TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER 002

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
1. Analisis perbedaan pandangan ontologi hokum (legal ontology) sebagai dasar
pandangan agama atau filsafat terhadap system hukum dan penalaran hokum
(legal reasoning) antara civil law system dan common law system menurut chaim
parelmann?
Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Belanda yang telah
menancapkan pilar-pilar ketentuan yang mengikat antara masyarakat dengan
penguasa maupun masyarakat dengan masyarakat sendiri. Sistem hukum yang
dimaksud adalah sistem hukum Eropa atau disebut juga sistem hukum Romawi
Jerman. Adapun sumber dari sistem hukum Eropa atau Romawi Jerman ini adalah
hukum Romawi kuno yang dikembangkan di benua Eropa (Eropa Kontinental)
oleh

negara-negara

seperti

Prancis,

Spanyol,


Portugis

dan

lain-lain.

Berkembangnya sistem hukum Romawi Jerman adalah berkat usaha dari
Napoleon Bonaparte yang berusaha menyusun Code Civil atau Code Napoleon
dengan sumber berasal dari hukum Romawi. Sistem hukum ini pertama kali
berkembang dalam hukum perdatanya atau private law atau civil law, yaitu
hukum yang mengatur hubungan sesama anggota masyarakat. Oleh karena itu,
sistem hukum Romawi Jerman ini lebih terkenal dengan nama sistem hukum civil
law.
Selain sistem civil law, juga dikenal dengan adanya sistem common law. Rene
Devid dan John E.C. Brierley menyebutkan terdapat tiga sistem hukum yang
dominan yakni sistem hukum: civil law, common law, dan socialist law. Namun,
dalam perkembangannya sistem socialist law ini ternyata banyak dipengaruhi oleh
sistem civil law dimana negara-negara sosialis banyak menganut sistem civil law.[
Pandangan agama atau juga filsafat mendasari suatu system hukum chaim
parelmann. By legal ontology I mean the religious or philosophical view which is

the basis of a system of law. Penggunaan teknik yuridis oleh teoritisi dan lawyers
dalam penyelesaian sengketa sesuai dengan system hukum agar terwujud esensi
keadilan dan ketertiban. Di dalam ontologi hukum ini terdapat otoritas legislative,
semua hukum ekspresi pada kehendak legislator serta norma positif dalam system
1

perundang-undangan. Sedangkan penalaran hukum adanya legalisti, deduktif,
untuk menjustifikasi perundang-undangan, putusan hakim dan doktrin hukum.
Dalam sistem common law ini dalam ontology hukum terdapat jurisprudensi atas
dasar asas preseden serta penalaran hukum ini adanya analogi induktif putusan
hakim terdahulu.
2. Menurut dalil keempat filsafat hukum dari meuwissen bahwa tema utama filsafat
hukum adalah hubungan antara hukum dan etika atau moral. Analisis hubungan
antara hukum dan moral dari sudut pandang kajian sumber hukum materiil dan
sumber hukum formil?
Meuwissen Mengemukakan ada Lima Dalil dari Filsafat Hukum yang
Terkait dengan Teori Hukum dan Dogmatik Hukum, yakni:
a) Filsafat hukum adalah filsafat. Karena itu, ia merenungkan semua
masalah fundamental dan masalah marginak yang berkaitan dengan
gejalan hukum.

b) Tiga tataran abstraksi refleksi teoretikal atas gejala hukum, yakni
ilmu hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Filsafat hukum
berada pada tataran tertinggi dan meresapi semua bentuk
pengembanan hukum teoretikal dan pengembanan hukum praktikal.
c) Pengembanan hukum praktikal atau penanganan hukum secara
nyata dalam kenyataan kehidupan sungguh-sungguh mengenal tiga
bentuk: pembentukan hukum, penemuan hukum dan bantuan
hukum. Di sini terutama Ilmu hukum dogmatika menunjukkan
kepentingan praktikalnya secara langsung.
d) Tema terpenting dari filsafat hukum berkaitan dengan hubungan
antara hukum dan etika. Ini berarti bahwa diskusi yang sudah
berlangsung sangat lama antara para pengikut Aliran Hukum
Kodrat dan para pengikut Positivisme hingga kini masih tetap
aktual. Hukum dan etika dua-duanya merumuskan kriteria untuk
penilaian terhadap perilaku (tindakan) manusia: namun mereka

2

melakukan hal ini dari sudut titik pandang yang berbeda. Hukum
adalah suatu momen dari etika.

e) Dalil kelima: filsafat hukum adalah refleksi secara sistematikal
tentang “kenyataan” dari hukum. “kenyataan hukum” harus
dipikirkan sebagai realisasi (perwujudan) dari Ide hukum (citahukum). Dalam hukum positif kita selalu bertemu dengan empat
bentuk: aturan hukum, putusan hukum, figur hukum (pranata
hukum), lembaga hukum. Lembaga hukum terpenting adalah
Negara. Tetapi hanya kenyataan hukum, juga filsafat hukum harus
direfleksikan secara sistematikal. Filsafat hukum adalah sebuah
“system terbuka” yang didalamnya semua tema saling berkaitan
satu dengan yang lainnya.
Filsafat hukum berusaha mengungkapkan hakikat hukum
dengan menemukan landasan terdalam dari keberadaan hukum sejauh
yang mampu dijangkau akal budi manusia. Masalah pokonya, sebagai
filsafat, adalah masalah marginal berkenaan dengan hukum. Objek
formalnya adalah hukum dipandang dari dua pertanyaan fundamental
yang saling berkaitan (dwi tunggal pertanyaan inti).
Hukum dan moral dalam beberapa hal saling memperkuat:
a) Hukum juga melarang perbuatan immoral, contoh: perkosaan,
pornografi, aborsi dan euthanasia
b) Hukum menentukan persyaratan/unsur moral dalam perbuatan
hukum


tertentu

yaitu

perbuatan

melanggar

hokum

(1365

KUHPerd). Syarat sahnya perjanjian (1320 KUHPerd).
c) Moralitas hukum dalam beberapa asas-asas. Contoh: asas
kepatutan, kejujuran dan asas itikad baik.
d) Moralitas hukum dalam kode etik profesi.

3


3. Analisis perkembangan metode penafsiran hukum dan kontruksi hukum
dalam “penemuan hukum” (rechtvinding) menurut kajian filsafat hukum.
Bandingkan antara pandangan meuwissen (dalam bukunya rechtsbeofefening,
rechtswettenschap, rechtstheorie, en rechtsphilosofie = pengembangan hokum,
ilmu hukum, teori hokum dan filsafat hukum) dan pandangan B. Arief
Sidharta, dalam essay nya berjudul “penemuan hokum dalam kajian filsafat
hukum” dalam pendulum antinomy hukum: antologi 70 Tahun valerine J.L.
Kriekhoof?
Di samping metode penemuan hukum oleh hakim berupa interpretasi
hukum dan konstruksi hukum, perlu dikemukakan suatu metode penemuan
hukum yang lain yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam praktik peradilan
sehari-hari sebagai alternatif metode penemuan hukum baru oleh hakim yang
berdasarkan pada interpretasi teks hukum. Metode penemuan hukum ini
dinamakan hermeneutika hukum. Hermeneutika hukum sebenarnya bukan sesuatu
yang berdiri sendiri, sebaliknya justru lebih tepat bila digunakan untuk
memecahkan berbagai persoalan hermeneutis dan menemukan kesatuan
hermeneutis masa lalu, dimana para ahli hukum dan teolog bertemu dengan
mereka yang mengkaji ilmu-ilmu humaniora.
Tujuan
perdebatan


hermeneutika

kontemporer

hukum

mengenai

di

antaranya

interpretasi

untuk

hukum

menempat-kan


dalam

kerangka

interpretasi yang lebih luas. Upaya mengkonsteks-tualisasikan teori hukum cara
seperti ini mengisyaratkan bahwa hermeneutika mengandung manfaat tertentu
bagi yurisprudensi (ilmu hukum). Upaya memandang problema hukum dari
kacamata sejarah hukum, konstitusi linguistik hukum, dan implikasi politik dari
cara pembacaan dan pemahaman hukum ini mencoba membangun interpretasi
hukum yang benar dalam tradisi humanis.
Meuwissen berpendapat mengatakan penemuan hukum ihwalnya adalah
berkenaan dengan konkretisasi produk pembentukan hukum. Penemuan hukum
adalah proses kegiatan pengambilan yuridik konkret yang secara langsung
4

menimbulkan akibat hukum bagi situasi individual (putusan-putusan hakim,
ketetapan, pembuatan akta oleh notaris, dan sebagainya). Dengan demikian dalam
penemuan hukum yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan
hukumnya untuk peristiwa konkret (in-concreto).

Menurut pandangan B.Arief Sidharta. Dalam metode konstruksi hukum
ada 4 (empat) metode yang digunakan oleh hakim pada saat melakukan penemuan
hukum, yaitu:
a) Argumentum Per Analogiam (analogi) merupakan metode
penemuan hukum dimana hakim mencari esensi yang lebih umum
dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum yang baik
yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada
peraturan nya;
b) Argumentum a Contrario, yaitu dimana hakim melaku-kan
penemuan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila undangundang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu,
berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi
peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya;
c) Penyempitan/Pengkonkretan hukum (rechtsverfijning) bertujuan
untuk mengkonkretkan/menyempitkan suatu aturan hukum yang
terlalu abstrak, pasif, serta sangat umum agar dapat diterapkan
terhadap suatu peristiwa tertentu;
d) Fiksi hukum merupakan metode
mengemukakan

fakta-fakta


baru,

personifikasi yang baru di hadapan kita.

5

penemuan hukum yang
sehingga

tampil

suatu