1433 dwi eko suwarno

(1)

IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAN PREDIKSI UMUR LAYAN

JALAN BRIGJEND. KATAMSO KOTA SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Magister Program Studi Magister Teknik Sipil

Disusun Oleh :

D W I E K O S U W A R N O N I M . S . 9 4 0 9 0 6 0 0 9

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER TEKNIK SIPIL

2010


(2)

IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAN PREDIKSI UMUR LAYAN

JALAN BRIGJEND. KATAMSO KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

D W I E K O S U W A R N O N I M . S . 9 4 0 9 0 6 0 0 9

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanggal Tanda Tangan

Pembimbing I Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D 5-8-2009 ... NIP. 196612041995121001

Pembimbing II Ir. Djoko Sarwono, M.T 5-8-2009 ... NIP. 196004151992011001

Mengetahui Ketua Program,

Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 194804221985032001


(3)

IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAN PREDIKSI UMUR LAYAN

JALAN BRIGJEND. KATAMSO KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

D W I E K O S U W A R N O N I M . S . 9 4 0 9 0 6 0 0 9

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanggal Tanda Tangan

Ketua Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, MT 5-1-2010 ... Sekretaris Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS 5-1-2010 ... Anggota Penguji 1. Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D 5-1-2010 ...

2. Ir. Djoko Sarwono, MT 5-1-2010 ...

Mengetahui

Ketua Program Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS ... Studi Rehabilitasi dan NIP. 194804221985032001

Pemeliharaan Bangunan

Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D ... Pascasarjana NIP. 195708201985031004


(4)

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini saya,

Nama : Dwi Eko Suwarno NIM : S.940906009

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakara

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis berjudul ” Identifikasi Kerusakan

dan Prediksi Umur Layan Jalan Brigjend Katamso Kota Surakarta ” adalah benar

– benar karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya, dalam Tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Tesis dan gelar yang saya peroleh dari Tesis tersebut.

Surakarta, Agusttus 2009 Yang membuat pernyataan,


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis dengan judul “Identifikasi Kerusakan

dan Prediksi Umur Layan Jalan Brigjend. Katamso Kota Surakarta ”

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Magister Teknik pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Segenap Pimpinan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr.Ir. Sobriyah, MS selaku Ketua Program Magister Teknik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Ary Setyawan, MSc (Eng), PhD selaku Pembimbing I Tesis dan Sekretaris Program Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta..

4. Ir. Djoko Sarwono, MT selaku Pembimbing II Tesis.

5. Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, MT dan Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS selaku tim penguji pada ujian pendadaran Tesis.

6. Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staff.

7. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Jalan DPU di Bandung.

8. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar serta karyawan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(6)

9. Kedua orang tuaku, kedua adikku dan kekasihku untuk dukungannya.

10.Teman – teman Magister Teknik angkatan I Universitas Sebelas Maret Surakarta. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selama ini membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Penyusunan Tesis yang masih jauh dari sempurna ini sangat memberi pengalaman berharga bagi penulis, di samping itu semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kalangan Teknik Sipil umumnya dan khususnya Program Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 5 Januari 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... DAFTAR LAMPIRAN ... ABSTRAK... ABSTRACT... BAB 1. PENDAHULUAN...

1.1. Latar Belakang... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Batasan Masalah... 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 1.5. Manfaat Penelitian... BAB 2. LANDASAN TEORI... 2.1. Tinjauan Pustaka... 2.2. Dasar Teori... 2.3. Kerusakan pada Perkerasan Lentur... 2.3.1. Lendutan (Deformation)... 2.3.2. Retak (Crack)... 2.3.3. Cacat Tepi (Edge defect)... 2.3.4. Cacat Permukaan... 2.3.5. Lubang (Pot Holes)...

i ii iii iv v vii x xi xii xiv xv xvi 1 1 2 3 4 4 5 5 7 10 14 14 15 15 16


(8)

2.4. Penentuan Kondisi perkerasan Jalan... 2.5. Indirect Tensile Strength (ITS)... 2.6. Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM)... 2.7. Program Komputer BISAR... 2.8. Prediksi Umur Layan (Nf)... BAB 3. METODE PENELITIAN...

3.1. Umum... 3.2. Tempat dan WaktuPenelitian... 3.3. Teknik Pengumpulan Data... 3.4. Alat Pengujian... 3.5. Bahan Penelitian... 3.6. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan... 3.7. Jumlah Benda Uji... 3.8. Prosedur Pengujian Benda Uji... 3.9. Prosedur PenggunaanProgram BISAR... 3.10. Tahap Penelitian... BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan... 4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat... 4.1.2. Hasil Pemeriksaan Aspal... 4.1.3. Hasil Pemeriksaan Filler... 4.2. Data Existing Jalan... 4.2.1. Struktur Perkerasan Jalan... 4.2.2. Data Lalu Lintas... 4.3. Penentuan Kondisi Perkerasan Jalan... 4.3.1. Kondisi Perkerasan Jalan... 4.3.2. Analisis Kondisi Perkerasan... 4.4. Hasil Pengujian Benda Uji Gradasi Bina Marga... 4.5. Perbandingan Kondisi Existing dan Fresh... 4.6. Analisa BISAR………... 4.7. Prediksi Usia Layan...

19 24 25 27 28 30 30 30 30 31 33 34 35 36 38 40 41 41 41 41 42 42 42 46 48 48 52 55 59 60 66


(9)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1. Kesimpulan………..……...…...

5.2. Saran………..…….….

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

68 68 68 70


(10)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Kelas Kerusakan Jalan……….……….. 20

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan agregat………....………... 41

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan aspal……….………... 42

Tabel 4.3 Data Hasil Marshall test kondisi eksisting………... 44

Tabel 4.4 Data analaisa Saringan Extraction Test eksisting 1…………..… 46

Tabel 4.5 Data analaisa Saringan Extraction Test eksisting 1…………..… 46

Tabel 4.6 Lalu Lintas Harian Rata – Rata Tahun 2007... 47

Tabel 4.7 Penyebaran Kerusakan pada Jalan Brigjend. Katamso…………. 50

Tabel 4.8 Catatan Kondisi dan Hasil Pengukuran Kerusakan…………...… 52

Tabel 4.9 Tabel PCI (Pavement Condition Index)... 53

Tabel 4.10 Nilai PCI Rata – Rata Ruas Jalan……….……... 54

Tabel 4.11 Persen Berat Lolos Agregat Gradasi Bina Marga…………...….. 55

Tabel 4.12 Data Lapisan Jalan Brigjend. Katamso………. 57

Tabel 4.13 Hasil Uji Marshall Gradasi Bina Marga……… 57

Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Uji Marshall Gradasi Bina Marga…………... 57

Tabel 4.15 Hasil Uji ITS Gradasi Bina Marga………... 58

Tabel 4.16 Hasil Uji ITS Sampel Eksisting/Coring ………... 59

Tabel 4.17 Perbandingan uji Marshall benda uji eksisting dan lab... 60

Tabel 4.18 Perbandingan uji ITS benda uji eksisting dan lab... 61

Tabel 4.19 Hasil Analisa ITS dan ITSM... 62

Tabel 4.20 Hasil perhitungan horisontal dan vertikal stress ... 63

Tabel 4.21 Hasil perhitungan horisontal dan vertikal strain ... 64

Tabel 4.22 Hasil perhitungan displacement ... 66


(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Distribusi Pembebanan Lalu Lintas.…...……...……. ... 11

Gambar 2.2 Grafik Deduct Value untuk Alligator Cracking... 21

Gambar 2.3 Grafik Corrected Deduct Value ………... 22

Gambar 2.4 Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan..……... 23

Gambar 2.5 Alat Uji Indirect Tensile Strength... 24

Gambar 2.6 Pembebanan dan Kerusakan benda uji pada ITS... 25

Gambar 2.7 Alat Uji Indirect Tensile Stiffness Modulus……... 26

Gambar 2.8 Fatigue Cracking dan Critical Strain... 28

Gambar 3.1 Posisi Peninjauan Distribusi Beban... 39

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap – Tahap Penelitian... 40

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Nilai ESAL dengan Jenis Kendaraan... 48

Gambar 4.2 Lokasi Penelitian... 49

Gambar 4.3 Jenis Kerusakan Jalan Brigjend. Katamso... 49

Gambar 4.4 Grafik gradasi AC Tipe Bina Marga………. 55

Gambar 4.5 Benda uji hasil Lab sebelum dan sesudah pengujian ITS... 58

Gambar 4.6 Benda uji eksisting sebelum pengujian ITS... 59

Gambar 4.7 Benda uji eksisting setelah pengujian ITS... 59

Gambar 4.8 Struktur eksisting perkerasan dan titik peninjauan BISAR... 62

Gambar 4.9 Hasil perhitungan horisontal stress ... 63

Gambar 4.10 Hasil perhitungan vertikal stress ... 64

Gambar 4.11 Hasil perhitungan horisontal strain ... 65

Gambar 4.12 Hasil perhitungan vertikal strain ... 65


(12)

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

AC : Asphalt Concrete

ASTM : American Society for Testing and Materials BISAR : Bitumen Stress Analysis in Road

CDV : Corrected Deduct Value cm : Centimeter

D : Rata – rata amplitudo dari deformasi horizontal d : Diameter benda uji

DV : Deduct Value

gr : gram

HGV : Heavy Goods Vehicle

ITS : Indirect Tensile Strength Test ITSM : Indirect Tensile Stiffness Modulus

kg : Kilogram

kN : Kilo Newton

kPa : Kilo Pascal

L : Nilai maksimal pembebanan vertikal Lk : Luas kerusakan

Lp : Luas perkerasan Ma : Berat sampel di udara MATTA : Material Testing Apparatus

mm : Milimeter

MPa : Mega Pascal

Nf : Prediksi Umur Layan

P : Porositas

PCI : Pavement Condition Index Pmax : Maksimal pembebanan Q : Temperature perkerasan

SSD : Saturated Surface Dry SBS : Styrene Butadiene Styrene


(13)

SG : Specific Grafity tiap komponen campuran Sgmix : Specific Grafity campuran

T : Tinggi rata – rata benda uji VIM : Void in Mix

u : Poisson ratio

et : Asphalt mix tensile strain

p : phi (3,14285) °C : Derajat Celcius °F : Derajat Farenheit

% : Persentase


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Administrasi Penelitian

Lampiran 2 : Grafik Deduct Value dan Corrected Deduct Value Perkerasan Lentur Lampiran 3 : Pavement Condition Index

Lampiran 4 : Hasil Uji Indirect Tensile Stiffness Modulus Lampiran 5 : Analisa Program BISAR

Lampiran 6 : Analisa Marshall dan Indirect Tensile Strength Lampiran 7 : Koreksi Tebal dan Faktor Kalibrasi Uji Marshall

Lampiran 8 : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen 1987


(15)

ABSTRAK

DWI EKO SUWARNO. 2009. Identifikasi Kerusakan dan Prediksi Umur Layan Jalan Brigjend. Katamso Kota Surakarta. Tesis. Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Layanan transportasi semakin meningkat terus sebagai akibat langsung dari mobilisasi manusia dan barang yang meningkat dari hari ke hari. Efektivitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan prasarana tranportasi itu sendiri. Perkerasan jalan akan dapat mencapai umur rencana apabila dilakukan manajemen pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan harus tepat dan sesuai dengan kondisi jalan serta kerusakannya sehingga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab kerusakan dan akibat yang ditimbulkan dari kerusakan tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kerusakan pada ruas jalan Brigjend. Katamso serta melakukan prediksi umur layan dengan program BISAR.

Pengambilan sampel dilakukan dengan alat coring. Sampel perkerasan kondisi eksisting dan benda uji kondisi perencanaan selanjutnya dilakukan pengujian Marshall di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya UNS. Pengujian Marshall untuk mengetahui perbandingan nilai stabilitas perkerasaan saat ini dengan kondisi perencanaan. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) dan Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) di Puslitbang Jalan DPU di Bandung. Uji ITS untuk mengetahui nilai kuat tarik dari perkerasan. Semakin besar nilai kuat tarik, perkerasan tersebut akan semakin durable. Uji ITSM untuk mendapatkan nilai stiffness modulus yang akan digunakan sebagai salah satu input prediksi umur layan dengan program BISAR

Hasil uji kadar aspal sampel perkerasan kondidi eksisting didapat nilai 3,32%, lebih rendah dibandingkan kadar aspal kondisi perencanaan yaitu 6,7%. Sehingga telah tejadi penurunan kadar aspal selama umur pelayanan. Hasil uji Marshall untuk kondisi eksisting 974,93 kg, lebih rendah dibandingkan benda uji kondisi perencanaan 1495,808 kg. Hasil uji ITS untuk kondisi eksisting 484,967 kPa, sedangkan kondisi perencanaan 521,284 kPa. Sementara hasil uji ITSM kondisi eksisting 2898,333 MPa, sedangkan kondisi perencanaan 3212,333 MPa. Hasil prediksi umur layan pada wearing course kondisi eksisting 5,82E+08 MSA, sedangkan kondisi perencanaan 6,46E+08 MSA. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi perkerasan saat ini lebih rendah daripada kondisi perencanaan, maka ruas jalan Brigjend. Katamso perlu segera dilakukan perbaikan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar.


(16)

ABSTRACT

DWI EKO SUWARNO. 2009. Identification Damage and Service Life Prediction Brigjend. Katamso Street Surakarta. Thesis. Post Graduate Program of Sebelas Maret University.

Transportation service is increased as a direct result of human and commodity mobilization which are increased every day. Effectivenness of the transportation service is highly influenced by quality of the transportation means. The pavement af the road will achieve the planning age if ther is maintenance. The maintenance conducted must be precise and appropiate to condition and damage of road, hence, it is necessary to have analysis to know any causes and consequence of the damage. The objective of the present study is to know the damage level on Jl. Brigjend. Katamso and have prediction of the service age by BISAR Program.

Sampling can do with coring. Beside that, we made the sample test that fix with the design condition. After that we do test, to the existing condition sample and design sample condition, include Marshall test in pavement laboratorium in Sebelas Maret University, ITS and ITSM in Puslitbang Jalan Bandung. Marshall test to know the stabilitty comparation value on the pavement condition at this time and beginning design condition. ITS test is to know the tensile strength value from the pavement . ITSM test is to know the stiffness modulus value that used as one of the calculation of service life input.

Asphalt grade test result on the street is 3,32%, lower than asphalt grade at the begining of making the road wich is 6,7%. So the asphalt grade has been through displacement as long as service life. Result of ITS test for existing condition is 484,967 kPa, meanwhile the design condition is 521,284 kPa. Result of ITSM test for existing is 2898,333 MPa, meanwhile design condition is 3212,333 MPa. More biggest the value of horizontal strength it is geting critical. Horizontal strength is happen in the botton of wearing course. Service life prediction result on wearing course in existing condition 5,82E+08 MSA and design condition 6,46E+08 MSA. From the analysis result, Brigjend Katamso Street is need reparation to preven bigger damage.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Layanan transportasi semakin meningkat terus sebagai akibat langsung dari mobilisasi manusia dan barang yang meningkat dari hari ke hari. Efektivitas layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana dan prasarana tranportasi itu sendiri.

Jalan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan demikian jalan direncanakan agar dapat melayani perpindahan kendaraan dari suatu tempat ke tempat lain dengan waktu sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman (comfortable and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu jalan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak.

Bertambahnya umur jalan, menyebabkan perkerasan akan mengalami penurunan kondisi. Apabila beban kendaraan yang lewat melebihi batas yang direncanakan, akan dapat mempercepat terjadinya kerusakan perkerasan. Perencanaan perkerasan yang baik dilakukan dengan mempertimbangkan tipe jalan, umur rencana, tingkat pertumbuhan (growth factor ) dan bentuk geometri jalan. Perencanaan yang baik akan menjaga kondisi jalan agar sesuai dengan umur


(18)

pelayanan yang direncanakan. Penetapan umur rencana untuk suatu jalan juga harus mempertimbangkan growth factor dan rencana pengembangan wilayah.

Perkerasan jalan akan dapat mencapai umur rencana apabila dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan harus tepat dan sesuai dengan kondisi jalan serta kerusakannya. Karena itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab kerusakan dan akibat yang ditimbulkan dari kerusakan tersebut. Pemeliharaan yang benar akan meningkatkan kenyamanan dan keamanan dari pengguna jalan serta menghemat biaya pemeliharaan. Untuk mengetahui besar pembebanan dan kekuatan dari struktur perkerasan dapat dilakukan dengan pengujian Indirect Tensile Strength (ITS) dan Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM)

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana jenis kerusakan flexible pavement jalan Brigjend Katamso Kota Surakarta.

b. Bagaimana kondisi perkerasan jalan Brigjend Katamso Kota Surakarta saat ini serta prediksi umur layan perkerasan jalan Brigjend. Katamso.


(19)

Pembatasan masalah diperlukan dalam penelitian agar tinjauannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari rumusan masalah. Batasan – batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Ruas jalan yang ditinjau adalah ruas jalan Brigjend Katamso Kota Surakarta b. Pengujian Indirect Tensile Strength (ITS) dilakukan di Laboratorium Jalan

Raya Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta sedangkan pengujian Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan di Bandung

c. Data teknis jalan Brigjend Katamso diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum Subdin Bina Marga Kota Surakarta

d. Survei data lalu lintas jalan Brigjend. Katamso Surakarta

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi jenis kerusakan dan penyebab kerusakan yang terjadi pada flexible pavement jalan Brigjend Katamso Kota Surakarta

2. Mengetahui kondisi perkerasan jalan Brigjend. Katamso saat ini serta menganalisis prediksi umur layan perkerasan jalan Brigjend. Katamso.

1.5. Manfaat Penelitian


(20)

1. Memberi pengetahuan tentang kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur baik sebab maupun akibatnya disertai penanganannya.

2. Mengetahui manfaat perencanaan perkerasan dalam menjamin umur pelayanan suatu jalan.

3. Mengetahui kondisi perkerasan sebagai acuan perlu tidaknya perbaikan dan melakukan prediksi umur layan jalan Brigjend. Katamso.

4. Memberi gambaran pemeliharaan jalan raya yang lebih baik sehingga biaya perawatan bisa berkurang serta keamanan dan kenyamanan yang diperoleh pemakai jalan menjadi lebih baik.

BAB II


(21)

2.1. Tinjauan Pustaka

Dari penelitian Sunaryono (2007) nilai pengujian ITS dan ITSM benda uji umur 14 hari masing – masing 225 kPa dan 1081 Mpa, sedangkan untuk benda uji umur 29 hari terjadi kenaikan masing – masing 275 kPa dan 1285 MPa. Semenara penelitian Batista (2005) yang dilakukan pada aspal emulsi terjadi perubahan nilai stiffness modulus dari 1000 MPa menjadi 2000 MPa setelah ageing selama dua bulan.

Dari penelitian Hamidi (1998) angka modulus kekakuan dari campuran aspal sangat bergantung terhadap temperatur, penambahan Gilsonte yang cukup berarti terjadi pada temperatur 25oC dengan peningkatan 45% dan 77% untuk penambahan berturut – turut 4% dan 8% Gilsonite. Pada temperatur 35oC dan 45oC angka modulus dari semua campuran aspal berkurang secara drastis dan penambahan Gilsonite tidak cukup berarti dalam hal meningkatkan angka modulus.

Penelitian Daniel (2008) yang dilakukan dengan membuat benda uji open graded asphlat (OGA) dengan variasi kadar aspal 2,5% ; 3% ; dan 3,5% yang ditambahkan dengan 0,3% additive Gilsonite didapat nilai ITS berkisar 871,23 kPa hingga 1164,83 kPa, dengan nilai ITS tertinggi pada kadar aspal 3,5%


(22)

Penelitian Batista (2005) yang dilakukan pada aspal emulsi terjadi perubahan nilai stiffness modulus dari 1000 MPa menjadi 2000 MPa setelah ageing selama dua bulan.

Dari penelitian Agung (2005) pada suhu 45oC pada campuran HRS-Coal ash diperoleh nilai kuat tarik tak langsung sebesar 20,5 psi, sedangkan pada campuran HRS-Standar diperoleh nilai kuat tarik tak langsung sebesar 29,2 psi.

Penelitian Firmansyah (2007) pada Split Mastic Asphalt (SMA) didapatkan nilai Indirect Tensile Strength pada suhu 25oC, 35oC, dan 45oC dengan penambahan latex sebanyak 6% masing – masing 122,57 psi, 61,43 psi, 31,74 psi.

Sedangkan penelitian Thanaya (2007) didapatkan nilai Indirect Tensile Stiffness Modulus pada aspal penetrasi 50, suhu pengujian 20oC untuk Glass Mix sebesar 2218 MPa, Sslag Mix sebesar 2732 MPa, HRA sebesar 4564 MPa, dan AC sebesar 5683 MPa.

2.2. Dasar Teori

Perkerasan adalah salah satu lapisan konstruksi jalan yang terdapat pada permukaan jalan. Fungsi utama perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas secara aman dan nyaman, dimana selama umur rencananya tidak terjadi kerusakan yang berarti. Oleh karena itu, perkerasan pada permukaan jalan memainkan peranan yang sangat signifikan dalam konstruksi perkerasan jalan.


(23)

Perencanaan perkerasan yang baik akan menghasilkan perkerasan yang dapat digunakan selama umur rencananya. Umur rencana adalah umur pelayanan yang direncanakan untuk perkerasan dalam melayani lalu lintas dengan baik tanpa adanya kerusakan yang berarti. Perencanaan perkerasan yang baik dapat mengurangi kemungkinan kerusakan yang terjadi sehingga menghemat biaya pemeliharaan dan lalu lintas dapat dilayani dengan baik.

Banyak tipe perkerasan yang didiskusikan dalam teknologi modern. Tapi biasanya dikelompokkan dalam dua tipe yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan lentur biasanya menggunakan aspal pada bagian permukaan tapi kadang berupa beton yang dilapisi aspal. Perkerasan lentur dikembangkan dalam berbagai bentuk. Perkerasan aspal konvensional menggunakan sistem pelapisan dimana bagian atas menggunakan material yang lebih baik karena intensitas tekanan beban sangat tinggi dan bagian bawahnya menggunakan material dengan mutu lebih rendah karena intensitas bebannya lebih rendah.

Perkerasan kaku biasanya menggunakan beton sebagai struktur utamanya. Ada 4 (empat) tipe perkerasan kaku yang merupakan kombinasi dari penguatan dan perpindahan bebannya yaitu : tanpa penguatan, penguatan ringan, penguatan terus menerus, dan pra tekan. Perkerasan beton tanpa penguatan dapat diletakkan tanpa sambungan tapi biasanya diberi sambungan dan diletakkan dengan atau tanpa alat perpindahan beban antar sambungan. Perkerasan dengan penguatan ringan diberi sambungan dan biasanya diberi baja ringan antara sambungan untuk memperkuat


(24)

daya dukungnya sehingga perkerasan dapat menahan beban lalu lintas dengan baik.

Definisi Kegagalan Bangunan secara umum menurut Undang – Undang No 18 Tahun 1999 dan PP Tahun 2000 adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Sedangkan definisi Kegagalan Bangunan secara khusus untuk jalan adalah suatu kondisi dimana bangunan jalan tidak mampu melayani pengguna jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman.

Menurut Silvia Sukirman terdapat 6 ( enam ) mekanisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan yaitu (Sukirman, 1999) :

1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.

2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas.

3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik.

4. Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan.


(25)

5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasar yang memang jelek.

6. Proses pemadatan lapisan tanah dasar yang kurang baik.

Perbaikan terhadap jalan tidak hanya dilakukan apabila jalan telah mengalami kerusakan yang parah, tetapi sebaiknya perlu segera dilakukan pemeliharaan apabila tanda – tanda kerusakan terhadap jalan sudah terlihat. Semakin memperbesar tingkat kerusakan jalan, maka biaya perbaikan jalan juga akan semakin mahal. Untuk melakukan pemeliharaan yang tepat, maka perlu dilakukan kajian awal terhadap jalan tersebut, meliputi pengamatan visual kerusakan jalan, kekuatan struktur jalan saat ini, pertumbuhan lalu lintas.

2.3. Kerusakan pada Perkerasan Lentur

Tujuan utama pembuatan struktur jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang menyokong struktur tersebut. Kendaraan pada posisi diam di atas struktur yang dipekeras menimbulkan beban langsung (tegangan statis) pada perkerasan yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan.


(26)

Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramid dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan. Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan tegangan semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar.

Beban lalu lintas

Tanah dasar Sub base course

Base course

Binder course Wearing course

Gambar 2.1. Distribusi pembebanan lalu lintas

Mekanisme retak yang terjadi di lapangan terjadi karena adanya gaya tarik yang ditandai dengan adanya retak awal pada bagian bawah perkerasan yang mengalami deformasi kemudian retak ini lama kelamaan akan menjalar kepermukaan perkerasan jalan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan ketidak nyamanan.

Akibat beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang besarnya tergantung pada kekakuan dan tebal lapisan. Pengulangan beban mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada lapisan beraspal. Cuaca mengakibatkan lapis beraspal menjadi rapuh (brittle) sehingga makin rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila sudah mulai terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat sehingga


(27)

terjadi gompal dan akhirnya terjadi lubang. Di samping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume. (Sjahdanulirwan, 2003).

Umumnya kerusakan pada perkerasan lentur yang timbul tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi keterkaitan antara berbagai penyebab tersebut. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur, ditentukan berdasarkan Indeks Kinerja Perkerasan Jalan (pavement performance), yang meliputi 3 hal yaitu: 1. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara

ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaaan jalan, kondisi cuaca dan lain sebagainya.

2. Wujud perkerasan (structural pavement), sehubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak – retak, amblas, alur, gelombang dan lain sebagainya.

3. Fungsi Pelayanan (functional performance), sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan kenyamanan mengemudi (riding quality).


(28)

a. Jalan disediakan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.

b. Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor subjektif, tergantung penilaian masing – masing pengemudi, tetapi dapat dinyatakan dari nilai rata – rata yang diberikan oleh pengemudi.

c. Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik dari perkerasan yang dapat diukur secara objektif serta mempunyai nilai korelasi dengan penilaian subjektif masing – masing pengemudi.

d. Wujud dari perkerasan dapat juga diperoleh dari sejarah perkerasan itu sendiri. e. Pelayanan yang diberikan oleh jalan dapat dinyatakan sebagai nilai rata – rata

yang diberikan oleh si pemakai jalan.

Sehingga di dalam pelaksanaan pekerjaan jalan diperlukan quaity control untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan yang dapat meningkatkan kualitas jalan tersebut. Pengenalan terhadap kerusakan jalan seringkali bersifat subjektif, maka kemampuan pemeriksaan untuk mengenali kerusakan dan parahnya kerusakan merupakan hal penting. Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas:

2.3.1. Lendutan (Deformation)

Deformasi adalah perubahan bentuk pada permukaan jalan dari bentuk awal yang dibangun (yang diharapkan). Deformasi dapat terjadi setelah pembangunan dalam kaitan dengan pengaruh lalu lintas (yang dihubungkan dengan beban) atau pengaruh lingkungan (tidak berhubungan


(29)

dengan beban). Pada beberapa kasus, deformasi dapat terjadi pada perkerasan baru dengan kontrol yang buruk.

Deformasi merupakan suatu unsur penting pada kondisi perkerasan. Deformasi mempunyai pengaruh langsung pada kualitas berkendara dengan perkerasan (kekasaran dan berkurangnya skid resistance) dan mencerminkan kekurangan pada struktur perkerasan. Deformasi dapat berujung ke retak-retak pada lapisan permukaan. Beberapa tipe deformasi sebagai berikut :

1. Bergelombang 2. Alur

3. Depresi 4. Pergeseran

2.3.2. Retak (cracks)

Retak adalah celah sebagai hasil dari patahan parsial atau komplet pada permukaan perkerasan. Retak pada permukaan perkerasan jalan dapat terjadi dengan berbagai variasi, baik retak tunggal yang terisolasi maupun retak yang saling berhubungan dan berkembang diatas seluruh permukaan perkerasan. Bentuk retak, baik sendirian maupun berhubungan dengan deformasi dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab kerusakan. Retak yang dimasuki air dapat menjadi penyebab utama deformasi dan lubang. Adapun bentuk retak sebagai beriktu :

1. Retak blok (block cracks)


(30)

3. Retak tidak beraturan (crescent shaped cracks) 4. Retak memanjang (longitudinal crack)

5. Retak melintang (transverse crack) 6. Retak diagonal (diagonal crack)

2.3.3. Cacat tepi (edge defects)

Kerusakan ini terjadi pada pertemuan antara lapisan aspal dengan bahu jalan, dimana kerusakan terjadi pada lapisan aspal bukan bahu jalan. Cacat tepi sering terjadi pada baigan tepi jalan yang peka terhadap ban aus karena gesekan. Bentuk cacat tepi antara lain :

1. Patah tepi (edge break) 2. Kerusakan tepi (edge drop off)

2.3.4. Cacat permukaan

Cacat permukaan disebabkan hilangnya material permukaan baik banyak maupun sedikit. Cacat permukaan mengurangi kualitas layanan perkerasan dan mengurangi struktur perkerasan. Bentuk cacat permukaan sebagai berikut :

1. Delamination

2. Flushing

3. Polishing 4. Ravelling 5. Stripping


(31)

Lubang adalah cekungan berbentuk mangkuk pada permukaan perkerasan karena hilangnya lapisan permukaan dan material dibawahnya. Lubang dapat terjadi karena mengelupasnya sebagian kecil lapisan permukaan akibat lalu lintas yang diikuti masuknya air kedalam lapisan perkerasan, beban yang berlebihan, dan terbawanya lapisan aspal permukaan akibat adhesi yang mengikat aspal ke roda.

Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat memerlukan perbaikan kerusakan dan perawatan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memperpanjang masa pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar yang aman. Aspek dari perbaikan dan perawatan jalan raya adalah prasarana dalam keadaan siap pakai di setiap waktu untuk menjamin kelancaran dan keamanan penumpang serta keselamatan operasi transportasi darat.

Pemeliharaan fasilitas transportasi adalah suatu kegiatan untuk menjaga fasilitas transportasi dengan cara melakukan pemeliharaan dan perbaikan atau penyesuaian kondisi fasilitas transportasi sehingga dapat menghasilkan suatu kondisi operasi yang optimal sesuai dengan standar operasi yang telah ditetapkan. Kegiatan pemeliharaan mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemeliharaan.

Prinsip dari sistem manajemen pemeliharaan adalah mengerjakan secara benar pada saat yang benar dan waktu yang tepat. Sistem manajemen pemeliharaan


(32)

harus diperlihara secara efektif dan efisien. Pemeliharaan yang baik dapat dilakukan setelah kerusakan-kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut diidentifikasi dan dievaluasi mengenai penyebab dan akibat dari kerusakan tersebut. Identifikasi kerusakan dan penyebabnya sangat penting, karena visualisasi yang hampir sama menunjukkan kerusakan yang berbeda. Dua aspek yang dipandang memegang peranan penting dalam sistem manajemen pemeliharaan adalah pangkalan data dan survai regular.

Dalam pemeliharaan jalan terdapat berbagai pendekatan yang berbeda. Salah satu pendekatan yaitu pemeliharaan yang bersifat pencegahan, dimana suatu komponen dirawat untuk menghindari kerusakan yang terjadi selama umur pelayanan. Pemeliharaan jenis ini banyak digunakan untuk di Indonesia, apalagi kalau kerusakan tersebut akan menimbulkan ketidakamanan dari pengguna jalan.

Secara umum pemeliharaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan/meningkatkan kondisi perkerasan, namun pengertian secara spesifik dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain :

a. Berdasarkan saatnya ( timing )

o Scheduled : dijadwalkan, misal setiap 3 tahun

o Responsive : tergantung pada kerusakan, misal penambalan dilakukan

apabila ada lubang b. Berdasarkan luasnya

o Setempat ( spot ) dikenal juga sebagai penambalan o Menyeluruh ( troughout )


(33)

c. Berdasarkan frekuensinya

o Rutin, misal pembersihan saluran tepi

o Periodik, misal pemasangan laburan aspal-pasir ( surface dressing ) o Peningkatan, misal pemasangan lapis tambah ( overlay )

o Rehabilitasi ( pembongkaran dan penggantian lapisan ) o Khusus / insidentil, misal pembuangan longsoran tanah d. Berdasarkan tebal lapisan

o Lapisan tipis, misal laburan aspal-pasir, bubur aspal-pasir o Lapisan tebal, misal lapis beton aspal 5 cm

o Peremajaan ( rejuvenation ), misal fog seal e. Berdasarkan bagian jalan

o Perkerasan o Bahu

o Saluran drainase o Daerah milik jalan o Daerah manfaat jalan o Perlengkapan jalan

Dengan memahami pengertian teknis di atas, maka penetapan jenis pemeliharaan perlu memperhatikan karakteristik kerusakan, antara lain : jenis, luas, dan penyebab. Dalam menetapkan jenis penanganan dan program/frekuensi pemeliharaan perkerasan beraspal tergantung dari jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi.


(34)

2.4. Penentuan Kondisi Perkerasan Jalan

Nilai kondisi perkerasan Pavement Condition Index (PCI) digunakan untuk mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suaru ruas jalan yang besarnya dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi. Data – data hasil survei kerusakan perkerasan jalan dikelompokkan berdasarkan kelas kerusakan seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kelas Kerusakan Jalan

Batas kerusakan

Rendah Sedang Tinggi Kerusakan Elemen (mm)

(Low) (Medium) (High)

Lubang Kedalaman < 50 mm 50 mm > 50 mm Bergelombang/Keriting Penurunan < 30 mm 30 mm > 30 mm

Alur Penurunan < 30 mm 30 mm > 30 mm

Penurunan/Amblas Penurunan < 10 mm 10-50 mm > 50 mm Pergeseran (shoving) Penurunan < 10 mm 10-50 mm > 50 mm Kerusakan tepi Lebar 0-100 mm > 100 mm > 200 mm Retak kulit buaya Lebar < 2 mm < 2 mm > 2 mm Retak garis Lebar < 2 mm < 2 mm > 2 mm

Kegemukan aspal - - -

Terkelupas Sepanjang < 20% < 20% > 20%

jalan

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1995.

Langkah – langkah untuk menghitung PCI sebagai berikut : 2.4.1.1. Menentukan densitas kerusakan

Densitas didapat dari luas kerusakan dibagi dengan luas perkerasan jalan (tiap segmen) kemudian dikalikan dengan 100%.


(35)

Densitas(%) = x100% Lp

Lk

...( Rumus 2.1 ) Dimana :

Lk : Luas kerusakan Lp : Luas perkerasan 2.4.1.2. Mencari deduct value (DV)

Mencari deduct value (DV) yang berupa grafik jenis kerusakan. Cara untuk menentukan DV yaitu dengan memasukkan persentase densitas pada grafik masing – masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high), selanjutnya ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Contoh grafik yang digunakan untuk mencari nilai DV ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Sumber : U.S. Department of Defense, 2001


(36)

2.4.1.3. Menjumlahkan total deduct value

Total deduct value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau sehingga diperoleh total deduct value (TDV).

2.4.1.4. Mencari corrected deduct value

Corrected deducted value (CDV) dengan jalan memasukkan nilai DV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertikal pada nilai TDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah masukan dengan DV>5.

Sumber : U.S. Department of Defense, 2001

Gambar 2.3. Grafik Corrected Deduct Value 2.4.1.5. Menghitung nilai kondisi perkerasan

Nilai kondisi perkerasan dengan mengurangi seratus dengan nilai CDV. Rumus untuk menghitung PCI sebagai berikut :


(37)

PCI = 100 – CDV ... ( Rumus 2.2 ) PCI = nilai kondisi perkerasan

CDV = Corrected Deduct Value

Nilai tersebut menunjukkan kondisi perkerasan pada segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik atau bahkan buruk sekali dengan menggunakan paramater Gambar 2.4.

2.4.1.6. Prioritas penanganan kerusakan

Nilai kondisi perkerasan untuk tiap segmen yang diperoleh kemudian dipergunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan. Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan keseluruhan dengan menjumlahkan semua nilai kondisi perkerasan pada tiap segmen dan membaginya dengan total jumlah segmen.

Rata – rata PCI = PCI Tiap Segmen/Jumlah Segmen....(Rumus 2.3) Rata – rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter seperti Gambar 2.4.


(38)

FAILED VERY POOR

POOR FAIR GOOD VERY GOOD

EXCELLENT RATING PCI

100

85

70

55

40

25

10 0

Sumber : U.S. Department of Defense, 2001

Gambar 2.4. Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan 2.5. Indirect Tensile Strength ( ITS )

Indirect Tensile Strength Test menggunakan prinsip pembebanan Marshall dengan 12,5 mm wide concave loading strip. Benda uji silinder yang dibebani kemudian dihubungkan secara pararel pada dan sepanjang bidang diameter secara vertikal. Ini menghasilkan tegangan tarik tegak lurus terhadap arah pembebanan dan sepanjang bidang vertikal dari diameter yang secara otomatis menyebabkan benda uji gagal atau mengalami kerusakan sepanjang diameter vertical. Alat uji ITS ditunjukkan pada Gambar 2.5.


(39)

Gambar 2.5. Alat uji Indirect Tensile Strength

Berdasarkan beban maksimum yang bekerja pada benda uji pada saat mengalami kegagalan, ITS dihitung dengan persamaan berikut :

ITS = t d P

. .

max . 2

p ………...……..….. ( Rumus 2.4 )

Dimana :

ITS : Indirect Tensile Strength (kPa) Pmax : maksimal pembebanan (kN) t : tinggi rata – rata benda uji (m) d : diameter benda uji (m)

Data yang dihasilkan adalah beban maksimal pada saat benda uji mengalami kegagalan. Pembebanan dan kerusakan benda uji pada indirect tensile strength ditunjukkan pada gambar berikut :


(40)

Gambar 2.6. Pembebanan dan kerusakan benda uji pada

Indirect Tensile Strength

2.6. Indirect Tensile Stiffness Modulus ( ITSM )

Indirect Tensile Stiffness Modulus Test merupakan cara pengujian laboratorium paling konvensional untuk menghitung stiffness modulus campuran aspal. Menurut standar, indirect tensile stiffness modulus test ini merupakan tes nondestruktif dan telah diidentifikasi sebagai metode untuk menghitung rata – rata stiffness modulus dari material.

ITSM test menggunakan Material Testing Apparatus (MATTA) dengan suhu standar pengujian 30oC. Pengujian ini menggunakan sistem lima kali tumbukan dengan besar beban tertentu sehingga nilai koevisien variasi dari pengujian kurang dari 5 %. Alat uji ITSM ditunjukkan pada Gambar 2.7.


(41)

Gambar 2.7. Alat uji Indirect Tensile Stiffness Modulus

Dengan uniaksial sinusiodal pembebanan berulang, stiffness modulus secara umum didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan maksimum dengan regangan maksimum. Indirect Tensile Stiffness Modulus dalam MPa dihitung dengan persamaan berikut :

ITSM =

) . (

) 27 , 0 (

t D

Ln +

... ( Rumus 2.5 ) Dimana :

L : nilai maksimal pembebanan vertikal (N)

D : rata – rata amplitudo dari deformasi horizontal yang diperoleh dari dua atau lebih aplikasi pembebanan (mm)

t : rata – rata tebal benda uji (mm)


(42)

2.7. Program Komputer BISAR (Bitumen Stress Analysis in Road)

BISAR (Bitumen Stress Analysis in Road) produk Shell digunakan untuk mengestimasi ketebalan perkerasan aspal dan unbound granular layer. Program ini menghitung stress, strain dan displacement pada tiap posisi pada multi layer sistem. (Setyawan, 2003).

Beban yang bekerja adalah beban vertikal pada area yang berbentuk lingkaran. Pengaruh dari pembebanan tersebut akan dihitung dan resultan dari beban tersebut akan digunakan untuk menghitung angka stress dan strain. Pada penghitungan ini, tiap lapisan mempunyai ketebalan yang beragam akan merespon pembebanan tersebut sesuai dengna karakteristiknya masing – masing. Untuk setiap lapisan perkerasan data ketebalan, modulus elastisitas, angka poisson ratio harus diketahui terlebih dahulu.

BISAR menghitung besarnya stress dan strain berdasarkan beban vertikal dan tegangan vertikal yang bekerja pada satu bidang contact area untuk disebarkan oleh tiap lapis perkerasan. Dimana dimensi dari contact area tersebut dapat digambarkan sebagai satu persegi dan dua setengah lingkaran. Sebelum digunakan sebagai input data, satuan beban dikonversikan menjadi kN sedangkan satuan tegangan vertikal menjadi MPa. Dari data karakteristik tiap lapisan didapat angka stress, strain, dan displacement pada setiap peninjauan posisi pada pertengahan antar lapisan dan batas antar lapisan.

Regangan tarik horisontal maksimum (et) dan tegangan maksimum (st) sangat berpengaruh pada bagian bawah lapisan perkerasan aspal, sedangkan maximum


(43)

compressive stress dan strain berpengaruh pada bagian atas lapis sub grade, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Fatigue cracking dan critical strain

2.8. Prediksi Umur Layan (Nf)

Prosedur desain lapis perkerasan sangat tergantung pada hubungan prediksi temperatur, karakterisitik material dari aspal jenis AC ( Asphalt Concrete ) dan subgrade, fatigue pada critical strains dan analisa campuran terhadap lalu lintas jalan. Kingham fatigue criteria dihasilkan dari analisa perhitungan ketebalan lapisan aspal. Kriteria fatigue ini dimodifikasi untuk menganalisa tensile strain (fatigue cracking) pada Asphalt Institute method, dimana akan menghasilkan fatigue criteria yang menunjukkan jumlah repetisi beban pada suhu campuran (Nfq) dengan memasukkan angka tensile strain (et), dihitung dengan rumus berikut (Yoder, 1975) :

c

t qd

f

ab

N

÷÷

ø

ö

çç

è

æ

=

e

1

1


(44)

Dimana :

a : 1,86351 x 10+17 b : 1,01996

c : 4,995 d1 : 1,45

q : temperature perkerasan (oF)


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Umum

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental, yang berarti mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan hasil. Di mana data – data dari mix desain perkerasan eksisting (gradasi, jenis aspal dan agregat) didapatkan dari Departemen Pekerjaan Umum Surakarta Subdin Bina Marga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan serta penyebab dan prediksi usia layan dari perkerasan pada jalan Brigjend. Katamso.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (Puslitbang Jalan) DPU di Bandung. Dilaksanakan mulai September 2007 sampai dengan Februari 2008.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer hasil Laboratorium dan data sekunder dari instansi terkait baik tertulis maupun lisan Teknik pengumpulan data secara langsung, meliputi :

1). Melakukan coring di lapangan untuk selanjutnya dilakukan pengujian ITSM di Puslitbang Jalan Bandung.


(46)

2). Pengujian sifat – sifat agregat ( abrasi, berat jenis ). 3). Pengujian Marshall

4). Pengujian ITS, ITSM terhadap benda uji yang dibuat di Puslitbang Jalan. 5). Survei data lalu lintas harian.

6). Pengolahan data hasil pengujian ITSM dengan program BISAR untuk mencari prediksi umur layan.

3.4. Alat Pengujian

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain :

1) Satu set alat uji coring untuk mengambil sampel perkerasan jalan Brigjend Katamso.

2) Alat Uji Berat Jenis Agregat Kasar

Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis agregat kasar terdiri dari:

a. Timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 100 mg. b. Bejana

c. Tangki air d. Ayakan

3) Alat Uji Berat Jenis Filler

Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis filler terdiri dari:

a. Picnometer

b. Termometer c. Neraca d. Oven


(47)

e. Aquades

4) Alat uji Marshall ( di Laboratorium Jalan Raya UNS ) Peralatan yang dipakai untuk pengujian Marshall yaitu: a. Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head)

b. Cincin penguji kapasitas 2500 kg (5000 lbs) dengan ketelitian 12,5 kg (25 lbs), dilengkapi dengan arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,0001”) c. Arloji penunjuk kelelahan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,001”) dan

perlengkapannya

d. Cetakan benda uji berbentuk silinder dengan diamter 10 cm, tinggi 7,5 cm (3 inch) lengkap dengan alat pelat atas dan leher sambung

e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200oC

f. Bak perendam (waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20oC

5) Alat Penunjang

Alat penunjang diperlukan terdiri dari: a. Cetakan benda uji (mould)

b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18 inch).

c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan sejenisnya), berukuran kira – kira 20x20x45 cm (12”x12”x1”) dan diikatkan pada lantai beton dengan empat bagian siku.


(48)

d. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg dengan ketelitian 1 gr.

e. Pengukur suhu berkapasitas 250o C. f. Dongkrak untuk melepas benda uji.

g. Alat lain seperti panci, kompor, sendok, spatula dan sarung tangan.

Pada penelitian ini digunakan Material Testing Apparatus (MATTA) di Puslitbang Jalan Bandung, meliputi:

6) Alat Uji Indirect Tensile Strength (ITS)

7) Alat Uji Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM)

3.5. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : a. Agregat

Dalam penelitian ini digunakan agregat yang berasal dari PT. Bangun Persada, daerah Masaran, Kab. Sragen dengan nilai abrasi 24,6 %. Sifat – sifat telah diuji di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik UNS.

b. Aspal

Digunakan aspal panas dengan nilai penetrasi 60/70 dengan sifat – sifat yang telah diteleiti di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya UNS.

3.6. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan

3.6.1. Pengujian Aspal


(49)

3.6.2. Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar

Langkah pengujian berat jenis agregat kasar sebagai berikut : a. Mengambil kerikil kering oven

b. Menimbang kerikil seberat 5000 gr (A)

c. Memasukkan kerikil ke dalam container dan direndam selama 24 jam d. Setelah 24 jam, container dan kerikil ditimbang dalam keadaan

terendam air (B)

e. Mengangkat container dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan dilap.

f. Menimbang kerikil dalam kondisi SSD (E) g. Menimbang container dalam air (C)

h. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil penimbangan langkah ke-4 dengan berat container (D).

3.6.3. Pengujian Berat Jenis Filler

Langkah untuk pengujian berat jenis filler sebagai berikut :

a. Timbang picnometer dalam keadaan kosong dan kering (a gram) b. Picnometer diisi aquades sampai penuh lalu ditimbang dan suhunya

diukur (b gram).

c. Picnometer diisi contoh filler yang telah dioven selama 24 jam (contoh dimasukkan ke dalam picnometer sebanyak 1/3 volume picnometer). d. Picnometer yang telah berisi filler ditimbang (c gram).

e. Picnometer yang berisi filler diisi aquades sampai batas bawah leher picnometer dan didiamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup.


(50)

f. Selanjutnya picnometer diketuk – ketuk sampai gelembung udara tidak ada dalam air, aquades kelihatan jernih kemudian diisi aquades sampai penuh dan ditimbang (d gram).

g. Mengukur suhu aquades dalam picnometer.

3.7. Jumlah Benda Uji

Untuk mendapatkan hasil penelitian, maka dilakukan pembuatan benda uji. Benda uji kondisi eksisting dan benda uji campuran baru (fresh) untuk pengujian Marshall dan ITS dan ITSM masing – masing 3 benda uji.

3.8. Prosedur Pengujian Benda Uji

3.8.1. Pengujian Marshall

Benda uji yang telah dibuat, dilakukan pengujian dengan alat uji Marshall dengan langkah sebagai berikut:

a. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel. b. Benda uji diberi tanda pengenal.

c. Tiap benda uji diukur tingginya 4 kali pada tempat yang berbeda kemudian dirata – rata dengan ketelitian 0,1 mm.

d. Benda uji ditimbang dalam keadaan kering.

e. Benda uji direndam dalam waterbath selama 30 menit dengan suhu perendaman 60oC.


(51)

f. Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya diolesi dengan oli agar benda uji mudah dilepas.

g. Setelah benda uji dikeluarkan dari waterbath, segera diletakkan pada alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flow meter) dan arloji pembebanan/stabilitas.

h. Pembebanan dilakukan sampi mencapi kondisi maksimum, yaitu pada saat arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah, saat itu pula flow meter dibaca.

i. Benda uji dikeluarkan dari alat uji Marshall dan pengujian benda uji berikutnya mengikuti prosedur di atas.

3.8.2. Pengujian Indirect Tensile Strength (ITS)

Pengujian ITS dilaksanakan dengan prosedur menurut BS-99/108553 BS EN 12697-23. ” Determination of Indirect Tensile Strength of Bitumens Specimens” (BSI 1999). Test ini dilakukan dengan suhu standar 30oC. Langkah pengujian ITS sebagai berikut:

a. Membersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.

b. Mengkondisikan suhu ruang pegujian dan benda uji sesuai dengan suhu yang dikehendaki.

c. Meletakkan benda uji pada alat uji ITS, kemudian memberikan pembebanan standar Marshall test sampai dengan jarum penunjuk dial Tensile Strength diam dan kemudian berbalik arah.


(52)

d. Membaca dial ITS, deformasi horizontal kanan dan kiri, dan deformasi vertikal pada dial flow.

3.8.3. Pengujian Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) Langkah pengujian ITSM sebagai berikut:

a. Membersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.

b. Mengkondisikan suhu ruang dan benda uji sesuai dengan suhu yang dikehendaki.

c. Mengatur besarnya beban yang akan dikenakan pada benda uji sehingga nilai coefisien varian kurang dari 5%.

d. Mengisi data – data benda uji pada komputer.

Selama pengujian, waktu dihitung mulai dari pembebanan sampai dengan angka maksimum yang telah diatur pada 124+/- 4 ms. Data yang dihasilkan pada tes ini langsung menunjukkan nilai stiffness modulus dari benda uji.

3.9. Prosedur Penggunaan Program Bisar

Analisa data menggunakan program BISAR dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

1. Pilih menu project, new.

2. Masukkan dan tentukan jumlah roda single atau double. 3. Pilih data – data yang akan diinput, yaitu:

a. Load and radius, atau b. Stress and radius, atau c. Stress and load


(53)

4. Masukkan data vertikal load/stress yang sudah dihitung sebelumnya diprogram Excel.

5. Masukkan radius, yaitu jari – jari contact area

6. Masukkan data y axis, yaitu jarak dari nilai separu lebar roda sampai dengan titik yang akan ditinjau arah horizontal.

7. Pada menu layer, masukkan data karakteristik setiap lapisan (tebal, poisson ratio, modulus elastisitas).

8. Pada menu position masukkan posisi yang akan ditinjau.

Gambar 3.1. Posisi peninjauan distribusi beban

9. Pilih menu result, save, lihat pada detailed table untuk dicopy ke excel, lewat copy clipboard. Pilih menu detail report untuk dicetak hasil analisanya.


(54)

3.10. Tahap Penelitian

Mulai

Perumusan masalah dan penetapan tujuan

Penyusunan metode penelitian

Pengumpulan Data : - Uji coring

- Lalu Lintas Harian Rencana - Jenis kerusakan yang terjadi - Material perkerasan

Pembuatan benda uji + benda uji coring

ITS ITSM

Analisis dengan BISAR

Pembahasan Uji Marshall


(55)

Gambar 3.2. Diagram alir tahap – tahap penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan

4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat

Pemeriksaan terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles, berat jenis semu, dan penyerapan terhadap air dilakukan di laboratorium dengan hasil yang menunjukkan bahwa agregat yang diperiksa telah memenuhi syarat yang ditentukan. Hasil pemeriksaan bahan ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan agregat

No Jenis pemeriksaan Syarat * Hasil

1

Keausan dengan menggunakan

mesin Los Angeles max. 40% 24,6 %

2 Peresapan terhadap air max. 3% 2,9 %

3 Berat jenis semu agregat kasar min. 2,5 2,75

4 Berat jenis semu agregat halus min. 2,5 2,81

Ket : * AASHTO T96-7

Selesai Kesimpulan


(56)

4.1.2. Hasil Pemeriksaan Aspal

Adapun sifat yang diperiksa yaitu penetrasi aspal, titik lembek, titik nyala, titik bakar, daktilitas dan berat jenis aspal. Dari hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa aspal memenuhi syarat untuk dijadikan bahan pengikat. Hasil pemeriksaan aspal ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan aspal

No Jenis pemeriksaan Syarat Hasil

1 Penetrasi 100 gr, 25 °C, 5 detik (0,1mm) 60-79 70.6

2 Titik Lembek ( °C ) 48 - 58 51

3 Titik Nyala ( °C ) > 200 282,5

4 Titik Bakar ( °C ) > 201 317

5 Daktilitas, 25 °C, 5 cm/menit ( cm ) > 100 >150

6 Berat jenis ( gr/cc ) > 1 1,0226

Sumber : Dwi Eko, 2006

4.1.3. Hasil Pemeriksaan Filler

Pemeriksaan filler dilakukan untuk mengetahui Specific Grafity dari filler abu batu yang akan dipakai untuk perhitungan volumetrik test. Specific Grafity dari filler abu batu yang digunakan sebesar 2,73 gr/cc.


(57)

4.2. Data Eksisting Jalan

4.2.1. Struktur Perkerasan Jalan

Ruas jalan Brigjend Katamso Surakarta merupakan perkerasan tipe AC (Asphalt Concrete). Di bawah lapisan permukaan terdapat dua lapis pondasi yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Lapis pondasi atas jalan merupakan lapisan struktur utama di atas lapis pondasi bawah (atau di atas lapis tanah dasar apabila tidak dipasang lapis pondasi bawah). Sedangkan lapis pondasi bawah adalah lapisan konstruksi yang meneruskan beban dari lapis pondasi atas. Lapis terbawah adalah lapis tanah dasar (sub grade). Ketebalan masing – masing untuk ruas jalan Brigjend. Katamso sebagai berikut :

Surface course (wearing+ binder course) = 5 cm*

Base course ( pondasi atas ) = 20 cm*

Sub base course ( pondasi bawah ) = 30 cm**

Ket : * Coring ** Bina Marga

Susunan lapisan perkerasan diatas akan diteliti apakah memenuhi syarat untuk menahan beban yang terjadi atau tidak. Pengujian dilakukan di laboratorium untuk mengetahui kekuatan perkerasan tersebut. Pengambilan benda uji dari lokasi penelitian dilakukan dengan cara coring untuk mengetahui berapa persen kerusakan yang terjadi selama umur layanan jalan.


(58)

Pengujian Marshall dilakukan terhadap benda uji hasil coring untuk mendapatkan nilai stabilitas. Kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan Marshall quotient. Pengujian sampel pertama mendapatkan nilai stabilitas 75 lb dan flow 5,9 mm.

Pembacaan stabilitas = 75 lb

Nilai stabilitas setelah dikalibrasi = stabilitas * faktor kalibrasi * konversi = 75 * 30,272* 0,4536

= 1029,85 kg Koreksi tebal = 1,47

Nilai stabilitas terkoreksi = 1029,85 * 1,47 = 1462,39 kg Pembacaan flow = 5,9

Marshall Quotient = 1462,39 / 5.9 = 247,86 kg/mm

Tabel 4.3 Data Hasil Marshall test sampel kondisi perkerasan eksisting

Benda

Uji Stabilitas Flow

Rata Tebal

Koreksi Tebal

Stabilitas Kalibrasi

Stabilitas Terkoreksi

Marshall Quotient

lb mm cm kg kg Kg/mm

1 75 5,9 5,0 1,47 1029,85 1462,39 247,86


(59)

3 68 4,7 5,05 1,47 933,74 1372,59 292,04

Rata - rata 1415,97 280,17

Kemudian dilakukan pengujian extraction test untuk mengetahui kadar aspal dan gradasi agregat yang digunakan. Data ini akan dibandingkan dengan data pengujian di laboratorium (kondisi perencanaan) untuk mengetahui berapa persen kerusakan yang sudah terjadi dan seberapa besar kemampuan perkerasan untuk menahan beban.

Perhitungan kadar aspal sampel kondisi eksisting:

a Berat bowl extraction = 1693,5 gr

b Berat bowl extraction dan benda uji sebelum extraction = 2392 gr c Berat bowl extraction dan agregat hasil extraction = 2334,5 gr d Berat benda uji sebelum di extraction (b-a) = 698,5 gr e Berat agregat setelah di extraction (c-a) = 641 gr f Berat filter sebelum dipakai = 46,5 gr g Berat filter setelah dipakai = 49 gr

h Selisih berat filter (g-f) = 2,5 gr

i Berat mangkuk penguapan = 324,5 gr

j Berat mangkuk penguapan + abu = 356 gr k Berat abu dalam mangkuk penguapan (j-i) = 31,5 gr l Berat total agregat (e + h + k) = 675 gr m Berat aspal dalam campuran (d-l) = 23,5 gr n Prosentase aspal dalam campuran = 3,36 %

Dari hasil perhitungan sampel kondisi eksisting kedua didapatkan kadar aspal sebesar 3,27 %. Sehingga kadar aspal rata-rata kondisi eksisting adalah 3,32 %


(60)

Tabel 4.4 Data analisa saringan extraction test sampel perkerasan eksisting 1

Sieve No 3/4” 1/2” 3/8” #4 #8 #30 #50 #100 #200 Pan Total

Berat tertahan 0 60 64 107,3 66 89 67 47,4 54 23,5 578,2

% tertahan 0 10,4 11,1 18,6 11,4 15,4 11,6 8,2 9,4 3,9 100

% lolos 100 89,6 78,5 59,9 48,5 33,1 21,5 13,3 3,9 0

JMF 100 74 56 37 25 13 9 6,5 3,5 0

Tabel 4.5 Data analisa saringan extraction test sampel perkerasan eksisting 2

Sieve No 3/4” 1/2” 3/8” #4 #8 #30 #50 #100 #200 Pan Total

Berat tertahan 0 66 81 174 91 168 59 69 40 56 804

% tertahan 0 8,2 10,1 21,6 11,3 20,9 7,3 8,6 4,9 7,1 100

% lolos 100 91,8 81,7 60,1 48,8 27,9 20,6 12 7,1 0

JMF 100 74 56 37 25 13 9 6,5 3,5 0

4.2.2. Data Lalu Lintas

Penelitian mengenai lalu lintas yang melewati ruas jalan Brigjend Katamso dilakukan dengan cara survei untuk menganalisis kinerja perkerasan pada ruas jalan tersebut. Selain itu juga mengumpulkan data lalu lintas kepada pihak-pihak yang terkait seperti Bina Marga.

Data yang diambil langsung di lapangan diantaranya adalah data geometri jalan, data kendaraan yang melintas yang terdiri dari light goods vehicle (LGV), medium goods vehicle (MGV), heavy goods vehicle (HGV). Data


(61)

Lalu Lintas Harian Rata-rata yang diperoleh dari survei disajikan dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahun 2007

Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan

MOBIL PENUMPANG 2329

Pick up 2291

TRUK KECIL 2061

BUS BESAR 13

TRUK 3/4 2 AS 737

TRUK FUSO 770

TRUK GANDENG 23

TRAILER1,2-2 328

TRAILER 1,2-2,2 173

Sumber : Prasetyo, 2008

Jenis kendaraan Heavy Goods Vehicle (HGV) mempunyai kontribusi paling besar dalam pembebanan pada ruas jalan Brigjend. Katamso. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4.2 Grafik Hubungan Nilai ESAL dengan Jenis Kendaraan. (Prasetyo, 2008).


(62)

105229,39 233458,57

1190786,26

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000

LGV MGV HGV

Jenis Kendaraan

ES

A

L

LGV MGV HGV

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Nilai ESAL dengan Jenis Kendaraan Tahun 2007

Sumber : Prasetyo, 2008

4.3. Penentuan Kondisi Perkerasan Jalan

4.3.1. Kondisi Perkerasan Jalan

Pengamatan secara visual dilakukan untuk meneliti jenis-jenis kerusakan yang terjadi diruas jalan Brigjend Katamso dengan membagi ruas jalan yang terjadi per 100 m. Ruas jalan yang diteliti sepanjang 700 m. Stasioning 0+00 dimulai dari arah selatan, mulai dari perempatan depan kecamatan Mojosongo ke arah utara.


(63)

Gambar 4.2 Lokasi Penelitian

Gambar 4.3 Jenis kerusakan (1) retak kulit buaya, (2) pergeseran (shoving), (3) amblas, (4) gelombang

Kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Brigjend. Katamso dapat ditunjukkan pada Tabel 4.7.

U

1 1

2

4 3


(64)

(65)

Beban yang berlebihan (overloading) pada ruas jalan tersebut kemungkinan penyebab kerusakan. Perkerasan yang tidak kuat menahan beban menyebabkan terjadinya pergeseran aspal sepanjang ruas jalan Brigjend Katamso.

Jembatan timbang yang ada tidak berpengaruh terhadap penertiban jumlah beban yang dapat diangkut oleh kendaraan. Kebijakan pembatasan muatan harus benar – benar diterapkan sehingga perkerasan jalan tidak akan mengalami kerusakan yang besar yang berakibat kurang nyaman dan aman untuk melintasi ruas jalan tersebut. ( Faishal, 2008)

Kondisi lingkungan diruas jalan Brigjend Katamso juga berpengaruh terhadap kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tersebut. Drainase yang tertutup beton berakibat terjadinya genangan pada musim hujan yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada lapis permukaan seperti retak, lubang. Kendaraan yang mengerem dan berhenti di lampu merah kemudian melakukan akselerasi awal saat lampu hijau membuat perkerasan mengalami pergeseran.

4.3.2. Analisis Kondisi Perkerasan

Dari hasil pengamatan visual di lapangan diperoleh luas kerusakan, kedalaman ataupun lebar retak yang nantinya dipergunakan untuk menentukan kelas kerusakan jalan. Urutan penggunaan metode PCI sebagai berikut :


(66)

1. Membuat catatan kondisi dan kerusakan jalan seperti ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Catatan Kondisi dan Hasil Pengukuran Kerusakan

Sta Kelas Ukuran

Km Kerusakan P (m) L (m) D (mm) A (m2) Lr (mm) Keterangan

00 - 100 M 25,40 1,20 30,00 30,48 2,00 Retak Kulit Buaya

M 13,50 0,70 50,00 9,45 - Amblas

M 12,40 1,15 20,00 14,26 - Pergeseran

H 9,80 1,20 50,00 11,76 Keriting

100 - 200 M 31,50 0,90 20,00 28,35 2,00 Retak Kulit Buaya

M 11,50 1,25 30,00 14,38 - Keriting

M 29,50 1,10 20,00 32,45 - Pergeseran

200 - 300 M 25,60 0,95 20,00 24,32 2,00 Retak Kulit Buaya

M 26,50 0,90 20,00 23,85 - Pergeseran

M 9,80 0,85 30,00 8,33 - Amblas

300 - 400 M 20,50 1,10 20,00 22,55 2,00 Retak Kulit Buaya

M 7,30 1,15 40,00 8,40 - Amblas

400 - 500 M 14,80 0,90 20,00 13,32 1,50 Retak Kulit Buaya

500 - 600 H 53,10 1,10 30,00 58,41 2,00 Retak Kulit Buaya

M 9,80 1,20 20,00 11,76 - Amblas

M 11,80 1,00 20,00 11,80 - Pergeseran

600 - 700 H 28,50 1,25 30,00 35,63 3,00 Retak Kulit Buaya

M 10,80 1,10 50,00 11,88 - Amblas

H 14,50 1,30 40,00 18,85 - Keriting

M 11,50 1,15 20,00 13,23 - Pergeseran

2. Memasukkan nilai luasan kerusakan ke dalam tabel PCI (Tabel 4.9.) untuk selanjutnya memasukkan nilai densitas kerusakan, mencari deduct value (DV), mencari corrected deduct value (CDV) dan menghitung nilai kondisi perkerasan (PCI). Perhitungan segmen lainnya dapat dilihat pada Lampiran.


(67)

SURVAI PEMELIHARAN JALAN

Ruas Jalan = Brigjend. Katamso Lebar Jalan = 7 m

Sta. = 0+00 s/d 0+100 Luas Segmen = 700 m2

JENIS KERUSAKAN

1. Retak Kulit Buaya 3. Pergeseran

2. Amblas 4. Keriting

JK 1 2 3 4

KTK (m2) 30,48 9,45 14,26 11,76

L (m2)

M (m2) 30,48 9,45 14,26

TOTAL

H (m2) 11,76

Catatan

JK = Jenis Kerusakan L = Low

KTK = Kuantitas Kerusakan M = Medium

H = High

* Mencari densitas = ( Total Kuantitas Kerusakan / Luas Segmen ) x 100%

PERHITUNGAN NILAI KONDISI PERKERASAN ( PCI ; Pavement Condition Index )

Jenis Kelas Total Kuantitas Densitas* Deduct Kerusakan Kerusakan Kerusakan ( % ) Value

1 M 30,48 4,35 46,00

2 M 9,45 1,35 18,00 PCI = 100 - CDV

3 M 14,26 2,04 20,50 = 100 - 64

4 H 11,76 1,68 39,00 = 36

Tingkat = Poor

Total Deduct Value (TDV) = 123,50

Corrected Deduct Value (CDV) = 64,00

3. Menghitung nilai PCI rata – rata dari semua segmen

Tabel 4.10. Nilai PCI Rata – Rata Ruas Jalan


(68)

1. Sta.0+00 s/d 0+100 36 Poor

2. Sta.0+100 s/d 0+200 32 Poor

3. Sta.0+200 s/d 0+300 48 Fair

4. Sta.0+300 s/d 0+400 60 Good

5. Sta.0+400 s/d 0+500 65 Good

6. Sta.0+500 s/d 0+600 37 Poor

7. Sta.0+600 s/d 0+700 29 Poor

Total 307

Rata - rata PCI 43,86 Fair

Rata – rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam parameter Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan sehingga didapatkan tingkat kerusakan jalan. Dari nilai rata – rata PCI 43,86 didapatkan kondisi jalan Fair. Tetapi pada beberapa segmen perlu segera untuk dilakukan perbaikan agar kerusakan tidak semakin parah.

4.4. Hasil Pengujian Benda Uji Gradasi Bina Marga

Gradasi agregat yang digunakan berasal dari gradasi standar Bina Marga DPU Surakarta untuk Asphalt Concrete (AC).

Tabel 4.11. Persen berat lolos agregat gradasi Bina Marga

Ukuran ayakan Syarat Persen berat lolos

Persen lolos blend


(69)

inch mm 3/4 “ 1/2 “ 3/8 “ #4 #8 #30 #50 #100 #200 Pan 19,1 12,5 9,5 4,76 2,38 0,59 0,274 0,149 0,074 0 100 80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 92,58 78,32 58,65 37,37 22,50 16,10 10,81 6 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 0,1 1 10 100

Ukuran Saringan (mm)

P ro s e n L o lo s S a ri n g a n (% )

batas baw ah batas atas gradasi

Gambar 4.4 Grafik gradasi AC Tipe Bina Marga

Pembuatan benda uji dilakukan sesuai gradasi yang sudah dihitung. Hasil gradasi agregat tersebut kemudian ditambah dengan kadar aspal sesuai data gradasi Bina Marga DPU Surakarta. Syarat kadar aspal yang didapat sesuai standar Bina Marga adalah 6,7 %. Benda uji yang sudah dibuat diukur tinggi dan beratnya yaitu berat kering, berat dalam air dan berat kondisi SSD (Saturated Surface Dry). Pengujian


(70)

dilakukan menggunakan Marshall Test untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran aspal.

Dari pengujian Marshall didapat nilai stabilitas, flow, porositas, densitas dan Marshall quotient. Nilai stabilitas menunjukkan kemampuan perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja. Kebutuhan akan stabilitas meningkat seiring bertambahnya beban kendaraan pada lalu lintas yang melintasinya. Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan stabilitas yang besar.

Kelelahan/flow menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi akibat beban yang bekerja pada sampel. Nilai kelelahan dipengaruhi oleh plastisitas aspal. Sifat plastis aspal yang tinggi akan menghasilkan campuran yang semakin fleksibel.

Nilai porositas yang tinggi menunjukkan banyaknya pori yang terdapat pada campuran aspal. Semakin bertambah kadar aspal maka kadar pori yang terdapat pada campuran aspal akan semakin berkurang. Densitas menunjukkan kepadatan campuran. Besarnya densitas berbanding terbalik dengan nilai porositas.

Tabel 4.12. Data lapis perkerasan jalan Brigjend. Katamso Kota Surakarta

Lapisan Tebal (cm) Modulus Elastisitas (Mpa)

Surface Course (AC) 5* Perkerasan Eksisting = 2898,333

Kondisi Perencanaan = 3212,333

Base Course 20* 940

Sub Base Course 30** 550

Sub Grade - 60

Ket : * Coring


(71)

Tabel 4.13. Hasil uji Marshall gradasi Bina Marga ( kondisi perencanaan ) Stabilitas K ada r a spa l K ode be nd a uj i D ia l K al ib ra si T eb al ra ta ra ta K or eks i t eba l T er ko re ks

i Flow

M a rs h a l Q u o ti e n t

% lb kg cm kg mm kg/mm

( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 ) ( 9 ) 6,7 93 1277,018 5,578 1,180 1506,882 4,4 342,473 6,7 89 1222,093 5,730 1,140 1393,186 3,8 366,628 6,7

6,7 90 1235,824 5,488 1,284 1587,358 4,7 337,736

Rata-rata 1495,808 4,3 348,946

Tabel 4.14. Rekapitulasi hasil uji Marshall gradasi Bina Marga

Data Kadar aspal ( % ) Spesifikasi

Marshall 6,7

Densitas (gr/cc) 2,363 2 – 3

Porositas (%) 5,206 3 – 5

Stabilitas (kg) 1495,808 min 550

Flow (mm) 4,3 2 - 4

MQ (kg/mm) 348,946 200 - 350

Sedangkan hasil uji ITS yang dilakukan di Puslitbang Jalan DPU di Bandung untuk benda uji sesuai gradasi standar Bina Marga ditunjukkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Hasil uji ITS berdasar gradasi Bina Marga

Kode Diameter Tebal Koreksi Dial Kalibrasi ITS

Benda uji Rata-Rata Tebal


(72)

ITS Lab1 10,160 5,671 1,208 68 406,584 532,870

ITS Lab2 10,160 5,826 1,155 69 400,605 502,982

ITS Lab3 10,160 5,696 1,221 67 340,813 528,000

Rata-rata 521,284

Gambar benda uji sebelum dan sesudah pengujian Indirect Tensile Strength pada Gambar 4.5.

Sebelum pengujian Setelah pengujian

Gambar 4.5 Benda uji kondisi perencanaan sebelum dan sesudah pengujian ITS

Seperti terlihat pada gambar benda uji setelah pengujian ITS bahwa pada permukaan benda uji mengalami retak atau kerusakan karena adanya beban tarik yang diberikan pada benda uji tersebut. Hasil uji Indirect Tensile Strength yang dilakukan di Puslitbang Jalan DPU di Bandung sampel kondisi eksisting dilihatkan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Hasil uji ITS sampel kondisi eksisting

Kode Diameter Tebal Koreksi Dial Kalibrasi ITS

Sampel Rata-rata Tebal

(cm) (cm) (lb) (kg) (Kpa)

ITS CD1 10,160 5,017 1,505 42 251,126 463,431

ITS CD2 10,160 5,134 1,443 49 292,980 506,504


(73)

Gambar sampel kondisi eksisting sebelum dan sesudah pengujian ITS pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Sampel kondisi eksisting sebelum pengujian ITS

Gambar 4.7 Sampel kondisi eksisting setelah pengujian ITS

Seperti terlihat pada gambar bahwa sampel kondisi eksisting mengalami kerusakan setelah pengujian lebih besar dibanding dengan benda uji kondisi perencanaan. Hal ini di karenakan benda uji kondisi eksisting yang sudah termakan usia jalan serta berbagai pengaruh dari lingkungan di sekitar jalan tersebut. Sehingga perkerasan jalan Brigjend Katamso harus segera dilakukan perbaikan untuk meningkatkan daya dukung perkerasan, yang diharapkan dapat menahan beban yang lebih besar

4.5. Perbandingan Kondisi Eksisting dan Lab

Perbandingan uji Marshall dan ITS antara sampel perkerasan kondisi eksisting dengan kondisi perencanaan ditunjukkan pada Tabel 4.17.


(74)

Tabel 4.17. Perbandingan uji Marshall perkerasan kondisi eksisting

dengan kondisi perencanaan

Stabilitas (kg) Kadar aspal (%) No

Eksisting Perencanaan Eksisting Perencanaan

1 1029,85 1506,886 3,36 6,7

2 961,19 1587,358 3,27 6,7

Rata-rata 995,52 1480,176 3,32 6,7

Benda uji kondisi eksisting setelah dilakukan uji extraction didapat kadar aspal 3,32%. Kadar aspal yang rendah tersebut diakibatkan pelayanan selama umur jalan. Dari tabel di atas terlihat bahwa stabilitas kondisi eksisting lebih rendah dibanding benda uji kondisi perencanaan masing – masing 1029,85 kg dan 961,19 kg, akibatnya perkerasan tidak kuat menahan beban yang ada. Sehingga perlu segera dilakukan pemeliharaan perkerasan jalan untuk meningkatkan daya dukung perkerasan.

Tabel 4.18. Perbandingan uji ITS perkerasan kondisi eksisting dan

kondisi perencanaan

ITS (kPa) Kadar aspal (%) No

Eksisting Perencanaan Eksisting Perencanaan

1 463,431 532,870 3,36 6,7

2 506,504 528,000 3,27 6,7

Rata-rata 484,967 530,435 3,32 6,7

Semakin besar nilai kuat tarik, maka perkerasan tersebut akan semakin durable. Hasil uji ITS di Puslitbang Jalan DPU di Bandung menunjukkan


(75)

bahwa nilai ITS sampel kondisi eksisting lebih rendah di banding benda uji kondisi perencanaan masing – masing 484,967 kPa dan 530,435 kPa. Sehingga struktur perkerasan tidak akan mampu menahan beban yang bekerja yang berakibat terjadinya kerusakan struktur perkerasan.

Penurunan kadar aspal antara pekerasan kondisi eksisting dan kondisi perencanaan mencapai 49,55 %. Untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan perkerasan yang lebih besar, maka perlu segera dilakukan perbaikan atau pemeliharaan terhadap ruas jalan Brigjend. Katamso sehingga akan didapat suatu jalan yang aman dan nyaman.

4.6. Analisa BISAR

Dari hasil pengujian ITSM didapat nilai modulus elastisitas sebagai input data pemakaian program BISAR. BISAR menghitung besarnya stress, strain dan displacement berdasarkan beban vertikal dan tegangan vertikal pada satu bidang contact area untuk disebarkan oleh tiap lapis perkerasan. Hasil analisa BISAR ditampilkan pada Tabel 4.20 sampai dengan Tabel 4.22 dan Gambar 4.9 sampai Gambar 4.13.

Tabel 4.19. Hasil Analisa ITS dan ITSM

Benda Uji ITS (kPa) ITSM (MPa) Kondisi eksisting 484,967 2898,33 Kondisi perencanaan 521,284 3212,33


(1)

menyebabkan pada lapisan tersebut menjadi lemah sehingga akan terjadi retak. Sementara pada bagian atas dari sub grade (posisi 10) nilai vertical strain untuk sampel kondisi eksisting dan benda uji kondisi perencanaan masing – masing -1,51E+02 mstrain dan -1,49E+02 mstrain. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian atas dari subgrade terjadi deformasi. Sehingga perlu segera dilakukan perbaikan pada lapisan perkerasan di atas lapisan subgrade agar pada lapisan subgrade tidak mengalami kerusakan atau deformasi yang lebih besar.

4.7. Prediksi Usia Layan

Dari hasil stress dan strain dari program BISAR, dapat dihitung usia layan perkerasan dengan Rumus 2.6.

Tabel 4.23. Hasil prediksi umur layan surface course

Kondisi Eksisting Perencanaan

a 1,86E+17 1,86E+17

b 1,01996 1,01996

c 4,995 4,995

d1 1,45 1,45

q 86 86

Horizontal strain 8,26E+01 8,09E+01 Nf (Prediksi umur layan) MSA 5,82E+08 6,46E+08

Hasil dari prediksi umur layan pada surface course sampel kondisi eksisting mempunyai prediksi umur layan yang lebih rendah Nf 6,46E+08 MSA dibandingkan benda uji kondisi perencanaan Nf 5,82E+08 MSA. Terjadi penurunan nilai umur layan perkerasan sebesar 0,64E+08. Hal ini sebanding


(2)

dengan hasil pengujian Marshall, ITS dan ITSM. Perkerasan akan mengalami retak lelah setelah dilewati pembebanan di atas. Prediksi umur layan tersebut ditinjau dari segi struktur, dimana tetap memperhitungkan lapisan lain di bawah surface course.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis kerusakan yang terjadi pada ruas jalan Brigjend. Katamso antara lain pergeseran (shoving), retak kulit buaya (alligator cracking), depresi (depressions) dan gelombang (corrugation). Kerusakan disebabkan karena beban kendaraan yang melewati jalan Brigjend Katamso serta turunnya nilai stabilitas perkerasan.


(3)

ini sebanding dengan hasil pengujian Marshall, ITS dan ITSM. Perkerasan akan mengalami retak lelah setelah dilewati pembebanan di atas.

2. Saran

Menindaklanjuti penelitian ini dan untuk mengembangkan wawasan serta pengetahuan lebih jauh, diberikan saran-saran sebagai berikut

1. Pemeliharaan berkala terhadap perkerasan perlu ditingkatkan lagi untuk mempertahankan kekuatan perkerasan dalam melayani lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa menunggu kerusakan yang cukup parah pada perkerasan jalan.

2. Penegakan peraturan tentang jumlah beban yang dapat diangkut kendaraan angkutan barang sehingga dapat meminimalisir kerusakan. Jembatan timbang harus menjalankan fungsinya dengan baik sebagai kontrol bagi angkutan barang agar tidak terjadi muatan yang berlebihan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Buku P edoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Departemen Pekerjaaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen. Jakarta : Yayasan Penerbit PU.

Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Manual Pemeliharaan Rutin untuk Jalan Nasional dan Jalan Provinsi. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Marga.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Direktorat Jenderal Bina Marga.

Faishal. 2008. Analisis Kerusakan Lapis Permukaan oleh Kendaraan Berat di Tinjau dari Segi Bahan Perkerasan Jalan. Surakarta: UNS. Skripsi.

Haas, R,. W. Hudson, R. 1987. Pavement Management Systems. U.S.A. : McGraw-Hill Book Company.

National Association of Australia State Board Authorities. 1987. A Guide To The Visual Assesmen of Pavement Condition. Australia : National Association of Australia State Board Authorities.

O’ Flaherty, C.A. 2002. Highways, The Location, Design, Construction & Maintenance of Pavement. Butterworth Heinemann. Oxford.

Prasetyo. 2008. Analisis Kerusakan Perkerasan Lentur di Tinjau dari Aspek Lalu Lintas Kendaraan Berat. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.


(5)

Samosir, Wibowo; Purnamasari, Eliza. 2005. Identifikasi Kerusakan P avement dan Pemeliharaannya. Jurnal Teknik Sipil. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya. Volume 5 No. 2 ISSN 1411-660X April 2005.

Setyawan, Ary. 2003. The Development of Semi Flexible Heavy Duty Pavement. PhD Thesis. UK : Leeds University.

Setyawan, Ary; Sarwono, Djoko. 2005. Handout Mata Kuliah Teknologi Bahan Perkerasan Jalan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Sjahdanulirman, M. 2005. Modus dan Mekanisme Kerusakan Perkerasan Lentur. Jurnal

Puslitbang Jalan. Bandung : Badan Litbang PU. Volume 22 No. 1. ISSN : 0216-4124 Maret 2005.

Suwarno, Dwi Eko. 2006. Karakteristik Porous Aspal dengan Indirect Tensile Strength. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.

Suprapto Tm. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit Teknik Sipil. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

U.S.A. Department of Defense. 2001. Paver Asphlat Surfaced Airfields Pavement Condition Index (PCI). Amerika Serikat : Unifield Facilities Criteria (UFC).

U.S.A. Department of Defense. 2001. Standard Practice Manual for Flexible Pavements. Amerika Serikat : Unifield Facilities Criteria (UFC).


(6)