PERSEPSI MASYARAKAT TINGGIHARI TERHADAP KEBERADAAN SITUS MEGALITIK TINGGIHARI KECAMATAN GUMAY ULU KABUPATEN LAHAT

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TINGGIHARI TERHADAP KEBERADAAN SITUS MEGALITIK TINGGIHARI KECAMATAN

GUMAY ULU KABUPATEN LAHAT

Oleh: Khairiah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK (Intisari)

PERSEPSI MASYARAKAT TINGGIHARI TERHADAP KEBERADAAN SITUS MEGALITIK TINGGIHARI KECAMATAN GUMAY ULU

KABUPATEN LAHAT Oleh

Khairiah

Daerah Kabupaten Lahat memiliki banyak peninggalan benda-benda purbakala yang bernilai budaya tinggi. Salah satu peninggalan purbakala tersebut adalah situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Peninggalan ini terbagi kedalam tiga komplek peninggalan yaitu komplek situs Tinggihari I, komplek situs Tinggihari II, dan komplek situs Tinggihari III. Ke tiga komplek situs ini terletak di tengah kebon kopi masyarakat, yaitu di samping kanan dan kiri jalan menuju ke kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, teknik angket, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.

Berdasarkan penelitian, dengan menyebarkan angket kepada duapuluh tiga responden, diperoleh hasil bahwa masyarakat desa Tinggihari Kecamata Gumay Ulu Kabupaten Lahat memiliki persepsi yang positif mengenai keberadaan situs megalitik Tinggihari dilihat dari perhatian, pengetahuan dan cara berfikir masyarakat. Hal ini berdasarkan analis data, yang menyatakan bahwa masyarakat yang memiliki perhatian positif terhadap situs megalitik Tinggihari berjumlah 82%. Masyarakat yang memiliki pengetahuan banyak terhadap situs megalitik Tinggihari berjumlah 86%. Masyarakat yang memiliki cara berfikir baik terhadap situs megalitik Tinggihari berjumlah 81%. Baiknya persepsi masyarakat tersebut didukung oleh pendidikan dan pengalaman responden dalam kehidupan mereka.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

DAFTAR GAMBAR ...iii

1. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Analisis Masalah... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Rumusan Masalah... 6

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Kegunaan Penelitian ... 7

E.Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A.Tinjauan Pustaka... 10

1. Konsep Persepsi ... 10

2. Konsep Masyarakat ... 15

3. Konsep Keberadaan ... 16

4. Konsep Situs ... 17

5. Konsep Megalitikum ... 18

6. Konsep Tinggihari ... 19

B.Kerangka Pikir ... 20

C.Paradigma ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

A.Metode Penelitian... 25


(7)

1. Populasi ... 28

2. Sampel ... 29

3. Teknik Pengambilan Sampel... 30

E.Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Observasi ... 32

2. Angket ... 32

3. Wawancara ... 33

4. Dokumentasi ... 33

F. Teknik Pengolahan Data ... 34

G.Teknik Analisis Data ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. HASIL ... 39

1. Letak Geografis Desa Tinggihari ... 39

2. Sejarah Singkat Desa Tinggihari ... 40

3. Keadaan penduduk desa Tinggihari ... 41

B. DESKRIPSI DATA ... 45

1. Legenda situs megalitik Tinggihari ... 45

2. Bentuk peningalan situs megalitik Tinggihari ... 47

3. Bahan dan cara pembuatan situs megalitik Tinggihari ... 50

4. Letak situs megalitik Tinggihari ... 53

5. Karakteristik Responden ... 54

6. Persepsi masyarakat Tinggihari Terhadap Keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat ... 56

1. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari perhatian masyarakat ... 57

2. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari Pengetahuan masyarakat ... 68

3. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari Cara Berfikir masyarakat ... 77

4. Analisis Data Hasil Penelitian ... 89

C. PEMBAHASAN ... 93

1. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari perhatian masyarakat ... 93


(8)

Lahat dilihat dari Pengetahuan masyarakat ... 95

3. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari Cara Berfikir masyarakat ... 98

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. SIMPULAN ... 102

B. SARAN ... 103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Anggota Populasi. ... 29

2. Jumlah Anggota Sample ... 30

3. Nama-nama Kepala Desa yang pernah memimpin desa Tinggihari ... 40

4. Nama-nama Sekertaris Desa Tinggihari ... 41

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 42

7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis ... 43

8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian ... 44

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 54

10.Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 55

11.Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 56

12.Tabel Soal No 1 yang terdapat di Angket ... 57

13.Tabel Soal No 2 yang terdapat di Angket ... 58

14.Tabel Soal No 3 yang terdapat di Angket ... 59

15.Tabel Soal No 4 yang terdapat di Angket. ... 60

16.Tabel Soal No 5 yang terdapat di Angket. ... 61

17.Tabel Soal No 6 yang terdapat di Angket. ... 62

18.Tabel Soal No 7 yang terdapat di Angkat ... 63

19.Tabel Soal No 8 yang terdapat di Angket ... 64

20.Tabel Soal No 9 yang terdapat di Angket ... 65

21.Tabel Soal No 10 yang terdapat di Angket ... 67

22.Tabel Soal No 11 yang terdapat di Angket ... 68

23.Tabel Soal No 12 yang terdapat di Angket ... 69

24.Tabel Soal No 13 yang terdapat di Angket ... 70

25.Tabel Soal No 14 yang terdapat di Angket ... 71

26.Tabel Soal No 15 yang terdapat di Angket ... 72

27.Tabel Soal No 16 yang terdapat di Angket ... 72

28.Tabel Soal No 17 yang terdapat di Angket ... 73

29.Tabel Soal No 18 yang terdapat di Angket ... 74

30.Tabel Soal No 19 yang terdapat di Angket ... 75

31.Tabel Soal No 20 yang terdapat di Angket ... 76


(10)

33.Tabel Soal No 22 yang terdapat di Angket ... 79

34.Tabel Soal No 23 yang terdapat di Angket ... 80

35.Tabel Soal No 24 yang terdapat di Angket ... 81

36.Tabel Soal No 25 yang terdapat di Angket ... 82

37.Tabel Soal No 26 yang terdapat di Angket ... 83

38.Tabel Soal No 27 yang terdapat di Angket ... 85

39.Tabel Soal No 28 yang terdapat di Angket ... 86

40.Tabel Soal No 29 yang terdapat di Angket ... 87

41.Tabel Soal No 30 yang terdapat di Angket ... 88


(11)

(12)

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Peta Kecamatan Gumay ulu ... 109

2. Peta Desa Tinggihari ... 110

3. Gambar Kantor Camat Gumay Ulu... 111

4. Gambar Kantor Kepala Desa Tinggihari... 112

5. Gambar Peninggalan Komplek Situs Tinggihari I ... 113

6. Gambar Peninggalan Komplek Situs Tinggihari II ... 116

7. Gambar Peninggalan Komplek Situs Tinggihari III ... 118


(14)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, dengan bentuk yang bermacam-macam. Perkembangan megalitik di Indonesia diawali sejak masa neolitik atau bercocok tanam. Hal ini diungkapkan dengan di temukannya berbagai bentuk peninggalan tradisi megalitik yang didominasi oleh bangunan-bangunan seperti: menhir, dolmen, sarkofagus, bangunan teras berundak, arca menhir, batu lumpang, batu bergores, kubur batu, dan lain sebagainya, yang tersebar diberbagai daerah seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali dan Indonesia bagian Timur (Poesponegoro, 1993: 210-238).

Persebaran megalitik di Indonesia tersebut merupakan bukti pada masa neolitik (bercocok tanam), masyarakat Indonesia sudah mulai memanfaatkan benda-benda yang terdapat di lingkungannya, diantaranya ada yang dibuat sebagai alat dalam memenuhi kebutuhan pribadi, atau untuk memenuhi keperluan kebutuhan bersama.

Menurut Sutaba, luas wilayah perkembangan tradisi megalitik di Indonesia dipandang sebagai petunjuk dari adanya intensitas mobilitas penduduk dari satu tempat ke


(15)

tempat yang lainnya di masa lampau dengan membawa konsepsi-konsepsi yang bercorak megalitik yang menghasilkan berbagai bentuk bangunan-bangunan megalitik dari batu-batu (Sutaba, 1996: 1).

Setiap pendirian peninggalan megalitik yang tersebar di Indonesia, mempunyai tujuan dan maksud tertentu bagi masyarakat pendukungnya pada masa prasejarah. Tujuan pendirian megalitik tersebut umunya sebagai sarana untuk pemujaan, penguburan dan ada juga sebagai bentuk penghormatan masyarakat pada masa itu terhadap para pemimpin mereka.

Peninggalan megalitik yang tersebar di Indonosia sudah tentu mempunyai sejarah dan bentuk yang berbeda-beda. Tetapi ada juga diantaranya yang memiliki kesamaan, namun biasanya persamaannya terlihat dalam bentuk wujud peninggalan megalitik tersebut. Walaupun dari segi bentuk mempunyai kesamaan namun hal itu bukan berarti betuk peninggalan megalitik tersebut mempunyai kesamaan persis dalam segi bentuk apapun, karena setiap peninggalan yang tersebar di wilayah Indonesia sudah tentu mempunyai ciri khusus tersendiri, yang biasanya ciri-ciri khusus tersebut sesuai dengan keadaan daerah dimana letak peninggalan situs megalitik itu berada.

Peniggalan situs megalitik di Indonesia biasanya mempunyai hubungan dengan cerita legenda yang tersebar di kalangan masyarakat Indonesia, yang mana setiap cerita legenda yang tersebar dimasyarakat memiliki perberbedaan-perbedaan dari satu daerah dengan daerah lainnya. Biasanya masyarakat yang menetap atau yang dekat dengan wilayah situs-situs peninggalan megalitik tersebut, secara umum mereka


(16)

sangat mempercayai cerita legenda tersebut sebagai sebuah cerita yang seolah-olah merupakan sebuah cerita yang benar-benar terjadi dalam suatu daerah tersebut.

Begitu juga dengan peniggalan-peninggalan megalitik yang tersebar di dataran tinggi Pasema, yang secara umum memiliki cerita legenda seperti masyarakat Indonesia lainnya. Cerita legenda yang tersebar dan terkenal pada situs megalitik pasemah yaitu cerita legenda Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti. Tokoh dalam cerita tersebut diyakini masyarakat sebagai penyebab terbentuknya peninggalan-peningalan megalitik yang tersebar di wilayah pasemah.

Peniggalan di situs megalitik Tinggihari ini termasuk ke dalam megalitik Pasemah, sehingga cerita legenda yang tersebar pada peninggalan megalitik ini mempunyai kesamaan. Masyarakat di daerah Tinggihari mempercayai akan cerita legenda yang diyakini berhubungan dengan leluhur atau nenek moyang mereka. Seperti yang diceritakan oleh bapak Ahmad Rifai, rata-rata masyarakat Tinggihari percaya situs ini merupakan hasil dari kutukan Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti. Tokoh ini disebut Si Pahit Lidah karena ia memiliki kekuatan pada lidahnya. Semua yang terkena jilatan lidahnya atau kutukannya akan berubah menjadi batu, seperti cerita “Patung Batu Putri”. Di ceritakan pada zaman dulu, sang putri merasa terhina saat Si Pahit Lidah menanyakan padanya ke mana ia akan pergi. Sang putri tidak menjawab teguran tersebut. Si Pahit Lidah tersinggung oleh sikap itu, maka dikutuklah sang putri menjadi batu. Namun berbagai cerita tentang legenda situs Tinggihari tidak memiliki bukti yang kuat untuk menjelaskan secara pasti sejarah dari situs Tinggihari


(17)

ini (wawancara dengan bapak Ahmad Rifai, Penduduk desa Tinggihari yang dianggap dan mengetahui legenda situs Tinggihari 52 tahun, 1 Januari 2013).

Situs megalitik Tinggihari ini terletak di desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Peninggalan benda-benda megalitiknya terdiri dari tiga komplek situs, yaitu situs Tinggihari satu, situs Tinggihari dua, dan situs Tinggihari tiga. Situs megalitik Tinggihari ini mempunyai keunikan tersendiri baik dari segi bentuk maupun lukisannya. dan juga merupakan situs yang sering dikunjungi oleh para sejarawan, mahasiswa maupun pelajar SMA.

Benda-benda megalitik di situs Tinggihari dibuat dengan bentuk bervariasi, yang dapat dilihat dari jenis dan ukurannya. Dari segi jenis peninggalnya berupa menhir, arca megalitik, lumpang batu, umpak-umpak batu, susunan batu gelang (stone enclosure). Dari segi ukuran ada yang panjang, pendek, bulat dan lebar. Megalitik di situs Tinggihari ini juga rata-rata berbentuk perkasa. Tujuan pembuatan megalitik tersebut adalah sebuah bentuk penghormatan kepada pemimpin masyarakat yang sudah meninggal.

Bentuk-bentuk keperkasaan megalitik Tinggihari, membuat para ahli berfikir benda ini dibuat untuk menggambarkan seorang pemimpin masyarakat yang dihormati dan disegani. Hal ini dijelaskan oleh Ayu Kusuma, dalam buku Megalitik Bumi Pasemah

Peranan Serta Fungsinya, yaitu: karena keperkasaan bentuknya, banyak para

ahli-ahli menyebutya sebagai penggambaran pemimpin masyarakat (Ayu Kusuma, 2003: 30).


(18)

Keberadaan situs megalitik Tinggihari di Tinggihari, serta adanya perbedaan bentuk, jenis dan cerita legenda pada situs megalitik Tinggihari ini, menjadi penyebab timbulnya persepsi masyarakat yang berbeda-beda mengenai situs megalitik Tinggihari. Perbedaan persepsi tersebut juga dilatar belakangi oleh faktor perhatian, pengetahuan dan cara berfikir pada masyarakat Tinggihari.

Masyarakat yang memiliki perhatian terhadap situs megalitik Tinggihari memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat yang tidak memiliki perhatian terhadap situs megalitik Tinggihari. Masyarakat yang memiliki pengetahuan terhadap situs megalitik Tinggihari memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan terhadap situs megalitik Tinggihari, begitu juga cara berfikir masyarakatnya akan berbeda dengan masyarakat yang tidak mempunyai perhatian dan pengetahuan mengenai situs megalitik Tinggihari. Keberadaan situs megalitik Tinggihari di tengah-tengah masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat mempunyai arti penting bagi pelestarian nilai-nilai budaya sejarah di daerah ini.

Kurang jelasnya persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tingggihari mendorong melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.


(19)

B. Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jarak peninggalan situs megalitik Tinggihari terhadap desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.

2. Lokasi peninggalan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.

3. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.

2. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian tidak terlalu luas maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas pada, persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Persepsi yang akan dilihat berdasarkan perhatian masyarakat, pengetahuan masyarakat dan cara berfikir masyarakat.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari


(20)

Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian masyarakat, pengetahuan masyarakat, dan cara berfikir masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat ditinjau dari perhatian masyarakat, pengetahuan masyarakat dan cara berfikir masyarakat.

D. Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya mempunyai kegunaan pada pihak-pihak yang membutuhkan, adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah wawasan bagi penulis, pembaca serta masyarakat pada umumnya dan penulis khususnya mengenai persepsi masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat terhadap keberadaan situs megalik Tinggihari.

2. Sebagai sumbangan pustaka yang dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa Universitas Lampung sebagai informasi sejarah lokal di Kabupaten Lahat.


(21)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian, maka untuk menghindari kesalah pahaman, dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup :

1. Obyek Penelitian : Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari dilihat berdasakan perhatian masyarakat, pengetahuan masyarakat dan cara berfikir masyarakat.

2. Subyek Penelitian : Masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.

3. Tempat Penelitian : Desa Tinggihari, Kecamatan Gumay Ulu, Kab. Lahat. 4. Waktu Penelitian : 2013


(22)

REFERENSI

Poesponegoro. 1993. Sejarah Nasional Indonesia 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. Halaman 210-238.

Sutaba. 1996.Masyarakat Megalitik Di Indonesia. Balai Arkiologi. Bandung. Halaman 1.

Wawancara dengan Bapak Ahmad Rifai 52 tahun. 1 Januari 2013. Pukul 13.30 WIB Ayu Kusumawati. 2003.Megalitik Bumi Pasemah Peranan serta Fugsinya.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan menjadi topik penelitian ini akan dicari konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang akan dilakukan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini.

1. Konsep Persepsi

Untuk memberikan gambaran yang dapat memperjelas permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, berikut penulis uraikan beberapa defenisi tentang persepsi:

Menurut Bimo Walgito, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Bimo Walgito, 2010: 99).

Menurut Onang Uchyana Effendi, “persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya, penginderaan ini dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan” (Onang Uchyana Effendi, 1986: 27).


(24)

Menurut Mar’at, persepsi adalah pengamatan seseorang yang berasal dari kelompok kognisi. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima akan menentukan perasaan dan kemauan untuk berbuat. Jadi komponen kognisi akan berpengaruh terhadap predisposisi seseorang untuk bertidak senang atau tidak terhadap suatu objek, yang merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek tersebut (Mar’at, 1981: 21).

Dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan, yang dimaksud dengan persepsi adalah: proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu obyek dengan jalan sosiasi dengan suatu ingatan tertentu baik secara indera penglihatan, indera peraba, dan sebagainya, sehingga akhirnya bayangan tersebut dapat disadari (Van Hoven, 1988: 866).

Dari pengertian tentang persepsi, maka penulis simpulkan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia yang kemudian melahirkan pendapat-pendapat tertentu mengenai suatu objek, yang dimaksud objek disini adalah persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat.

a. Faktor-Faktor Yang Berperan Terhadap Adanya Persepsi

Menurut Bimo Walgito (2010: 101), faktor-faktor yang berperan terhadap adanya persepsi yaitu:

1. Perhatian, dapat diartikan sebagai pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan. a.Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya. b.Perhatian secara tidak spontan, yaitu perhatian yang ditimbul dengan

sengaja.

2. Pengetahuan, merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia. Untuk dapat mengetahui tingkat


(25)

pengetahuan seseorang dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

3. Cara berfikir, merupakan sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu :

1.Pembentukan pengertian 2.Pembentukan pendapat

3.Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan

Jadi dapat disimpulkan bahwa: perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat merupakan faktor yang berperan terhadap timbulnya persepsi di dalam masyarakat. Tanpa adanya perhatian, pengetahuan dan cara berfikir masyarakat maka tidak akan ada persepsi yang timbul di dalam pemikiran masyarakat mengenai suatu objek.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tentang persepsi masyarakat terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Proses persepsi terjadi karena banyak rangsangan yang ada pada individu, karena rangsangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya persepsi. Suatu stimulus yang sama bisa dipersepsi berbeda-beda oleh orang lain yang berbeda juga.


(26)

Menurut Bimo Walgito, faktor-faktor yang berperan terhadap adanya persepsi yaitu:

1.Objek yang dipersepsikan, objek akan menimbulkan stimulus yang mengenai alat idera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari dalam individu.

2.Alat indera, syaraf dan pusat susunan syarap merupakan alat untuk menerima rangsangan yang diteruskan oleh saraf sinsorik untuk diterima dan diolah di pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. 3.Adanya perhatian terhadap objek merupakan langka pertama dalam

mengadakan persepsi, karena tanpa ada perhatian maka tidak akan ada persepsi (Bimo Walgito 2010: 101).

Menurut Mar’at, faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi seseorang yaitu:

1.Faktor pengalaman

2.Faktor cakrawala/cara berfikir

3.Faktor proses belajar (sosialisai), dan 4.Faktor pengetahuan

Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap objek psikologi tertentu (Mar’at, 1981: 22).

Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa setiap persepsi pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga melahirkan pandangan atau pendapat yang berbeda-beda pada suatu masyarakat mengenai objek tertentu.

c. Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Bimo Walgito (2010: 102), proses terjadinya persepsi berkaitan erat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti kita ketahui bersama bahwa setelah objek menimbulkan stimulus dan mampu memberikan perhatian, dan stimulus mengenai alat indera pada tahap ini sering disebut


(27)

penginderaan atau proses fisiologi yang kemudian diteruskan oleh syaraf sensorik ke otak sebagai pusat kesadaran yang disebut proses psikologi.

d. Bentuk-bentuk Persepsi

Persepsi secara umum merupakan suatau tanggapan terhadap suatu objek yang dilihat. Bentuk-bentuk persepsi adalah pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap suatu objek yang terjadi, kapan saja dan dimana saja jika stimulus mempengaruhinya. Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1. Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.

2. Persepsi Negatif

Persepsi negative yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menunjukkan pada keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.


(28)

2. Konsep Masyarakat

Menurut Poerwadarminta, “masyarakat merupakan sebagai pergaulan hidup manusia atau sehimpun orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu” (Poerwadarminta, 1986: 117). Menurut Koentjaraningrat, “masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”(Koentjaraningrat, 1979: 160).

Dalam Soerjono Soekanto dijelaskan beberapa pendapat mengenai masyarakat:

a. Mac Iver dan Page

Masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara beberapa kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia. Keseluruhan yang berubah ini dinamanakan masyarakat.

b. Ralp Linton

Mengatakan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka satu kesatuan social dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

c. Selo Soemardjan

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1984: 190).

Menurut Abdul Syani, dalam kehidupan manusia terdapat sesuatau yang menonjol, yaitu mempunyai kemauan untuk menyesuaikan diri kepada alam, kepada manusia-manusia lain, kepada binatang bahkan kepada benda mati sekalipun, manusia dapat menyesuaikan diri melalui kebudayaan dan kemauan berfikirnya (Abdul Syani, 1987: 68).


(29)

Berdasakan pendapat-pendapat di atas maka dapat peneliti simpulkan bahwa masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang tinggal dalam suatau daerah, yaitu individu yang hidup dan mendiami desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Kemudian mereka berinteraksi anatara individu yang satu dan lainnya dalam jangka waktu yang lama dan lingkungan yang sama.

3. Konsep Keberadaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “keberadaan adalah kehadiran atau sesuatu yang menunjukkan tempat objek itu berada” (Van Hoven, 1988: 702). Menurut Junus Satrio Atmojo, “keberadaan adalah kehadiran tempat ataupun objek lain yang di mana manusia itu bisa melihat dan merasakan kehadiran objek tersebut” (Junus Satrio Atmojo, 2013: 2). Menurut Suputro, keberadaan menimbulkan tiga segi pandangan, yaitu:

1. Keberadaan dipandang dari segi jumlah, banyak (kuanntitas), artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu.

2. Keberadaan dipandang dari segi sifat ( kualitas).

3. Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian atau perubahan aliran (Suputro, 2011: 1-3).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan merupakan kehadiran suatu objek yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya. Dalam penelitian ini yang dimaksud keberadaan tersebut adalah keberadaan situs


(30)

megalitik Tinggihari, yang mana situs ini sangat penting sebagai peninggalan sejarah di desa Tinggihari dan juga bagi para peneliti-peneliti sejarah.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep keberadaan karena ingin melihat sejauhmana persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari di Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian masyarakat, pengetahuan masyarakat, dan cara berfikir masyarakat.

4. Konsep Situs

Berdasarkan undang-undang RI nomor 11 tahun 2010, pemerintah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan situs adalah:

Lokasi yang berada di darat atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Adapun pengertian cagar budaya dalam undang-undang adalah: “warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan (UU RI Nomor 11 tahun 2010 pasal 1).

Sedangkan menurut Ayatrohaedi dkk mengatakan bahwa “situs adalah satu bidang tanah atau tempat lainnya yang di atas atau didalamnya terdapat benda-benda kepurbakalaan” (Ayatrohaedi dkk, 1981: 87).


(31)

Menurut Halwany Michrob menyatakan bahwa “situs adalah suatu tempat atau wilayah atau diatas permukaannya ada unsur yang mengandung data arkeologi”(Halwany Michrob, 1995: 19).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa situs merupakan suatu wilayah yang mengandung benda-benda kepurbakalaan dan peninggalan sejarah maupun prasejarah sehingga memiliki nilai-nilai sejarah.

5. Konsep Megalitikum

Menurut Poesponegoro dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, “megalitik berasal dari kata “mega” yang berarti besar dan “lithos” yang berarti batu” (Poesponegoro, 1993: 205).

Menurut Wagner dalam buku Megalitik Bumi Pasemah Peranan Serta

Funginya menyebutkan bahwa: “walaupun batunya dibuat dalam bentuk

kecil bukan dari batu besar (megalitik) tetapi jika tujuan pembuatan bangunan tersebut berorentasi pada pemujaan arwah maka disebut megalitik” (Ayu Kusuma, 2003: 7).

Menurut Ayatrohaedi dalam buku Kamus Istilah Arkeologi 1 menyebutkan bahwa:“megalitik adalah tradisi kebudayaan batu besar, yang muncul setelah tadisi bercocok tanam”(Ayatrohaedi, 1981: 56).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa megalitikum merupakan suatu zaman dimana kehidupan manusia masih


(32)

bersifat primitive, mereka hanya bisa menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu yang masih kasar sehingga pada zaman ini disebut zaman batu besar.

6. Konsep Tinggihari

Menurut Kristantina Indriastuti, “Tinggihari adalah nama sebuah komplek megalitik yang terdapat di desa Tinggihari kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat, yang secara administratif terletak sekitar 20 km dari kota Lahat” (Kristantina Indriastuti, 2010: 1).

Daerah ini ditempuh dengan waktu kurang lebih 45 menit dari pusat kota Lahat. Menempuh jalan yang agak terjal dan sempit serta berliku. Walaupun demikian, kondisi jalan tetap aman untuk dilewati.

Di daerah ini mempunyai bermacam-macam bentuk tinggalan benda masa prasejarah. Menurut Kristantina Indriastuti, bentuk tinggalan arkeologi yang terdapat di komplek ini kebanyakan berupa “menhir, arca, lumpang batu, umpak-umpak batu, dan susunan batu gelang. Peninggalan-peninggala di situs Tinggihari ini terbagai kedalam tiga komplek” (Kristantina Indriastuti, 2010: 1-5).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disumpulkan bahawa, Tinggihari merupakan nama lokasi tempat peninggalan-peninggalan megalitik berada. Peninggala-peninggan tersebut berlokasi di atas bukit dan di tengah perkebunan masyarakat.


(33)

Dari penjelasan di atas, persepsi masyarakat terhadap situs megalitik Tinggihari dapat disimpulkan berupa tanggapan atau pandangan dari proses pengamatan individu dalam suatu masyarakat, terhadap keberadaan suatu objek, yang selanjutnya terdapat penilaian masyarakat terhadap keberadaan objek tersebut. Dalam hal ini yang menjadi objek dalam persepsi masyarakat Tinggihari tersebut adalah situs megalitik Tinggihari.

B. Kerangka Pikir

Peninggalan sejarah yang ditemukan di situs Tinggihari pada umumnya dapat dikategorikan ke dalam masa tradisi megalitik, yaitu masa yang menghasilkan kebudayaan bangunan-bangunan dari batu besar. Pendirian megalitik ini merupakan salah satu dasar kepercayaan yang berhubungan dengan antara yang hidup dan yang mati, terutama pengaruh kuat dari yang mati terhadap kesejahteraan masyarakat.

Situs megalitik Tinggihari ini berlokasi di pinggir jalan menuju kecamatan Pulau Pinang tepatnya di tengah perkebunan masyarakat. Selain itu juga situs ini terdiri dari tiga (3) komplek situs, yaitu: situs Tinggihari I, situs Tinggihari II, dan situs Tinggihari III, yang mana jarak antara situs satu dan situs lainnya bisa ditempuh sekitar lima (5) menit dengan berjalan kaki.

Bentuk-bentuk pada peninggalan megalitik Tinggihari ini juga memiliki berbagai macam variasi, yaitu sesuai dengan jenis dan ukurannya. Dari


(34)

jenisnya ada menhir, arca megalitik, lumpang batu, umpak-umpak batu, batu tegak, dan susunan batu gelang (stone enclosure). Dari ukuran ada yang panjang, pendek, persegi, dan bulat.

Untuk tetap menjaga nilai-nilai sejarah situs megalitik Tinggihari, maka harus ada upaya pelestarian pada situs ini. Agar pelestarian ini terlaksana dengan baik maka perlu adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya sejarah itu. Dengan adanya kesadaran sejarah maka dapat terlihat sejauh mana persepsi masyarakat terhadap peninggalan sejarah yang ada diwilayah mereka. Berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat akan timbul persepsi yang bermacam-macam mengenai situs megalitik Tinggihari.

Masyarakat yang memiliki rasa perhatian terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari sudah barang tentu akan memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat yang tidak memiliki rasa perhatian. Masyarakat yang mempunyai pengetahuan mengenai situs megalitik Tinggihari sudah tentu akan memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan, begitu juga dengan cara berfikir masyarakatnya, akan berbeda dengan masyarakat yang memiliki rasa perhatian dan mempunyai pengetahuan terhadap keberadaan peninggalan situs megalitik Tinggihari.

Perbedaan persepsi masyarakat desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat yang disebabkan oleh perhatian, pengetahuan dan cara berfikir masyarakat, sudah pasti akan memiliki perbedaan penggolongan


(35)

kategori persepsinya juga, yaitu ada yang tergolong ke dalam persepsi positif dan ada yang tergolong ke dalam persepsi negatif. Persepsi tergolong positif apabila masyarakat Tinggihari peduli terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari. Persepsi tergolong negatif apabila masyarakat Tinggihari tidak peduli terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari.

C. Paradigma

Keberadaan Situs Megalitik Tinggihari

Perhatian Masyarakat

Pengetahuan Masyarakat

Cara Berfikir Masyarakat

Persepsi Masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat

Keterangan:

: Garis Hubungan : Garis Akibat


(36)

REFERENSI

Bimo Walgito. 2010.Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta. Halaman 99.

Onang Uchyana Effendi. 1986.Komunikasi dan Moderenisasi. Penerbit Alumni Bandung. Halaman 27.

Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Halaman 21.

Van Hoven. 1988.Eksiklopedi Indonesia.Ikhtiat. Jakarta. Halaman 866. Bimo Walgito. 2010.Op. Cit.Halaman 101.

Mar’at. 1981.Op. Cit.Halaman 22.

Bimo Walgito. 2010.Op. Cit.Halaman 102.

Poerwadarmita. 1986.Kamus Besar Baha Indonesia.Balai Pustaka. Jakarta. Halaman 117.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Angkasa Baru. Jakarta. Halaman 160.

Soerjono Soekanto. 1984.Sosiologi Suatu Pengantar.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Halaman 190.

Abdul Syani. 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Pajar Agung. Jakarta. Halaman 68.

Van Hoven. 1988.Op. Cit.Halaman 702.

Junus Satrio Atmodjo. 2013.Belajar Arkiologi Mengapa Situs Purbakala Penting Untuk di Lindungi.Diakses pada tanggal 20 Mei 2013. Pukul 11.00. Halaman 2.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Menurut Moh.Nazir,“para peneliti dapat memilih berjenis-jenis metode dalam melaksanakan penelitiannya. Metode yang dipilih berhubungan erat dengan prosedur, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. Prosedur serta alat yang digunakan” (Moh.Nazir, 2005: 48).

Menurut Kartini Kartono, metodologi adalah “cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan sebaik-baiknya untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai tujuan berdasarkan kebenaran”(Kartini Kartono, 1980:15).

Berdasakan pendapat-pendapat di atas, langkah-langkah yang dilakukan dalam penggunaan metode penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menentukan masalah yang menjadi pokok pembahasan 2. Menentukan ruang lingkup penelitian

3. Mengumpulkan data menjawab permasalahan penelitian 4. Pengelolaan data berdasarkan data-data yang terkumpul 5. Menarik kesimpulan dari data yang telah disusun 6. Menyusun laporan dari hasil penelitian secara tertulis


(38)

Berdasakan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara untuk mencapai tujuan dari suatu penelitian. Sehingga metode penelitian sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu penelitian.

B. Metode yang digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Muhammad Ali, metode deskriptif adalah “metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang yang dilakukan dalam menempuh langkah–langkah pengumpulan data, klarifikasi dan analisis pengolahan dan membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dan suatu deskriptif” (Muhammad Ali, 1982: 120).

Menurut Hadarari Nawawi, metode deskriptif dapat diartikan sebagai “prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”(Hadarari Nawawi, 1996: 63).

Sedangkan menurut Moh. Nazir metode deskriptif adalah: Suatu motode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifa serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 2005: 54).

Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam penelitian yang berusaha


(39)

fakta yang ada pada masa sekarang. Dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang persepsi masyrakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto, variabel adalah “suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Suharsemi Arikunto, 1989: 91). Menurut Hadari Nawawi, variabel merupakan “himpunan sebuah gejala yang dimiliki beberapa aspek atau unsur didalamnya, yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek penelitian”(Hadari Nawawi, 1996: 58).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal. Adapun pengertian “variabel tunggal adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau kondisi di dalamnya yang berfungsi mendominasi dalam kondisi atau masalah tanpa dihubungkan dengan lainnya” (Hadari Nawawi, 1996: 58).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan variabel penelitian adalah sesuatu yang hendak diamati dan diambil datanya. Di samping itu variabel penelitian sering juga dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini


(40)

megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat. Penggunaan variabel tunggal bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam merumuskan objek atau inti penelitian yang hanya terdiri dari satu objek penelitian.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto, “populasi adalah keseluruhan objek penelitian” (Suharsimi Arikunto, 1989: 20). Menurut Kartini Kartono, “populasi adalah seluruh jumlah individu dari daerah yang akan di teliti” (Kartini Kartono, 1980: 116). Menurut Hadari Nawawi, menjelaskan bahwa “populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian” (Hadari Nawawi, 1996: 141).

Berdasarkan pendapat di atas yang menjadi populasi di dalam penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat. Masyarakat yang menjadi populasi di dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah berusia 20 tahun ke atas atau sudah menikah yang berjumlah 468 orang. Untuk lebih jelasnya tentang populasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(41)

Tabel 1. Jumlah Anggota Populasi Desa Tinggihari

No Nama Dusun Jumlah Masyarakat

1 Dusun I 240

2 Dusun II 228

Jumlah 468

Sumber: Monografi desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat tahun 2013.

2. Sampel

Dalam setiap penelitian pada umumnya menggunakan sampel. Sebagaimana dikatakan “sampel adalah sebagian atau wakil yang akan diteliti”(Suharsimi Arikunto, 1989: 21). Menurut Hadari Nawawi, “sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Sudjana menyebutkan sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu”(Hadari Nawawi, 1996: 144).

Dari beberapa pengertian sampel yang ada maka penulis akan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Untuk besarnya sampel yang diambil pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat untuk menentukan secara mutlak berapa persen sampel tersebut harus didapat dari populasi. Namun Suharsemi Arikunto mengatakan, “untuk sekedar ancar-ancar maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% ataulebih”(Suharsimi Arikunto, 1989: 134).


(42)

mengambil 20 % dari jumlah populasi. Jadi sampel yang di ambil adalah : 20% X 468 orang = 23 orang.

Jadi, sampel yang diambil yaitu:

Dusun I : 240 X 20% = 12 Orang Dusun II : 228 X 20% = 11 Orang

Jumlah 23 Orang

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam table di bawah ini: Tabel 2. Jumlah Sampel

No Nama Dusun Jumlah Masyarakat

1 Dusun I 12

2 Dusun II 11

Jumlah 23

Sumber: Monografi Desa Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat Tahun 2013.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membuat pertimbangan tertentu yaitu, karena jumlah penduduk di desa Tinggihari berjumalah 468 orang, maka penulis hanya mengambil 23 orang untuk dijadikan sampel.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling, menurut pendapat Masri S, dan Sofian E, purposive samplingadalah:

Cara pengambilan sampel yang memilih sub grup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan populasi. Jadi dalam hal ini kita terlebih dahulu mengetahui sifat-sifat populasi tersebut, dan sampel yang


(43)

akan ditarik diusahakan mempunyai sifat-sifat seperti populasi tersebut. Hal ini berarti bahwa purposive sampling tidak akan dilakukan dari populasi yang belum kita kenal sifat-sifatnya, atau yang harus dikenal terlebih dahulu (Masri S, dan Sofian E, 1989: 169)

Kemudian Suharsimi Arikunto, menjelaskan tentang purposive sampling sebagai berikut:

Purposive sampling (sampling bertujuan) dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel harus didasarkan ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. 2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan

subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan (Suharsimi Arikunto, 1989: 102).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, purposive sampling adalah metode pemilihan sampel dengan cara memilih sub grup dari populasi sehingga sampel yang dipilih memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan populasi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memaparkan tentang sesuatu hal maupun peristiwa termuat di dalam data. Jelas artinya untuk mendapatkan informasi tersebut harus menggunakan teknik-teknik pengumpulan data, sehingga informasi yang diperlukan akan lebih mudah kita peroleh.


(44)

penelitian ini adalah:

1. Teknik Observasi

Menurut Moh.Nazir, “observasi adalah pengamatan mata tanpa ada bantuan dari alat standar lain untuk keperluan tersebut” (Moh.Nazir, 2005: 175). Sedangkan menurut Hadari Nawawi, “observasi merupakan pengamatan langsung dilakukan terhadap objek ditempat terjadinya atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang diselidiki”(Hadari Nawawi, 1986: 100).

Teknik observasi dalam penelitian ini adalah penulis melakukan pengamatan langsung terhadap situs megalitik Tinggihari dan masyarakat desa Tinggihari, yang pada akhirnya bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah masyarakat Tinggihari yang akan dijadikan populasi dan sampel dalam penelitian ini.

2. Teknik Angket atau Kuesioner

Angket adalah salah satu instrumen pengumpulan data berupa serangkaian pertanyaan serta alternatif jawabannya secara tertulis yang hendak diberikan dan dijawab oleh seseorang atau sekelompok orang. Sebagaimana dikatakan bahwa “angket adalah suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan orang banyak, dilakukan dengan jalan menyebarkan suatu


(45)

jawaban atau tanggapan seperlunya” (Kartini Kartono, 1980: 200).

Teknik angket dimaksudkan untuk mendapatkan data yang berupa jawaban tertulis yang diajukan peneliti untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat.

3. Wawancara

Wawancara merupakan “alat pengumpul data dengan mempergunakan Tanya jawab antara pencari informasi dan sumber informasi” (Hadari Nawawi, 1996: 111). Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan wawancara tidak terarah (non directed). Wawancara tidak terarah yakni wawancara yang bersifat santai, bebas dan memberi informan kebebasan sebesar-besarnya untuk memberikan keterangan yang ditanyakan. Wawancara tidak terarah ini penting dilakukan pada tahap pertama penelitian dilakukan karena dapat memberikan keterangan-keterangan tidak terduga yang tidak kita dapatkan dan ketahui jika kita menanyakan dengan wawancara terarah. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang belum didapat pada angket.

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui pencatatan dan menyelidiki terhadap dokumen-dokumen yang ada pada objek


(46)

penelitian, seperti buku-buku, arsip-arsip, catatan harian dan dokumen yang berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Teknik dokumentasi adalah “teknik mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, notulen, legger, agenda, dan sebagainya” (Suharsimi Arikunto, 1989: 188). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dimaksud untuk mendapat data-data yang berupa catatan dan foto-foto yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, tahap-tahap pengolahan data dilakukan dengan cara:

1. Editing

Dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh dan dikumpulkan dari lapangan, kemudian diperiksa atau dikoreksi untuk melihat dan memeriksa kesalahan atau perbaikan data-data yang diragukan.

2. Konding

Suatu usaha untuk mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden menurut macamnya. Hal ini dilakukan dengan cara memberi tanda pada masing-masing jawaban tersebut dengan kode tertentu. Langkah ini dilakukan untuk menghemat waktu dan tenaga yang semestinya dialokasikan untuk mengolah data.


(47)

3. Tabulasi

Kegiatan atau langkah merumuskan data kedalam tabel setelah data diklasifikasikan berdasarkan kategori yang sama. Selanjutnya data disederhanakan kedalam bentuk tabel tunggal, sehingga mudah dibaca.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancar, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2013 : 244 ). Teknik Analisis data merupakan hal kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi ( Spradley dalam Sugiyono, 2012 : 244 ).

Berdasarkan pengertian para ahli tersebut, maka teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.

Di dalam sebuah penelitian yang dianggap penting setelah data terkumpul adalah menganalisis data guna menguji data-data yang telah terkumpul tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis bersifat kualitatif yaitu memberikan arti dan data yang ada sesuai kenyataan yang ada di lapangan sehingga didapat kesimpulan atas masalah yang diteliti.


(48)

situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat. Data yang diperoleh melalui angket kemudian diuji dengan menggunakan uji prosentase.

Uji prosentase akan diuji dengan menggunakan

rumus: p F N

X100% ...%

Keterangan: P = Prosentase

F = Jumlah yang diperoleh N= Jumlah responden Kategori prosentase adalah:

Prosentasi Kategori Penilaian

76%-100%

Baik

50%-75% Cukup Baik 26%-49% Kurang Baik 0%-25% Tidak Baik

(Suharsimi Arikonto,1989: 196)

Menurut Suharsimi Arikunto kriteria penilaian dapat dijabarkan sebagai berikut:

Baik : Masyarakat yang mengetahui, peduli, dan memahami tentang keberadaan situs megalitik Tinggihari

Cukup Baik : Masyarakat yang mengetahui dan peduli namun tidak memahami tentang keberadaan situs megalitik Tinggihari


(49)

Tinggihari

Tidak Baik : Masyarakat yang tidak mengetahui, tidak peduli dan tidak memahami tentang arti keberadaan situs megalitik Tinggihari

Kemudian mendiskripsikan melalui distribusi frekuensi untuk menilai prosentase pendapat dan gambaran yang diberikan responden.


(50)

REFERENSI

Moh Nazir. 2005.Metode Penelitian.Ghalia Indonesia. Jakarta. Halaman 48.

Kartini Kartono. 1980. pengantar Metodologi Riserch Sosial. Alumni Bandung. Halaman 15.

Muhammad Ali. 1982.Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi.Angkasa. Bandung. Halaman 120.

Hadari Nawawi. 1996. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada Universitas Pres. Yogyakarta. Halaman 63.

Moh Nazir. 2005.Op. Cit.Halaman 54.

Suharsimi Arikunto. 1989.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bina Aksara. Jakarta. halaman 91.

Hadari Nawawi. 1996.Op. Cit.Halaman 58.

Ibid. Halaman 58.

Suharsimi Arikunto. 1989.Op. Cit. Halaman 20. Kartini Kartono. 1980.Op. Cit. Halaman 116. Hadari Nawawi. 1996.Op. Cit.Halaman 141. Suharsimi Arikunto. 1989.Op. Cit. Halaman 21. Hadari Nawawi. 1996.Op. Cit.Halaman 144.


(51)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan tentang persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan dan cara berfikir masyarakat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian masyarakat tergolong kedalam perhatian yang positif, hal ini diketahui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 82% masyarakat Tinggihari perhatian terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari. Salah satu perhatian masyarakat tersebut dapat dilihat dari kepedulian masyarakat dalam melestarikan situs megalitik Tinggihari.

2. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan pengetahuan masyarakat tergolong kedalam pengetahuan yang banyak, hal ini diketahaui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 86% masyarakat


(52)

Tinggihari dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada angket dengan benar, sehingga masyarakat Tinggihari dapat dikatakan mempunyai pengetahuan yang banyak mengenai keberadaan situs megalitik Tinggihari.

3. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan cara berfikir masyarakat dapat digolongkan ke dalam cara berfikir yang baik, hal ini diketahaui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 81% masyarakat Tinggihari dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat dapat di kategorikan persepsi yang positif.

B. Saran

1. Secara keseluruhan perhatian masyarakat terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari sudah baik, akan tetapi untuk menambah keindahan pada situs megalitik Tinggihari, diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi dalam menanam bunga pada sekitar peninggalan situs tersebut. Tujuannnya adalah agar situs tersebut terlihat lebih indah sehingga para pengunjung merasa nyaman saat berkunjung.

2. Secara keseluruhan pengetahuan masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat sudah sangat baik hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat


(53)

yang secara keseluruhan mendukung keberadaan maupun pelestarian pada situs Tinggihari, dan mengetahui situs Tinggihari dari masa dahulu sampai masa sekarang. Untuk itu hendaknya masyarakat selalu menjaga dan mempertahankan pengetahuan yang mereka miliki, agar semakin tercipta kesadaran masyarakat mengenai arti pentingnya keberadaan situs Tinggihari di desa Tinggihari.

3. Dari cara berfikir berfikir masyarakat Tinggihari juga sudah baik, untuk itu diharapkan masyarakat mampu mempertahankan cara berfikir mereka dalam mempersepsikan situs megalitik Tinggihari.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU

Ali, Muhammad. 1982. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung. 215 Halaman.

Aman. 1976. Si Pahit Lidah Folk Tales From Indonesia, Jakarta: Djambatan, 45 Halaman.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bina Aksara. Jakarta. 314 halaman.

Ayatrohaedi. 1981. Kamus Istilah Arkeologi 1. Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud. Jakarta. 250 Halaman.

Hoven, Van. 1988. Eksiklopedi Indonesia. Ikhtiat. Jakarta. 1005 Halaman. Indriastuti, Kristantina. 2010. Laporan Penelitian Situs Megalitik Tinggi Hari

Kecamatan Pulang Pinang Kabupaten Lahat. Pusat Arkeologi Palembang. 10

Halaman.

Kartono, Kartini. 1980. pengantar Metodologi Riserch Sosial. Alumni Bandung. 221 Halaman.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Angkasa Baru. Jakarta. 220 Halaman.

Kusumawati, Ayu. 2003. Megalitik Bumi Pasemah Peranan serta Fugsinya. Pusat Penelitian Arkiologi. Jakarta. 203 Halaman.

Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. 195 Halaman.


(55)

Yayasan Baluarti. Jakarta. 201 Halaman. Monografi Desa Tinggihari Tahun 2013. 25 Halaman .

Nawawi, Hadari. 1996. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada Universitas Pres. Yogyakarta. 320 Halaman.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 542 Halaman.

Poerwadarmita. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1005 Halaman.

Poesponegoro. 1993. Sejarah Nasional Indonesia 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. 501 Halaman

Sekunder, Haris. 1993. Peranan Menhir Dalam Masyarakat Prasejarah. Copyright PIA. Jakarta. 1309 Halaman.

Singaribun, Masri dan Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. 336 Halaman.

Soekanto, Soerjono. 1984. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 Halaman.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. 334 Halaman.

Sutaba. 1996. Masyarakat Megalitik Di Indonesia. Balai Arkiologi. Bandung. 205 Halaman.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Pajar Agung. Jakarta. 189 Halaman.

Uchyana, Onang Effendi. 1986. Komunikasi dan Moderenisasi. Penerbit Alumni Bandung. Halaman.

Undang-Undang RI Nomor 11. 2010. Tentang Cagar Budaya. Depdikbud. Jakarta.


(56)

B. Sumber Lain

Dedi Irwanto. 2012. Belajar Dari Onggokan Nan Terabaikan.Diakses pada tanggal 20 Mei 2013. Pukul 11.00. 12 Halaman.

Junus Satrio Atmodjo. http://rovicky.wordpress.com/2013/05/08/belajar-arkeologi-mengapa-situs-purbakala-penting-untuk-dilindungi-1/. Diakses Pada Tanggal 20 Mei 2013, Pukul 11.00.

Suputro. http://www.siputro.com/2011/10/aliran-filsafat-dalam-persoalan-keberadaan/. Diakses Pada Tanggal 20 Mei 2013, Pukul 13.00.

Wawancara dengan Bapak Ahmad Rifai 52 tahun. 1 Januari 2013 pukul 13.30 WIB. Wawancara dengan Bapak Darmawan 52 tahun. Pada tanggal 25 mei 2013. pukul


(1)

102

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan tentang persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari dilihat berdasarkan perhatian, pengetahuan dan cara berfikir masyarakat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan perhatian masyarakat tergolong kedalam perhatian yang positif, hal ini diketahui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 82% masyarakat Tinggihari perhatian terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari. Salah satu perhatian masyarakat tersebut dapat dilihat dari kepedulian masyarakat dalam melestarikan situs megalitik Tinggihari.

2. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan pengetahuan masyarakat tergolong kedalam pengetahuan yang banyak, hal ini diketahaui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 86% masyarakat


(2)

102

Tinggihari dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada angket dengan benar, sehingga masyarakat Tinggihari dapat dikatakan mempunyai pengetahuan yang banyak mengenai keberadaan situs megalitik Tinggihari.

3. Persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat berdasarkan cara berfikir masyarakat dapat digolongkan ke dalam cara berfikir yang baik, hal ini diketahaui berdasarkan dari hasil analisis data yang menunjukkan 81% masyarakat Tinggihari dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa persepsi masyarakat Tinggihari terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat dilihat dari perhatian, pengetahuan, dan cara berfikir masyarakat dapat di kategorikan persepsi yang positif.

B. Saran

1. Secara keseluruhan perhatian masyarakat terhadap keberadaan situs megalitik Tinggihari sudah baik, akan tetapi untuk menambah keindahan pada situs megalitik Tinggihari, diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi dalam menanam bunga pada sekitar peninggalan situs tersebut. Tujuannnya adalah agar situs tersebut terlihat lebih indah sehingga para pengunjung merasa nyaman saat berkunjung.

2. Secara keseluruhan pengetahuan masyarakat Tinggihari Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat sudah sangat baik hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat


(3)

103

yang secara keseluruhan mendukung keberadaan maupun pelestarian pada situs Tinggihari, dan mengetahui situs Tinggihari dari masa dahulu sampai masa sekarang. Untuk itu hendaknya masyarakat selalu menjaga dan mempertahankan pengetahuan yang mereka miliki, agar semakin tercipta kesadaran masyarakat mengenai arti pentingnya keberadaan situs Tinggihari di desa Tinggihari.

3. Dari cara berfikir berfikir masyarakat Tinggihari juga sudah baik, untuk itu diharapkan masyarakat mampu mempertahankan cara berfikir mereka dalam mempersepsikan situs megalitik Tinggihari.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU

Ali, Muhammad. 1982. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung. 215 Halaman.

Aman. 1976. Si Pahit Lidah Folk Tales From Indonesia, Jakarta: Djambatan, 45 Halaman.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bina Aksara. Jakarta. 314 halaman.

Ayatrohaedi. 1981. Kamus Istilah Arkeologi 1. Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud. Jakarta. 250 Halaman.

Hoven, Van. 1988. Eksiklopedi Indonesia. Ikhtiat. Jakarta. 1005 Halaman. Indriastuti, Kristantina. 2010. Laporan Penelitian Situs Megalitik Tinggi Hari

Kecamatan Pulang Pinang Kabupaten Lahat. Pusat Arkeologi Palembang. 10 Halaman.

Kartono, Kartini. 1980. pengantar Metodologi Riserch Sosial. Alumni Bandung. 221 Halaman.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Angkasa Baru. Jakarta. 220 Halaman.

Kusumawati, Ayu. 2003. Megalitik Bumi Pasemah Peranan serta Fugsinya. Pusat Penelitian Arkiologi. Jakarta. 203 Halaman.

Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. 195 Halaman.


(5)

Michrob, Halwany. 1995. Sejarah Perkembangan Arsetektur Kota Islam Banten. Yayasan Baluarti. Jakarta. 201 Halaman.

Monografi Desa Tinggihari Tahun 2013. 25 Halaman .

Nawawi, Hadari. 1996. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada Universitas Pres. Yogyakarta. 320 Halaman.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 542 Halaman. Poerwadarmita. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1005

Halaman.

Poesponegoro. 1993. Sejarah Nasional Indonesia 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. 501 Halaman

Sekunder, Haris. 1993. Peranan Menhir Dalam Masyarakat Prasejarah. Copyright PIA. Jakarta. 1309 Halaman.

Singaribun, Masri dan Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. 336 Halaman.

Soekanto, Soerjono. 1984. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 Halaman.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. 334 Halaman.

Sutaba. 1996. Masyarakat Megalitik Di Indonesia. Balai Arkiologi. Bandung. 205 Halaman.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Pajar Agung. Jakarta. 189 Halaman.

Uchyana, Onang Effendi. 1986. Komunikasi dan Moderenisasi. Penerbit Alumni Bandung. Halaman.

Undang-Undang RI Nomor 11. 2010. Tentang Cagar Budaya. Depdikbud. Jakarta.


(6)

Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta. 268 Halaman.

B. Sumber Lain

Dedi Irwanto. 2012. Belajar Dari Onggokan Nan Terabaikan.Diakses pada tanggal 20 Mei 2013. Pukul 11.00. 12 Halaman.

Junus Satrio Atmodjo. http://rovicky.wordpress.com/2013/05/08/belajar-arkeologi-mengapa-situs-purbakala-penting-untuk-dilindungi-1/. Diakses Pada Tanggal 20 Mei 2013, Pukul 11.00.

Suputro. http://www.siputro.com/2011/10/aliran-filsafat-dalam-persoalan-keberadaan/. Diakses Pada Tanggal 20 Mei 2013, Pukul 13.00.

Wawancara dengan Bapak Ahmad Rifai 52 tahun. 1 Januari 2013 pukul 13.30 WIB. Wawancara dengan Bapak Darmawan 52 tahun. Pada tanggal 25 mei 2013. pukul


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Pendukung Pemenangan Komodo (P2K) Sebagai Tujuh Keajaiban Dunia Alam Baru (Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Masyarakat Kelurahan Sei Agul Terhadap Upaya Pendukung Pemenangan Komodo (P2K) Sebagai Tujuh Keajaiban Dunia

1 94 92

Persepsi Masyarakat Tentang Pengobatan Tradisional Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

0 27 124

Respon Masyarakat Terhadap Program Jamkesmas oleh Puskesmas Kesatria di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang Siantar

3 77 109

Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Pasar Sukaramai (Studi Kasus Pada Masyarakat Kelurahan Tegal Sari I Kecamatan Medan Area Kota Medan )

5 118 98

Upaya Pelestarian Babussalam Sebagai Objek Wisata Religi Di Kabupaten Langkat

0 69 49

Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

10 70 78

Konstruksi Sosial Terhadap Keberadaan Keyboard Bongkar Di Kampung Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

6 134 101

Deskripsi Pemetaan Lokasi Situs Megalitik Pajar Bulan Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat

0 11 37

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI KELURAHAN KENANGA KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

0 1 16