Metode dan Teknik Analisis Data

19 terlebih dahulu agar dapat memahami tuturan bahasa Indonesia yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif. Tahap berikutnya pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak atau “penyimakan” yakni menyimak penggunaan bahasa Sudaryanto, 1993: 133.Metode tersebut dilakukan dengan menyimak tuturan yang diucapkan oleh anak autistik hiperaktif di Yayasan Tali Kasih Medan yang berusia tiga belas tahun.Selanjutnya peneliti juga berpartisipasi dalam menyimak pembicaraan anak autistik hiperaktif tersebut agar mendapatkan data yang lebih akurat tentang tuturan ilokusi yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif. Peneliti menerapkan teknik libat cakap yang merupakan lanjutan dari metode simak Sudaryanto, 1993: 133.Tahap terakhir peneliti menggunakan teknik catat untuk mencatat semua data yang diperoleh dari anak autistik hiperaktif yang selanjutnya diklasifikasi sesuai dengan jenis-jenis tindak tutur dan menganalisis tindak tutur yang diperoleh dari anak autistik hiperaktif tersebut. Adapun teknik lanjutan yang digunakan pada proses pengumpulan data yaitu teknik pancing.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap semua data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan.Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan.Metode padan adalah sebuah metode analisis bahasa yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 1993: 13.Metode padan yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau Universitas Sumatera Utara 20 referent bahasa dengan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra wicara. Teknik dasar untuk mengkaji data yang diperoleh adalah dengan teknik pilih unsur penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti Sudaryanto, 1993: 21. Peneliti akan memilah tuturan ilokusi bahasa Indonesia yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun menjadi tuturan asertif representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang telah diproduksi oleh anak autistik hiperaktif ini. Berikut bentuk tuturan dan kontekstuturan anak autistik hiperaktif dengan peneliti: 1 Bentuk tuturan : Kita harus tenang. Ini sekolah nanti Ibu marah. Tersenyum senang. Konteks tuturan :Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saatbermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat. Berdasarkan atas data 1 diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis tuturan asertif representatif, yakni tuturanyang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya seperti mengatakan, melaporkan, dan menyebutkanLeech, 1993: 164. Sesuai dengan pendapat Leech bahwa Niko mampu memproduksi tindak tutur asertif yaitu mengatakan apa yang dia ketahui tentang harus tenang karena ini sekolah, nanti Ibu marah. Sesuai dengan pengalaman yang Niko terima dari lingkungannya sekolah, guru akan marah ketika Niko sedang ribut, tidak tenang, bermain, dan tertawa apabila berada di dalam kelas digunakannya saja meskipun daerah tuturan yang sedang berlangsung berada di luar ruang belajar dan Universitas Sumatera Utara 21 jam istirahat. Sementara guru selalu menyampaikan pada siswa apabila di luar kelas, ketika tidak belajar boleh ribut, tertawa, dan bersenang-senang. Hal ini sekaligus menjawab permasalahan nomor satu. Untuk menjawab permasalahan nomor dua, dibutuhkan teori genetik-kognitif Chomsky dan teori pragmatik Levinson. Chomsky mengatakan bahwa teori genetik- kognitif telah didasarkan pada satu hipotesis yang disebut Hipotesis Nurani HN The Innateness Hypothesis. Chomsky mengatakan otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Oleh karena itu, otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal atau yang dimaksud dengan LAD Language Acquisition Device.Pada proses pembentukan bahasa, Chomsky juga membedakan adanya kompetensi kemampuan atau pemahaman bahasa dan performansi perbuatan bahasa atau pelaksanaan bahasa berupa tuturan, jadi kompetensi dan performansi harus berjalan selaras agar dapat dipahami oleh lawan tutur. Chomsky mengatakan juga bahwa kognitif seseorang menyangkut ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang sangat berpengaruh ke dalam jiwa manusia dan menurut Levinson pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Perpaduan teori genetik kognitif Chomsky dan pragmatik Levinson dikenal dengan nama psikopragmatik. Universitas Sumatera Utara 22 Dilihat dari tuturan yang diproduksi oleh Niko jelas bahwa kognitif Niko sangat terbatas dari pemikiran, pemahaman, dan persepsi akan konteks tuturan. Kreativitas bahasa seharusnya muncul pada anak usia tiga belas tahun, namun krativitas bahasa dan kognitif Niko tidak berkembang dengan baik dan sangat terbatas. Sehingga tuturan yang diproduksi menyimpang dari konteks tuturan dan ini sesuai dengan yang dikemukakan Levinson bahwa pemahaman pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.Niko tidak memahami konteks dengan benar, kompetensi akan konteks tuturan pragmatik benar-benar sangat terbatas dan tidak berjalan seiring atau selaras dengan performansinya. Niko tidak tahu dalam situasi apa, kepada siapa, dan tuturan apa yang harus disampaikannya pada saat itu. 2 Bentuk tuturan : Mario ke gereja HKBP sama papa, mama, dan kak Omi. Mmmmmm…. melihat pembimbing. Setiap hari Minggu Mario nyanyi. Konteks tuturan :Tuturan disampaikan Mario kepada peneliti pada saat bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat. Berdasarkan atas data 2 diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi jenis tindak tutur asertif representatif, yakni tindak tuturan yang berisi tentang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, seperti mengatakan, menyebutkan, dan melaporkan. Hal ini menjawab permasalahan nomor satu. Mario bertutur bahwa dia menyebutkan apa yang Mario lakukan pada hari Universitas Sumatera Utara 23 Minggu di gereja. apa yang dia lakukan tentang Mario ke gereja bersama papa, mama, dan kak Omi, setiap hari Minggu Mario nyanyi. Dilihat dari tuturan yang diproduksi oleh Mario, kognitif Mario tidak berkembang dengan baik juga. Mario hanya tahu jika di gereja hanya bertujuan untuk bernyanyi, padahal agama Kristen ketika di gereja bertujuan untuk berdoa, khotbah, dan beribadah bukan hanya bernyanyi saja. Jika dibandingkan dengan anak seusianya yaitu tiga belas tahun seharusnya Mario sudah tahu dan dapat menjelaskan bahwa di gereja itu bukan hanya sekedar bernyanyi. Pemahaman pragmatik adalah pemahaman konteks tuturan itu berlangsung, apa yang dituturkan, kepada siapa dituturkan, dan dalam keadaan apa tuturan itu disampaikan. Jadi, sebagai anak autistik hiperaktif,Niko dan Mario yang berusia tiga belas tahun tidak dapat memahami konteks tuturannya di mana saat tuturan itu berlangsung. Serta kognitifNiko dan Mario tidak berkembang dengan baik dan sangat terbatas, begitu juga secara pragmatik konteks tuturan Niko dan Mario terbatas. Kompetensi tuturan yang diterima oleh anak autistik hiperaktif yang diteliti ini sangat terbatas, sehingga tindak tutur ilokusi yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif menyimpang dari konteks tuturan. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD Niko dan Mario belum bekerja dengan baik.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data