Latar Belakang Masalah GAYA BAHASA DALAM CERBUNG SALINDRI KENYA KEBAK WEWADI KARYA PAKNE PURI DI MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan wahana ekspresi dalam karya sastra. Menarik tidaknya bahasa yang digunakan tergantung pada kecakapan seorang pengarang dalam mengolah kata-kata yang ada. Pengarang dalam mengungkapkan hasil karyanya menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan jiwa, emosi, dan apresiasi bahasanya. Hal ini juga terlihat dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi karya Pakne Puri yang dimuat dalam majalah Panjebar Semangat. Pakne Puri mempunyai bahasa sendiri yang berbeda dengan pengarang lainnya. Demikian juga gaya bahasa yang dipakai mencerminkan sikap, watak, sifat, moral, pandangan hidup pengarang yang bersangkutan. Pengarang dapat mengekspresikan pikirannya melalui media bahasa dengan gaya bahasa. Dengan gaya bahasa, pengarang juga dapat menyampaikan ide atau gagasannya kepada para pembaca sehingga karya sastra akan dapat diterima dan menarik pembaca. Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi sangat unik, karena sangat dekat dengan watak dan jiwa pengarang, juga membuat bahasa yang digunakan pengarang berbeda dalam makna. Hal itu diperkuat dengan pilihan kata yang digunakan pengarang dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi. Jadi, bahasa merupakan pembawaan pribadi. Bahasa dalam karya sastra berasal dari dalam batin seorang 2 pengarang, maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap dan karakteristik pengarang tersebut. Pemakaian bahasa dalam karya sastra mempunyai spesifikasi tesendiri dibanding dengan pemakaian bahasa dalam komunikasi yang lain. Ciri khas tersebut berkaitan dengan gaya atau stilistika. Gaya tersebut dapat berupa gaya pemakaian bahasa secara universal maupun pemakaian bahasa yang merupakan kekhasan masing-masing pengarang. Pusat perhatian stilistika ada pada pengguanaan bahasa. Gaya bahasa pengarang harus mampu menguasai norma bahasa pada masa yang sama dengan bahasa yang dipakai dalam karya sastra. Adanya unsur stilistika inilah yang menyebabkan pengarang selalu berusaha untuk menciptakan gaya yang sesuai dengan dirinya, baik yang berkaitan dengan unsur bahasa maupun bentuk pengungkapannya. Ranah penelitian stilistika biasanya dibatasi pada teks sastra secara rinci dan sistematis. Gaya bahasa dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi dalam kajian stilistika yang dibagi menjadi empat ranah, yaitu diksi, gramatikal, bahasa figuratif, serta konteks dan kohesi. Pilihan kata dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi sangat unik. Hal tersebut terlihat dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi No. 3 dan 4 dalam kutipan kalimat ”Teka dha sini alep ngapa?” dan ”Siji ing antarane gambar close up gulu sing suwek amba.”. Kalimat pertama menggunakan bahasa Jawa yang berlogat Cina sedangkan dalam kalimat kedua 3 ditemukan adanya penggunaan kata-kata bahasa asing. Padahal jika dilihat dari bentuk bahasa yang digunakan cerita bersambung tersebut menggunakan bahasa Jawa. Keunikan yang lain juga terdapat dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi No. 9 dan 10. Hal tersebut terlihat dalam kutipan kalimat ”Nah, Bung, apa sing bisa dak bantu,” dan ”Weruh mengkono Dokter Padma cluluk, ”Tak perlu pulang”. Kalimat pertama terlihat adanya penggabungan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam satu kalimat sedangkan dalam kalimat kedua terdapat penggunaan kalimat bahasa Indonesia secara utuh. Padahal kalimat sebelumnya menggunakan bahasa Jawa. Pemajasan yang terdapat dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi cukup beragam. Hal tersebut terdapat dalam kutipan kalimat cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi No.1 yaitu ”Kegawa angin swarane bablas urut mega”. Dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi juga terdapat adanya permainan bunyi dalam kalimat. Hal ini terlihat dalam kutipan kalimat cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi No. 2 yaitu ”Aneh, ukuran tangan mau kaya malih urip nggegem kenceng lengene ngluwihi tanggem,....”. Dalam kalimat tersebut terdapat adanya permainan bunyi vokal e pada kata nggegem, kenceng, lengene, tanggem. Peneliti memilih cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi sebagai bahan penelitian dengan beberapa alasan. Pertama, cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi karangan Pakne Puri merupakan cerita besambung yang bahasanya menarik dan belum pernah dikaji. Penelitian ini mencoba mengkajinya 4 lewat kajian stilistika sebagai langkah awal dalam penelitian ini. Kedua, diksi atau pilihan kata yang terdapat dalam cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi sangat kompleks. Secara umum bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko dengan dialek Solo. Untuk menambah estetis banyak digunakan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam cerita bersambung tersebut juga ditemukan adanya bahasa Jawa yang bercampur dengan dialek Cina. Ketiga, cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dalam menggambarkan peristiwa-peristiwa kehidupan pelakunya menggunakan bahasa yang menyentuh perasaan pembaca. Dalam hal ini peneliti hanya menjelaskan gaya bahasa cerita bersambung Salindri Kenya Kebak Wewadi karya Pakne Puri yang meliputi diksi, gramatikal, bahasa figuratif, serta konteks dan kohesi. Sejauh peneliti ketahui cerita bersambung ini belum pernah diteliti atau dikaji. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti tentang gaya bahasa sebagai langkah awal untuk mengetahui bagaimana gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang.

1.2 Rumusan Masalah