemohon membutuhkan suatu penetapan yang menyatakan secara hukum, bahwa pemohon adalah sebagai wali pengasuh pemelihara dari cucu- Universitas Sumatera Utara 90 cucunya yang telah disebutkan di atas agar Pemohon dengan leluasa menurut hukum dan kebiasaan mengasuh dan memelihara cucu-cucunya. Permohonan Pemohon ditolak oleh Pengadilan Negeri Medan dengan mengeluarkan Penetapan No.253 Pdt P2007PN.Mdn tanggal 18 Desember 2007 yang menolak permohonan dari Pemohon tersebut. Kemudian Pemohon mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung yang kemudian oleh Mahkamah Agung permohonan Pemohon menjadi wali terhadap cucu-cucunya yang masih di bawah umur tersebut dikabulkan.

B. Analisis Kasus

Penyelesaian perkara-perkara yang adil dapat dilakukan menurut hukum yang berlaku, tetapi pula tidak. Apabila diselesaikan menurut hukum, maka penyelesaian itu akan berlangsung di forum pengadilan. Sedangkan, apabila penyelesaian perkara dilakukan tidak menurut hukum, akan tetapi secara musyawarah, maka penyelesaian itu akan bercorak administratif. Untuk kasus dalam penelitian ini menggunakan teori sociological jurisprudence oleh Roscoe Pound, maka kasus permohonan pengangkatan wali ini termasuk ke dalam penyelesaian perkara yang berlangsung di forum Pengadilan ditandai dengan diterbitkannya penetapan Mahkamah Agung No. 372K Pdt 2008 ini yang berarti melalui prosedur Pengadilan yaitu menurut hukum. Putusan Mahkamah Agung No.372KPdt2008 diselenggarakan bertujuan untuk mengoptimalkan pemuasan kebutuhan dan melindungi kepentingan individu dari masing-masing anak-anak di bawah umur yang terkait yaitu Cindy, Melvina dan Ricky Wijaya. Kepentingan dari anak-anak di bawah umur tersebut meliputi Universitas Sumatera Utara 91 pengurusan harta kekayaan untuk pemeliharaan termasuk di dalamnya belanja urusan sehari-hari dan pendidikan mereka. Dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diatur sejumlah hak-hak seorang anak. Setiap anak berhak suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial, terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak. Secara umum anak- anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Kesejahteraan dimaksud bukan saja diberikan pada waktu anak dilahirkan, tetapi juga pada saat dan semasa dalam kandungan. Semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna. Dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan juga setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua. Universitas Sumatera Utara 92 Hakim dalam membuat keputusannya tidak hanya berdasakan perundangan yang dapat digunakan tapi juga melihat dari segi kepentingan dari anak-anak yang bersangkutan. Dengan diangkatnya Pemohon sebagai wali asuh atau pemelihara dari ketiga anak yang di bawah umur maka kepentingan individu dari Cindy, Melvina dan Ricky Wijaya akan dapat terlindungi. Dalam analisis kasus penelitian ini akan dibahas empat hal, yaitu sebagai berikut :

1. Hukum Acara Perdata Permohonan Penetapan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Penuntutan Pengembalian Mahar Akibat Perceraian (Studi Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh Nomor: 15/Pdt.G/2011/MS-Aceh)

8 60 128

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris (Study Kasus Putusan MA NO. 303 K/PID/2004)

9 140 135

Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (Analisa Terhadap Putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, Putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan Putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009)

2 111 125

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN KASASI DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN (Putusan MA No. 373 K/Pid/2008)

0 3 16

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG YANG MEMBATALKAN PUTUSAN JUDEX FACTI (Studi Kasus Putusan MA RI No. 1112K/Pid/2001)

0 6 16

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT PADA CV. CITRA JAYA Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Permohonan Pailit Pada Cv. Citra Jaya(Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg).

1 5 19

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERMOHONAN PAILIT PADA CV.CITRA JAYA Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Permohonan Pailit Pada Cv. Citra Jaya(Studi Kasus Putusan No. 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg).

0 2 11

Studi Kasus Putusan MA RI No. 97 PK / PID.SUS / 2012 tentang Permintaan PK Yang Diajukan Oleh Ahli Waris Terpidana Dalam Kondisi Terpidana Yang Masih Hidup Dan Melarikan Diri Alias Buron.

0 1 1

TINJAUAN HUKUM SEORANG NENEK MENJADI WALI ATAS CUCUNYA KETIKA IBU KANDUNG MASIH HIDUP DIHUBUNGKAN DENGAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 1 1

TESIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANJURAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan MA No. 481KPid2014)

0 0 15