BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan
merupakan salah
satu media
penting untuk
mengkomunikasikan kondisi dan fakta-fakta mengenai suatu perusahaan dan sebagai dasar untuk menilai posisi keuangan perusahaan Prastamawati, 2009. Laporan
keuangan tersebut menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan oleh orang-orang yang berkepentingan diantaranya pemilik
perusahaan itu sendiri, manajemen, kreditur, investor, pemerintah, masyarakat umum, dan pihak-pihak lain yang memerlukan informasi dari laporan keuangan. Menurut
Financial Accounting Standards Board FASB dalam Muliani dan Icuk 2010, dua karakteristik terpenting yang harus dimiliki dalam laporan keuangan agar bermanfaat
dan berguna bagi pemakai informasi adalah relevan relevance dan dapat diandalkan reliable. Wisteri 2015 mengatakan kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit
untuk diukur dikarenakan adanya benturan kepentingan yang terjadi diantara manajemen agent dengan pemilik principal, sehingga untuk menengahi perbedaan
kepetingan tersebut maka para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor yang independen untuk mengurangi asimetri informasi ini guna
mewujudkan laporan keuangan yang relevan dan dapat diandalkan. Tugas seorang akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini
terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang
telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI Matondang, 2010. Akibat berlangsungnya proses negosiasi antara auditor dengan klien dalam pelaksanaan audit
atas laporan keuangan menyebabkan auditor berada pada situasi yang dilematis sehingga mempengaruhi kualitas audit. Satu sisi auditor harus bersikap independen
dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, namun disisi lain auditor juga harus bisa
memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya agar kliennya puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasanya di waktu yang
akan datang Muliani dan Icuk, 2010. Kurang kuatnya prosedur audit menunjukkan kurang hati-hatinya auditor dalam menentukan prosedur audit, sehingga kurang
profesional dan akan berakibat menurunkan kualitas audit Gita, 2014. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern klien merupakan salah
satu indikasi auditor telah melaksanakan audit secara berkualitas. Tujuannya adalah untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkungan pengujian
yang akan dilaksanakan sesuai dengan standar pekerjaan lapangan point kedua Halim, 2008. Kualifikasi dan kualitas auditor telah diatur dalam sebuah standar
umum di dalam standar auditing sesuai dengan SPAP SA Seksi 201 2001 untuk mengatasi perbedaan kepentingan antara klien dengan para pemakai laporan
keuangan Matondang, 2010. Ketika terjadi situasi konflik audit inilah auditor dituntut untuk dapat
mempertahankan kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan dengan cara mempertahankan independensinya Kautsarrahmelia, 2013. Klien mungkin saja
melakukan penghentian penugasan bila auditor menolak memenuhi keinginannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran moral auditor memainkan peran penting
dalam mengambil keputusan akhir. Seorang auditor harus tetap profesional berlandaskan pada nilai dan keyakinannya Arens, et al., 2008.
Sikap kehati-hatian dalam pengambilan keputusan audit terutama dalam menentukan opini atas laporan keuangan menjadi dimensi penting yang harus
diperhatikan seorang auditor. Auditor sebagai individu dihadapi oleh persepsi kompleksitas audit tentang kesulitan suatu tugas auditnya karena banyak menghadapi
persoalan yang kompleks Ika, 2011. Sehingga ketepatan pengambilan keputusan akan mencerminkan kualitas seorang auditor tersebut.
Beberapa kasus dalam dunia bisnis terkait kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang
melibatkan akuntan publik seperti yang terjadi pada Olympus Corp. Perusahaan produsen kamera dan peralatan kesehatan asal Jepang telah menyembunyikan
kerugian dengan menganggapnya sebagai aset sejak tahun 1990-an dan akhirnya terungkap pada akhir tahun 2011. Olympus Corp. membayar 687 juta dollar AS atau
sekitar 6 triliun rupiah sebagai biaya penasihat keuangan untuk menyembunyikan kerugian Kautsarrahmelia, 2013. Olympus Corp. secara bergantian diaudit oleh
KAP yang tergolong big five, yaitu Arthur Andersen, KPMG dan Ernest Young. Namun temuan-temuan menunjukkan terjadi kegagalan dalam mendekteksi maupun
mengungkapkan kecurangan laporan keuangan Kautsarrahmelia, 2013. Kegagalan
tersebut bisa terjadi karena kurangnya independensi, keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun skeptisisme auditor dalam mengaudit laporan keuangan.
Pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik ditunjukkan dari segi lamanya waktu penyelesaian audit maupun banyaknya
penugasan yang pernah ditangani, memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang subtantif Matondang, 2010. Auditor yang
memiliki lebih banyak pengalaman dapat menghasilkan berbagai macam harapan dalam menjelaskan temuan auditnya. Auditor dengan pengalaman dua tahun memiliki
sikap profesional, komitmen terhadap kinerja organisasi, dan kualitas audit Gita, 2014. Ramdanialsyah 2010, Nurmalita 2011, dan Agustin 2013 telah meneliti
tentang pengaruh pengalaman auditor terhadap kualitas audit dengan menunjukkan hasil bahwa pengalaman auditor memiliki pengaruh terhadap kualitas audit.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Badjuri 2011 serta Piorina dan Ramantha 2015 menunjukkan hasil dari penelitiannya bahwa pengalaman tidak
berpengaruh terhadap kualitas audit. Desyanti dan Ratnadi 2006 mendefinisikan keahlian merupakan
keterampilan dari seorang ahli. Ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu
yang diperoleh dari pelatihan. Hayes Roth et al. 1983 dalam Desyanti dan Ratnadi 2006 mendefinisikan keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu
lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Profesi auditor diakui sebagai suatu keahlian bagi perusahaan. Seorang auditor dalam melaksanakan audit bukan semata hanya untuk kepentingan klien melainkan juga
untuk pihak yang lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Keahlian diperlukan karena seorang auditor independen sebagai pihak yang memberikan opini
atas laporan keuangan perusahaan akhir-akhir ini menghadapi tuntutan pertanggungjawaban yang lebih besar atas berbagai praktek yang terjadi dalam
perusahaan yang diauditnya Metondang, 2010. Penelitian Badriyah 2009 tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit yang menunjukkan hasil
bahwa keahlian berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Ashari 2011 dan Riharna 2013
yang menyatakan keahlian auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Securities and Exchange Commissions SEC menemukan bahwa urutan
ketiga dari penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisisme profesional yang kurang memadai. Dari 45 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus 60 diantaranya
terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisisme profesional yang memadai Beasley, et al., 2001:65. Rendahnya sikap skeptisme profesional yang
dimiliki akan mengurangi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sehingga auditor tidak mampu memenuhi tuntutan untuk menghasilkan laporan yang
berkualitas Wisteri, 2015. Skeptisisme perlu diperhatikan oleh auditor profesional agar hasil
pemeriksaan laporan keuangan dapat dipercaya oleh orang yang membutuhkan laporan tersebut. Auditor dituntut untuk selalu cermat dan seksama dalam
menggunakan kemahiran profesionalnya. Akan tetapi dalam pelaksanaan praktik jasa auditing yang dilakukan, sebagian masyarakat masih ada yang meragukan tingkat
skeptisisme profesional yang dimiliki oleh para auditor yang selanjutnya berdampak pada keraguan masyarakat terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan
Bunga dan Januarti, 2013. Seorang auditor yang skeptis tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari
klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti, dan konfirmasi mengenai objek yang dipermasalahkan Sabrina dan Indira, 2011. Sikap
skeptisisme profesional auditor ini, auditor diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah ditetapkan, menjunjung tinggi kaidah dan norma agar
kualitas audit dan citra profesi auditor tetap terjaga. Relevan dengan definisi skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit IAI, 2015. Berdasarkan penelitian Rusyanti 2010 menunjukkan bahwa skeptisisme
profesional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Ayu dan Lely 2015 yang menemukan bahwa sikap skeptisme
berpengaruh terhadap kualitas audit. Uraian latar belakang tersebut memotivasi peneliti untuk melakukan
penelitian terkait faktor pengalaman auditor dan keahlian auditor terhadap kualitas audit dengan skeptisisme profesional auditor sebagai variabel pemediasi. Peneliti
menggunakan skeptisisme profesional auditor sebagai variabel intervening karena skeptisisme profesional auditor berhubungan dengan pengumpulan dan penilaian
bukti secara tepat, dimana kondisi ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisme profesional yang dimiliki auditor, maka kualitas adit yang dihasilkan
akan semakin baik Ayu dan Lely, 2015. Penelitian ini merupakan adopsi dari penelitian yang telah dilakukan Ayu dan Lely 2015 yang meneliti pengaruh
independensi auditor dan kompetensi auditor terhadap skeptisisme profesional auditor dan implikasinya pada kualitas audit. Perbedaan peneilitian ini dengan Ayu dan Lely
2015 terletak pada variabel independen yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pengalaman auditor dan keahlian auditor sebagai variabel independen
karena keahlian dan pengalaman merupakan suatu komponen penting bagi auditor dalam melakukan prosedur audit karena keahlian seorang auditor juga cenderung
mempengaruhi tingkat skeptisisme profesional auditor Sabrina dan Indira, 2011. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pengalaman Auditor dan Keahlian Auditor terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Implikasinya pada Kualitas Audit
”. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1
Bagaimana pengaruh pengalaman auditor terhadap skeptisisme profesional
auditor? 2
Bagaimana pengaruh pengalaman auditor pada kualitas audit? 3
Bagaimana pengaruh keahlian auditor terhadap skeptisisme profesional auditor?
4 Bagaimana pengaruh keahlian auditor pada kualitas audit?
5 Bagaimana pengaruh skeptisisme profesional auditor pada kualitas audit?
6 Bagaimana pengaruh pengalaman auditor pada kualitas audit melalui
skeptisisme profesional auditor? 7
Bagaimana pengaruh keahlian auditor pada kualitas audit melalui skeptisisme profesional auditor?
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian