Potongan kain merah =tera kaha menandakan penerimaan lamaran dan
perjanjian untuk urusan-urusan selanjutnya dengan ungkapan: “Mata wa kana njanga njara kana njanga karimbua” =supaya dia menjadi kuda
yang baik dan kerbau yang kembali.
2. Ke rumah laki-laki
Sesuai perjanjian yang ditandai oleh potongan kain merah, kedua pihak menentukan dan menetapkan waktunya waktu yang disepakati disebut: rahi
akawuku, tula akajanga, kapan pihak perempuan pergi ke keluarga laki-laki untuk melihat atau mencari tahu persiapan dan tingkat kemampuan dari pihak
laki-laki melihat padang = melihat hewan di padang dan hewan di “mbola” = emas adat. Tahap ini disebut “lua a angga” terjemahan langsungnya: pergi
berlenggang. “Lua a angga” dapat juga dikatakan “lua a ngangu ahu” pergi makan anjing.
Acara ini dapat dilaksanakan, dapat juga tidak. alau kedua pihak belum pernah mempunyai hubungan kawin mawin sebelumnya sehingga merupakan
hubungan kekeluargaan yang baru kalembi budi = keluarga baru maka “lua a angga” ini sangat perlu diadakan. Rombongan pihak perempuan yang hanya
terdiri dari laki-laki yang mengikuti acara ini, jumlahnya bisa besar sekali, bisa juga hanya beberapa puluh orang.
etika rombongan tiba dan akan memulai pembicaraan adat, ditikam seekor babi jantan besar keluar taring berwarna hitam polos. ameti ini
disebut “kameti tanda taka” tanda tiba. Sesudah itu untuk santapan bagi tamu selama mereka masih menjadi tamu ari ya, dipotong sapi atau ditikam babi
sebagai lauk pauk, tergantung jumlah dan berapa lama tamu itu berada di keluarga laki-laki dulu, bisa beberapa bulan, tetapi sekarang hanya beberapa
hari saja.
Sesudah itu, dibicarakan urusan-urusan selanjutnya. Biasanya kain kamba yang dipakai untuk meminta belis oleh pihak perempuan, disampaikan
pada tahap ketika pihak laki-laki pergi membayar belis. Tetapi ada kalanya semua “kamba” itu dibawa ketika pergi “a angga”, dan hewan-hewan serta
emas dibawa sendiri oleh pihak rombongan perempuan ketika kembali ke negerinya.
alau pembicaraan sudah akan berakhir karena sudah tercapainya kesepakatan dan keputusan bersama a hamanya ka la ngaru, a batanya ka la
lima, maka pihak tuan rumah pihak laki-laki memperlihatkan mamuli- mamuli yang terdiri dari satu buah mamuli mas berukir ma awiti dan satu
buah mamuli mas polos ma kamuluku yang akan dibawa nanti ketika pergi membayar belis kerumah pihak perempuan. Demikian juga harus
mempertunjukkan hewankuda yang akan dibawa nanti. Setelah melihat itu, pihak perempuan akan mengatakan “supaya mamulinya tambah dimerahkan
dan ukurannya diperbesar lagi, dan kudanya dipelihara lagi”. Artinya agar supaya mutunya ditingkatkan lagi, atau diganti dengan yang lebih bermutu.
Sesudah segala pembicaraan selesai dan tamu akan pulang, maka pihak tuan rumah laki-laki menikam seekor babi jantan besar keluar taring, berbulu
hitam polos mampu dipikul oleh 8-12 orang. ameti ini disebut “kameti tanda luhu” =tanda keluar. Biasanya babi tersebut ditikam lalu dibagi dua, yang
sebelah ditinggalkan atau diberikan kepada tuan rumah untuk menjadi lauk pauk pada santapan perpisahan, yang sebelah lagi dibawa pulang. Tetapi
sekarang mulai biasa dibawa bulat-bulat. Maka rombongan pun pulanglah ke negeri mereka, untuk menunggu saat datangnya pihak laki-laki untuk
membayar belis dan menjemput serta membawa pulang gadisnya. 3. Ke rumah pihak perempuan
Setelah tiba waktu yang sudah dijanjikan, maka pihak keluarga laki-laki pun berkumpul untuk pergi ke rumah pihak perempuan guna membayar belis
dan menjemput gadis yang sudah dilamar. Rombongan pihak laki-laki yang pergi membayar dan menjemput si gadis ini, besarnya atau jumlahnya harus
melebihi jumlah rombongan dari pihak perempuan ketika datang “angga”.
Pada zaman dahulu, pihak tuan rumah sudah menugaskan satu dua orang untuk menghitung jumlah anggota rombongan itu, laki-laki dan perempuan. Ini
merupakan pekerjaan gampang, oleh karena itu rombongan menggunakan kendaraan kuda, sehingga rombongan datang beriringan. Sekarang, rombongan
datang dalam kendaraan truk atau bus sehingga lebih sukar melakukan perhitungan. etika sudah memasuki kampung, wunang tamu akan ditanya
berapa orang bangsawan dan berapa orang hamba. Ini perlu nanti ketika tamu disuguhi makanan secara adat. Yang statusnya hamba tidak boleh dibagikan
tempat minum bagi yang bangsawan tidak boleh sama dengan yang hamba. Misalnya, cangkir minuman para bangsawan memakai tutup, yang hamba tidak
tertutup, dan lain sebagainya. ini, hal-hal seperti ini tidak lagi, tetapi masih berlaku di beberapa tempat tertentu. Tetapi informasi tentang siapa yang
bangsawan dan yang tidak, hanya diberikan secara diam-diam saja.
Sampai dikampung pihak perempuan, rombongan disambut tuan rumah diluar kampung dan dipintu gerbang kampung sudah dipasang satu lembar kain
Sumba menghalangi jalan. Rombongan hanya boleh masuk kalau kain itu sudah diambil oleh pihak laki-laki dengan membayar mamuli, maka rombongan pun
sudah boleh masuk kampung dan diterima tuan rumah dengan tari-tarian, kemudian dilanjutkan dengan penyuguhan sirih pinang atau dengan pertukaran
tempat sirih pinang.
etika sudah akan memulai pembicaraan pembayaran belis, maka pihak tuan rumah menikam satu ekor babi besar, sebagai “tanda taka” tanda tiba.
Sesudah itu, pembicaraan-pembicaraan pun dilanjutkan. 4. Pelaksanaan Pemberian elis
Acara adat ini merupakan tahapan terakhir dalam urusan kawin mawin lii lalei-lii mangoma. Sebelum acara ini dilaksanakan, kedua belah pihak sudah
mengetahui perkiraan jumlah “kamba” yang akan disodorkan oleh pihak perempuan, dan perkiraan jumlah dan jenis hewan yang perlu disediakan oleh
pihak laki-laki. Perkiraan ini sudah dibicarakan ketika acara “lua a angga”
sebelumnya. Itulah gunanya kain merah itu, “tera kaha” tanda perjanjian. Urutan penerimaan belis adalah sebagai berikut:
a. Tangg na ma paanang bagian orang-tua Ibu-Bapa, na ingi ai