lxviii
1. Sta.0+00 sd 0+100
36
Poor
2. Sta.0+100 sd 0+200
32
Poor
3. Sta.0+200 sd 0+300
48
Fair
4. Sta.0+300 sd 0+400
60
Good
5. Sta.0+400 sd 0+500
65
Good
6. Sta.0+500 sd 0+600
37
Poor
7. Sta.0+600 sd 0+700
29
Poor
Total 307
Rata - rata PCI 43,86
Fair
Rata – rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan sehingga didapatkan tingkat kerusakan jalan.
Dari nilai rata – rata PCI 43,86 didapatkan kondisi jalan
Fair
. Tetapi pada beberapa segmen perlu segera untuk dilakukan perbaikan agar kerusakan tidak
semakin parah.
4.4. Hasil Pengujian Benda Uji Gradasi Bina Marga
Gradasi agregat yang digunakan berasal dari gradasi standar Bina Marga DPU Surakarta untuk
Asphalt Concrete
AC.
Tabel 4.11. Persen berat lolos agregat gradasi Bina Marga
Ukuran ayakan Syarat Persen
berat lolos Persen lolos
blend
lxix
inch mm
34 “ 12 “
38 “ 4
8 30
50 100
200 Pan
19,1 12,5
9,5 4,76
2,38 0,59
0,274 0,149
0,074 100
80-100 70-90
50-70 35-50
18-29 13-23
8-16 4-10
92,58 78,32
58,65 37,37
22,50 16,10
10,81 6
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
0,01 0,1
1 10
100
Ukuran Saringan mm P
ro s
e n
L o
lo s
S a
ri n
g a
n
batas baw ah batas atas
gradasi
Gambar 4.4 Grafik gradasi AC Tipe Bina Marga
Pembuatan benda uji dilakukan sesuai gradasi yang sudah dihitung. Hasil gradasi agregat tersebut kemudian ditambah dengan kadar aspal sesuai data gradasi Bina
Marga DPU Surakarta. Syarat kadar aspal yang didapat sesuai standar Bina Marga adalah 6,7 . Benda uji yang sudah dibuat diukur tinggi dan beratnya yaitu berat
kering, berat dalam air dan berat kondisi SSD
Saturated Surface Dry
. Pengujian
lxx
dilakukan menggunakan
Marshall Test
untuk menentukan ketahanan stabilitas terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal.
Dari pengujian Marshall didapat nilai stabilitas,
flow
,
porositas
, densitas dan
Marshall quotient.
Nilai stabilitas menunjukkan kemampuan perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja. Kebutuhan akan stabilitas
meningkat seiring bertambahnya beban kendaraan pada lalu lintas yang melintasinya. Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan stabilitas yang besar.
Kelelahan
flow
menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi akibat beban yang bekerja pada sampel. Nilai kelelahan dipengaruhi oleh plastisitas aspal. Sifat
plastis aspal yang tinggi akan menghasilkan campuran yang semakin fleksibel.
Nilai porositas yang tinggi menunjukkan banyaknya pori yang terdapat pada campuran aspal. Semakin bertambah kadar aspal maka kadar pori yang terdapat
pada campuran aspal akan semakin berkurang. Densitas menunjukkan kepadatan campuran. Besarnya densitas berbanding terbalik dengan nilai porositas.
Tabel 4.12. Data lapis perkerasan jalan Brigjend. Katamso Kota Surakarta
Lapisan Tebal cm
Modulus Elastisitas Mpa
Surface Course AC
5 Perkerasan Eksisting = 2898,333
Kondisi Perencanaan = 3212,333
Base Course
20 940
Sub Base Course
30 550
Sub Grade
- 60
Ket :
Coring
Bina Marga
lxxi
Tabel 4.13. Hasil uji Marshall gradasi Bina Marga kondisi perencanaan
Stabilitas
K ada
r a spa
l
K ode
be nd
a uj i
D ia
l K
al ib
ra si
T eb
al ra
ta -
ra ta
K or
eks i t
eba l
T er
ko re
ks i
Flow M
a rs
h a
l Q
u o
ti e
n t
lb kg
cm kg
mm kgmm
1 2
3 4
5 6
7 8
9 6,7
93 1277,018
5,578 1,180
1506,882 4,4
342,473 6,7
89 1222,093
5,730 1,140
1393,186 3,8
366,628 6,7
6,7 90
1235,824 5,488
1,284 1587,358
4,7 337,736
Rata-rata 1495,808
4,3 348,946
Tabel 4.14. Rekapitulasi hasil uji Marshall gradasi Bina Marga
Data Kadar aspal
Spesifikasi Marshall
6,7 Densitas grcc
2,363 2 – 3
Porositas 5,206
3 – 5 Stabilitas kg
1495,808 min 550
Flow
mm 4,3
2 - 4
MQ
kgmm 348,946
200 - 350 Sedangkan hasil uji
ITS
yang dilakukan di Puslitbang Jalan DPU di Bandung untuk benda uji sesuai gradasi standar Bina Marga ditunjukkan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Hasil uji ITS berdasar gradasi Bina Marga
Kode Diameter
Tebal Koreksi
Dial Kalibrasi
ITS Benda uji
Rata-Rata Tebal
cm cm
lb kg
Kpa
lxxii
ITS Lab1 10,160
5,671 1,208
68 406,584
532,870 ITS Lab2
10,160 5,826
1,155 69
400,605 502,982
ITS Lab3 10,160
5,696 1,221
67 340,813
528,000 Rata-rata
521,284
Gambar benda uji sebelum dan sesudah pengujian
Indirect Tensile Strength
pada Gambar 4.5.
Sebelum pengujian Setelah pengujian
Gambar 4.5 Benda uji kondisi perencanaan sebelum dan sesudah pengujian ITS
Seperti terlihat pada gambar benda uji setelah pengujian ITS bahwa pada permukaan benda uji mengalami retak atau kerusakan karena adanya beban tarik
yang diberikan pada benda uji tersebut. Hasil uji
Indirect Tensile Strength
yang dilakukan di Puslitbang Jalan DPU di Bandung sampel kondisi eksisting
dilihatkan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Hasil uji ITS sampel kondisi eksisting
Kode Diameter
Tebal Koreksi
Dial Kalibrasi
ITS Sampel
Rata-rata Tebal
cm cm
lb kg
Kpa ITS CD1
10,160 5,017
1,505 42
251,126 463,431
ITS CD2 10,160
5,134 1,443
49 292,980
506,504 Rata-rata
484,967
lxxiii
Gambar sampel kondisi eksisting sebelum dan sesudah pengujian ITS pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Gambar 4.6 Sampel kondisi eksisting sebelum pengujian ITS
Gambar 4.7 Sampel kondisi eksisting setelah pengujian ITS
Seperti terlihat pada gambar bahwa sampel kondisi eksisting mengalami kerusakan setelah pengujian lebih besar dibanding dengan benda uji kondisi
perencanaan. Hal ini di karenakan benda uji kondisi eksisting yang sudah
termakan usia jalan serta berbagai pengaruh dari lingkungan di sekitar jalan tersebut. Sehingga perkerasan jalan Brigjend Katamso harus segera dilakukan
perbaikan untuk meningkatkan daya dukung perkerasan, yang diharapkan dapat menahan beban yang lebih besar
4.5. Perbandingan Kondisi Eksisting dan Lab