Pemodelan Financial Deepening Koridor Bali Nusra

24 bahan pustaka lainnya seperti artikel, media cetak, buku dan penelitian terdahulu. 2. Dokumentasi Pengumpulan data sekunder yang berupa laporan keuangan diperoleh langsung dari publikasi SEKI Bank Indonesia Jakarta dan sumber lain dari BPS Jakarta.

4.6 Pemodelan Financial Deepening Koridor Bali Nusra

Konektivitas kebijakan moneter dengan perekonomian sektor riel di pelbagai daerah akan sangat ditentukan oleh kondisi struktur pasar keuangan pada daerah bersangkutan. Sebagaimana dinyatakan oleh Gurley dan Shaw 1960 tentang financial capacity, serta dinamika dari balance sheet channel Bernanke dan Getler, 1995, menjadikan monetary policy stance perlu memperhatikan dinamika perekonomian nasional ekonomi Indonesia. Pemodelan memerlukan jastifikasi melalui tahapan uji simultaneous equation model SEM dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan apakah data time- series layak dipergunakan, dengan melakukan pengujian berdasarkan prosedur Granger Johnston dan Dinardo, 2004, Gujarati, 2005, serta penyelesaian uji pemodelan dengan mempergunakan metode regressi dua tahap, Pindyck Rubinfeld 1997, Thomas RL 1997, Enders 2004, serta Maddala 2001. Model persamaan Makro Ekonomi Regional Berbasis Moneter yang disusun sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, adalah upaya untuk menguji konektivitas mediasi industri perbankan dengan sektor riel perekonomian Indonesia. Pendekatan konektivitas makro ekonomi sektor riel dengan kebijakan moneter Bank Indonesia dilakukan melalui proksi pendekatan financial deepening Gurley dan 25 Shaw, 1960. Kajian tentang intermediasi perbankan diperoleh dari Suseno dan Abdullah, 2003, serta pendekatan konsep intermediasi perbankan dengan fokus pada pengembanga pemodelan financial deepening Aryanti, 2000, Abdurohman 2003, Eichergreen 2004, serta Sahoo 2013. Melalui pemetaan financial credit FC= CreditPDB, Financial Saving FS= SavingPDB, serta suku bunga BI rate, dapat dijabarkan model persamaan makro ekonomi Indonesia sebagai berikut. 1 PDBM2 = α1 + β1FCM2 + β2SBI-INFLM2 + β3FS + e1 1.1 2 FCM2 = α2 + β4 LDRM2 + β5 NPLM2 + e2 1.2 3 FSM2 = α3 + β6 PerCapita IncomeM2 + e3 1.3 4 INFLASI REGIONALM2 = α4 + β7 PDBM2 1.4 Berdasarkan persamaan 1.1 sampai dengan persamaan 1.4 dapat diterjemahkan menjadi framework pemodelan dengan alur sebagaimana disajikan pada Gambar 1.5. 4.7 Matode Analisis Penelitian ini mempergunakan pendekatan metode ekonometrik untuk memprediksi besaran ekonomi makro yang mencakup tiga wilayah koridor ekonomi sesuai dengan pemodelan yang dibangun seperti tersaji pada Gambar 1.5. Data series yag dikumpulkan terlebih dahulu akan diuji kelayakan stasionaritas berdasarkan uji Granger ECM dan Kointegrasi untuk dilanjuutkan dengan penggunaan metode econometric termasuk penggunaan FIRML, Regression weight dan TSLS Gujarati, 2004 Pyndick Rubin 1994, Thomas LR 1997 serta Walter Enders 2004. 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pertumbuhan Ekonomi Makro Indonesia

Sejak tahun 2002 sampai tahun 2012 akhir, perekonomian Indonesia telah berkembang tumbuh rata-rata mencapai 5 per tahun, di tengah krisis ekonomi global. Meskipun demikian, tantangan perubahan harga minyak dunia dan fluktuasi nilai tukar merupakan tantangan tersendiri yang membuat sejumlah target penerimaan negara tidak dapat dicapai. Dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonmomi sebesar 56 tersebut, Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan moneter kontraktif, terbukti melalui pertumbuhan produksi nasional PDB yang relatif pesat pada kurun waktu 2002 sampai dengan tahun 2012, jumlah uang beredar JUB berkembang lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDB lihat Gambar 4.1. Gambar 5.1 Pertumbuan PDB Indonesia dan perubahan jumlah Uang Beredar JUB. 2002 2004 2006 2008 2010 2012 thn JUB PDB