13 moneter  tersebut  terhadap  perekonomian  di  daerah  khususnya  pada  kawasan
ekonomi  koridor  Bali  Nusra  yang  telah  menetapkan  Bali  sebagai  pintu  gerbang pariwisata  internasional  untuk  diharapkan  dapat  mewujudkan  perannya  di  masa
depan dalam berkonektivitas dengan pertumbuhan sektor riel di Indonesia..
2.2 .    Kebijakan Moneter di Indonesia
Sebagaimana  telah  dinyatakan  sebelumnya,  bahwa  balance  sheet  channel Bernanke  dan  Getler,  1995,  berkaitan  dengan  posisi  neraca  perusahaan  yang
kondisi  kepekaannya  akan  berbeda  antara  satu  perusahaan  dengan  perusahaan  lain dalam  menghadapi  dinamika  kebijakan  expensive  monetary  policy  atau  tightening
monetary  policy,  yang  bisa  berubah  dari  waktu  ke  waktu  karena  pergeseran opportunity  pada  pelbagai  sektor  produksi  dan  investasi.  Maka,  terdapat  ketidak
pastian  kemampuan  pengguna  DVB  untuk  mencapai  sasaran  pembentukan  suku bunga.
Fakta demikian dinyatakan sebagai  the black box monetary policy, sehingga mendorong para perumus kebijakan moneter dewasa ini untuk melakukan terobosan
dengan  mengajak  serta  para  entrepreneurs  dan  publik  untuk  berbagi  informasi dengan  pusat  kekuasaan  otoritas  moneter  melalui  kerangka  kebijakan  inflation
targeting  framework  ITF  yang  sudah  dilaksanakan  Bank  Indonesia  sejak  tahun 2005  berdasarkan  Tylor  Rule  Taylor,  2000.  Svendsen  2002,  Woodford  2001,
Sudjana Budhi 2011. Bank  Indonesia  saat  ini  mempergunakan  instrumen  moneter  suku  bunga  BI
Rate,  kurs  tukar,  dan  giro  wajib  minimum  GWM.  Warjiyo  dan  Solihin,  2003. Berbeda  dengan  Negara  penganut  ITF  lainnya  yang  mempergunakan  suku  bunga
sebagai  instrumen  tunggal,  maka  di  Indonesia  diperlukan  dukungan  instrumen  lain,
14 karena  mengandalkan  suku  bunga  BI  rate  sebagai  instrument  moneter  bersifat
tunggal  tidak dapat mencapai sasaran akhir yang bersifat segera Ascarya, 2000. Tulisan ini mengabaikan variabel nilai tukar dan GWM, tidak saja karena belum
tersedianya  data  secara  memadai,  tetapi  juga  melalui  penyederhanaan  model diharapkan  dapat  lebih  mudah  dikendalikan  kompleksitas  data  series  yang
melibatkan penggunaan alat analisis ekonometrik, sehingga pada model makro yang lebih sederhana menjadi lebih controllable dan manageable.
Intermediasi  industri  perbankan  dan  konektivitasnya  dengan  sektor  riel adalah tujuan akhir yang ingin dicapai paper ini, berdasarkan strategi pengembangan
industri perbankan Indonesia yang telah ditetapkan Bank Indonesia sejak tahun 2004, adalah mencakup komponen perbankan nasional, perbankan regional dan BPR lihat
Gambar  1.2  yang  dikenal  dengan  Arsitektur  Perbankan  Indonesia,  dipolakan berdasarkan      pedoman      pilar-pilar      pengembangan    indusri    perbankan    Lihat
Gambar 1.3.
Gambar 1.2
Arsitektur  Perbankan Indonesia API
15
Gambar 1.3
Pilar Industri  Perbankan Indonesia
The  sixt  pilar  sebagaimana  disajikan  pada  Gambar  1.3  adalah  kewenangan Bank Indonesia yang saat ini telah sebagian besar beralih ke Otoritas Jasa Keuangan
OJK,  sebagai  kendali  pengawasan,  meskipun  pada  tahap  akhir  Bank  Indonesia berperan  dalam  memberikan  pertimbangan  akhir  terhadap  sanksi  atas  pelanggaran
kebijakan  moneter  yang  telah  digariskan  Bank  Indonesia  terhadap  perbankan  di wilayah Indonesia.
Bank  Indonesia  berupaya  untuk  membangun  industri  perbankan  yag  kuat, dengan  harapan  dapat  menjadi  lembaga  mediasi  yang  kuat  dalam  rangka  mobilisai
dana  masyarakat  untuk  diteruskan  ke  pembiayaan  sektor  riel.  Dengan  demikian, maka dalam konteks kebijakan ekonomi makro Bank Sentral Bank Indonesia, maka
industri perbankan yang sehat tentu akan mampu dijadikan partnership dalam rangka pelaksanaan  kebijakan  moneter  Bank  Indonesia  untuk  mendorong  pertumbuhan
ekonomi ekonomi di berbagai daerah di Indonesia.
16
2.3 Konektivitas Ekonomi Regional Melalui Intermediasi Perbankan