Upaya Pelestarian Babussalam Sebagai Objek Wisata Religi Di Kabupaten Langkat

(1)

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

ARIF KURNIAGUNG NIM 072204008

FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR

DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN


(2)

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

ARIF KURNAIGUNG NIM 072204048

PEMBIMBING

DRS. RIDWAN AZHAR M.Hum NIP. 19550923 198203 1 001

Kertas Karya Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Diploma III Dalam Program Studi Pariwisata

FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR

DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN


(3)

Disetujui oleh:

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Juni 2010

PROGRAM STUDI PARIWISATA KETUA,


(4)

PENGESAHAN Diterima oleh:

PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA USU MEDAN

UNTUK MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG STUDI PARIWISATA

Pada :

Tanggal :

Hari :

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D NIP. 19650909 199403 1 004 Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Ridwan Azhar M.Hum ( .)

2. Mukhtar Madjid, S.Sos., S.Par., M.A ( .)


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat juga menyelesaikan program Diploma III Pariwisata dan kertas karya ini dengan tepat waktu serta salawat dan salam kepada Rasulullah SAW semoga penulis dapat menjadi insan pariwisata yang beriman dan bertaqwa.

Dalam penulisan ini penulis mengangkat judul UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI SALAH SATU OBJEK WISATA ROHANI DI KABUPATEN LANGKAT , karena penulis ingin mempunyai harapan agar Kabupaten Langkat kelak dapat mengembangkan daerah-daerahnya yang memiliki potensi dalam bidang pariwisata demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Penulisan karya ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa yang akan menyelesaikan kuliah pada Program DIII Pariwisata, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Sekaligus merupakan wujud kepedulian penulis akan kelestarian bangunan Babussalam yang berada di Tanjung Pura.

Terima kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Wagirin dan Ibunda Suyani atas dukungan moral dan materi yang telah diberikan dalam penyusunan kertas karya ini. Kasih sayang, bimbingan dan do a yang telah diberikan kiranya mampu menghantarkan penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita agar dapat mewujudkan impian kita semua.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(6)

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Mukhtar Majid, S.Sos.S.Par, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Pariwisata Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Soegeng Pramono, S.E, M.Si, selaku dosen pembaca yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun kertas karya ini.

5. Bapak Solahuddin Nasution, S.E., selaku koordinator praktek bidang keahlian Usaha Wisata. 6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Studi Pariwisata yang telah mendidik dan membimbing

penulis selama perkuliahan.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Bidang Usaha Wisata dan Perhotelan 2007, Program Studi DIII Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, yang selalu mendukung dan membantu penulis selama pembuatan kertas karya ini.

9. Dan yang tak terlupakan semua teman-teman yang telah membawa warna dalam kehidupan penulis dan semua teman yang telah menemani penulis dalam suka dan duka serta selalu membantu dan mendukung penulis.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian kertas karya ini yang tidak dapat disebut satu persatu.


(7)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang nantinya akan membantu dan berguna bagi yang membacanya. Akhir kata penulis berharap semoga kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya insan pariwisata.

Medan, Juni 2010 Penulis

ARIF KURNIAGUNG NIM : 072204008


(8)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya berlandaskan dan taat beragama, hal itu memang sudah tertulis pada asas Pancasila yang pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kehidupan sehari-hari masyarakatnya pun selalu berlandaskan pada ketentuan agamanya masing-masing.

Babussalam merupakan salah satu sarana atau bangunan untuk melakukan pelaksanaan ritual agama, yaitu agama Islam.

Pengembangan pariwisata merupakan salah satu yang sangat penting dalam pembangunan, antara lain sebagai upaya dalam menciptakakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperkenalkan kebudayaan dan keindahan alam serta memupuk rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa.

Pemerintah telah mencanangkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan di Indonesia, dalam bidang menunjang pendapatan (devisa) negara selain sektor migas, ini didukung adanya potensi alam yang sangat bagus yang dijadikan obyek wisata. Babussalam yang terletak di desa Bessilam Tanjung Pura Kabupaten Langkat, adalah salah satu obyek wisata religi yang berpotensi untuk diolah menjadi lahan devisa bagi pendapatan daerah dan nasional.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAKSI...iii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kepariwisataan ... 6

2.2 Motif Perjalanan Wisata ... 7

2.3 Objek dan Daya Tarik Wisata... 9

2.4 Pengertian Kebudayaan ... 10

2.5 Pariwisata Budaya... 12

2.6 Kesenian Tradisional ... 15

BAB III GAMBARAN UMUM BABUSSALAM 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat dan Babussalam ... 17

3.2 Keadaan Sosial Masyarakat... 18


(10)

BAB IV UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI SALAH SATU OBJEK WISATA ROHANI DI KABUPATEN LANGKAT

4.1 Sejarah Singkat Babussalam ... 20

4.2 Regenerasi Pendiri Babussalam... 22

4.3 Aktivitas Wisatawan Selama Berada di Babussalam... 27

4.4 Upaya Pelestarian Babussalam ... 29

4.5 Kendala-kendala yang Dihadapi ... 31

BAB V PENUTUP...33


(11)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya berlandaskan dan taat beragama, hal itu memang sudah tertulis pada asas Pancasila yang pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kehidupan sehari-hari masyarakatnya pun selalu berlandaskan pada ketentuan agamanya masing-masing.

Babussalam merupakan salah satu sarana atau bangunan untuk melakukan pelaksanaan ritual agama, yaitu agama Islam.

Pengembangan pariwisata merupakan salah satu yang sangat penting dalam pembangunan, antara lain sebagai upaya dalam menciptakakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperkenalkan kebudayaan dan keindahan alam serta memupuk rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa.

Pemerintah telah mencanangkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan di Indonesia, dalam bidang menunjang pendapatan (devisa) negara selain sektor migas, ini didukung adanya potensi alam yang sangat bagus yang dijadikan obyek wisata. Babussalam yang terletak di desa Bessilam Tanjung Pura Kabupaten Langkat, adalah salah satu obyek wisata religi yang berpotensi untuk diolah menjadi lahan devisa bagi pendapatan daerah dan nasional.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul

Babussalam merupakan sebuah lokasi wisata religious dan bangunannya dapat disebut sebagai cagar budaya. Basilam atau Babussalam menurut bahasa Arab artinya adalah Pintu Kesejahteraan . Babussalam berada diujung Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara. Apabila berangkat dari kota Medan, membutuhkan 2 jam perjalanan karena jaraknya sekitar 60 kilometer dari kota tersebut. Sekilas, Basilam mirip dengan pesantren yang terkucil, teduh, asri, dan sangat bersahaja.

Babussalam ini ramai dikunjungi oleh jemaah terutama pengikut Tariqat Naqsyabandi baik dari dalam negeri maupun mancanegara seperti dari negara tetangga Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand dan Filipina. Puncak kunjungan peziarah yang paling padat adalah pada saat diperingatinya hari wafatnya pendiri Babussalam yang lazim disebut Haul Tuan Guru Besilam. Tak kurang 5000 sampai 7000 orang tumpah ruah ketika puncak peringatan itu dilaksanakan.

Keberadaan Babussalam yang sangat dekat dengan keramaian menjadikan bangunan ini rentan kerusakan dan kotor. Hal ini membuat pihak keluarga turun temurun pendiri bangunan tersebut bekerja keras bersama dengan masyarakat sekitar agar kelestarian Babussalam tetap terjaga. Apalagi daya tarik yang dimiliki oleh bangunan ini mampu menarik wisatawan untuk datang mengunjunginya.

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Upaya Pelestarian Babussalam Sebagai Salah Satu Objek Wisata Rohani Di Kabupaten Langkat sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang memiliki pesona daya tarik.

1.2 Tujuan Penulisan


(13)

1. Untuk memenuhi persyaratan atau sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Pendidikan Diploma III Jurusan Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk menerapkan pengetahuan yang telah penulis peroleh selama mengikuti studi di bangku kuliah.

3. Memaparkan secara singkat kehidupan masyarakat yang tinggal di Babussalam.

4. Sebagai salah satu tajuk yang dapat dipertimbangkan demi pelestarian asset budaya bangsa.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan alasan pemilihan judul dan masih terbatasnya kemampuan, penulis mencoba untuk memberikan batasan terhadap permasalahan yang dalam kertas karya ini.

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis memaparkan aspek mengenai daya tarik wisata rohani di Babussalam, uraian-uraian sepintas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan teori kepariwisataan serta usaha kepariwisaan yang telah ada. Penulis membatasi masalah dengan tujuan agar tidak terjadi kesulitan dan penyimpangan dalam mengerjakan kertas karya ini.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan adalah suatu cara yang digunakan untuk proses pengumpulan fakta bagi penerapan konsep atau metologi ilmiah untuk mencapai kebenaran.

Selama penulisan kertas karya ini, penulis mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan dua metode, antara lain :


(14)

Mendapatkan data dan informasi melalui bahan-bahan pustaka yang dapat memperjelas tulisan, seperti buku, majalah, koran dan diktat yang berhubungan dengan penjabaran isi kertas karya.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan penelitian langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan bagi kebutuhan penulisan kertas karya, dengan melakukan wawancara dengan instansi terkait serta mengadakan observasi.

3. Sumber Teknologi Internet untuk memperoleh informasi yang lebih luas berkaitan dengan bahasan kertas karya.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh pemahaman kertas karya ini, penulis membagi-bagi pembahasannya dalam lima bab dan masing-masing dibagi dalam beberapa sub yang diuraikan secara teratur dan sistematis sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan, menguraikan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Bab ini menguraikan tentang pengertian kepariwisataan, motif perjalanan wisata, pengertian kebudayaan, pariwisata budaya, objek dan daya tarik wisata.

BAB III Bab ini menguraikan tentang gambaran umum Kabupaten Langkat, sistem sosial budaya masyarakat dan sistem perekonomian.

BAB IV Bab ini menguraikan tentang awal mula berdirinya Babussalam, aktivitas wisatawan selama berada di Babussalam, upaya pelestarian yang dilakukan pihak pengelola Babussalam serta kendala-kendala yang dihadapi.


(15)

BAB V Penutup. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB II

URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN 2.1 Pengertian Kepariwisataan

Setelah Indonesia merdeka tidak ada usaha yang explisit dari pemerintah untuk mengembangkan pariwisata, inisiatif itu datangnya dari pihak swasta. Dengan mengadakan musyawarah di Tugu Bogor, dan membentuk sebuah badan pariwisata swasta: Dewan Tourisme Indonesia pada tanggal 14 Januari 1957 dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono IX. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pariwisata seluas-luasnya atas dasar nonkomersial.

Di Indonesia sendiri kata pariwisata dikenal setelah diselenggarakannya MUNAS Pariwisata II DI Tretes Jawa Timur pada tanggal 12 s/c 14 Juni 1958 untuk menggantikan kata tourisme menjadi pariwisata. Kata Pariwisata pertama kali dicetuskan oleh Prof. Priyono (Alm) yang kemudian disahkan oleh Presiden Soekarno, atas dasar itu pula istilah Dewan Tourisme Indonesia dirubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI), dan orang yang berjasa mempopulerkan kata pariwisata adalah Jenderal G.P.H Djatikusumo yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri perhubungan darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata. Pada tahun 1960 beliau menunjuk Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI) sebagai satu-satunya penanggung jawab dalam menyelenggarakan segala jenis kegiatan kepariwisaan. Bersama-sama dengan bagian kementrian perhubungan ditetapkan sebagai Biro Executive untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang kepariwisataan.

Menurut pengertian secara etymologi kata pariwisata diidentikkan dengan kata travel dalam bahasa inggis yang dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari suatu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau berkelompok dari suatu tempat ke


(17)

tempat lain dengan tujuan dan motif untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada penjabaran kata-kata berikut:

Wisata: Perjalanan, dalam bahasa Inggris dapat disamakan dengan kata travel.

Wisatawan: Orang yang melakukan perjalanan, dalam bahasa Inggris dapat disebut dengan istilah travelers .

Pariwisata : Perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, dalam bahasa Inggris disebut dengan tour .

Kepariwisataan: Hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata dan dalam bahasa Inggris disebut dengan tourism .

Beberapa definisi pariwisata menurut para ahli:

E. Guyer Freuler merumuskan pengertian pariwisata dengan memberikan batasan pariwisata sebagai berikut: Pariwisata dalam arti modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan. (Yoeti, 1996:115). Prof. Salah Wahab (bangsa Mesir), dalam bukunya yang berjudul An In Introduction on Tourism Theory mengemukakan bahwa pariwisata itu adalah suatu aktivitas manusia yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri atau diluar negeri, meliputi pendiaman orang lain di daerah lain (daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap. (Yoeti,1996:116)


(18)

Prof. Hunziger dan Krapf dari Swiss pada tahun 1942 memberikan batasan pariwisata yang lebih bersifat teknis, bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak lagi di tempat itu untuk melakukan pekerjaan yang penting yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara. (Anatomi Pariwisata,1996:116)

Batasan yang tertera dalam definisi ini diterima secara official oleh The Association International des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST) yang berlaku hingga saat ini.

Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960, Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara lain (pariwisata luar negeri).

Satu hal sangat menonjol dalam batasan-batasan yang dikemukakan diatas ialah bahwa pada pokoknya, apa yang menjadi cirri dari perjalanan pariwisata itu adalah sama, namun cara mengungkapkannya saja yang berbeda.

2.2 Motif Perjalanan Wisata

Pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata itu tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi, suatu perjalanan dapat dianggap sebagai suatu perjalanan wisata apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

- Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam - Bersifat sementara waktu

- Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah atau bayaran


(19)

1. Motif Fisik (Physical Motivation) yaitu, motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, misalnya kebutuhan untuk beristirahat, olahraga, kesehatan dan sebagainya.

2. Motif Budaya (Cultural Motivation) yaitu, motif yang didasarkan atas faktor budaya. Wisatawan dengan motif budaya selalu datang ke tempat tujuan wisata untuk mempelajari atausekedar untuk mengenal atau memahami tata cara, kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupan sehari-hari, kebudayaan yang berupa musik, tari, tata bangunan dan sebagainya.

3. Motif Interpersonal (Interpersonal Motivation) yaitu, motif yang timbul dari dalam diri manusia itu sendiri karena adanya hasrat atau keinginan untuk bertemu dengan orang lain, keluarga, teman, sahabat, atau berkenalan dengan dengan orang-orang tertentu atau hanya sekedar ingin berjumpa dengan tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, bintang film, tokoh politik, dan sebagainya.

4. Motif Status atau Motif Prestise (Statuse and Prestise Motivation) yaitu, motif yang timbul karena adanya kebutuhan ego dan keinginan untuk mengembangkan diri agar dianggap lebih tinggi dari orang lain.

2.3 Objek dan Daya Tarik Wisata

Dalam kepariwisataan Indonesia terdapat perbedaan antara objek wisata dan dan daya tarik wisata. Pengertian objek wisata lebih banyak menggunakan istilah tourism attraction yaitu: segala sesuatu yang menjadi daya tarik wisata, sehingga objek wisata dapat diartikan sebagai tempat yang menjadi sasaran perjalanan wisata karena adanya daya tarik yang ditampilkan oleh daerah tersebut. Atraksi wisata sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dinikamati dan dilihat, dan yang termasuk didalamnya adalah acara-acara ritual atau


(20)

Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa objek dan daya tarik wisata merupakan unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sasaran wisata.

Menurut Marioti (Yoeti, 1996:172), ada tiga hal yang menjadi daya tarik orang untuk mengunjungi suatu daerah wisata adalah:

1. Hasil ciptaan manusia (man made supply), berupa benja-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan.

2. Benda-benda yang tersedia di alam semesta (natural amentities), misalnya flora dan fauna, hutan belukar dan lain-lain.

3. Tata cara hidup masyarakat (the way of life), misalnya: upacara pembakaran mayat di Bali (ngaben), upacara sekaten di Jogjakarta.

UU No. 9/1990 memberikan rumusan tentang ruang lingkup objek dan daya tarik wisata, yaitu:  Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan

Objek dan daya tarik ciptaan Tuhan ini merupakan suatu kawasan yang berisi flora dan fauna yang dikuasai dan dikelola untuk dijadikan suatu tempat kegiatan wisata. Objek dan daya tarik wisata ini dapat dibagi atas 3 kelompok, yaitu:

1. Objek kawasan hutan, pertanian, perkebunan, dan peternakan. 2. Objek wisata laut, pantai, gunung dan sebagainya.

3. Objek wisata lembah, gua, gunung dan sebagainya  Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia


(21)

Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia dapat berwujud peninggalan purbakala, sejarah seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru dan lain-lain. Jenis-jenis objek dan daya tarik wisata yang berupa hasil karya manusia dengan budayanya adalah sebagai berikut:

1. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan

2. Aneka ragam budaya seperti : adat istiadat, upacara keagamaan, perkawinan dan lain-lain.

3. Hasil kerajinan tangan dan karya arsitektur.

Untuk meningkatkan potensi dan daya tarik wisata di suatu daerah perlu ada usaha-usaha pengembangan dan pembangunan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada maupun yang menciptakan objek dan daya tarik wisata. Dan untuk memotivasi wisatawan suatu daerah tujuan wisata harus memiliki dan memenuhi tiga syarat utama, yaitu:

a. Something to do, yaitu ada sesuatu yang dapat dilakukan. b. Something to see, yaitu ada sesuatu yang dapat dilihat. c. Something to buy, yaitu ada sesuatu yang dapat dibeli. 2.4 Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang sangat luas, sehingga sukar sekali mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terperinci dengan mencakup segala segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Budaya adalah kegiatan berpikir, bertindak, dan merasa yang dilakukan masyarakat yang menampilkan identitasnya sebagai suatu kesatuan. (Wahid : 2001).

Dalam pengertian ini, kata budaya berarti keseluruhan produk seni dan sastra, pemaparan proses berpikir dan hasil pemikiran, refleksi dan pendalaman masalah, serta rekonstruksi dan proyeksi


(22)

kehidupan kita di masa lampau hingga ke masa mendatang, dan akhirnya juga totalitas pandangan hidup dan sikap kita sebagai bangsa.

Kebudayaan merupakan sesuatu yang luas yang mencakup inti-inti kehidupan suatu masyarakat. Kebudayaan selalu lahir dari interaksi antar pribadi atau kelompok sembari menjamin kemerdekaan setiap pesertanya, oleh sebab itu, ia menjadi milik masyarakat, bukan milik negara.

Dalam khasanah antropologi Indonesia, kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Dalam pengertian tersebut, kebudayaan mencakup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia, termasuk didalamnya benda-benda hasil kreativitas/ciptaan manusia,. Namun dalam perspektif antropologi yang lebih kontemporer, kebudayaan didefinisikan sebagai suatu sistem simbol dan makna dalam sebuah masyarakat manusia yang didalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai tentang hubungan social dan perilaku yang menjadi identitas dari masyarakat bersangkutan.

Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang ada dalam masyarakat, antara lain: 1. Sistem religi (sistem kepercayaan)

2. Sistem pengetahuan 3. Sistem kemasyarakatan 4. Sistem mata pencaharian 5. Sistem bahasa

6. Sistem kesenian


(23)

Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan masing-masing yang berbeda satu sama lain, dan setiap kebudayaan mempunyai sifat dan hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun berada, yaitu:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalur dari perilaku

2. Kebudayaan sudah lahir terlebih dahulu daripada manusia itu lahir, pada suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia suatu generasi yang bersangkutan.

3. Kebudayaan dibutuhkan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya di kehidupan sehari-hari.

4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, serta tindakan-tindakan-tindakan-tindakan yang dilarang maupun yang diizinkan.

2.5 Pariwisata Budaya

Pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang berdasarkan pada mozaik tempat, tradisi, kesenian, upacara-upacara, dan pengalaman yang memotret suatu bangsa/suku bangsa dan identitas (character) dari masyarakat atau bangsa bersangkutan. Garrison Keillor, pada tahun 1995 dalam pidatonya pada White House Conference on Travel & Tourism di Amerika Serikat, telah mendefinisikan pariwisata budaya di Amerika secara baik dengan mengatakan, We need to think about cultural tourism because really there is no other kind of tourism. It s what tourism is...People don t come to America for our Airports, people don t come to America for our hotels, or the recreation facilities They come for our culture: high culture, low culture, middle culture, right, left, real or imagined they come to here to see America.


(24)

dihasilkan oleh para leluhur dan diwariskan secara turun-temurun sebagai daya tarik. (Yoeti 1996:40) Berdasarkan definisi diatas dapat dijelaskan bahwa pariwisata budaya adalah kegiatan wisata yang dilakukan sekedar untuk mengetahui bagaimana kebudayaan itu berada dalam suatu masyarakat. Kegiatan itu dapat dilakukan wisatawan ke suatu wilayah yang belum pernah didatangi atau diketahui, walaupun hanya sekedar melihat, mengamati atau diskusi tentang kebudayaan tersebut.

Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa kita merupakan bangsa yang serba multi, baik itu multi-insuler, multibudaya, multibahasa, maupun multiagama. Kesemuanya itu bila dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai potensi untuk memakmurkan rakyat dan memajukan bangsa kita.

Pariwisata budaya sebagai perpaduan dua unsur, baik sebagai industri maupun sebagai sistem yang berkelanjutan, yang memberikan peluang bagi Indonesia. Artinya, pariwisata budaya dapat membangun upaya terpadu untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat. Caranya adalah dengan mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya budaya berkelanjutan.

Dalam mengembangkan pariwisata budaya Indonesia dalam era otonomi dan perubahan paradigma, beberapa hal utama perlu mendapat perhatian, yaitu keterpaduan penerapan antara prinsip Sustainable Development, Sustainable Tourism dan prinsip pengelolaan sumber daya budaya. Apalagi trend kepariwisataan 2010 di kalangan wisatawan mancanegara (wisman) masih tetap berkiblat pada pariwisata budaya. Bahkan, negara-negara yang mengelola kepariwisataan sebagai salah satu sumber pendapatan, kini cenderung melakukan upaya-upaya pelestarian tradisi dengan memberikan kontribusi yang ideal bagi penganut tradisinya.


(25)

2.6 Kesenian Tradisional

Adapun cakupan pengertian yang terkandung dalam istilah kesenian tradisional pada hakikatnya cukup luas. Kesenian tradisional dapat merangkum antara lain unsur-unsur seni sastra, seni rupa, gerak dan tari, seni suara serta musik. Selanjutnya fakta histories dan aktual memperlihatkan kepada kita bahwa kesenian tradisional berkaitan secara timbal balik serta merupakan bagian dari aktivitas dan pola hidup masyarakat pendukungnya yang bertalian dengan kebudayaan masyarakatnya. Kesenian dapat dipandang sebagai refleksi kebudayaan masyarakatnya.

Jika kita cermati secara seksama, muatan atau kandungan kesenian tradisional pada dasarnya sangat luas dan dalam. Pemahaman yang mendalam terhadap totalitas, latar belakang, dan konteks kesenian tradisional akan mengantarkan kita kepada pemahaman akan makna acaranya. Dengan demikian kesenian tidak hanya dipahami sebagai gerak semata, atau bunyi yang berirama semata, atau rupa dan ungkapan-ungkapan semata, muatan kesenian tradisional bukan hanya yang terlihat atau yang terdengar melainkan juga yang melatarbelakangi dan yang menjadi tujuan atau maksudnya, berupa ide-ide yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat yang bersangkutan.


(26)

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LANGKAT 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat secara geografis terletak diantara koordinat 3° 14° Lintang Selatan dan 4° 13° Lintang Utara serta 97° 52° Bujur Barat 98° 45° Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Daerah Tingkat I Nanggroe Aceh Darussalam.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Kabupaten Karo  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tingkat II Deli Serdang

 Sebelah Barat berbatasan dengan Daerah Tingkat II Aceh Tengah Provinsi daerah Tingkat I Nanggroe Aceh Darussalam.

Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat dari permukaan laut dapat dikategorikan dalam dua klasifikasi sebagai berikut:

- Dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0 30 m diatas permukaan laut. - Dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 0 1200 m diatas permukaan laut.

Luas wilayah Kabupaten Tingkat II Langkat sebesar 6.263,29 km persegi, yang terdiri dari 15 kecamatan, 203 desa, dan 9 kelurahan. Dalam perencanaan pembangunan wilayah, Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat dibagi menjadi tiga bagian wilayah pembangunan. Pembagian wilayah ini terutama memperhatikan faktor geografi, demografi dan potensi alam serta tata ruang dan saling ketergantungan antar daerah. Untuk memudahkan pelaksanaan perencanaan dan pengawasan pembangunan, batas wilayah adalah batas administrasi kecamatan dan dibagi atas tiga wilayah pembangunan yang terdiri dari:


(27)

 Wilayah pembangunan I Langkat Hulu meliputi Kecamatan Bahorok, Kecamatan Salapian, Kecamatan Kuala dan Kecamatan Selesai. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian pangan, perkebunan menunjang ekspor komoditi nonmigas pariwisata.

 Wilayah pembangunan II Langkat Hilir meliputi Kecamatan Stabat, Kecamatan Secanggang, Kecamatan Padang Tualang, Kecamatan Hinai dan Kecamatan Tanjung Pura. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, perkebunan dan industri.

 Wilayah pembangunan III Teluk Haru meliputi Kecamatan Gebang, Kecamatan Babalan, Kecamatan Besitang dan Pangkalan Susu. Potensi utama wilayah ini adalah sektor pertanian pangan, perikanan, industri dan perkebunan.

3.2 Keadaan Sosial Budaya Masyarakat

Jumlah penduduk di Daerah Tingkat II menurut laporan terakhir bulan Januari 2010 lebih kurang 984.652 jiwa. Bila dibandingkan dengan luas daerah Kabupaten Langkat maka kepadatan penduduknya rata-rata 227 jiwa/km. Terdiri dari beberapa suku, yaitu Jawa, Batak, Melayu, dan etnis asing. Kabupaten Daerah Tingkat II merupakan daerah yang masyarakatnya mayoritas suku Jawa sedangkan untuk agama adalah Islam sehingga kegiatan keagaman di daerah ini pun masih tetap aktif.

Keberadan orang jawa di daerah ini pada awalnya merupakan akibat dari adanya program transmigrasi yang diadakan pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa. Kehidupan masyarakat di Kabupaten Langkat masih kental akan budaya sehingga nilai tradisi teteap ada walaupun seiring dengan perkembangan zaman danbanyaknya pengaruh budaya luar yang masuk namun para sesepuh adat masing-masing budaya berusaha mempertahankan nilai budaya yang ada, hal ini dapat dilihat dengan berkembangnya Babussalam dan upacara adat perkawinan yang masih tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat setempat.


(28)

3.3 Sistem Perekonomian

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Kabupaten Langkat adalah petani. Lahan yang datar sangat sesuai dijadikan sebagai areal pertanian seperti padi, tanaman palawija, dan lain-lain. Usaha perkebunan juga dijalankan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Langkat seperti tanaman coklat, tebu, durian dan rambutan yang masa buahnya mengalami musiman. Diluar daripada itu masyarakat Kabupaten Langkat tidak jarang yang bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri dan pegawai swasta.


(29)

BAB IV

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI SALAH SATU OBJEK WISATA ROHANI DI KABUPATEN LANGKAT

4.1 Sejarah Singkat Babussalam

Kira-kira 400 tahun yang lalu, sultan-sultan yang memerintah Kerajaan Langkat, telah memelihara guru-guru agama. Menurut riwayat yang merajai Hamparan Perak, mempunyai putra kembar dan keduanya diberi nama Hafidz. Setelah beranjak dewasa keduanya belajar ke Aceh, hingga Hafidz yang muda khatam Al-Qur an dan Hafidz yang tua membawa seorang bansa Arab dari Aceh ke Hamparan Perak untuk mengemban tariqat Naqsabandiah. Namanya Shiddik bin Abdullah.

Di masa pemerintahan Sultan Musa (1314 H), Langkat mengalami masa kejayaan. Baginda Sultan Musa sangat suka berinteraksi dengan alim ulama sampai mangkatnya ia dikenal sebagai orang yang saleh dan wara .

Ayahandanya yang di panggil dari Siak ke Langkat yang bernama Sultan Ahmad, untuk menggantikan Sultan Bandahara Belat Jentera Malay, Raja Langkat yang keenam yang telah mangkat. Namun tidak berapa lama Sultan Ahmad memegang tampuk kekuasaan di Langkat dan pecahlah perang saudara di negeri itu. Dua diantara kejeruan (sekarang kecamatan), yaitu Stabat dan Selesei, berontak melawan pemerintahan Sultan Ahmad. Dalam keadaan kacau balau dan rusuh baginda pun mangkat.

Menurut Thasyim dalam bukunya Riwayat Syekh Abdoel Wahab Tuan Goeroe Bessilam dan Kerajaan Langkat , seorang putra dari Sultan Bandahara Belat Jantera Malay, yang bernama Soetan Maklum, belakangan di gelar dengan Sultan Musa dengan Tengku Maharaja Setia Pahlawan Negeri Langkat, mengadakan musyawarah dengan pembesar-pembesar kerajaan. Musyawarah ini menghasilkan kesepakatan persetujuan untuk menjemput Sultan Musa ke Siak untuk menggantikan kedudukan


(30)

Sultan Musa pada masa itu tidaklah tergolong orang berada. Mengingat kerusuhan di Langkat perlu untuk diredakan. Untuk itulah maka Sultan Siak mengkaruniai bantuan uang dan kendaraan, akan tetapi itu semua ia tolak dengan halus. Akhirnya Sultan Musa berangkat ke Langkat dan di lepas oleh Sultan Siak dengan diiringi do a.

Setibanya di Langkat beliau diangkat menjadi orang yang dipercayai untuk memimpin Langkat. Sejak beliau memegang jabatan itu kerajaan senantiasa rusuh, peperangan dan pemberontakan di berbagai daerah sering terjadi. Suasana peperangan itu berjalan puluhan tahun. Dari kerajaan Deli dan Tamiang juga sering datang mengganggu. Namun berkat keberanian dan semangat kepahlawanan yang mendalam di dalam dada baginda, maka kerajaan dapat diselamatkan dari kehancuran. Tamiang sebelah kiri mudik, menurut persetujuan Aceh takluk pada kerajaan Langkat.

Baginda pada saat itu mempunyai sembilan orang putra dan putri yaitu: 1. Tengku Ulung gelar Tuanku Mangkubumi

2. Tengku Andak gelar Tuanku Pangeran Tanjung 3. Tengku Oemar

4. Tengku Kelana bergelar Tuanku Temenggung 5. Tengku Abdullah

6. Tengku Ubang 7. Tengku Besar

8. Tuanku Kecil, gelar Sultan Abd. Aziz Abd. Jalil Rahmatsyah (1311 H) 9. Tuanku Puteri

Permaisuri bernama Tuanku Hajjah Maslurah yang terkenal dengan panggilan Tengku Uncu.Usia Sultan Musa telah lanjut. Pada menjelang akhir hayatnya lebih banyak beramal untuk akhirat daripada dunia. Maka baginda pun memelihara Syekh H H.M Nur, teman syekh Abd. Wahab ketika belajar di Mekkah untuk dijadikan guru di kerajaannya. Maka semua putra-putranya di perintahkan untuk belajar kepadanya. Setelah 8 tahun mengaji akhirnya tamatlah Al-Qur-an dan telah bias menjadi


(31)

kerajaan. Pembesar kerajaan pun setuju, mengingat akhlak dan tingkah lakunya yang baik.

Pada suatu hari Tuanku Besar jatuh sakit, banyak tabib dan dukun suku Melayu atau Batak mengobatinya, namun penyakitnya tiada berkurang. Akhirnya Tuanku Besar pun meninggal dunia. Sultan Musa dan permaisuri tidak dapat menahan kesedihan hati, sehingga bersedih setiap hari atas kematian putra tercinta, hampir seperti orang gila.

Syekh H.M Nur menasehati agar mereka berdua bersuluk kepada syekh Abd. Wahab untuk menghilangkan segala sesuatu yang menyusahkan hati. Sultan Musa Setuju, lalu konsep sepucuk surat yang ditunjuk untuk syekh Abd. Wahab, yang isinya mengundang untuk datang ke Langkat. Kemudian ditandatangani oleh Sultan dan dibubuhi dengan cap Kerajaan Langkat.

Surat itu di terima oleh syekh Abd. Wahab di Kubu, maka beliau pun mangadakan musyawarah kepada murid-muridnya. Pada hari yang cerah syekh Abd. Wahab meninggalkan Kubu dan berlayar menuju Langkat bersama istrinya. Sesampainya di Langkat, tepatnya di Tanjung Pura, beliau disambut hangat oleh syekh H.M Nur dengan penuh kasih sayang dan memeluk serta menciumnya untuk melepaskan rindu. Setelah lebih kurang sebulan lamanya syekh Abd. Wahab memberikan pelajaran kepada Sultan Langkat, dan beliau memimpin ibadah suluk di Gebang desa Putri, yang diikuti Sultan Musa beserta istrinya. Setelah 4 bulan di Langkat, maka beliau pun pulang ke Kubu negeri Kualah. Setibanya syekh Abd. Wahab di Kualah penyakit yang diderita oleh yang dipertuan muda Haji Ishak semakin parah dan meninggalkan beberapa orang putra yang masih kecil, dan penggantinya di angkat Tuanku Uda, adik dari yang dipertuan muda H Ishak. Sifat dari Tuanku Uda sangat berlainan dengan abangnya, yang kurang suka dengan syekh Abdul Wahab. Maka ia pun berunding dengan para muridnya, dan hasil dari musyawarah tersebut memutuskan syekh Abdul Wahab untuk pindah ke Langkat.


(32)

Babussalam berkembang menjadi kampung dengan otonomi khusus. Menjadi basis pengembangan tarekat Naqsyabandiyah di Sumatra Utara, syekh Abdul Wahab membentuk pemerintahan sendiri di kampung itu. Perangkatnya antara lain dengan membuat Lembaga Permusyawaratan Rakyat (Babul Funun).

Hingga kini, kampung itu terjaga sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyabandiyah. Tetap mendapatkan perlakuan khusus dari Pemerintah Daerah setempat. Aktivitas sehari-hari ditandai dengan kegiatan suluk yang dipimpin oleh khalifah yang kesepuluh yakni Syekh H Hasyim.

Kendati terjalin erat, hubungan syekh Abdul Wahab dan Sultan tidak selalu harmonis. Bahkan hubungan antara keduanya sempat renggang, saat syekh Abdul Wahab difitnah membuat uang palsu. Akibatnya, Sultan memerintahkan penggeledahan ke rumah syekh Abdul Wahab. Kendati tak terbukti, keduanya bahkan saling memaafkan. Seusai peristiwa itu, syekh Abdul Wahab kemudian pindah ke Malaysia. Kepindahannya ini kabarnya menyebabkan penghasilan sumur minyak di Pangkalan Brandan surut.

Begitu pun, suatu saat penjajah Belanda menekan Sultan. Dalihnya, berbekal potret syekh Abdul Wahab, turut bertempur membantu pejuang Aceh melawan Belanda. Padahal, pada saat bersamaan, pengikutnya menegaskan Tuan Guru berdzikir di kamarnya.

Setelah itu, syekh Abdul Wahab kembali ke Babussalam, setelah terharu menyaksikan kampung yang dibangunnya menyepi, akhirnya Tuan Guru memutuskan untuk menetap di Babussalam. Bersama pengikutnya, ia kembali membangun Babussalam. Tak sekadar berkembang pesat, Tuan Guru bersama Babussalam tumbuh disegani. Tak ayal, Belanda berusaha menjinakkannya.

Maka pada 1 Jumadil Akhir 1241 H, Asisten Residen Van Aken, menyematkan bintang kehormatan kepadanya. Kendati demikian, tak berarti Tuan Guru terpedaya. Bahkan, di saat prosesi penyematan, Tuan Guru dalam sambutan meminta Van Aken menyampaikan kepada Raja Belanda


(33)

untuk masuk Islam. Menilai pemberian bintang itu sindiran, ia meminta pengikutnya untuk lebih giat lagi. Bintang kehormatan itu pun kemudian diserahkan kepada Sultan Langkat.

Kendati dikenal sebagai pemuka agama, tak berarti Tuan Guru tak memiliki kepedulian pada politik. Ia mengutus anaknya untuk menemui HOS Cokroaminoto pada 1913. Tujuannya untuk membicarakan pembukaan cabang Sarekat Islam di Babussalam. Tak lama kemudian, SI pun berdiri di kampung yang dipimpinnya.

Tuan Guru wafat di usia 115, pada 21 Jumadil Awal 1345 H (27 Desember 1926), meninggalkan 27 istri, 26 anak, dan puluhan cucu. Hingga kini, setiap peringatan hari wafat (haul), dirayakan besar-besaran. Ratusan pengikutnya yang memegang tarekat Naqsyahbandiah dari berbagai kota di Sumatera hingga Malaysia, Singapura, dan Thailand.

4.2 Regenerasi Pendiri Babussalam

Nama lengkap Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi, terkenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam (Besilam) , Faqih Muhammad gelarnya, dan Abu Qosim demikian nama kecilnya. Beliau dilahirkan pada tanggal 19 Rabi ul Akhir 1230 H. bertepatan dengan 28 September 1811 M. di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Sumatera Timur, (Sekarang Propinsi Riau). Dan wafat pada tanggal 21 Jumadil awal 1345 H. bertepatan dengan 27 desember 1926 M. di Babussalam, Tanjungpura, Sumatera Timur (Sekarang Sumatera Utara) Menurut silsilah urutan pengambilan tarikat naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan adalah keturunan ke-32 dari Rasulullah Saw. Adapun silsilah tarekat yang dianut oleh Syekh Abdul Wahab Rokan ini, dapat dilihat pada bait-bait sya ir beliau.

Ayahnya bernama Abdul Manaf bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai, keturunan dari raja-raja Siak. Sedangkan ibunya bernama Arba iah binti Datuk Dagi binti Tengku


(34)

Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim mempunyai pertalian darah dengan Sultan Langkat. Beliau mempunyai 27 orang istri dan keturunannya sudah sangat banyak hingga saat ini.

Salah satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu dan murid-muridnya. Daerah yang bernama "Babussalam" ini di bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu.

Setelah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan wafat, kedudukan mursyid dan nadzir Babussalam dipercayakan kepada putra-putra beliau. Mereka yang pernah memangku jabatan sebagai Tuan Guru Babussalam dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Syekh Abdul Wahab Rokan al-khalidi al-Naqsyabandi, (Tuan Guru I ) 2. Syekh Haji Yahya Afandi (anak, Tuan Guru II)

3. Syekh Haji Abdul Manaf (cucu, Tuan Guru III ) 4. Syekh Haji Abdul Jabbar (anak, Tuan Guru IV ) 5. Syekh Haji Muhammad Daud (anak, Tuan Guru V )

6. Syekh Haji Faqih Yazid (Faqih Tambah) (anak, Tuan Guru VI ) 7. Syekh Haji Muim al-Wahhab (anak, Tuan Guru VII )

8. Syekh Haji Madyan al-Wahhab (anak, Tuan Guru VIII ) 9. Syekh Haji Anas Mudawwar (cucu, Tuan Guru IX ) 10. Syekh Haji Hasyim al-Syarwani (cucu, Tuan Guru X ).

Pengganti Syekh Abdul Wahab Rokan yang pertama sebagai Tuan Guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Syekh H. Yahya Afandi. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâzdir Babussalam berusia pendek, memangku jabatan ini selama 4 tahun (wafat 1929 M.) dalam usia 56 tahun. Kemudian ia digantikan oleh putranya sendiri, Abdul Manaf, yang juga masa kepemimpinannya relatif singkat.


(35)

Pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah tertua yang bernama Muhammad sa id, yang telah diangkatnya terlebih dahulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Abdul manaf meninggal dunia di tanah suci Mekkah ketika melaksanakan ibadah haji dan dimakamkan di sana.

Syekh H. Abdul Jabbar merupakan penerus selanjutnya, ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang hadir di Babussalam. Ia wafat pada 19 Jumadil Akhir 1361 H. setelah memangku jabatan mursyid dan nâzdir selama 6 tahun. Inilah pergantian kepemimpinan yang terakhir yang tampaknya berjalan tanpa persaingan. Pergantian-pergantian kepemimpinan berikutnya diwarnai persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam dan menjadikan wibawa nama besarnya itu sebagai asset politik.

Ketika Syekh Abdul Jabbar wafat (1943 M.) wakilnya (yang juga saudaranya), Syekh Muhammad Daud, menggantikannya sebagai pemimpin Babussalam. Pada waktu terjadi aksi meliter Belanda yang pertama (1947 M.) setelah kekalahan Jepang, Syekh Muhammad Daud meninggalkan Babussalam dan kembali lagi pada tahun 1951 M. Sementara itu khalifah yang lain yang juga saudaranya, Syekh Faqih Tambah (Yazid), telah mengambil kedudukan tertinggi di Babussalam. Kedudukannya sebagai mursyid dan nâdzir pada waktu itu dikukuhkan oleh sebagaian besar khalifah, dan ahli-ahli tarekat pada 1952 M.

Syekh Muhammad Daud, tetap mengangap dirinya sebagai pemimpin yang sah, sementara Faqih Tambah menyatakan dirinya juga sah dan tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Syekh Muhammad Daud ketika ia kembali lagi ke Babussalam. Sejak saat itu terjadilah konflik yang berkepanjangan yang belum ada penyelesaiannya sampai saat sekarang ini.

Konflik ini telah menjadikan Babussalam terpecah menjadi dua, pertama, kelompok yang menyatakan bahwa Syekh Muhammad Daud yang sah menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam, dan yang lain menyatakan bahwa Faqih Tambahlah yang sah memangku jabatan tersebut. Pada akhirnya


(36)

Syekh Muahammad Daud mendirikan rumah suluk-nya sendiri, yang letaknya tidak beberapa jauh dari rumah suluk yang dipimpim oleh saudaranya Syekh Faqih Tambah.

Usaha untuk menengahi polemik yang terjadi di antara keduanya, baik dari kalangan keluarga, organisasi Islam maupun dari kalangan pejabat pemerintah tetap tidak membuahkan hasil. Hingga keduanya di panggil kehadhirat Allah Swt. masing-masing tahun 1971-1972 M. keduanya tetap bertindak sebagai mursyid dan nâzdir di Babussalam.

Sepeninggal keduanya, terpilihlah putra Syekh Abdul Wahab Rokan yang lain, Syekh Mu im al-Wahhab. Pelantikan Syekh Mu im sebagai mursyid dan nâzdir, pimpinan tertinggi (Tuan Guru Babussalam VII), di hadiri oleh ribuan umat Islam yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ia memangku jabatan tersebut lebih kurang 9 tahun (1972-1981 M). Selanjutnya ia di gantikan oleh putra terakhir Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Madyan al-Wahhab. Walaupun demikian, Babussalam tetap terpecah dua. Rumah sulûk peninggalan Syekh Muahammad Daud, terus di kelola oleh putranya Syekh Haji Tajuddin.

Dua orang cucu terkemuka Syekh Abdul Wahab Rokan, Syekh Faqih Shaufi bin Syekh Haji Bakri dan Syekh Anas Mudawwar bin Syekh Muhammad Daud, merupakan dua calon terkuat dan di pandang layak untuk memimpin Babussalam sepeninggal Syekh Madyan al-Wahhab. Pemilihan ini tidak hanya melibatkan kalangan keluarga dan khalifah, tetapi juga melibatkan pejabat pemerintah. Dukungan politik yang diberikan oleh pemerintah kepada Syekh Anas Mudawwar merupakan faktor terkuat terpilihnya ia sebagai pimpinan tertinggi di Babussalam.

Keluarga besar Babussalam kembali disibukkan dengan pemilihan calon pemimpin baru sepeninggal Syekh Anas Mudawwar (1997 M.). Masing-masing Bani mengirim utusannya (calon) yang di pandang layak dalam pemilihan tersebut. H. Ahmad Fuad Said bin Syekh Faqih Tuah dan H. Hasyim al-Syarwani bin Syekh Mu im al-Wahhab merupakan dua calon terkuat yang di pandang memenuhi


(37)

syarat menjadi pemimpin Babussalam pada saat itu. Pada akhirnya H. Hasyim al-Syarwani terpilih menjadi mursyid dan nâzdir Babussalam menggantikan Syekh H. Anas Mudawwar setelah sebelumnya H. Ahmad Fuad Said mengundurkan diri dalam pencalonan tersebut

4.3 Aktivitas Wisatawan Selama Berada di Babussalam

Perayaan Haul adalah suatu acara yang dilaksanakan oleh anak, cucu dan para murid tuan guru Babussalam untuk memperingati hari wafatnya tuan guru Babussalam, yang diperingati setiap tahunnya. Perayaan Haul ini dilaksanakan pada tanggal 21 Jumadil Awal pada setiap tahunnya, dan selalu dikunjungi oleh para kerabat yang datang dari berbagai daerah atau negara. Beribu-ribu orang yang datang pada hari Perayaan Haul tersebut, apakah yang merupakan keturunan tuan guru Bessilam atau kerabat beliau dan orang-orang yang menganut ajaran Naqsabandi yang beliau ajarkan selama hidupnya. Oleh karena tuan guru Babussalam memiliki banyak anak dan cucu ketika ia wafat maka wajar saja bila yang meramaikan acara Haul itu pada umumnya para keturunannya dari anak, cucu, maupun cicit yang sampai sekarang ini masih hidup. Pada hari tanggal 21 Jumadil Awal bendera dan umbul-umbul berbagai warna telah dipersiapkan di sepanjang jalan di mulai dari pintu gerbang masuk kampong Babussalam sampai ketempat makam tuan guru Babussalam. Apabila ada tamu dari pemerintahan, apakah Presiden, ketua MPR/DPR, Menteri, Gubernur, Bupati, ataupun masyarakat biasa yang ingin berwisata religi dari seluruh pelosok negeri bahkan Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam akan disambut dengan hangatnya. Adapun kegiatan yang dilakukan pada hari H perayaan tersebut adalah tiga hari sebelum tanggal 21 Jumadil Awal dilaksakanak tahlilan tiga malam yang berturut-turut di makam tuan guru yang diikuti oleh seluruh anak dan cucunya serta tamu dan wisatawan yang hadir sebelum perayaan tersebut dilangsungkan.


(38)

tangannya sambil bersedekah kepadanya, dan siang harinya kira-kira pada pukul 09.00 WIB, madrasah besar diadakan rapat umum, pada waktu itu dibacakan riwayat hidup singkat beliau oleh para cucunya, sampai dengan sholat dzuhur tiba. Setelah itu maka diadakan jamuan umum kepada para tamu yang hadir pada kesempatan itu, yang dihadiri beribu-ribu murid dan jama ah almarhum tuan guru yang datang dari dalam dan luar negeri. Demikian juga dengan para pejabat baik sipil maupun tentara. Beberapa tahun belakangan ini suasana Haul diramaikan dengan berbagai pedagang yang datang dari beberapa desa di Langkat bahkan di luar Langkat untuk menggelar dagangan mereka mulai sepanjang jalan menuju makam tuan guru Babussalam di sekitar komplek pemakaman tersebut.

4.4 Upaya Pelestarian Babussalam

Mayoritas wisatawan yang datang ke Indonesia tertarik pada keaslian seni dan dari beragam grup etnis yang ada di Nusantara. Tetapi tidak sedikit pula wisatawan yang datang berwisata religi mendatangi tempat-tempat ibadah, makam, dan objek wisata religi lainnya dengan tujuan tertentu seperti untuk berdo a menenangkan batin, kepuasan hati dan lain-lain. Demikian pula halnya dengan wisatawan yang datang mengunjungi Babussalam, mereka tentu mengharapkan apa yang dikunjungi merupakan objek wisata religi yang berpotensi dan bermanfaat. Apa yang wisatawan inginkan di tempat ini tidak lain adalah rasa aman dan nyaman berada di antara makam syekh.

Bangunan yang merupakan mesjid dan makam tuan guru Babussalam yang masih asli, merupakan penerminan nilai luhur dan kepribadian para regenerasi pendiri dan masyarakat disekitarnya. Tidak sedikit wisatawan lokal maupun wisatawan asing dari yang datang setiap tahunnya. Apalagi pada saat bertepatan dengan hari wafatnya tuan guru pertama yaitu Tuan Guru Abdul Wahab Rokan, pada saat inilah kampong Bessilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis kemari membawa ribuan wisatawan, khalifah, dan peziarah. Untuk itu, tentu saja


(39)

pemerintah dan masyarakat. Jika bangunan ini dibiarkan begitu saja, maka akan dapat berakibat buruk pada kondisi bangunan dan citra Babussalam itu sendiri akibat kurangnya perhatian dan pemeliharaan. Keadaan ini akan mengakibatkan suatu kerugian besar akan hilangnya warisan peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya. Disamping itu, perlu juga diadakan pemberian informasi kepada masyarakat sendiri terutama generasi muda bahwa Babussalam merupakan salah satu hasil budaya yang bernilai tinggi, sehingga dapat memperluas cakrawala berfikir mereka, dan juga meningkatkan rasa bangga dan cinta akan budaya sendiri. Dengan demikian tentunya akan menimbulkan kesadaran untuk turut menjaga dan melestarikan bangunan tersebut.

Agar pelestarian objek wisata Babussalam ini dapat berjalan dengan baik, sangat diperlukan adanya kerjasama yang baik antara pengelola, pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dalam mendukung upaya pelestarian objek wisata tersebut.

Adapun upaya-upaya pelestarian objek wisata Babussalam yang perlu dilakukan antara lain, ialah:

1. Menambah faktor manusia, misalnya menyediakan paramuwisata yang tidak hanya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, akan tetapi juga menarik karena perilakunya yang ramah dan santun sehingga wisatawan akan menjadi betah. Posisi pramuwisata ini dapat dibebankan kepada pihak luar maupun pihak pengelola keturunan Babussalam itu sendiri.

2. Perlunya didirikan sarana akomodasi, telekomunikasi, informasi dan transportasi yang baik di sekitar daerah tersebut.

3. Perlunya dibangun suatu tempat untuk makan dan minum dengan menyediakan menu khas masyarakat setempat, tentu saja yang halal bagi semua golongan agama, sehingga wisatawan dapat lebih lama berada di lokasi.


(40)

4. Perlunya menjaga kebersihan di lokasi objek wisata tersebut, ini dapat dilakukan antara lain dengan menyediakan tempat sampah, dan meningkatkan kesadaran bersama untuk selalu menjaga kebersihan demi kelestarian bangunan Babussalam.

5. Mengadakan promosi yang dapat dilakukan melalui: - Dinas Pariwisata Pemda Kabupaten Langkat - Biro-biro perjalanan

- Penerbitan brosur dan poster pariwisata - Pusat informasi pariwisata

Tujuan pembangunan pariwisata tidak hanya mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin ke Babussalam, akan tetapi juga untuk menahan mereka selama mungkin dengan asumsi bahwa semakin lama mereka berada di Babussalam, maka akan semakin besar pula keuntungan yang didapatkan dari mereka. Oleh karenanya pelestarian Babussalam juga harus meliputi usaha untuk menahan wisatawan selama mungkin. Objek penangkap wisatawan (tourist hatcher) harus ditingkatkan atau dilengkapi sehingga menjadi atraksi penahanan wisatawan.

Disamping itu, pihak pengelola harus mampu mengatur kegiatan wisatawan selama berada di sana dengan baik. Pihak pengelola harus mampu memberi kesan yang baik, melayani wisatawan dengan maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan wisatawan.

Dengan adanya upaya-upaya pelestarian objek pariwisata di atas diharapkan dapat meningkatkan arus kunjungan wisatawan yang datang ke Kabupaten Langkat khususnya Babussalam sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan negara.

4.5 Kendala-kendala yang Dihadapi


(41)

1. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pariwisata di daerah objek wisata Babussalam antara lain seperti akomodasi, telekomunikasi dan informasi mengenai objek wisata masih tergolong minim. Hal ini juga masih disebabkan oleh kurang berminatnya investor untuk mengembangkan kepariwisataan di Babussalam.

2. Kesadaran masyarakat yang masih kurang

Kurangnya kesadaran masyarakat juga merupakan suatu kendala dalam pelestarian kepariwisataan di Babussalam. Kadang ada sebagian masyarakat yang tidak peduli terhadap kebersihan dan keasrian lingkungan, baik di sekitar desa Babussalam maupun di luar daerah tersebut. Hal ini dapat memicu kesan yang tidak baik bagi wisatawan yang berkunjung.

3. Sumber Daya Manusia

Kurangnya sumber daya manusia yang potensial dalam bidang kepariwisataan di daerah Babussalam juga merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam pelestarian Babussalam sebagai objek wisata religi.

Beberapa hal tersebut di atas hanyalah sebagian dari kendala-kendala yang akan dihadapi dalam proses pelestarian Babussalam. Apabila kita sudah mulai pada tahap pengerjaannya, maka beberapa masalah lain yang tidak diprediksi sekalipun dapat muncul. Bukanlah hal yang mudah untuk menyamakan pandangan akan suatu permasalahan. Untuk itu diperlukan kerjasama seluruh pihak dalam menghadapi tantangan yang akan datang. Optimisme perlu dibangun agar pelestarian Babussalam dapat direalisasikan dengan baik dan lancar.


(42)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, tentang konteks permasalahan Babussalam di Kabupaten Langkat, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Babussalam memiliki potensi yang dapat mendukung usaha pengembangan pariwisata di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Langkat.

2. Pariwisata tidak akan lengkap bila faktor-faktor pendukng kepariwisataan seperti sarana transportasi, akomodasi, insfrastruktur, suprastruktur serta faktor utamanya, yaitu alam, budaya, dan manusia tidak tersedia.

3. Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk pelestarian objek wisata religi Babussalam antara lain ialah menyediakan faktor manusia, menambah sarana transportasi, informasi, telekomunikasi dan akomodasi, serta menjaga kelestarian lingkungan sekitar Babussalam.

4. Perayaan Haul merupakan hari peringatan wafatnya tuan guru Babussalam yang pertama dan dilaksanakan setiap tahun. Pada saat itu Babussalam dikunjungi oleh ribuan orang dari segala daerah maupun negara.

5. Untuk melestarikan objek wisata religi Babussalam diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah setempat dengan pihak-pihak yang terkait untuk mengembangkan bangunan tersebut, misalnya dalam hal sarana dan prasarana.

6. Kendala-kendala yang akan dihadapi dalam pelestarian Babussalam antara lain ialah kurangnya kesadaran masyarakat, minimnya sarana dan prasarana, dan promosi yang kurang diperhatikan.


(43)

5.2 Saran

Dalam hal pelestarian obyek wisata Babussalam ini, penulis mengemukakan beberapa saran, antara lain:

1. Perlu adanya pembinaan dan pengelolaan terhadap potensi kepariwisataan yang ada di Kabupaten Langkat umumnya dan obyek wisata religi Babussalam di desa Bessilam pada khususnya, antara lain dengan perlengkapan sarana dan prasarana kepariwisataan yang dibutuhkan wisatawan.

2. Perlunya kehadiran instansi baik pemerintah maupun swasta yang menangani pengembangan obyek wisata tersebut.

3. Meningkatkan promosi di dalam maupun di luar negeri.

4. Membuat fasilitas penunjang agar obyek wisata religi Babussalam tidak monoton untuk dilihat, maksudnya ada daya tarik lain sesuai dengan situasi dan kondisi.

5. Sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menyerahkan tugas pengembangan kebudayaan dan pariwisata kepada Dinas Pariwisata di masing-masing daerah, maka Dinas Pariwisata harus benar-benar menangkap pelimpahan tugas dan wewenang itu sebagai peluang untuk memajukan kesejahteraan masyarakat budaya masyarakat di daerahnya.


(44)

DAFTAR PUSAKA

Ardiwidjadja, Robi. 2009. Pariwisata Budaya Kenapa Tidak Sekarang. http:///www.google.com/. Cerah Net.

Dinas Pariwisata Daerah Tingkat II Kabupaten Langkat. 2008.Brosur-brosur Obyek Wisata Di Sumatera Utara.

http://pemkab.langkat.go.id/.

Koentjaraningrat . 1983.Manusia dan Kebudayaan.Jakarta : Aksara Baru

Pendit, Nyoman S. 1983.Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradnya Paramitha Yoeti, Oka. 1996.Pengantar Ilmu Pariwisata.Bandung : Angkasa.


(45)

LAMPIRAN


(46)

(47)

Pejabat dan Wakil Presiden RI sedang berkunjung ke Babussalam


(48)

(49)

(1)

DAFTAR PUSAKA

Ardiwidjadja, Robi. 2009. Pariwisata Budaya Kenapa Tidak Sekarang. http:///www.google.com/. Cerah Net.

Dinas Pariwisata Daerah Tingkat II Kabupaten Langkat. 2008.Brosur-brosur Obyek Wisata Di Sumatera Utara.

http://pemkab.langkat.go.id/.

Koentjaraningrat . 1983.Manusia dan Kebudayaan.Jakarta : Aksara Baru

Pendit, Nyoman S. 1983.Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradnya Paramitha Yoeti, Oka. 1996.Pengantar Ilmu Pariwisata.Bandung : Angkasa.


(2)

LAMPIRAN

Mesjid Babussalam


(3)

Mesjid Babussalam Tempo Dulu


(4)

Pejabat dan Wakil Presiden RI sedang berkunjung ke Babussalam

Makam Tuan Guru Babussalam


(5)

Pintu Gerbang Selamat Datang ke Perkampungan Bessilam


(6)

Rombongan Wisatawan berkunjung ke Babussalam