Skema Fonologis Bahasa Figuratif

115 4.3.1.4 Majas Metonomia Majas metonomia adalah gaya bahasa yang penggunaan sesuatu sangat dekat berhubungan denganya untuk menggantikan objek. Majas metonomia dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi adalah sebagai berikut. 1 Kijang bali nggereng nrabas wengi. SKKW, Mt05hlm. 19 ‘Kijang kembali menggeram menerobos malam.’ Yang dimaksud kijang dalam kutipan di atas adalah merk sebuah mobil. 2 Meh wae Impala biru taun lawas sing isih kinclong mau nyenggol motore. SKKW, Mt09hlm. 20 ‘Hampir saja Impala biru tahun lama yang masih kinclong tadi menyenggol motornya.’ Yang dimaksud Impala biru dalam kutipan di atas adalah merk sebuah mobil.

4.3.2 Skema Fonologis

Skema fonologis dapat berupa aliterasi dan asonansi. Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama sedangkan asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Skema fonologis banyak ditemukan dalam puisi. Tapi dalam cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi ditampilkan skema fonologis sebagai keindahan bentuk bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini. 1 Mula karan lumrah yen juragan Sogan racake brewu mblegedhu mubra- mubru. SKKW, SF09hlm. 20 ‘Jadi maklum kalau juragan Sogan umumnya sangat kaya.’ 116 Permainan bunyi vokal e dan u pada kata brewu, mblegedhu, dan mubra-mubru menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Kemudian bunyi tersebut dikombinasikan dengan bunyi vokal u sehingga membuat kalimat menjadi lebih berirama serta memberi gambaran tentang kehidupan juragan Sogan yang sangat kaya. 2 Omahe gedhong magrong-magrong pindha keraton. SKKW, SF01hlm. 44 ‘Rumahnya besar seperti keraton.’ Permainan bunyi vokal o pada kata omahe, gedhong, magrong-magrong, dan keraton menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Penggunaan vokal o membuat kalimat menjadi lebih berirama serta memberi gambaran tentang kehidupan juragan Sogan yang sangat kaya. 3 Mung, racake manungsa, kajaba janma lipat seprapat wus tamat, ora bisa mangerteni rodha panguripane kalebu cilik apa gedhe. SKKW, SF01hlm. 45 ‘Hanya, umumnya manusia, kecuali manusia yang umurnya seperempat sudah meninggal, tidak bisa mengerti roda kehidupannya termasuk kecil apa besar.’ Permainan bunyi vokal a dan konsonan t pada kata racake, manungsa, kajaba, janma, lipat, seprapat, dan tamat menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Kemudian bunyi tersebut dikombinasikan dengan konsonan t pada kata lipat, seprapat, dan tamat sehingga membuat kalimat menjadi lebih berirama serta menimbulkan gambaran tentang kehidupan manusia yang tidak terduga. 117 4 Temboke lumuten, regole wesi padha teyengen. SKKW, SF02hlm. 19 ‘Dindingnya berlumut, jeruji besinya berkarat.’ Permainan bunyi vokal e pada kata temboke, lumuten, regole, wesi, dan teyengen menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Penggunaan vokal e membuat kalimat menjadi lebih berirama serta memberi gambaran tentang keadaan bangunan yang tidak terawat. 5 Aneh, ukiran tangan mau kaya malih urip nggegem kenceng lengene ngluwihi tanggem, saengga awake kang kumleyang mobat-mabit wurung kasedhot uleganing mendhung. SKKW, SF02hlm. 42 ‘Aneh, ukiran tangan tadi seperti hidup menggenggam kencang lengannya melebihi penjepit, sehingga badannya yang melayang tidak jadi tersedot pusaran angin.’ Permainan bunyi vokal e dan konsonan ng pada kata nggegem, kenceng lengene, dan tanggem menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Kemudian bunyi tersebut dikombinasikan dengan konsonan ng sehingga membuat kalimat tersebut menjadi lebih berirama serta menimbulkan gambaran tentang kelegaan yang dialami Nyi Werti. 6 Teken ireng njanges mawa pepethan tangan nggegem thathit kang ginawe saka kayuning uwit adhem ati iku bakal gedhe guna paedahe. SKKW, SF06hlm. 42 ‘Tongkat hitam kelam berbentuk tangan yang menggenggam kilat yang terbuat dari pohon adhem ati itu akan besar gunanya.’ 118 Permainan bunyi vokal e pada kata teken, ireng, njanges, pepethan, dan nggegem menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Penggunaan vokal e membuat kalimat menjadi lebih berirama serta memberi gambaran tentang sebuah bentuk tongkat peninggala Kyai Ageng Sela yang akan sangat berguna nantinya. 7 Rombongan nom-noman lanang-wedok, racak nggawa tas gedhe dicangklek geger, rai kileng-kileng nglenga, umyeg mlebu ruwangan. SKKW, SF13hlm. 20 ‘Rombongan pemuda-pemudi, membawa tas besar digendong di punggung, wajah berminyak, berebut masuk ke ruangan.’ Permainan bunyi vokal e pada kata gedhe, dicangklek, geger, kileng- kileng, nglenga, dan umyeg menimbulkan efek keindahan dalam kalimat tersebut. Penggunaan vokal e membuat kalimat menjadi lebih berirama serta memberi gambaran tentang rombongan wartawan yang datang ke polsek memburu berita. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa skema fonologis dalam kalimat dapat membuat keindahan sebuah kalimat sehingga kalimat menjadi lebih berirama dan jelas. Selain itu, dapat menimbulkan daya ekspresi yaitu penggambaran kehidupan dan perasaan lega pada sang tokoh. Dengan demikian dapat dikatakan skema fonologis dapat memunculkan unsur penokohan.

4.4 Konteks dan Kohesi