Konektivitas Ekonomi Regional Melalui Intermediasi Perbankan

16

2.3 Konektivitas Ekonomi Regional Melalui Intermediasi Perbankan

Kajian tentang intermediasi perbankan diperoleh dari Suseno dan Abdullah, 2003, serta pendekatan konsep intermediasi perbankan dengan mengembangkan pemodelan financial deepening Aryanti, 2000, Abdurohman 2003, Eichergreen 2004, serta Sahoo 2013. Melalui pemetaan financial credit FC= CreditPDB, Financial Saving FS= SavingPDB, serta suku bunga BI rate, akan dipetakan sebagai kerangka model yang secara rinci disajikan pada Gambar 1.4. Pemodelan yang akan dituju sebagai sasaran akhir, adalah untuk mendapatkan gambaran tentang keberhasilan intermediasi perbankan dalam melaksanakan fungsi perbankan, dalam rangka menjembatani kepentingan masyarakat penabung dan masyarakat pengusaha dan lainnya yang memerlukan kebutuhan permodalan. Gambar 1.4 menyajikan analisis keseimbangan mekanisme pasar dari terbentuknya suku bunga pasar dimana r o menunjukkan harga atas suku bunga deposito dan r 1 menunjukkan harga suku bunga kredit, maka gaya tarik mekanisme pasar akan membentuk intermediasi di titik tengah menuju r atau r, hal mana seharusnya akan terjadi pergeseran ke titik A atau titik B berdasarkan arah persaingan pasar. Berdasarkan teori klasik modern, efisiensi akan terjadi apabila mekanisme pasar dibiarkan bekerja tanpa campur tangan pemerintah atau Bank Sentral. Hanya persaingan yang dapat menciptakan efisiensi. Pada kebijakan moneter berbasis suku bunga BI rate saat ini, BI rate masih ditetapkan berdasarkan target kuantum tertentu untuk mengatur besaran BI rate tertentu Ascarya, 2000. Penetapan BI rate diperlukan sebagai strategi kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir stabilitas perekonomian nasional, sebagaimana menjadi tugas pokok Bank Indonesia. 17 Sepanjang Bank Indonesia belum mengupayakan semakin berfungsinya pasar skunder dari BI rate dalam membentuk tingkat keseimbangan suku bunga perbankan BI rate tersebut, maka pasar keuangan Indonesia masih tetap lemah dan belum berkembang untuk menjadi pasar uang yang lebih modern, tidak ketergantungan dengan peranan pasar primer melalui pola lelang yang sekarang ini sedang berjalan. Gambar 1.4 : Proses Intermediasi Perbankan Berdasarkan mekanisme penetapan BI rate tersebut, keberhasilan monetary policy dalam mencapai tujuan akhirnya dapat ditentukan secara lebih pasti untuk menjamin efektivitas suku bunga sebagai instrumen pengendali target inflasi yang diinginkan. Meskipun target makro ekonomi Bank Sentral telah mencapai sasaran yang diinginkan, tentu akan ditanggapi dengan respon yang berbeda di pelbagai daerah, karena perbedaan kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia, serta pada akhirnya kualitas layanan industri perbankan regional dan BPR sebagai perpanjangan tangan otoritas moneter di daerah. Bahwa untuk melihat dampak kebijakan moneter terhadap perekonomian di daerah, maka dibangun pemodelan financial deepening sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.5. 18 Sasaran akhir yang ingin dicapai dari pemodelan Gambar 1.5 adalah berkaitan dengan pertanyaan apakah dinamika pasar keuangan financial deepening serta instrumen kebijakan moneter BI rate memiliki konektivitas kuat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah khususnya pada koridor Bali Nusra serta bersamaan dengan itu dapat ditingkatkan partisipasi masyarakat pada aktivitas produktif dengan dukungan industri perbankan yang semakin efisien. 19

BAB III KERANGKA PIKIR PENELITIAN