Desain Pemodelan Financial Deepening Regional Bali Nusra

11

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1 Desain Pemodelan Financial Deepening Regional Bali Nusra

Intermediasi pasar keuangan sebagai media konektivitas antara uang dan barang adalah merupakan proses dari mekanisme transmisi monetary policy telah digagas pertama kalinya oleh Gurley dan Shaw 1960, yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar akan menurun bersamaan dengan keberhasilan dalam pengembangan pasar keuangan. Dengan demikian, maka jumlah uang beredar bukanlah indikator yang secara otomatis akan memacu pertumbuhan ekonomi, melainkan adalah peran strategis dari financial capacity. Maka sesungguhnya terpacunya percepatan pertumbuhan sektor riel yang digerakkan oleh entrepreneurs karena profit motive, maka financial capacity adalah ruang bagi entrepreneurs untuk mendapatkan sumber pendanaan melalui banyak pilihan kemudahan baik melalui akses perbankan maupun melalui pasar modal. Pembahasan ekonomi makro modern dewasa ini tidaklah sekedar sebagaimana diteorikan melalui pendekatan konsep IS-LM sebagaimana diteorikan oleh JR Hick 1937, tetapi lebih penting dari sekedar pemahaman tentang product market dan money market, adalah upaya mendalami konsep dari Gurley dan Shaw tentang financial capacity, sehingga analisis model makro ekonomi menjadi penting mempertimbangkan dinamika perkembangan pasar keuangan alternative, selain fungsi mediasi perbankan. Teori yang sejalan dengan itu telah dikembangkan oleh Rudi Dornbusch bersama dengan Stanley Fischer 1990, keduanya dari MIT USA. 12 Gambar 1.1 : Asset Approach Macroeconomic Model Sumber : Dornbusch Fischer 1990. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, struktur pasar keuangan masih sebagian besar didominasi oleh peran intermediasi industri perbankan, terutama di berbagai daerah di luar Jakarta. DKI Jakarta sebagai pusat perdagangan saham, belum merambat secara merata ke pelbagai daerah, dimana seharusnya pengusaha di daerah dapat memanfaatkan sumber pembiayaan yang ditawarkan di luar industri perbankan. Permasalahan sumber daya, ukuran perusahaan serta akses informasi adalah kendala terbesar dewasa ini bagi sebagian besar entrepreneurs yang bermukim di daerah dalam rangka menggali sumber pembiayaan yang lebih menguntungkan dalam rangka pengembangan perusahaan. Hal Ini pula menjadi kendala yang harus diupayakan di masa depan oleh pemerintah bersama Bank Sentral untuk memperluas financial capacity di pelbagai daerah, sehingga kebijakan moneter yang dilaksanakan Bank Indonesia menjadi lebih mudah dalam mencapai sasaran akhirnya. Tulisan ini berusaha untuk mengembangkan sebuah pemodelan makro ekonomi moneter, sebagai rintisan untuk mencermati dinamika kebijakan moneter yang dilaksanakan secara sentral dari pusat otoritas kebijakan moneter Bank Indonesia di Jakarta, untuk kemudian dilakukan kajian konektivitas kebijakan 13 moneter tersebut terhadap perekonomian di daerah khususnya pada kawasan ekonomi koridor Bali Nusra yang telah menetapkan Bali sebagai pintu gerbang pariwisata internasional untuk diharapkan dapat mewujudkan perannya di masa depan dalam berkonektivitas dengan pertumbuhan sektor riel di Indonesia..

2.2 . Kebijakan Moneter di Indonesia