26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pertumbuhan Ekonomi Makro Indonesia
Sejak tahun 2002 sampai tahun 2012 akhir, perekonomian Indonesia telah berkembang tumbuh rata-rata mencapai 5 per tahun, di tengah krisis ekonomi
global. Meskipun demikian, tantangan perubahan harga minyak dunia dan fluktuasi nilai tukar merupakan tantangan tersendiri yang membuat sejumlah target
penerimaan negara tidak dapat dicapai. Dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonmomi sebesar 56 tersebut, Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan
moneter kontraktif, terbukti melalui pertumbuhan produksi nasional PDB yang relatif pesat pada kurun waktu 2002 sampai dengan tahun 2012, jumlah uang beredar
JUB berkembang lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDB lihat Gambar 4.1.
Gambar 5.1 Pertumbuan PDB Indonesia dan perubahan jumlah Uang Beredar JUB.
2002 2004
2006 2008
2010 2012
thn JUB
PDB
27 Sejumlah kontraksi moneter tidak saja senantiasa disebabkan oleh sentuhan
kebijakan Bank Indonesia dalam mengatur jumlah uang beredar di dalam negeri, tetapi juga dapat disebabkan oleh pembatasan pembiayaan sektor riel oleh industri
perbankan yang disebabkan oleh resiko perbankan dalam upaya memperluas kredit yang lebih ekspansif. Gambar 4.2 menyajikan arah pergerakan variabel non
performing loan kredit macettotal kredit, yang sangat nyata merupakan resiko perbankan atas kemungkinan kredit macet tak tertagih.
Gambar 5.2 Kinerja Industri Perbankan Dan Resiko NPL.
.0 2
.0 4
.0 6
.0 8
N PL
2002 2004
2006 2008
2010 2012
thn
Credit risk pada industri perbankan menyebabkan tidak seluruh sumber dana
yang dihimpun perbankan dari dana pihak ketiga tersalurkan sesuai dengan permintaan pinjaman dari masyarakat pengguna, sehingga pada akhirnya memberi
dampak pada kinerja sektor riel. Gambaran atas kinerja pelayanan kredit perbankan dapat dilihat dari loan to deposit ratio LDR sebagaimana digambarkan pada
Gambar 5.3.
28 Gambar 5.3
Kinerja Industri Perbankan Dan LDR.
.4 .5
.6 .7
L D
R
2002 2004
2006 2008
2010 2012
thn
Berdasarkan Gambar 5.3 tersajikan arah pertumbuhan LDR perbankan yang tampak menjadi stagnan pada periode tahun 2006 sampai dengan memasuki tahun
2012, tapi relatif berfluktuasi pada periode triwulanan pada tahun bersangkutan. Dinamika perubahan LDR akan menjadi salah satu barometer peran industri
perbankan sebagai lembaga mediasi keuangan dalam mendorong pertumbuhan sektor riel.
Meskipun perubahan komposisi LPD sebagian akan sangat tergantung kepada kinerja sektor riel dalam melaksanakan kewajiban kemitraan usahanya dengan
perbankan, pada saat bersamaan, maka kebijakan suku bunga SBI Bank Indonesia, serta arah perubahan inflasi juga menjadi parameter yang menggambarkan kinerja
makro ekonomi Indonesia dalam menghasilkan keseimbangan menuju pertumbuhan ekonomi tanpa terbebani dengan gangguan stabilitas inflasi yang mengancam
penurunan lapangan kerja dan investasi. Kebijakan moneter Bank Indonesia sejak
29 tahun 2005 telah menetapkan penggunaan BI rate sebagai instrumen kebijakan
moneter untuk mengendalikan pertumbuhan inflasi agar tetap berada pada kisaran target yang telah ditetapan pada awal tahun anggaran.
Gambar 5.4 Perkembangan Inflasi dan Penetapan BI Rate
5 10
15 20
2002 2004
2006 2008
2010 2012
thn infl
sbi
+ Sejak telah ditetapkannya BI rate sebagai acuan kebijakan moneter untuk
mengendalikan inflasi pada tahun 2005, maka tampak bahwa suku bunga BI rate telah disesuaikan dengan arah pertumbuhan inflasi. Pedoman kebijakan moneter
berbasis kepada instrumen BI rate adalah bahwa apabila terjadi pergerakan kenaikan inflasi, maka BI rate akan dinaikkan mengikuti besaran inflasi tersebut.
Berdasarkan Gambar 5.4, tampak bahwa BI rate berfungsi cukup efektif dalam upaya mengendalikan inflasi, meskipun pada besaran inflasi yang menurun
akan mempersulit penggunaan suku bunga BI rate untuk diturunkan, karena pada posisi penurunan suku bunga BI rate melewati batas yang lebih rendah dari suku
30 bunga di pasar uang internasional, dapat mengancam terjadinya capital flight,
disebabkan oleh suku bunga domestic lebih rendah dari suku bunga internasional. Studi penelitian ini memberikan focus studi yang terbatas pada potensi
industri perbankan, intermediasi industri perbankan serta kajian kedalaman pasar keuangan financial deepening, yang akan menentukan efektivitas kebijakan suku
bunga BI rate dalam mencapai sasaran jangka pendek yang bersifat lebih segera. Hal demikian hanya akan terjadi, apabila peran industri perbankan dapat menjalankan
fungsi intermediasinya secara efektif dalam menggali sumber dana pihak ketiga disatu fihak, serta menggulirkannya kembali ke pihak pengguna yaitu sektor riel.
Gamba 5 5.5 menyajikn arah perkembangan sumber dana pihak ketiga berupa tabungan dan deposito yang dapat dihimpun perbankan nasional, dengan realisasi
penyaluran kredit kepada masyarakat umum dan pengusaha di dalam negeri. Gambar 5.5
Perkembangan Inflasi dan Penetapan BI Rate
5 2002
2004 2006
2008 2010
2012 thn
kredit dpk
31 Ternyata sejak awal tahun 2008, pergerakan kenaikan permintaan jasa
perkreditan bergerak lebih kuat dibandingkan dengan kemampuan perbankan dalam menggali sumber dana dari masyarakat. Maka pengembangan pemodelan makro
ekonomi berskala kecil, yang terfokus kepada studi financial deepening perlu disusun untuk menjawab sekaligus menetapkan prediksi atas besaran variabel makro
ekonomi yang membentuk kekuatan kedua variabel sumber dana pihak ketiga dan pelayanan perkreditan sebagai fungsi utama industri perbankan dalam melaksanakan
pelayanan intermediasinya dan sekaligus mengawal stabilitas perekonomian Idonesia.
5.2 Penetapan Uji Stasioner Model Makro Ekonomi