19
penggunaannya hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan Bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; penggunaan itu bisa
secara perseorangan maupun secara gotong royong.
2. Subyek pemegang hak-hak atas tanah.
Sesuai dengan asas kebangsaan yang tercantum di dalam Pasal 1 UUPA maka Pasal 9 ayat 1 menentukan, bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang dapat
mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Dalam UUPA pengertian warga negara Indonesia yang dimaksudkan ini
adalah warga negara Indonesia dalam arti tunggal, dalam UUPA tidak menyebutkan adanya perbedaan antara warga negara Indonesia asli ataupun warga negara Indonesia
keturunan. Dalam hubungannya dengan tanah maka hubungan yang sepenuhnya itu
adalah hubungan hak milik. Atas dasar ketentuan itu maka Pasal 21 ayat 1 UUPA menetapkan, bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai tanah
dengan hak milik, bagi orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Bukan hanya hak milik yang tidak dapat dipunyai oleh orang-orang asing,
tetapi juga hak guna usaha dan hak guna bangunan Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 36 ayat 1 UUPA.
Bagi orang-orang asing hanya terbuka kemungkinan untuk menguasai tanah dengan hak pakai atau hak sewa Pasal 42 dan Pasal 45, yaitu hak-hak atas tanah
yang member wewenang yang terbatas dan berjangka waktu pendek. Sebenarnya orang-orang asing tidak perlu mempunyai tanah sendiri. Untuk keperluan tempat
tinggal dan usahanya dapatlah mereka menyewa bangunan-bangunan kepunyaan warga negara Indonesia.
13
13
Eddy Ruchiyat, op.cit, hlm. 81
20
Di dalam Pasal 21 ayat 3 UUPA masih dibuka kemungkinan bagi orang asing untuk memperoleh dan menguasai tanah hak milik selama waktu 1 tahun. Seorang
asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula seorang warga negara Indonesia yang
mempunyai hak
milik dan
setelah berlakunya
UUPA kehilangan
kewarganegaraannya diwajibkan melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraannya itu.
Selama satu tahun itu ia boleh menguasai tanahnya sebagai pemilik. Ketentuan yang serupa juga terdapat di dalam Pasal 30 ayat 2 UUPA HGU dan
Pasal 36 ayat 2 UUPA HGB. Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang-orang het
natuurlijkeepersoon, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Badan hukum tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan hukum yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan telah memenuhi syarat-syaratnya Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963, sesuai den Pasal 21 ayat 1 dan 2 UUPA.
Menurut hukum agraria yang lama setiap orang boleh mempunyai tanah dengan hak eigendom, baik ia warga negara maupun orang asing, baik ia warga
negara maupun orang asing, bahkan badan hukumpun boleh mempunyai hak eigendom, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing.
14
Sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat 1 UUPA maka menurut Pasal 21 ayat 1 UUPA hanya warga negara Indonesia saja dapat mempunyai hak milik. sebagaimana
telah dijelaskan , bahwa larangan tidak diadakan perbedaan antara orang-orang Indonesia asli dan keturunan asing. Dalam pada itu biarpun menurut Pasal 9 ayat 2
UUPA tidak diadakan perbedaan antara sesama warga negara, akan tetapi dalam hak pemilikan tanah diadakan perbedaan antara mereka yang berkewarganegaraan
tunggal dan rangkap.
14
Ibid, hlm. 85
21
Berkewarganegaraan rangkap artinya bahwa disamping kewarganegaraan Indonesia dipunyai pula kewarganegaraan lain. Pasal 21 ayat 4 UUPA menentukan,
bahwa selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik. Ini
berarti, bahwa ia selama itu dalam hubungannya dengan soal pemilikan tanah dipersamakan dengan orang asing.
Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, sudah selayaknya orang-orang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai
kewarganegaraan negara lain, dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari warga negara Indonesia lainnya. Dengan demikian maka yang boleh mempunyai tanah
dengan hak milik itu hanyalah warga negara Indonesia tunggal saja. Biarpun pada asasnya hanya orang-orang warga negara Indonesia tunggal saja
yang dapat memiliki tanah, akan tetapi dalam hal-hal tertentu selama waktu yang terbatas UUPA masih memungkinkan orang-orang asing dan warga negara Indonesia
yang berkewarganegaraan rangkap untuk mempunyai tanah dengan hak milik. Diberikannya kemungkinan itu adalah atas dasar pertimbangan perikemanusiaan.
15
Pasal 21 ayat 3 UUPA menentukan, bahwa orang asing yang sesudah tanggal 24 September 1960 memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap seorang warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah tanggal 24 September 1960 kehilangan kewarganegaraannya. Jangka waktu dihitung
sejak hilangnya kewarganegaraan Indonesia itu.
16
Berlakunya Pasal 21 ayat 3 UUPA ini, juga berlaku terhadap warganegara Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap ataupun jika orang yang awalnya
berkewarganegaraan Indonesia tunggal, tetapi kemudian kewarganegaraannya menjadi rangkap. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat 4 UUPA.
15
Ibid, hlm. 87
16
Ibid
22
Cara-cara yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat 3 di atas adalah cara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu tindakan positif yang sengaja ditujukan
pada terjadinya peralihan hak yang bersangkutan. Ada pun cara-cara yang tidak diperbolehkan karena dilarang oleh Pasal 26 ayat 2 UUPA, seperti jual beli, tukar
menukar, hibah, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing,
kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing, atau badan hukum yang tidak ditetapkan oleh
pemerintah, dalam waktu satu tahun pemilikan itu harus diakhiri. Bahwa dalam waktu satu tahun hak miliknya itu harus dilepaskan. Kalau hak
milik itu dilepaskan maka hak tersebut menjadi hapus dan tanahnya menjadi tanah Negara. Maksudnya, setelah itu bekas pemilik diberi kesempatan untuk meminta
kembali tanah yang bersangkutan dengan hak yang dapat dipunyainya, yaitu bagi orang asing diberikan hak pakai dan bagi orang Indonesia yang berkewarganegaraan
rangkap diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
17
Tujuan dari pada ketentuan Pasal 21 ayat 3 UUPA itu adalah pada satu pihak untuk mengakhiri pemilikan tanah yang bertentangan dengan asas Pasal 9 ayat 1
UUPA dan ketentuan Pasal 21 ayat 1 dan pada lain pihak memberikan kesempatan kepada pemilik untuk mengakhiri pemilikan itu dengan cara yang dianggap sesusai
dengan kepentingannya. Maka tidaklah keberatan jika di dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat 3 UUPA tersebut hak miliknya dialihkan kepada pihak lain
asal pihak yang menerima peralihan itu memenuhi syarat sebagai pemilik. Sebagai seorang pemilik ia memang berwenang untuk mengalihkan haknya itu. Kemungkinan
yang kedua serupa mengenai hak guna usaha Pasal 30 ayat 2 UUPA dan hak guna bangunan Pasal 36 ayat 2 UUPA.
18
Menurut Pasal 21 ayat 3 UUPA maka hak miliknya menjadi hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain
17
Ibid, hlm. 88
18
Ibid, hlm. 88-89
23
yang membebaninya tetap berlangsung. Maksud „hapus karena hukum‟ artinya bahwa hak milik itu hapus dengan sendirinya atas kekuatan ketentuan Pasal 21 ayat 3 UUPA
setelah jangka waktu satu tahun tersebut habis. Dengan demikian, maka untuk hapusnya hak milik itu tidak disyaratkan adanya suatu keputusan dari instansi
manapun, baik pengadilan maupun eksekutif. Tidak diperlukan adanya keputusan yang bersifat kontitutif. Tetapi biarpun demikian agar ada ketegasan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan bekas pemilik, instansi-instansi agraria, khususnya Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang berkewajiban untuk mencatatnya dan pihak ketiga
maka hapusnya hak tersebut sebaiknya ditegaskan dengan suatu surat keputusan dari instansi agraria yang berwenang.
19
Surat keputusan itu bersifat deklaratoir, yaitu untuk menegaskan atau menyatakan berlakunya ketentuan Pasal 21 ayat 3 UUPA tersebut terhadap hak milik
yang bersangkutan. Instansi yang berwenang mengeluarkan surat keputusan yang dimaksudkan itu menurut PMDN No. 1 Tahun 1967 adalah Menteri Dalam Negeri
Direktur Jenderal Agraria.
20
Adapun kemungkinan bila tanah hak milik menjadi kepunyaan bersama dari orang WNI tunggal dan orang asing atau WNI yang berkewarganegaraan rangkap, hal
ini sebenarnya tidak diatur secara tegas, tetapi dalam buku Eddy Ruchiyat yang berjudul Politik Pertanahan diggunakan analogi, bahwa pihak pemilik bersama yang
tidak mempunyai syarat juga berkewajiban untuk mengakhiri pemilikannya di dalam jangka waktu satu tahun. Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, maka bukan bagiannya
saja yang menjadi hapus tetapi hak milik itu seluruhnya dan tanahnya menjadi tanah Negara. Hak milik itu tidak dapat hapus sebagian saja karena merupakan kepunyaan
bersama, hingga tidak dapat ditentukan bagian tanah yang mana kepunyaan pihak yang tidak memenuhi syarat itu.
Sebaliknya jika hak pemilik bersama itu tidak dihapus, maka akan timbul keadaan di mana seorang yang tidak memenuhi syarat dapat terus mempunyai hak
19
Ibid. hlm. 89
20
Ibid
24
milik. Adapun perlindungan hukum bagi pihak yang memenuhi syarat atas pemilikan bersama, bahwa setelah tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara maka pihak
yang memenuhi syarat mempunyai proritas utama untuk memintanya kembali dengan hak milik, dengan kewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara
sebesar bagian dari bekas pemilik bersama yang tidak memenuhi syarat itu.
21
3. Hak Atas Tanah : Hak Milik dan Hak Guna Bangunan.