PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR TEMATIK TERPADU PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 1 KOTA BARU BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
ABSTRAK
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
TEMATIK TERPADU PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 1 KOTA BARU BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh
BELLA MARDIKA
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan ingin mengetahui hasil belajar siswa pada ulangan tema Bermain di Lingkunganku masih sangat rendah, sebanyak 4 siswa (27,8%) siswa tuntas. Hal ini dapat dilihat sebanyak 14 siswa (72,2%) siswa belum tuntas. Berdasarkan kenyataan di atas guru penggunaan model pembelajaran Discovery Learning yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu. Penelitian ini melibatkan 18 siswa, terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan, kelas II di SD Negeri 1 Kota Baru pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015.
Penelitian Tindakan kelas ini menggunakan tiga siklus, yang setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data dianalisis dengan menggunakan metode
presentil.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan model Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II baik pada siklus I, siklus II, serta siklus III.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 14 Februari 1989. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Marsudi dan Ibu Eti Herwati.
Pendidikan yang penulis tempuh dimulai dari Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Metro Pusat tahun 2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Metro diselesaikan pada tahun 2007.
Tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa D2 PGSD Unila melalui jalur Non-SPMB dan diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Dalam Jabatan Program Study PGSD Universitas Lampung.
(7)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah S.W.T, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Papa dan Mama tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, serta doa untuk keberhasilanku. Terima kasih untuk semuanya yang tidak mungkin bisa terbalas. Semoga penulis bisa menjadi kebanggaan untuk Papa dan Mama.
2. Ibu Hj. Sugiarti yang aku cintai dan hormati, yang selama ini telah memberikan motivasi baik moril maupun materi serta doa;
3. Ketiga adikku (Jeneto Masardi, M. Ilham Septian, dan M. Iqbal Refaldo). Terimakasih untuk semua perhatian, kasih sayang serta motivasi yang diberikan demi keberhasilanku.
4. Sahabat-sahabatku (Sri Rahayu, Lisnawati Dwi L, Nurhalimah, Ajeng Kristy Andi, Catur Okta Sari), terimakasih untuk motivasi dan bantuan yang diberikan semoga persahabatan kita abadi;
5. Teman-temanku (Siti Mukayanah, Erlis Hermawati, Ibu Suwarti), terimakasih untuk bantuan dan dukungannya;
(8)
7. Semua pihak yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini, semoga segala sesuatu yang telah diberikan kepadaku menjadi amal ibadah dan memperoleh syurga-Nya kelak di hari akhir.
Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah S. W. T, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiiin.
Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis,
(9)
MOTO
Menuntut ilmu adalah taqwa
Menyampaikan ilmu adalah ibadah
Mengulang-ulang ilmu adalah zikir
(10)
SANWANCANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T., atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Tematik Terpadu Pada Siswa Kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/ 2015''
Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. H. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M. S., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan kepada penulis demi terselesainya skripsi ini.
(11)
6. Ibu Dr. Rochmiyati, M. Si., selaku dosen pembahas dalam skripsi ini. Terimakasih atas kritik, saran, dan motivasi yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak Drs. H. Nurmansyah, S. Pd, M. Sc., selaku Kepala Bidang Pendidikan yang telah banyak memberikan bantuan, saran, dan motivasi demi kelancaran skripsi ini.
8. Bapak dan ibu dosen, staf serta karyawan PGSD FKIP Universitas Lampung yang penuh dengan rasa kekeluargaan, baik ketika berada di kampus maupun di luar kampus.
9. Ibu Endang Maria, S. Pd., selaku kepala SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian serta memberikan banyak bantuan demi kelancaran skripsi ini. 10. Ibu Nirwala, S. Pd., selaku teman sejawat dalam penelitian ini dan
memberikan banyak informasi, masukan, dan motivasi demi kelancaran dan keberhasilan penelitian.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan pahala disisi Allah S.W.T.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Amiin. Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan Penelitian ... 7
1.4 TujuanPenelitian ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran ... 10
2.1.1 Aktivitas Belajar ... 14
2.1.2 Hasil Belajar ... 15
2.1.3 Model Pembelajaran Discovery Learning ... 16
2.1.4 Tematik Terpadu ... 23
2.1.5 Penilaian Autentik ... 25
2.2 Penelitian yang Relevan ... 26
2.3 Kerangka Pikir Penelitian ... 27
(13)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian ... 29
3.1.1 Tempat Penelitian ... 29
3.1.2 Waktu Penelitian ... 29
3.1.3 Subyek Penelitian ... 29
3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30
3.3 Sumber Data ... 37
3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 38
3.5 Analisis Data ... 40
3.6 Indikator Keberhasilan ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44
4.1.1 Profil SDN 1 Kota Baru ... 44
4. 2 Deskripsi Awal ... 45
4.2.1 Refleksi Awal ... 46
4.2.2 Persiapan Pembelajaran ... 46
4.3 Temuan Kegiatan Siklus I, II, III ... 48
1. Siklus I ... 48
a. Perencanaaan ... 48
b. Pelaksanaan ... 48
c. Observasi ... 55
d. Refleksi Siklus 1 ... 59
e. Saran Perbaikan Siklus 1 ... 60
2. Siklus II ... 61
a. Perencanaaan ... 61
b. Pelaksanaan ... 61
(14)
d. Refleksi Siklus II ... 71
e. Saran Perbaikan Siklus II ... 72
3. Siklus 3 ... 73
a. Perencanaaan ... 73
b. Pelaksanaan ... 73
c. Observasi ... 81
d. Refleksi Siklus III ... 84
e. Saran Perbaikan Siklus III ... 85
4.4 Temuan Penelitian ... 86
1) Temuan Siklus I ... 86
2) Temuan Siklus II ... 87
3) Temuan Siklus III ... 88
4.5 Rekapitulasi Hasil Penelitian…... 89
4.6 Uji Hipotesis Tindakan…... 94
4.7 Pembahasan…... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan…... 100
5.2 Saran…... 101
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daftar hasil ulangan tema Bermain di Lingkunganku ... 5
2. Kategori peningkatan aktivitas berdasarkan ketercapain indikator ... 40
3. Kategori keaktifan kelas dalam persen ... 41
4. Indeks nilai kuantitatif dengan skala 1- 4 dan 0- 100 ... 42
5. Persentase aktivitas siklus 1 ... 54
6. Persentase hasil belajar siswa siklus 1 ... 57
7. Persentase aktivitas siklus 2 ... 68
8. Persentase hasil belajar siswa siklus 2 ... 71
9. Persentase aktivitas siklus 3 ... 81
10. Persentase hasil belajar siswa siklus 3 ... 84
11. Rekapitulasi aktivitas siswa setiap siklus... 89
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat izin penelitian... 104
2. Surat keterangan penelitian dari sekolah... 106
3. Silabus... 107
4. RPP siklus I... 148
5. RPP siklus II... 169
6. Rpp siklus III... 187
7. Soal tes siklus I... 206
8. Soal tes siklus I... 211
9. Soal tes siklus III... 215
10. Daftar lampiran tabel... 219
(17)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir penelitian... 27 2. Gambar rekapitulasi persentase aktivitas siswa siklus I, II dan III... 90 3. Gambar rekapitulasi persentase hasil siswa siklus I, II dan III... 93
(18)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Jenis tujuan pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional adalah manusia yang berjiwa Pancasila. Tujuan kurikuler, mencakup 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan institusional ialah tujuan tiap lembaga pendidikan, tujuan instruksional adalah tujuan pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Guna mencapai tujuan pendidikan nasional maka disusunlah kurikulum atau disebut juga isi pendidikan yang merupakan komponen penting dalam dan atau bagian integral dari sistem pendidikan sekaligus pedoman pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat sekolah.
Perubahan paradigma pengembangan kurikulum di Indonesia diawali dengan lahirnya peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan kemudian diikuti oleh Permendiknas No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan. Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi pendidikan formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar.
(19)
2
Pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah. Sekolah dasar sebagai satu kesatuan dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun. Sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12 tahun. Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek sekaligus objek pembangunan.
Pendidikan harus mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan tidak menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu sumber daya manusia yang menjadi sumber kekuatan atau sumber pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar pembentukan sumber daya manusia yang bermutu sehingga anak belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan. Tujuan pendidikan sekolah dasar sebagai berikut: 1). Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan minat siswa. 2). Memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang bermanfaat bagi siswa. 3). Membentuk warga negara yang baik. 4). Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP. 5). Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di masyarakat.
(20)
3
6). Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Sekolah dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi siswa yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Pendidikan sekolah dasar juga bertujuan mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah.
Sekolah adalah tempat siswa melakukan proses belajar. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Hubungan stimulus-respon, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Hasil yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
(21)
4
Salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan adalah metode dan model pembelajaran. Kesalahan dalam pemilihan metode dan model pembelajaran akan mengakibatkan tidak maksimalnya pemahaman siswa yang berimbas pada tidak maksimalnya pencapaian materi dan tujuan. Pemilihan model pembelajaran yang ditetapkan dalam pembelajaran tematik terpadu pada kurikulum 2013 antara lain: Project Based Learning, Problem Based Lerning dan Discovery Learning dapat mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa muatan pelajaran tematik tidak selalu membosankan. Dilihat dari hasil ulangan harian, sebagian besar nilai siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum. Syarat ketuntasan yang diharapkan pada standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 66.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar lampung pada kegiatan pembelajaran belum menggunakan model pembelajaran yang menarik, sehingga masih banyak yang bercakap-cakap dengan teman sebangkunya. Hanya sebagian kecil siswa yang memperhatikan yaitu siswa yang duduk di depan, masih ada siswa yang duduk di belakang bermain dengan teman sebangkunya, bahkan ada yang mengganggu teman yang lain. Saat ditanya mengenai materi yang baru disampaikan, sebagian besar dari mereka hanya diam, jika guru memberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan tentang materi pelajaran, tidak ada yang bertanya bahkan kelas menjadi hening. Hal tersebut membuktikan bahwa aktivitas belajar mereka masih sangat rendah.
(22)
5
Mengamati persoalan tersebut, peneliti akan menggunakan model pembelajaran, yaitu model Discovery Learning dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran agar aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat menjadi lebih baik. Model pembelajaran yang tepat, pembelajaran dapat berlangsung secara aktif, efektif, inovatif dan menyenangkan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Nilai Hasil Ulangan Harian Tema 2 Bermain di Lingkunganku Siswa Kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/ 2015.
No. Rentang Nilai
Jumlah Siswa
Presentase Keterangan
1. 36- 45 5 27,78% Belum Tuntas
2. 46- 55 5 27,78% Belum Tuntas
3. 56 - 65 4 22,22 % Belum Tuntas
5. 66 - < 4 22,22 % Tuntas
Jumlah 18 Siswa 100%
Sumber: Daftar Nilai Siswa
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 14 siswa(di bawah 66) atau 77, 78% yang sudah mencapai KKM sebanyak 4 orang( di atas 66) atau 22,22%. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian tindakan kelas, untuk meningkatkan hasil belajar yang belum mencapai ketuntasan kriteria minimum. Model
Discovery Learning merupakan suatu cara penyajian pelajaran yang berbasis penyingkapan atau penelitian dengan ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya belum diketahui siswa.
(23)
6
Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Harapan siswa dapat memperoleh pengetahuan yang optimal melalui penemuan mereka sendiri.
Kelebihan dari model Discovery Learning dalam Kemendikbud, 2013 yaitu: 1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
4. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan perbaikan proses dan hasil pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul yaitu Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Tematik Terpadu Pada Siswa Kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
(24)
7
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Rendahnya aktivitas belajar siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru. 1.2.1 Belum tercapai hasil belajar siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru. 1.2.3 Penggunaan model dan media pembelajaran yang kurang
bervariasi.
1.2.4 Belum pernah menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran di kelas.
1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Belum adanya penggunaan model pembelajaran yang menarik pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
Dengan demikian permasalahan sebagai berikut:
1.3.1 Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas belajar pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung?
1.3.2 Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran Discovery Learning
dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung?
(25)
8
Atas dasar permasalahan di atas, maka judul penelitian ini adalah Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Tematik Terpadu Pada Siswa Kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.4.1 Untuk mengetahui model pembelajaran Discovery Learning dalam meningkatkan aktivitas belajar pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
1.4.2 Untuk mengetahui model pembelajaran Discovery Learning dalam meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
1. 5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengharapkan sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
1. Peningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
2. Memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan 3. Memupuk pribadi yang aktif dan kreatif
(26)
9
2. Bagi Guru
1. Menggunakan model pembelajaran Discovery Learning akan menjadi teknik alternatif bagi para guru dalam melaksanakan tugasnya untuk menanamkan konsep pembelajaran tematik terpadu secara efektif dan efisien.
2. Model pembelajaran Discovery Learning akan mempermudah guru dalam mengembangkan kompetensi yang dimiliki siswa baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
4. Bagi Peneliti
1. Menambah pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas.
2. Peningkatkan pengetahuan dan penguasaan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran tematik terpadu.
(27)
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran
Pada prinsipnya teori belajar Behaviorisme dalam Lapono (2007) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak ragamnya, baik sifat maupun jenisnya. Perubahan dalam diri individu tidak semua merupakan perubahan dalam arti belajar, misalnya tangan seorang anak bengkok karena jatuh dari sepada motor, maka perubahan seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan hasil belajar. Perubahan tingkah laku seseorang karena mabuk tidak dapat dikategorikan sebagai hasil perubahan tingkah laku karena belajar. Atas pijakan yang demikian, maka karakterisitik perubahan tingkah laku dalam belajar, menurut penjelasan Tim Dosen Pengembang MKDK-IKIP Semarang (1989) mencakup hal-hal seperti dikutip berikut ini:
(28)
11
a. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Setiap individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan tingkah laku atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya. Seseorang dapat dikatakan belajar jika dalam diri orang terjadi suatu aktivitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat diamati relative lama. Perubahan tingkah laku tidak muncul begitu saja, tetapi sebagai akibat dari usaha tersebut. Oleh karena itu, menurut Ruminiati (2008: 13-14) proses terjadinya perubahan tingkah laku tanpa usaha tidak disebut belajar.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Slameto dalam Kurnia (2007: 130) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya. Misalnya jika seseorang anak belajar menulis, maka ia akan memahami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Menurut Skinner dalam Ruminiati (2008: 13) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
(29)
12
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Winkel dalam Kurnia ( 2007: 13) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan
Menurut Lapono (2007) perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
(30)
13
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Kurnia (2007: 13) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang menghasilkan perubahan sikap yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jadi aspek perubahan tingkah laku berhubungan erat dengan aspek lainnya. Sedangkan pembelajaran menurut Morgan (dalam Kurnia, 2008) merupakan interaksi antara guru dan peserta yang menghasilkan perubahan tingkah laku peserta didik karena hasil pengalaman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda. Menurut Suprijono (2009: 13) pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanik. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar diartikan sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perubahan ini bersifat menetap, menyeluruh, dan dilakukan secara sadar. Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga terjadi dialog interaktif. Sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi berbagai permasalahan dengan cara yang berbeda-beda.
(31)
14
2.1.1 Aktivitas Belajar
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar. Sardiman (2003:95) mengemukakan bahwa pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk merubah tingkah laku atau melakukan kegiatan untuk merubah tingkah laku. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, sebab aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Nasution (2003:85) mengatakan bahwa aktivitas adalah segala sesuatu tingkah laku atau usaha manusia atau apa saja yang dikerjakan, diamati, oleh seseorang mencakup kerja pikiran dan badan. Hal ini menunjukkan bahwa semua yang dipikirkan dan dilakukan oleh siswa dalam proses belajar merupakan aktivitas. Sardiman (2010: 23) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu terkait.
Kunandar (2010: 277) menyebutkan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala bentuk keterlibatan siswa baik fisik maupun mental yang ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
(32)
15
2.1.2 Hasil Belajar
Berakhirnya suatu proses pembelajaran, maka siswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) menyatakan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh adanya usaha belajar. S. Nasution (Kunandar, 2010 : 276) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hamalik (2001: 30) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan perilaku tersebut mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yakni sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkatan tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2002: 250 251). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pengetahuan, sikap, ketrampilan siswa yang dilakukan melalui penilaian proses dan hasil belajar yang telah dilakukan berulang-ulang.
(33)
16
Perubahan perilaku tersebut mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, dan evaluasi.
2.1.3 Model Pembelajaran Discovery Learning ( Kemendikbud, 2013:31).
a. Definisi/Konsep
Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, \prediksi, penentuan dan inferi. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dan guru hanya sebagai pembimbing/fasilitator yang mengarahkan siswa menemukan konsep, dalil dan prosedur.
(34)
17
b. Kelebihan Penerapan Discovery Learning (Kemendibud, 2013:32)
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
4. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
(35)
18
10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri.
13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
15. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
16. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
17. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
18. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
c. Kelemahan Penerapan Discovery Learning (Kemendikbud, 2013:33)
(a) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
(b) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
(36)
19
(c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
(d) Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
(e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa (f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang
akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
d. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran (Kemendibud, 2013:34)
1. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
(37)
20
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning (Kemendikbud, 2013:33)
Pengaplikasikan Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
(38)
21
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
(39)
22
4) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
(40)
23
6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Proses menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.1.4. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu(Kemendibud, 2013:16-19 )
Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya. Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
(41)
24
Pembelajaran konvensional jika dibandingkan dengan pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran bertujuan untuk mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya.
Fungsi dan Tujuan
Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik.
Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah:
1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu
2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama
3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik 5. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang
(42)
25
2.1.5 Penilaian Autentik (Kemendikbud, 2013: 35-41) 1. Pengertian Penilaian Autentik
Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaikan masalah, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata.
Wiggins (1993) mendefinisikan penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran seperti meneliti, menulis, merevisi, dan membahas artikel, memberikan analisis moral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
(43)
26
2. Jenis-jenis Penilaian Autentik
Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan; dan (3) pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses.
a. Penilaian sikap, yaitu: observasi penilaian sikap percaya diri, b. Penilaian pengetahuan, yaitu: tes tulis.
c. Penilaian keterampilan yaitu penilaian kinerja.
2.2 Penelitian terdahulu yang relevan
Hasil penelitian terdahulu yang relevan oleh Susanti, Desi (2012) menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan metode Discovery mengalami peningkatan, dan oleh Haldiansyah (2013) menyimpulkan bahwa penggunaan metode
Discovery dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi luas bangun datar pada siswa di kelas VB SD Negeri 5 Sumberejo.
(44)
27
2.3 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka menunjukkan bahwa dalam pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dari uraian di atas, maka dapat divisualisasikan dalam bentuk kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Kondisi awal Tindakan di kelas Kondisi Akhir Guru
Pembelajaran belum
menggunakan model
pembelajaran Disovery Learning.
Pembelajaran
menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning.
Diduga menggunakan model
pembelajaran Discovery
Learning untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung..
Siswa
Nilai kelas II sangat rendah
Siklus I
Menggunakan model
pembelajaran Discovery
Learning yang
didemonstrasikan oleh guru, siswa mengamati.
Siklus II
Menggunakan model
pembelajaran Discovery
Learning yang
didemonstrasikan oleh guru, siswa mengikuti.
Siklus II
Menggunakan model
pembelajaran Discovery
Learning yang
didemonstrasikan oleh guru, siswa ikut berperan.
(45)
28
2. 4 Hipotesis Tindakan Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
1. Apabila dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning yang sesuai dengan langkah- langkah secara tepat dan benar, maka dapat meningkatkan aktivitas belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
2. Apabila dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning yang sesuai dengan langkah- langkah secara tepat dan benar, maka dapat meningkatkan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.
(46)
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1 Setting Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di SD Negeri 1 Kota Baru yang terletak di jalan Mayjend Sutiyosono. 22 Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Kota Bandar Lampung.
3.1.2 Waktu Penelitian
Pada kegiatan penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015.
3.1.3 Subyek Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yaitu penggunaan model pembelajaran
Discovery Learning untuk meningkatan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu, maka subjek penelitiannya siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung yang berjumlah 18 siswa, terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan dengan latar belakang pekerjaan orang tua adalah mayoritas buruh dan pendidikan orang tua mayoritas lulusan SD.
(47)
30
3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitan
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Aqib, Zainal: 2010). Secara garis besar, terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan,(2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi, sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
2. Tindakan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung.
4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar selanjutnya.
Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus, yang dilakukan di dalam penelitian ini sebanyak 3( tiga) siklus, terdiri dari 2 kali pertemuan dalam setiap siklus.
(48)
31
Siklus I
1. Tahap Perencanaan
a. Menetapkan subtema pembelajaran yang akan diajarkan, yaitu subtema Lingkungan Sekolahku pada pembelajaran ke 1 dan 2. b. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat
kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning yang sesuai dengan materi ajar dan tujuan pembelajaran.
c. Membuat Pemetaan, Silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan kurikulum 2013.
d. Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas.
e. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung serta
f. Membuat lembar tugas siswa (LTS) berupa soal tes untuk memperoleh data hasil belajar siswa.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada siklus I diawali dengan kegiatan mengelola proses pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan media realia. Penerapan tindakan mengacu pada RPP yang dibuat. Dalam pelaksanan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning meliputi beberapa tahap, yaitu:
a. Guru mengkondisikan siswa sebelum pembelajaran dimulai. b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
(49)
32
c. Guru menyampaikan apersepsi untuk memancing dan membangkitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
d. Guru menjelaskan secara singkat kepada siswa mengenai subtema Lingkungan Sekolahku.
e. Guru menjelaskan cara mengerjakan LTS.
f. Pemberian penghargaan kelompok.
g. Kemudian guru membagikan lembar tugas siswa yang dikerjakan secara individu.
h. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. i. Guru memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa.
3. Tahap Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan selama proses pembelajaran dari kegiatan awal hingga akhir peneliti mengamati mengenai aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa selama proses pembelajarandengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Peneliti melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan atau kekurangan apa saja yang terdapat pada proses pembelajaran.
4. Tahap Refleksi
Hasil yang dicapai dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Refleksi dilakukan dengan melihat data observasi apakah proses pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
(50)
33
Siklus II
Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus II. Materi pembelajaran siklus II ini adalah subtema Lingkungan Sekolahku pada pembelajaran ke 3 dan 4. Adapun pelaksanaan pada siklus II ini meliputi:
1. Tahap Perencanaan
a. Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.
b. Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran pada siklus II berdasarkan refleksi dari siklus I.
c. Menetapkan materi pembelajaranyang akan diajarkan, yaitu subtema Lingkungan Sekolahku pada pembelajaran ke 3 dan 4.
d. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning yang sesuai dengan materi ajar dan tujuan pembelajaran.
e. Membuat Pemetaan, Silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan kurikulum 2013.
f. Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas.
g. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung serta soal tes untuk memperoleh data hasil belajar siswa.
(51)
34
h. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Guru mengkondisikan siswa sebelum pembelajaran dimulai b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
c. Guru menyampaikan apersepsi untuk memancing dan membangkitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
d. Kemudian guru membagikan lembar tugas siswayang dikerjakan secara individu.
e. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. f. Guru memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa.
3. Tahap Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Kemudian melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan atau kekurangan apa saja yang terdapat pada proses pembelajaran sehingga dapat direfleksikan pada siklus berikutnya.
4. Tahap Refleksi
Hasil yang dicapai dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Refleksi dilakukan dengan melihat data observasi apakah proses pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa serta dapat membandingkannya dengan hasil pengamatan pada siklus II. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini dipergunakan sebagaiacuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
(52)
35
Siklus III
Apabila penelitian belum menunjukan keberhasilan maka perlu dilanjutkan pada siklus III. Pada akhir siklus II telah dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai acuan dalam pelaksanaan siklus III. Pada siklus III ini diharapkan hasil pembelajaran akan meningkat lebih baik dari pada hasil siklus II. Materi pembelajarannya adalah subtema Lingkungan Sekolahku pada pembelajaran 5 dan 6. Adapun pelaksanaan pada siklus III ini meliputi:
1. Tahap Perencanaan
a. Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II.
b. Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran pada siklus III berdasarkan refleksi dari siklus II.
c. Menetapkan materi pembelajaran yang akan diajarkan, yaitu subtema Lingkungan Sekolahku pada pembelajaran 5 dan 6.
d. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning yang sesuai dengan materi ajar dan tujuan pembelajaran.
e. Membuat pemetaan, Silabus dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan kurikulum 2013.
f. Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas.
(53)
36
g. Menyiapkan lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dan hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung.
h. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
a. Guru mengkondisikan siswa sebelum pembelajaran dimulai. b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
c. Guru menyampaikan apersepsi untuk memancing dan membangkitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
d. Kemudian guru membagikan lembar tugas siswa yang dikerjakan secara individu.
e. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. f. Guru memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa.
2. Tahap Observasi
Seperti siklus sebelumnya, pada tahap ini dilaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Kemudian melakukan diskusi dengan guru kolaborasi untuk membahas tentang kelemahan atau kekurangan apa saja yang terdapat pada proses pembelajaran.
3. Tahap Refleksi
Hasil yang dicapai dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Refleksi dilakukan dengan melihat data observasi apakah proses pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
(54)
37
Data hasil pelaksanaan siklus I, II, dan III kemudian dikumpulkan untuk digunakan dalam penyusunan laporan hasil penelitian tindakan kelas. Dari tahap kegiatan pada siklus I, siklus II dan siklus III hasil yang diharapkan yaitu:
a. Guru memiliki kemampuan dalam memanfaatkan model pembelajaran Discovery Learning dengan optimal sehingga dapat merangsang, membimbing dan mengarahkan siswa ke dalam proses pembelajaran yang lebih aktif.
b. Terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SDN 1 Kota Baru Bandar Lampung.
3. 3 Sumber Data
a. Data Aktivitas Belajar
Data aktivitas belajar siswa yang akan dikumpulkan pada penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar tematik terpaduselama mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.
b. Data Hasil Belajar
Data hasil belajar adalah hasil belajar siswa setiap akhir siklus selama menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.
(55)
38
3. 4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes, yaitu:
a. Tes
Tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes (Poerwanti dkk, 2008: 43).
Pada penelitian ini, tes yang digunakan berupa lembar soal dalam bentuk lembar tugas siswa (LTS) yang bertujuan untuk mengetahui apakah program pengajaran berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan atau memerlukan perubahan/penyesuaian.
Instrumen tes digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Instrumen ini berupa soal-soal latihan yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
b. Observasi
Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang studi dari objek sesuatu itu. Observasi dilakukan oleh teman sejawat di kelas yang diteliti.
Observer mengamati aktivitas siswa dan hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Data dari lembar observasi yang diperoleh dari setiap pertemuan pada masing-masing siklus yang berupa skor aktivitas siswa dan hasil belajarakan digunakan sebagai refleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung.
(56)
39
3.4.2 Alat Pengumpulan Data
a. Tes Tertulis
Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, ini terdiri atas beberapa soal uraian. Instrumen ini berupa soal-soal latihan yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
b. Lembar Observasi
Instrumen observasi yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi terstruktur. Lembar observasi ini terdiri atas lembar observasi aktivitas siswa, lembar penilaian sikap siswa, lembar pengetahuan siswa dan lembar keterampilan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Lembar obsevasi ini digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya setelah dilakukan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning.
3. 5 Analisis Data
Data penelitian yang akan dianalisis terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif.
a. Data Kualitatif
Data kualitatif ini diperoleh dari data nontes yaitu observasi. Data observasi mengetahui kesulitan siswa selama proses pembelajaran dengan model Discovery Learning untuk meningkatan aktivitas selama proses pembelajaran.
(57)
40
a. Aktivitas Siswa
1) Aktivitas tiap individu diperoleh dengan rumus: NA =
%
Keterangan:
NA = Nilai aktivitas yang dicari atau diharapkan JS = Jumlah skor yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari aspek yang diamati 100 = Bilangan tetap
(sumber: adopsi Aqib, dkk., 2009: 41).
Berdasarkan persentase pencapaian indikator dalam aktivitas, akan diketahui tingkat aktivitas siswa sesuai kriteria berikut ini:
Tabel 2. Kategori peningkatan aktivitas siswa berdasarkan ketercapaian indikator.
Tingkat pencapaian indikator (%) Kategori
P>75 Aktif
50<P≤75 Cukup aktif
25<P≤50 Kurang aktif
P≤25 Pasif
(sumber: modifikasi Poerwanti, 2008: 7.8)
2) Persentase siswa aktif secara klasikal diperoleh melalui rumus:
P
=
(58)
41
Tabel 3. Kategori Keaktifan Kelas dalam Persen (%).
Siswa aktif (%) Kategori
≥80 Sangat tinggi/sangat aktif
60-79 Tinggi/aktif
40-59 Sedang
20-39 Rendah/kurang aktif
<20 Sangat rendah/pasif
(sumber: Adaptasi Khotimah dalam Aqib, dkk :2009)
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa yang telah mengikuti proses pembelajaran. Data hasil belajar yang diperoleh dari rata-rata tes pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terlampir setelah proses pembelajaran dilakukan pada setiap siklus. Setelah hasil belajar siswa terkumpul, maka mencari persentase dan nilai rata- rata. Data kuantitatif penelitian ini didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata kelas dari hasil tes yang diberikan kepada siswa dengan rumus yaitu:
1. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara individual digunakan rumus:
Nilai =
x 100
(Modifikasi dari Sudijono, 2011).
2. Nilai Rata-rata seluruh siswa didapat dengan menggunakan rumus: X = ∑ Xi
N Keterangan:
X = Rata-rata hitung nilai N = Banyaknya siswa
(59)
42
Xi = Nilai siswa
(Herrhyanto, dkk. 2009: 4.2).
3. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal
Jumlah siswa yang tuntas
Ketuntasan Klasikal = x 100%
Jumlah seluruh siswa (Sumber: Purwanto, 2008: 102)
Tabel 4. Indeks nilai kuantitatif
Konversi nilai akhir
Skala 0-100 Skala 1- 4
86-100 4
81- 85 3, 66
76- 80 3, 33
71- 75 3, 00
66 – 70 2, 66
61- 65 2, 33
56- 60 2
51- 55 1, 66
46- 50 1, 33
0 – 45 1
Sumber: Kemendikbud, 2013:108.
3.6 Indikator Keberhasilan
1. Peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap siklus. 2. Peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus.
3. Pada penelitian ini dinyatakan berhasil apabila ≥ 80% dari 18 jumlah siswa telah mencapai KKM 66.
(60)
100
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Tahun Pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran tematik terpadu dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran tematik terpadu dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik pada siklus I, siklus II, serta siklus III.
2. Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran tematik terpadu, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. baik pada siklus I, siklus II, serta siklus III.
Dengan demikian, penggunaan model pembelajarn Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.
(61)
101
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyarankan kepada pembaca atau pihak yang berkepentingan diantaranya: 1. Bagi siswa diharapkan untuk lebih memperhatikan materi yang
disampaikan oleh guru, lebih berkonsentrasi dan fokus saat dalam proses pembelajaran, senantiasa aktif dan kritis agar proses belajar dan pembelajaran menjadi kondusif dan bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2. Bagi guru kelas untuk dapat menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dan senantiasa memotivasi siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
3. Bagi sekolah diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada guru mengenai model pembelajaran yang bervariasi agar guru mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan cara yang lebih menarik.
(62)
102
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Guru.Yrama Widya. Bandung. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Susanti, Desi. 2012. Penerapan Metode Discovery Untuk Meningkatkan Aktivitas
Dan Kreativitas Bercerita Siswa Kelas V SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi: Bandar Lampung. Universitas Lampung. Haldiansyah. 2013. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Pada
Siswa Materi Luas Bangun Datar Menggunakan Metode Discovery Di Kelas VB SD Negeri 5 Sumberejo Kecamatan Kemiling Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung. Herrhyanto, Nar, dkk. 2009. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Balai Pustaka. Jakarta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Kelas II Tema 4 Aku dan Sekolahku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Siswa Kelas II Tema 4 Aku dan Sekolahku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Silabus Pembelajaran Tematik Terpadu Kelas II SD dan MI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
(63)
103
Kurnia, Igridwati dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.
Lapono, Nabisi. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.
Nasution. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Bumi Aksara. Jakarta.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Belajar.Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Ruminiati. 2008. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.
Poerwanti, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. IKIP Bandung. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tim Dosen Pengembang MKDK-IKIP Semarang.1989. Psikologi Belajar.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Depdiknas. Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Depdiknas. Jakarta.
(1)
Tabel 3. Kategori Keaktifan Kelas dalam Persen (%).
Siswa aktif (%) Kategori
≥80 Sangat tinggi/sangat aktif
60-79 Tinggi/aktif
40-59 Sedang
20-39 Rendah/kurang aktif <20 Sangat rendah/pasif
(sumber: Adaptasi Khotimah dalam Aqib, dkk :2009) b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa yang telah mengikuti proses pembelajaran. Data hasil belajar yang diperoleh dari rata-rata tes pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terlampir setelah proses pembelajaran dilakukan pada setiap siklus. Setelah hasil belajar siswa terkumpul, maka mencari persentase dan nilai rata- rata. Data kuantitatif penelitian ini didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata kelas dari hasil tes yang diberikan kepada siswa dengan rumus yaitu:
1. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara individual digunakan rumus:
Nilai =
x 100
(Modifikasi dari Sudijono, 2011).
2. Nilai Rata-rata seluruh siswa didapat dengan menggunakan rumus: X = ∑ Xi
N Keterangan:
X = Rata-rata hitung nilai N = Banyaknya siswa
(2)
klasikal
Jumlah siswa yang tuntas
Ketuntasan Klasikal = x 100%
Jumlah seluruh siswa (Sumber: Purwanto, 2008: 102)
Tabel 4. Indeks nilai kuantitatif Konversi nilai akhir
Skala 0-100 Skala 1- 4
86-100 4
81- 85 3, 66
76- 80 3, 33
71- 75 3, 00
66 – 70 2, 66
61- 65 2, 33
56- 60 2
51- 55 1, 66
46- 50 1, 33
0 – 45 1
Sumber: Kemendikbud, 2013:108.
3.6 Indikator Keberhasilan
1. Peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap siklus. 2. Peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus.
3. Pada penelitian ini dinyatakan berhasil apabila ≥ 80% dari 18 jumlah siswa telah mencapai KKM 66.
(3)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Tahun Pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran tematik terpadu dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran tematik terpadu dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik pada siklus I, siklus II, serta siklus III.
2. Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran tematik terpadu, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. baik pada siklus I, siklus II, serta siklus III.
Dengan demikian, penggunaan model pembelajarn Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.
(4)
1. Bagi siswa diharapkan untuk lebih memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru, lebih berkonsentrasi dan fokus saat dalam proses pembelajaran, senantiasa aktif dan kritis agar proses belajar dan pembelajaran menjadi kondusif dan bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2. Bagi guru kelas untuk dapat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dan senantiasa memotivasi siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
3. Bagi sekolah diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada guru mengenai model pembelajaran yang bervariasi agar guru mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan cara yang lebih menarik.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Guru.Yrama Widya. Bandung. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Susanti, Desi. 2012. Penerapan Metode Discovery Untuk Meningkatkan Aktivitas
Dan Kreativitas Bercerita Siswa Kelas V SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi: Bandar Lampung. Universitas Lampung. Haldiansyah. 2013. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Pada
Siswa Materi Luas Bangun Datar Menggunakan Metode Discovery Di Kelas VB SD Negeri 5 Sumberejo Kecamatan Kemiling Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung. Herrhyanto, Nar, dkk. 2009. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Balai Pustaka. Jakarta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Kelas II Tema 4 Aku dan Sekolahku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Siswa Kelas II Tema 4 Aku dan Sekolahku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Silabus Pembelajaran Tematik Terpadu Kelas II SD dan MI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
(6)
Nasution. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Bumi Aksara. Jakarta.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Belajar.Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Ruminiati. 2008. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.
Poerwanti, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. IKIP Bandung. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tim Dosen Pengembang MKDK-IKIP Semarang.1989. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Depdiknas. Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Depdiknas. Jakarta.